Latest Post

Persatuan Mahasiswa Aceh Jakarta Raya aksi unjuk rasa di Gedung Kemendagri, Jakarta, Jumat (13/6/2025). (Foto: Inilah.com/Syahidan) 

 

JAKARTA — Persatuan Mahasiswa Aceh Jakarta Raya menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, terkait sengketa empat pulau di kawasan Singkil, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang, Jumat (13/6/2025).

 

Mahasiswa meminta pemerintah mencabut Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut).

 

Koordinator Aksi, Muhammad Gamal, menduga pengambilalihan pulau tersebut terkait dengan pengelolaan Minyak dan Gas Alam (Migas) di keempat pulau tersebut.

 

"Memang ada dugaan-dugaan, ke arah situ migas," kata Gamal di lokasi.

 

Ia menyebutkan Pemerintahan Aceh memiliki Badan Pengelola (BP) Migas di Aceh. Rakyat Aceh juga bisa mengelola secara mandiri migas tersebut tanpa campur tangan pihak lain.

 

"Dan itu lebih menguntungkan bagi kami rakyat Aceh, tiba-tiba diambil semena-mena oleh Kemendagri," ujar Gamal.

 

Adapun dalam aksi ini Persatuan Mahasiswa Aceh Jakarta Raya menuntut sejumlah hal, di antaranya:

 

 1. Mendesak Presiden Prabowo Subianto mencopot Mendagri Tito Karnavian dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syafrizal

  2. Meminta Gubernur Aceh dan DPRA segera mengambil sikap terkait empat pulau tersebut

  3. Meminta Presiden Prabowo mencabut SK Kemendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau di Aceh.

 

Diketahui, polemik ini bermula dari terbitnya SK Kemendagri bernomor  Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatra Utara.

 

Mendagri Tito Karnavian menjelaskan penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait. Dia mengaku proses ini sudah berlangsung lama, bahkan sebelum dirinya menjadi menteri.

 

“Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” kata dia di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

 

Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.

 

Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat. Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat, sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.

 

“Nah, tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.

 

Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatra Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat. (inilah)


Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla alias JK angkat suara soal polemik 4 pulau yang menjadi sengketa antara provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. 

 

JAKARTA — Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla alias JK, angkat bicara terkait polemik 4 pulau yang saat ini menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

 

JK mengaitkan polemik tersebut dengan perjanjian perundingan antara pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinki pada 2005.

 

"Soal MoU di Helsinki mengenai perbatasan itu ada pada pasal 114 (mungkin Bab I, ayat I titik 4), yang berbunyi perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. Jadi kesepakatan Helsniki itu merujuk ke situ," tegas JK kepada wartawan di kediamannya di Jalan Brawijaya Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat 13 Juni 2025.

 

JK menambahkan, pada tahun 1956, terbit UU yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno yang meresmikan Provinsi Aceh dan pisah dari Sumatera Utara setelah adanya pemberontakan.

 

"Jadi Aceh sebelumnya adalah daerah residen dari Sumatera Utara yang pisah pada tahun 1956," papar JK.

 

Dari hasil perundingan tersebut juga, JK menegaskan jika empat pulau yang tengah jadi pembicaraan hangat tersebut adalah milik Aceh.

 

"Jadi secara formal dan historis empat pulau itu masuk wilayah Singkil, Provinsi Aceh," tegas tokoh perdamaian Indonesia dengan GAM tersebut.

 

Terkait dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang memicu polemik tersebut JK menegaskan, jika UU lebih di atas dibanding Kepmen.

 

"UU lebih tinggi dibanding Kepmen. Jadi tidak mungkin bisa dibatalkan dengan Kepmen. Kepmen tidak bisa merubah UU," terang JK lagi yang didampingi Sofyan Djalil, salah seorang tim perunding Helsinki yang juga putra Aceh ini.

 

JK juga mengatakan jika dalam perundingan di Helsinki tidak menyinggung soal peta wilayah.

 

"Di perundingan Helsinki tidak pernah menyinggung soal peta, tapi perbatasan," tegas ketua Umum PMI tersebut.

 

Di sisi lain, JK menghormati Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian soal Kepmen tersebut karena pertimbangan efisien dan dekat. Tapi sebaiknya, lanjut JK, tidak melupakan secara historis.

 

"Empat pulau itu masuk Singkil, dekat dengan Sumatera Utara. Tapi itu biasa. Selama ini warga pulau bayar pajaknya ke Singkil," ujar JK lagi.

 

Lebih jauh JK juga menanggapi pernyataan Gubernur Sumatera Utara terkait usulan agar sumber daya di empat pulau itu dikelola bersama pasca Kepmen.

 

Menurut JK, tidak ada daerah yang bisa mengelola sumber daya alam secara bersama-sama. Apalagi untuk saat ini, JK menilai belum ada faktor penting yang dimiliki oleh pulau tersebut.

 

"Toh tidak ada faktor penting di situ. Sekarang tidak ada, tapi mungkin dibelakang hari siapa tau ada. Kita tidak tahu," ujarnya lagi.

 

Olehnya itu, JK berharap agar pemerintah bsia menyelesaikan polemik ini dengan baik.

 

"Ini masalah peka. Sehingga kita berharap pemerintah menemukan penyelesaian yang baik," kata ketua Umum DMI tersebut lagi.

 

Hal sama diungkapkan salah seorang tokoh masyarakat Aceh, Sofyan Djalil. Ia berharap agar pemerintah bisa menyelesaikan persoalan dengan baik.

 

"Jika peraturan menteri ini bisa diubah, bisa selesai dengan baik," ujarnya.

 

Untuk diketahui, Kepmendagri 2025 yang menuai polemik itu terkait empat pulai di wilayah Singkil, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang (Besar), Pulau Mangkir Ketek (Kecil)

 

Respons Kemendagri

 

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menyampaikan bahwa persoalan ini merupakan sengketa yang telah berlangsung cukup lama dan menjadi perhatian serius pemerintah pusat.

 

Ia menegaskan bahwa penanganan permasalahan tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan komprehensif.

 

"Persoalan ini sudah panjang dan lama menjadi sengketa. Karena itu harus benar-benar ditangani secara serius, dengan mengumpulkan informasi, data, dan fakta dari semua pihak," ujar Bima Arya, Jumat (13/6/2025).

 

Menurutnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, yang secara undang-undang akan memimpin Tim Nasional Penamaan 'Rupa Bumi' untuk upaya penyelesaian sengketa pulau tersebut.

 

Tim ini akan menentukan secara legal nama-nama pulau dan batas-batas wilayah.

 

"Pak Menteri (Mendagri) Tito Karnavian, akan menggelar rapat khusus pada hari Selasa mendatang dengan mengundang semua Kementerian dan lembaga terkait," tuturnya.

 

"Seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Informasi Geospasial. Unsur internal Kemendagri yang selama ini menangani sengketa serupa juga akan dilibatkan," tambah Bima Arya.

 

Lebih lanjut, pada hari Rabu pekan depan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, juga dijadwalkan mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan para pemimpin daerah dari kedua provinsi, baik dari Sumatera Utara maupun Aceh, termasuk perwakilan dari Tapanuli Utara dan Aceh Singkil.

 

"Semua pihak akan diminta menyampaikan pandangan, masukan, serta fakta sejarah yang dimiliki. Proses ini akan menjadi dasar untuk melakukan review total terhadap status wilayah keempat pulau tersebut," tambahnya. (suara)




JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menilai usulan pemakzulan Gibran Rakabuming sah dan elegan. Kini hal itu sudah menjadi perbincangan publik.

 

Mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi mengungkapkan proses Gibran menjadi wakil presiden adalah dengan memperkosa konstitusi. Namun kini ia bersembunyi di balik ketidakmungkinan konstitusi.

 

“Merkosa konstitusi. Ketika arus pemakzulan menguat, mereka berlindung di balik (ketidakmungkinan) Konstitusi,” kata Adhie dikutip dari unggahannya di X, Jumat (13/6/2025).

 

Menurutnya, itu ironi. Karena sebelumnya ingin menabrak konstitusi.

 

“Padahal sebelumnya mereka mau nabrak Konstitusi untuk perpanjang (3 periode) kekuasaan,” jelasnya.

 

“Eh lalu merkosa Konstitusi hingga lahir anak haram yang kini jadi masalah. Munafik!” tambahnya.

 

Sebelumnya, usulan pemakzulan Gibran disampaikan Forum Purnawirawan TNI. Mereka telah menyurat ke DPR dan MPR.

 

Mahfud menilai Forum Purnawirawan TNI memiliki argumen hukum yang kuat dalam pengusulan tersebut. (fajar)


Muhammad Tito Karnavian 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto didesak untuk memberhentikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang telah membuat gaduh dengan menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode dan Data Wilayah Administratif Pemerintahan dan Kepulauan.

 

Keputusan Menteri Dalam Negeri yang mengalihkan status administratif 4 pulau di wilayah Aceh kepada Sumatera Utara dinilai merugikan stabilitas keamanan dan politik.

 

Bahkan, pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, berpendapat, Keputusan Menteri Dalam Negeri yang dikeluarkan Tito Karnavian berpotensi membangkitkan kembali pihak-pihak di Aceh yang ingin melepaskan diri dari NKRI.

 

Oleh karena itu, guna mengantisipasi kegaduhan yang lebih besar, Jamiluddin meminta Presiden Prabowo Subianto memerintahkan mantan Kapolri tersebut untuk mencabut Keputusan Menteri Dalam Negeri yang telah dikeluarkan.

 

"Presiden Prabowo Subianto harus segera memerintahkan kepada Mendagri untuk mencabut SK tersebut. Mendagri juga diminta meminta maaf kepada masyarakat Aceh karena telah ceroboh mengeluarkan SK tersebut," kata Jamiluddin kepada RMOL, Kamis, 12 Juni 2025.

 

Jamiluddin menambahkan, sebagai Kepala Negara, Prabowo perlu memecat Tito Karnavian atas kegaduhan yang diciptakan anak buahnya itu.

 

"Bahkan sangat pantas bila Prabowo mencopot Tito dari Mendagri. Sebab, SK Mendagri tersebut sangat mengabaikan aspek historis, psikologis, dan politis masyarakat Aceh," tegasnya.

 

Ia pun menanti ketegasan Presiden Prabowo terhadap Tito Karnavian untuk mengantisipasi memuncaknya kemarahan rakyat Aceh atas penerbitan Kepmendagri tersebut.

 

"Jadi, ketegasan Prabowo memecat Tito sangat ditunggu. Setidaknya hal itu akan dapat meredam amarah masyarakat Aceh," tutupnya. (*)


Keputusan Tito Berpotensi Bangkitkan Gerakan Separatis di Aceh 

 

JAKARTA — Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terkait penyerahan empat pulau di Aceh kepada Sumatera Utara (Sumut) berpotensi menimbulkan kekacauan.

 

Analis komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan, Provinsi Aceh pasti sulit menerima keputusan ini.

 

"Bagi masyarakat Aceh, secara historis, sosiologis, psikologis, dan politis empat pulau itu sudah menjadi bagian dari NAD (Nangroe Aceh Darussalam)," tegas Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Kamis, 12 Juni 2025.

 

Ia mengurai secara de facto dan de jure, empat pulau itu selama ini memang sudah milik Aceh. Oleh karena itu, ketika secara de jure empat pulau itu dialihkan ke Sumut, tentu akan mengusik masyarakat Aceh.

 

"Peluang masyarakat Aceh akan marah terhadap Pusat sangat besar. Hal ini bahkan berpeluang membangkitkan kembali bagi masyarakat Aceh untuk melepaskan diri dari NKRI," ucapnya.

 

Ia menambahkan, elite Aceh yang masih menginginkan merdeka, akan menggunakan isu empat pulau itu sebagai peluru baru untuk mengajak masyarakat Aceh memisahkan diri.

 

"Elite Aceh tersebut mendapat mainan baru untuk membakar amarah masyarakat Aceh, termasuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap Pusat," tutupnya.

 

Sebelumnya, Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025 telah menimbulkan kegaduhan di publik. Adapun, empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek.

 

Menariknya, secara geografis, pulau-pulau tersebut hanya berjarak 4,7 km dari pantai Aceh. Sementara dari Sumut berjarak 22 km. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.