Latest Post

 

Pembangunan SOR senilai Rp355.000.000,00 (tiga ratus lima puluh lima juta rupiah) yang saat ini dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, terlihat tanpa ada aktivitas pekerja yang mengerjakannya (foto:Rahmad Adam) 


GARUT — Pembangunan sarana olahraga atau SOR senilai Rp355.000.000,00 (tiga ratus lima puluh lima juta rupiah) yang saat ini didanai dari APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) tahun 2024 untuk Desa Cisero, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, diduga mangkrak.

 

Atas kasus ini, awak media berupaya melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengetahui kebenarannya, sebab berdasarkan hasil pantauan di Desa Cisero, telah dilakukan pembangunan SOR, dengan kondisi pembangunan SOR terlihat tanpa ada pekerja yang mengerjakan.

 

Terpisah, saat meninjau lokasi, berdasarkan hasil pembangunan SOR diketahui proyek tersebut diduga terbengkalai atau mangkrak karena di lokasi tersebut tidak ada aktivitas dan plang proyek tidak terpasang sebagaimana mestinya sebagai informasi.

 

Menurut keterangan dari kepala desa Cisero, Saepudin menjelaskan bahwa pembangunan tesebut akan menghabiskan anggaran 1,3 M untuk dua tingkat.

 

"Kegiatan sor itu ada, pembangunan pun di mulai dari bulan juni , itu kan di dak pak, dan luas nya pun cukup luas 11 ke 16, dan akan menghabiskan anggaran 1,3 M karena akan di naikan menjadi dua tingkat pak,  itu pun sudah di potong pajak", tandas nya, Rabu (21-05-2025).

 

Hingga berita ini ditayangkan, awak media belum dapat melakukan konfirmasi kepada Kepala PMD Kecamatan Cisurupan dan peran pendamping di Wilayah Desa Cisero, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut. (ra/tim)


Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro saat jumpa pers terkait dugaan ijazah palsu Joko Widodo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Mei 2025/RMOL 

 

JAKARTA — Ketua Solidaritas Merah Putih Silfester Matutina mengapresiasi Bareskrim Polri yang bertindak cepat mengungkap kasus dugaan ijazah palsu Presiden RI periode 2014-2024 Joko Widodo (Jokowi).

 

Bareskrim menyatakan ijazah Jokowi asli. Oleh karena itu, proses Pengaduan Masyarakat (Dumas) dari Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), H. Eggi Sudjana, dinyatakan batal demi hukum, karena tidak ditemukan unsur pidana.

 

"Kita apresiasi ya apa yang sudah diselidiki oleh Bareskrim Mabes Polri saat ini. Sebagai masyarakat saya melihat terlapor maupun pelapor harus sama-sama menghargai. Ini adalah suatu kebenaran yang mulai terungkap untuk bangsa dan rakyat kita bahwa ijazah Pak Jokowi asli," kata Silfester kepada redaksi, Kamis, 22 Mei 2025.

 

Belajar dari kasus ini, Silfester menyebut pihak pelapor harusnya mencari dulu bukti nyata, agar aduan itu tidak putus di tengah jalan.

 

"Harusnya teman-teman yang menggugat mempunyai bukti-bukti dahulu gitu loh, tapi selama ini kan membangun narasi-narasi negatif yang mengadu domba yang memberikan kebohongan pada rakyat," tegas Silfester.

 

"Hari ini yang dilakukan Bareskrim, akhirnya kebenaran itu akan mencari jalannya sendiri," sambung Silfester.

 

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Ditipidum) Bareskrim Polri menyatakan bahwa ijazah sarjana Jokowi adalah asli. Kesimpulan itu didapat usai penyidik Bareskrim melakukan gelar perkara.

 

“Dari penelitian tersebut maka antara bukti dengan pembanding adalah identik, atau dari satu produk yang sama,” jelas Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, saat jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Mei 2025

 

Sehingga, aduan yang dilayangkan Tim Pembela Ulama & Aktivis (TPUA), H. Eggi Sudjana, perihal tudingan publik cacat hukum ijazah S1 Jokowi, berdasarkan Laporan Informasi Nomor: LI/39/IV/RES.1.24./2025/Dittipidum tanggal 9 April 2025, tidak terbukti, dan tidak ditemukan tindak pidana. (rmol)


Potret pihak kepolisian resmi menghentikan penyidikan terkait kasus dugaan ijazah palsu Jokowi. (Sumber: Humas Polri) 

 

JAKARTA — Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri memastikan gelar Sarjana Kehutanan milik manta Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) adalah asli dan sah.

 

Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro membenarkan hal itu, usai melakukan pemeriksaan intensif terhadap laporan dugaan pemalsuan ijazah yang disampaikan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).

 

Menurut Djuhandhani, polisi telah mengantongi dokumen asli ijazah sarjana kehutanan UGM atas nama Joko Widodo dengan nomor 1120. Dokumen tersebut telah diuji di laboratorium dan dibandingkan dengan ijazah tiga teman sekelas Jokowi dari Fakultas Kehutanan UGM.

 

“Hasil uji menunjukkan bahwa dokumen asli tersebut identik secara fisik dan teknis dengan ijazah pembanding, mulai dari bahan kertas, teknik cetak, tinta, tanda tangan hingga cap stempel,” keterangan Djuhandhani dikutip pada Kamis 22 Mei 2025.

 

Penyelidikan Dihentikan

Usai dilakukan uji laboratorium dan dinyatakan bahwa dokumen yang selama ini digugat oleh TPUA dinyatakan asli, akhirnya pihak kepolisian menegaskan bahwa tidak ditemukan unsur tindak pidana dan penyelidikan pun resmi dihentikan.

 

Dalam proses penyelidikan, presiden Jokowi turut diperiksa oleh penyidik. Dalam keterangannya, Jokowi mengaku mendapat 22 pertanyaan dari penyidik yang mencakup seluruh jenjang pendidikan dari SD hingga universitas.

 

“Ada 22 pertanyaan yang disampaikan, semua seputar ijazah dari SD, SMP, SMA sampai UGM,” kata Jokowi.

 

Penyelidikan ini bermula dari laporan Ketua TPUA, Egi Sudjana yang dilanyangkan pada 9 Desember 2024. Laporan tersebut diterima Bareskrim sebagai laporan informasi dengan nomor LI/39/IV/Res.1.24./2025 pada 9 April 2025.

 

Lebih lanjut kasus dugaan ijazah palsu Jokowi ini pun menjadi bola liar dan banyak publik di internet untuk mengusut hingga kebenaran terungkap.

 

Djuhandhani pun mengatakan harapannya hasil penyelidikan ini mampu mengakhiri spekulasi publik dan memberikan kepastian hukum.

 

“Semoga ini bisa menjawab polemik yang selama ini berkembang di masyarakat,” ucapnya.

 

Hingga saat ini dugaan ijazah palsu Jokowi masih menjadi obrolan publik di jagat media sosial. (poskota)


Jokowi, Megawati, dan Hasto. (Dok: Media Center PDIP) 

 

JAKARTA — Politikus PDIP Ferdinand Hutahaean, merasa muak melihat drama yang dimainkan mantan Presiden Jokowi terkait kontroversi dugaan ijazah palsu.

 

Apalagi, usai menghadiri panggilan pemeriksaan Bareskrim Polri, Jokowi mengaku miris dengan kritikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

 

"Jokowi ini sudah terlalu banyak main drama yah soal ijazah yang dituduhkan palsu. Dan beliau kan berpegang teguh bahwa ijazahnya asli," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Rabu (21/5/2025).

 

Dikatakan Ferdinand, tidak semestinya Jokowi bersikap seperti korban ketika mendapatkan sentilan dari Megawati. Apalagi dia seorang mantan Presiden.

 

"Harusnya tidak perlu mewek yah, merasa sedih gimana gitu yah dengan sentilan ibu Mega," sesalnya.

 

"Harusnya nurani pak Jokowi itu berbicara demi kebaikan semua supaya kegaduhan ini berhenti," tambah dia. 

 

Jika demikian, kata Ferdinand, maka perdebatan yang terjadi, begitupun dengan pemerintah hingga aparat penegak hukum bisa mengurus pekerjaan yang jauh lebih penting.

 

"Supaya keterbelahan masyarakat karena masalah ini selesai, pemerintah negara, aparat hukum, tidak sibuk dengan urusan ijazah ini. Masih banyak perkara rakyat lainnya yang harus diurus Polisi," imbuhnya.

 

Ferdinand bilang, jika saja Jokowi jauh sebelum hari ini berani menunjukkan ijazahnya di depan publik, maka persoalan telah selesai.

 

"Apa susahnya sih Jokowi sejak dulu mendeklarasikan tentang ijazah, ditunjukkan secara terbuka ke publik, kan urusan selesai," tukasnya.

 

"Tapi sekarang itu semua seperti sulit. Karena rakyat sudah terlanjur tidak percaya kepada Jokowi. Dan banyak kejanggalan," sambung dia.

 

Blak-blakan, Ferdinand mengaku tidak percaya jika Jokowi betul-betul merasa sedih usai disentil Megawati.

 

"Apa yang dilakukan pak Jokowi, mewek, berkata sedih, saya tidak percaya. Karena waktu Jokowi mengatakan sebetulnya saya sedih, wajahnya tampak senyum dan sumringah kok," terangnya.

 

Kembali lagi, Ferdinand menekankan bahwa ayah dari Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka, itu hanya memainkan sebuah drama demi kepentingannya.

 

"Jadi saya pikir itu hanya sebuah drama yang dimainkan pak Jokowi supaya seolah-olah terkesan dizalimi dengan luar biasa untuk menarik simpati publik," tandasnya.

 

Ferdinand merasa kecewa, sebab Jokowi yang sebenarnya merupakan 'produk' PDIP sebelum pada akhirnya berkhianat, tidak menampilkan sikap negarawan.

 

"Saya kecewa sekali melihat pak Jokowi tidak mau bersikap negarawan, tidak melindungi rakyat, justru berhasrat memenjarakan rakyatnya, ini luar biasa bagi saya," kuncinya.

 

Sebelumnya, Presiden ke-7 Republik Indonesia, Jokowi telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Bareskrim Polri dalam kasus dugaan ijazah palsu yang dilaporkan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).

 

Seusai pemeriksaan, Jokowi sempat menunjukkan ekspresi emosional saat menjawab pertanyaan awak media.

 

Salah satu momen paling mencuri perhatian adalah ketika Jokowi dimintai tanggapan mengenai pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang menilai bahwa pembuktian ijazah tak perlu sampai ke jalur kepolisian.

 

Megawati sebelumnya menyarankan agar cukup ditunjukkan saja jika memang asli.

 

"Ketum PDIP bilang kalau ijazah asli tinggal tunjukkan enggak usah repot ke polisi?" tanya seorang wartawan kepada Jokowi.

 

Menanggapi pertanyaan itu, Presiden terlihat terdiam sejenak sebelum akhirnya berucap pelan,

 

"Saya itu sebetulnya ya, sebetulnya sedih," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

 

Ia melanjutkan bahwa dirinya prihatin apabila perkara ini terus berlanjut ke tahapan hukum berikutnya.

 

Kalau proses hukum mengenai ijazah ini maju lagi ke tahapan berikutnya. Saya kasihan, tapi ya ini kan sudah keterlaluan jadi ya kita tunggu proses hukum selanjutnya," katanya.

 

Jokowi juga menegaskan bahwa ia berharap perkara ini bisa diselesaikan dengan jelas di lembaga hukum yang sah.

 

"Ini kan supaya semuanya jelas dan gamblang, lembaga yang paling kompeten untuk dimana saya dimana saya menunjukkan ijazah saya itu ya di pengadilan nanti," tegasnya. (fajar)


Screenshot_pemeriksaan Jokwi / Net

 

JAKARTA — Pemeriksaan mantan Presiden Joko Widodo oleh Bareskrim Polri pada pekan ini terkait kontroversi ijazahnya cukup menyita perhatian publik, terutama terkait lamanya proses pemeriksaan yang dinilai sangat cepat.

 

Pengamat politik Rocky Gerung menilai pemeriksaan yang berlangsung selama satu jam untuk menjawab 22 pertanyaan itu kurang memungkinkan untuk mendalami materi perkara.

 

Dalam diskusi dengan wartawan senior Hersubeno Arief, Rocky Gerung mempertanyakan efektivitas dan keseriusan proses hukum yang berlangsung begitu cepat.

 

“Saya membayangkan bahwa Presiden Jokowi duduk berhadapan dengan penyidik lalu menjawab 22 pertanyaan dalam satu jam. Dalam 60 menit, itu artinya kira-kira 2,5 menit untuk satu pertanyaan,” ujar Rocky pada Rabu, 21 Mei 2025, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Rocky Gerung Official.

 

Ia menambahkan bahwa durasi tersebut tidak memungkinkan proses penyelidikan dilakukan secara mendalam dan menyeluruh. Rocky bahkan membandingkan dengan pengalamannya pribadi saat diperiksa di tempat yang sama.

 

“Saya pernah diperiksa di tempat yang sama dan harus minimal 4-5 jam, itu hanya untuk menjawab 20 pertanyaan,” ungkapnya.

 

Rocky menegaskan bahwa sorotan bukan pada kualitas jawaban mantan presiden, melainkan pada kedalaman proses penyelidikan yang belum memadai.

 

Ia menilai bahwa penyidikan tersebut belum menyentuh aspek substansial, terutama karena pokok perkara menyangkut keaslian ijazah yang digunakan Jokowi saat mendaftar sebagai calon presiden.

 

“Pertanyaan rakyat terhadap pejabat publik itu bukan delik, kan? Itu dasarnya,” jelas Rocky.

 

Lebih lanjut, Rocky menyoroti konteks waktu dan tempat kejadian perkara yang disebutnya terjadi ketika Jokowi masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia dan berdomisili di Istana.

 

Hal ini, menurutnya, memperkuat argumen bahwa pertanyaan publik terkait ijazah merupakan bentuk kontrol terhadap pejabat publik, bukan tindak pidana.

 

“Padahal, sebetulnya deliknya itu terjadi—tempus delicti-nya dan locus delicti-nya—bahkan itu terjadi di Istana. Ketika Jokowi berumah di Istana, bukan di Solo. Berumah di Jakarta sebagai kepala negara,” jelas Rocky.

 

Ia juga mengkritik keputusan Jokowi yang tidak segera menjawab isu tersebut saat masih menjabat sebagai presiden.

 

“Jadi masalahnya, kenapa tidak dijawab ketika presiden masih menjabat supaya tidak ada kegaduhan bertahun-tahun?”

 

Rocky menyimpulkan bahwa isu keaslian ijazah Jokowi bukan sekadar polemik pribadi, melainkan persoalan administratif yang menyangkut legitimasi dalam pencalonan presiden. Menurutnya, pertanyaan warga negara seharusnya dipandang sebagai bentuk pengawasan, bukan penghinaan atau penyebaran hoaks.

 

“Itu ijazah yang harus diperlihatkan, bukan dalam upaya untuk menuduh atau bersifat kriminal,”

 

Dengan pernyataan tersebut, Rocky Gerung memperkirakan bahwa persoalan ini tidak akan selesai dalam waktu dekat dan akan menimbulkan perdebatan akademis serta hukum yang berkepanjangan. (poskota)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.