Latest Post

Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka/Ist

 

JAKARTA — Posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di pemerintahan saat ini sangat bergantung pada dukungan koalisi Presiden Prabowo Subianto di DPR.

 

Dosen Hukum Tata Negara STH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti mengatakan, jika koalisi tak lagi memberi perlindungan, Gibran berpotensi ditinggalkan.

 

"Di DPR yang bisa melindungi Gibran adalah koalisinya Prabowo Subianto. Kalau koalisi tidak melindungi lagi, sudah lepas ya," ujar Bivitri lewat kanal YouTube Hendri Satrio, Jumat 4 Juli 2025.

 

Ia menambahkan, partai-partai politik tentu akan menghitung ulang langkah politik mereka, termasuk kemungkinan jika Gibran mundur.

 

"Partai akan mempertimbangkan, kalau Gibran mundur, yang menggantikan siapa? Menguntungkan saya atau tidak. Misalnya (yang gantikan) Mbak Puan kah, atau AHY?" ucapnya.

 

Bivitri juga menyinggung adanya kemungkinan bahwa Presiden Prabowo Subianto dalam posisi tersandera oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo, yang tak lain adalah ayahanda Gibran.

 

"Kalau kita melihat indikasinya, Presiden Prabowo sepertinya tersandera oleh Jokowi," katanya.

 

Meski demikian, ia menilai belum ada kejelasan soal apa yang membuat Prabowo bisa tersandera. Namun indikasi kedekatan Prabowo dan Jokowi terlihat dari sejumlah hal.

 

Mulai dari dipertahankannya Gibran, seruan “Hidup Jokowi” dari Prabowo, hingga masih bertahannya beberapa menteri Jokowi di Kabinet Merah Putih.

 

"Itu menunjukkan ketersanderaan. Tapi apa ya? Apakah ada kasus masa lalu atau ada hutang budi yang dihormati?" pungkasnya. (rmol)

 

Anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem, Rudianto Lallo/RMOL 

 

JAKARTA — Komisi III DPR meyakini Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengantongi nama Pati bintang tiga yang akan mengisi posisi Wakapolri karena Komjen Ahmad Dofiri sudah memasuki usia pensiun.

 

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Rudianto Lallo menilai Jenderal Listyo Sigit tentu akan memilih calon Wakapolri yang mirip dengan Komjen Dofiri.

 

“Saya kira, Pak Kapolri sudah bicara kan, akan memilih sosok yang mirip dengan Pak Dofiri. Yang jelas pergantian Kapolri itu menjadi kewenangan Kapolri,” kata Rudal akrab disapa kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 3 Juli 2025.

 

Namun demikian, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Jenderal Listyo Sigit dalam memilih pendampingnya di Korps Bhayangkara yang dinilai terbaik.

 

“Dalam rangka menetapkan, tetapi hasil konsultasi dari Presiden, tentu kita serahkan sempurna kepada Bapak Kapolri, tentu berdiskusi konsultasi dengan Bapak Presiden,” ucap Kapoksi Fraksi Nasdem Komisi III DPR ini.

 

“Siapa kira-kira yang mampu menjadi tandem dalam kemudian membawa Polri jauh lebih baik dari apa pencapaian hari ini,” imbuhnya.

 

Yang terpenting, lanjut Rudal, Jenderal Listyo Sigit dan jajaran mampu membawa institusi Polri senantiasa hadir di hati rakyat. Lebih jauh daripada itu, juga untuk mewujudkan visi misi Presiden Prabowo Subianto.

 

“Polri untuk masyarakat, itu yang lebih penting. Polri ke depan menempuh menjadi alat negara yang mampu menerjemahkan visi-misi besar atau Asta Cita program Bapak Presiden. Itu yang paling penting,” tandasnya.

 

Diberitakan RMOL sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah mengantongi nama Pati bintang tiga yang akan mengisi kursi Wakapolri.

 

Saat ini jabatan Wakapolri kosong setelah ditinggal Komjen Ahmad Dofiri yang memasuki usia purna tugas.

 

"Calon-calon terbaik dari Pati Polri untuk menduduki Wakapolri sudah ada di tangan Bapak Kapolri," kata Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Rabu 2 Juli 2025.

 

Namun, karena Korps Bhayangkara masih disibukkan dengan rangkaian acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79, Sandi mengaku belum berani mengumumkan nama Wakapolri.

 

"Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama, bisa segera kita umumkan untuk mengganti Bapak Dofiri selaku Wakapolri untuk jabatan berikut," kata Sandi.

 

Sebagai informasi, Pati berpangkat Komjen di antaranya Kabareskrim Komjen Wahyu Widada, Irwasum Polri Komjen Dedi Prasetyo, Kabaintelkam Polri Komjen Syahardiantono, Dankorbrimob Polri Komjen Imam Widodo.

 

Berikutnya Kabaharkam Komjen M. Fadil Imran, Asisten Utama Kapolri Bidang Operasi Komjen Akhmad Wiyagus, Asisten Utama Kapolri Bidang Perencanaan dan Anggaran Komjen Wahyu Hadiningrat serta Komjen Chrysnanda Dwilaksana selaku Kalemdiklat Polri.

 

Ada pula Pati bintang tiga yang bertugas di instansi lain, yakni Komjen Yan Sultra selaku Irjen Kementerian Imipas, Komjen M. Iqbal selaku Sekjen DPD RI, Komjen Argo Yuwono selaku Irjen Kemenko UMKM, Komjen RZ Panca Putra Simanjuntak selaku Sekretaris Utama Lemhanas, Komjen Tomsi Tohir Balaw selaku Sekjen Kemendagri, Komjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho selaku Sekjen KKP dan Komjen Setyo Budiyanto selaku Ketua KPK.

 

Kemudian Komjen Nico Afinta selaku Sekjen Kemenkum, Komjen Albertus Rachmad Wibowo selaku Wakil Kepala BSSN dan Komjen Reynhard Saut Poltak Silitonga selaku Irjen Kemenkum.

 

Selanjutnya ada Komjen Mathinus Hukom selaku Kepala BNN, Komjen I Ketut Suardana selaku Irjen Kementerian P2MI, Komjen Putu Jayan Danu Putra selaku Irjen Kemendag, Komjen Tornagogo Sihombing selaku Inspektorat Utama Sekjen DPR dan Komjen Lotharia Latif selaku Irjen KKP. (*)

 

Konferensi pers Forum Purnawirawan TNI yang menuntut pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka, Jakarta Selatan, Rabu (2/7). (CNN Indonesia/Patricia Diah) 

 

JAKARTA — Forum Purnawirawan TNI mengancam akan menduduki Gedung DPR/MPR jika surat tuntutan pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka tidak segera diproses.

 

Surat tuntutan kepada lembaga perwakilan rakyat tersebut dikirimkan forum pada tanggal 26 Mei 2025 yang ditujukan kepada Ketua MPR dan Ketua DPR.

 

Surat tersebut ditandatangani oleh empat purnawirawan TNI, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

 

"Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, enggak ada langkah lagi selain ambil secara paksa, kita duduki MPR Senayan sana, oleh karena itu saya minta siapkan kekuatan," kata mantan Kepala Staf TNI AL, Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto di Jakarta Selatan, Rabu (2/7).

 

Dalam kesempatan sama, mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi mengklaim pemakzulan terhadap Gibran juga sudah memenuhi syarat seperti yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.

 

Pasal 7A itu berbunyi 'Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden'.

 

"Secara nyata ya itu satu, dia sudah melakukan hal-hal yang sangat memalukan, apa dalam bahasa Undang-Undang itu disebut hal-hal tercela. Kedua, dia melakukan korupsi meskipun belum terbukti. Tapi kalau kita lihat, kita dengar bahwa segala hal yang disampaikan, rasanya enggak terbantahkan, itu terbukti," tutur Fachrul Razi yang juga pernah menjadi Menteri Agama tersebut.

 

"Dan selanjutnya yang ketiga, bahwa tidak lagi memenuhi syarat sebagai wakil presiden. Itu disebut nyata di dalam Pasar 7A Undang-Undang Dasar 45. Jadi kalau dari aspek itu saya kira sudah terpenuhi, tinggal sebetulnya DPR mengambil langkah-langkah mengusut apa betul sesuai itu, dan kalau sudah saya kira enggak usah tunggu lama-lama lah," imbuhnya.

 

Lebih lanjut, Fachrul pun mendesak parlemen untuk segera memproses surat berisi tuntutan pemakzulan terhadap Gibran selaku wapres.

 

"Kasihan bangsa ini, apa jadinya bangsa ini. Nanti jadi bahan ketawaan negara lain kita ini. Dipimpin oleh tamatan SMP, yang enggak jelas juga ilmunya, yang mengaku bahwa dia enggak pernah baca-baca pak, enggak ada budaya baca di rumah kami, kata beliau kan ya. Mungkin budayanya, budaya main game," ucap dia.

 

Secara umum, surat pemakzulan dari purnawirawan TNI itu berisi pernyataan bahwa Gibran yang merupakan putra Presiden ke-7 Joko Widodo itu telah melanggar hukum dan etika publik.

 

Menurut mereka atas dasar konstitusi, etika kenegaraan, dan prinsip demokrasi, surat itu mengusulkan kepada MPR dan DPR memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasar ketentuan hukum yang berlaku.

 

Terkait surat itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengaku belum menerimanya. Namun, ia memastikan akan membaca dan memproses surat tersebut sesuai mekanisme.

 

"Surat belum kita terima karena baru hari Selasa dibuka masa sidangnya, masih banyak surat yang menumpuk, namun nanti kalau sudah diterima tentu saja kita akan baca dan kita akan proses sesuai dengan mekanismenya," kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7).

 

Puan juga mengaku belum mengetahui apakah surat tersebut sudah diterima oleh Setjen MPR dan DPD.

 

"Jadi kita lihat dulu bagaimana dan seperti apa dan apakah MPR dan DPD sudah menerima, saya belum berkoordinasi dengan, kesekjenan belum berkoordinasi dengan kesekjenan MPR dan DPD," ujarnya.

 

Gibran sejauh ini belum memberikan komentar langsung terkait hal tersebut. Sementara itu, bulan lalu, Jokowi mengatakan pemilihan kepala negara di Indonesia dilakukan dalam satu paket koalisi. Dan, sambungnya, wacana pemakzulan yang muncul hanya dinamika politik yang biasa saja.

 

"Pemilihan presiden dan wakil presiden kemarin, kan, satu paket. Bukan sendiri-sendiri," kata Jokowi saat ditemui di kediamannya usai salat Iduladha, Jumat (6/6).

 

Meski demikian, Jokowi menilai upaya pemakzulan anaknya itu sebagai dinamika politik biasa.

 

"Bahwa ada yang menyurati seperti itu, itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Biasa," kata Jokowi.

 

Lebih lanjut, Jokowi menegaskan, Indonesia memiliki mekanisme ketatanegaraan untuk memakzulkan kepala negara. Ada syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi untuk melengserkan presiden maupun wakilnya.

 

"Pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat. Itu baru [bisa dimakzulkan]," kata dia. (cnni)


Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno/Ist 


JAKARTA — Meninggalnya dr. Marwan Al-Sultan, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, yang tewas bersama istri dan anak-anaknya dalam serangan udara militer Israel merupakan duka mendalam bagi kemanusiaan.

 

Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengatakan, dr. Marwan merupakan sosok yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

 

"Di tengah gempuran konflik dan penderitaan, beliau memilih untuk tetap berada di garis depan, merawat para korban di Rumah Sakit Indonesia yang menjadi salah satu benteng terakhir layanan kesehatan di Gaza," ujar Eddy kepada wartawan, Kamis 3 Juli 2025.

 

Wakil Ketua Umum PAN Bidang Luar Negeri itu mengecam keras serangan terhadap fasilitas medis dan tenaga kesehatan yang dilindungi oleh hukum humaniter internasional.

 

Menurutnya, serangan terhadap Rumah Sakit Indonesia di Gaza tidak bisa dibenarkan dalam situasi apa pun dan merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.

 

"Gugurnya dr. Marwan bukan hanya kehilangan bagi rakyat Palestina, tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Dunia internasional harus bersatu mengambil langkah nyata menghentikan agresi dan memastikan akuntabilitas terhadap pelanggaran yang terjadi," tegasnya.

 

Lebih lanjut, Eddy menegaskan bahwa Indonesia akan terus menyuarakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina. Ia menegaskan komitmen sebagai amanat konstitusi itu tidak akan berubah dan akan terus disuarakan.

 

"Pembelaan terhadap Palestina bukan hanya sikap politik luar negeri, melainkan amanat konstitusi kita secara jelas dan tegas. Selama masih ada penjajahan di atas dunia, maka perjuangan bangsa Indonesia belum selesai," tandasnya. (rmol)

Yusril Ihza Mahendra -Facebook Yusril Ihza Mahendra 

 

JAKARTA — Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, tiba-tiba mengkritik Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Yusril Ihza Mahendra.

 

Anthony menilai Yusril tidak konsisten menanggapi pemisahan jadwal pilkada dan pilpres.

 

"Yusril terkesan tidak konsisten," ujar Anthony kepada fajar.co.id, Rabu (2/7/2025).

 

Dikatakan Anthony, pernyataan Yusril yang menyebut pemisahan waktu pemilu berpotensi melanggar konstitusi karena menunda pemilu lokal selama 2 hingga 2,5 tahun, justru bertentangan dengan sikapnya terhadap Pemilu Serentak 2024 yang lalu.

 

"Kalau alasan penundaan dianggap melanggar konstitusi, maka Pemilu Serentak 2024 yang menyebabkan pilkada ditunda juga termasuk pelanggaran konstitusi," ucapnya.

 

Tidak berhenti di situ, ia menyinggung bahwa pada Pemilu 2024, pelaksanaan pilkada ditunda 1 hingga 2 tahun, dan kepala daerah yang masa jabatannya habis diganti oleh penjabat yang ditunjuk Menteri Dalam Negeri.

 

"Tentu saja pengangkatan penjabat kepala daerah ini juga melanggar konstitusi, karena kepala daerah seharusnya dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum," tegas Anthony.

 

Anthony mempertanyakan logika hukum Yusril yang hanya menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu.

 

Ia mengatakan bahwa Yusril justru tidak bersuara keras terhadap penundaan pilkada dan pengangkatan penjabat kepala daerah di masa pemerintahan sebelumnya.

 

"Kalau pemerintah ketika itu bisa menunda pemilihan umum kepala daerah serta mengangkat penjabat, kenapa sekarang tidak bisa?," cetusnya.

 

Kata Anthony, format pemilu serentak seperti pada 2024 lalu justru menguras energi besar dan hasilnya tidak optimal.

 

“Yang pasti, model pemilu serentak tahun 2024 menghabiskan banyak energi. Hasilnya tidak maksimal dan berisiko tinggi secara teknis maupun politik,” terangnya.

 

Anthony berharap Yusril dapat bersikap lebih komprehensif dan konsisten dalam menyikapi putusan MK maupun isu-isu konstitusional lainnya.

 

“Yang perlu diperhatikan, apakah putusan MK juga sejalan dengan aspirasi masyarakat luas? Semoga Yusril bisa menyikapi putusan MK ini secara menyeluruh dan konsisten,” kuncinya.

 

Sebelumnya, dikutip dari Antara, Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu nasional dan lokal mengharuskan pemerintah bersama DPR untuk menyusun ulang Undang-Undang Pemilu.

 

Menurut Yusril, karena putusan MK bersifat final dan mengikat, maka tak ada pilihan lain bagi pemerintah dan legislatif selain segera melakukan pembahasan regulasi pemilu secara menyeluruh.

 

"Sekarang sudah mau tidak mau karena memang itu sudah putusan MK, final dan binding (mengikat). Pemerintah dan DPR harus merumuskan kembali Undang-Undang Pemilu, termasuk sejumlah masalah baru yang timbul, misalnya mengenai anggota DPRD," kata Yusril kepada awak media di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

 

Pernyataan tersebut disampaikan Yusril sebagai respons terhadap keputusan MK yang menyatakan bahwa pemilu serentak secara konstitusional adalah dengan memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah (lokal).

 

Berdasarkan putusan itu, pemilihan kepala daerah serta anggota DPRD akan digelar dua tahun atau dua setengah tahun setelah pelantikan presiden, wakil presiden, anggota DPR dan DPD hasil Pemilu Nasional.

 

Yusril menjelaskan bahwa dengan skema baru tersebut, kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pasca-2024 kemungkinan besar akan digantikan oleh penjabat kepala daerah hingga pilkada serentak digelar pada 2029.

 

Meski demikian, Yusril menilai bahwa implementasi model ini dapat menimbulkan persoalan baru, khususnya terkait masa jabatan anggota DPRD hasil Pemilu 2024.

 

"Bagaimana halnya dengan anggota DPRD? Apakah bisa anggota DPRD itu diperpanjang? Apakah ini tidak against (menentang) konstitusi sendiri karena memang anggota DPRD itu harus dipilih oleh rakyat?," tandasnya.

 

Oleh karena itu, Yusril menegaskan perlunya diskusi dan kajian yang mendalam antara pemerintah dan DPR agar tindak lanjut dari putusan MK tersebut tidak justru melanggar ketentuan konstitusional lainnya. (fajar)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.