Latest Post

Umar Hasibuan atau Gus Umar.

 

JAKARTA — Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang meminta Jaksa Agung dan Kapolri mencarikan solusi terkait keberadaan organisasi massa (ormas) yang dinilai meresahkan masyarakat menuai reaksi keras dari berbagai pihak.

 

Salah satunya datang dari Kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Umar Hasibuan, yang mempertanyakan sikap pemerintah.

 

"Berlakulah dengan adil," kata Umar di X @UmarHasibuan_ (11/5/2025).

 

Ia menyinggung ketegasan negara saat membubarkan Front Pembela Islam (FPI), yang menurutnya bisa menjadi preseden.

 

"FPI bisa pemerintah bubarkan, kenapa yang sudah jelas bikin warga resah dan susah gak dibubarkan," tandasnya.

 

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dikabarkan merasa terganggu dengan aktivitas sejumlah organisasi masyarakat (ormas) yang dianggap telah merusak stabilitas iklim usaha.

 

Hal ini disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara sekaligus Juru Bicara Presiden, Prasetyo Hadi.

 

Ia menyatakan bahwa Presiden telah mengambil langkah dengan mengadakan pertemuan bersama Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI guna membahas penanganan ormas yang dinilai meresahkan.

 

“Jadi, Pak Presiden, pemerintah betul-betul resah. Dan beberapa hari lalu beliau berkoordinasi dengan Jaksa Agung, berkoordinasi dengan Pak Kapolri untuk mencari jalan keluar terhadap, terutama pembinaan terhadap teman-teman ormas,” ujar Prasetyo dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Jumat (9/5/2025).

 

Lebih lanjut, Prasetyo menyebutkan bahwa pendekatan tersebut dilakukan untuk mencegah terganggunya kegiatan ekonomi dan menjaga ketertiban sosial.

 

“Supaya tidak mengganggu iklim usaha dan (tidak) mengganggu keamanan, ketertiban masyarakat,” tegasnya.

 

Ia juga menyinggung bahwa tindakan premanisme yang dibungkus dengan identitas ormas tidak bisa dibenarkan. Bila ditemukan pelanggaran hukum, pemerintah tak akan ragu menjatuhkan sanksi, terutama dalam kasus-kasus pidana yang tidak dapat ditoleransi. (fajar)


Foto Ijazah Jokowi (Net) 


 

JAKARTA — Kasus dugaan ijazah palsu yang menjerat Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kini memasuki babak baru. Kini, giliran sejumlah petinggi UGM dan dosen pembimbing skripsi Jokowi yang digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman.

 

Penggugat yang merupakan pejabat petinggi UGM sekaligus pembimbing skripsi Jokowi adalah IR H Komardin SH MH dengan nomor perkara 106/Pdt.G/2025/Pn Smn.

 

Kelima pihak yang digugat yakni Rektor UGM, Wakil Rektor 1 hingga 4, Dekan Fakultas Kehutanan, Kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan, dan dosen pembimbing tesis Jokowi, Ir. Kasmojo.

 

"Iya benar," kata Juru Bicara PN Sleman, Cahyono, dikutip Minggu (10/5/2025).

 

Meski demikian, ia tidak menjelaskan isi gugatan tersebut. Sebab, saat ini perkara masih dalam tahap awal.

 

Selanjutnya, pengadilan akan melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak yang bersangkutan.

 

Sementara itu, sebelumnya pihak Jokowi telah melaporkan lima nama terkait tudingan ijazah palsu terhadap dirinya ke Polda Metro Jaya.

 

Saat ini, kasus tersebut juga dalam pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Sejumlah saksi pun telah dilakukan pemanggilan. (tvone)


Anggota Komisi II DPR RI, Ali Ahmad/Ist 

 

JAKARTA — Tuntutan pemberantasan premanisme berkedok organisasi masyarakat (ormas) juga disampaikan wakil rakyat di Senayan. Anggota Komisi II DPR, Ali Ahmad dengan tegas meminta pemerintah menindak tegas ormas yang terlibat premanisme.

 

Kalau belajar dari negara maju, kata Ali, preman yang berkedok ormas dihukum dan dibubarkan. Negara tidak boleh takut dengan preman dan menoleransi tindakan premanisme.

 

"Hukum internasional menyebut premanisme sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang apabila dilakukan dalam skala besar dan sistematis menjadi kejahatan perang," kata Ali, Jumat, 9 Mei 2025.

 

Politisi PKB ini menerangkan, hukum nasional terhadap premanisme diatur dalam Pasal 170 KUHP, khususnya terkait penganiayaan yang dilakukan oleh sekelompok orang.

 

Kemudian Pasal 368 KUHP mengatur tentang pemerasan yang dilakukan dengan ancaman kekerasan.

 

"Hukumannya bervariasi, bisa pidana penjara, denda sebagai tambahan dari hukuman penjara, dan pekerjaan sosial sebagai alternatif dari hukuman penjara," tegasnya.

 

"Pemerintah tidak boleh tinggal diam, bila kelompok tersebut mengantongi legalitas organisasi, maka tepat untuk dicabut atau dibubarkan. Tidak ada kompromi bagi organisasi yang membuat keonaran," tutupnya. (rmol)


Kolase foto M Adhiya Muzakki saat ditangkap. (Net) 

 

JAKARTA — Bos Buzzer yang ditangkap Kejaksaan Agung (Kejagung) bernama M Adhiya Muzakki (MAM), ternyata loyalis Jokowi. Bahkan, sejumlah netizen mengaku melihat langsung status media sosial MAM yang sangat defensif bahkan disebut mengidolakan ayah Wakil Presiden Gibran tersebut.

 

Postingan lamanya yang berbunyi "“Yang fana adalah waktu. Jokowi abadi”  dianggap sebagai bukti pemujaan berlebihan terhadap mantan Presiden Jokowi.

 

Juru bicara PDIP Mohamad Guntur Romli pun menanggapi pernyataan tersebut dengan nada sarkastis. Ia bahkan menyebut Adhiya sebagai penyembahnya Jokowi.

 

"Kalimat Adhiya ini (sambil mengunggah tangkapan layar unggahan Adhiya) sih menunjuklan dia benar-benar penyembah Jokowi," ujar Guntur di X @GunRomli (9/5/2025).

 

Ia juga mengutip pernyataan tokoh NU, Islah Bahrawi, yang menyebut bahwa Jokowi sudah diposisikan secara berlebihan oleh sebagian pendukungnya.

 

"Benar kata Cak Islah Bahrawi, Jokowi sudah seperti berhala," tandasnya.

 

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan M Adhiya Muzakki sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan alias obstruction of justice.

 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar Affandi menyebut Adhiya sebagai bos tim buzzer yang menyebarkan konten negatif untuk menyudutkan penanganan kasus korupsi minyak goreng, korupsi timah, dan korupsi impor gula yang ditangani Kejagung.

 

Adhiya memiliki sekitar 150 anak buah yang tergabung dalam Tim Cyber Army. Dia membagi anak buahnya itu ke dalam beberapa tim.

 

Adhiya Muzakki selaku bos buzzer mendapat duit senilai total Rp 864.500.000,00 dari tindakan membentuk narasi negatif di muka umum guna menjatuhkan citra Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus.

 

Adapun tiap-tiap buzzer yang dikomandoi Adhiya mendapatkan upah Rp1,5 juta untuk bekerja sebagai “tentara siber” atau “cyber army”.

 

"Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp 864.500.000," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar Affandi dalam konferensi pers pada Rabu malam, 7 Mei 2025.

 

Marcella Santoso sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah yang menjerat tiga korporasi.

 

Dalam kasus tersebut, Marcella dan rekannya, Ariyanto Bakri, disangka memberikan suap senilai Rp 60 miliar kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.

 

Kejagung menyebut, uang itu diberikan ke Arif saat menjabat sebagai wakil ketua Pengadilan Negeri Jakarta untuk mengatur agar majelis hakim yang menangani perkara tersebut menjatuhkan vonis lepas terhadap ketiga korporasi.

 

Tiga hari kemudian, pada Selasa (22/4/2025) dini hari, Marcella kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, kali ini dalam kasus perintangan penyidikan atas kasus yang ditangani Kejagung.

 

Marcella bersama advokat Junaedi Saibih dinilai merintangi penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan untuk tiga kasus perkara, yaitu kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor CPO.

 

Menurut Kejagung, Marcella dan Junaedi membiayai unjuk rasa, seminar, dan talkshow dengan narasi yang memojokkan Kejagung dalam penanganan perkara-perkara di atas. Marcella dan Junaedi juga diduga membayar Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar dengan uang Rp 487.500.000 agar narasi-narasi negatif tentang Kejagung dapat diangkat di JAK TV. (fajar) 

   

Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto memimpin Apel Siaga Anti Premanisme di silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Jumat, 9 Mei 2025/RMOL 

 

JAKARTA — Polda Metro Jaya menggelar Apel Siaga Antipreman di perempatan Monumen Nasional (Monas), Gambir, Jakarta Pusat pada Jumat, 9 Mei 2025.

 

Apel tersebut dipimpin Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto, dengan melibatkan 999 personel gabungan yang terdiri atas 663 anggota Polri, 306 personel TNI (Angkatan Darat, Laut, dan Udara), serta 30 petugas dari Pemprov DKI Jakarta.

 

Operasi ini digelar selama 15 hari sejak 9 hingga 23 Mei 2025 dengan tujuan menjaga situasi keamanan, ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dan iklim investasi di Jakarta.

 

"Tujuannya untuk mewujudkan situasi Kamtibmas yang kondusif serta menciptakan iklim investasi stabil di wilayah hukum Polda Metro Jaya," kata Karyoto.

 

Selama operasi ini, Karyoto berjanji tidak akan pandang bulu. Siapa saja yang terlibat dalam aksi premanisme langsung ditindak secara tegas.

 

"Operasi anti premanisme dilaksanakan dengan target utama memastikan seluruh pelaku premanisme, baik yang dilakukan perseorangan maupun kelompok diberikan sanksi hukum tegas tanpa toleransi ataupun pengecualian," tegas Karyoto.

 

Melalui operasi ini, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum dapat dipulihkan dan aksi premanisme hilang.

 

"Jadikan momentum operasi ini sebagai kesempatan untuk menyembuhkan kembali kepercayaan publik terhadap aparatur keamanan," pungkas Karyoto. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.