Latest Post

Rm Markus Solo Kewuta SVD menerima Penghargaan Martabat Kemanusiaan yang diberikan kepada mendiang Paus Fransiskus oleh GP Ansor. (Foto: Rm Agustinus Keluli Manuk OCD)

 

JAKARTA — Penghargaan Martabat Kemanusiaan yang diberikan kepada mendiang Paus Fransiskus oleh Gerakan Pemuda Ansor (GP) telah tiba di Vatikan oleh AM Putut Prabantoro, pendiri dan sekaligus Penasihat Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) kepada Padre Markus Solo Kewuta, pejabat di Dikasteri (Kementerian) Dialog Antaragama Vatikan, disaksikan pastor asal  Indonesia Rm Agustinus Keluli Manuk OCD, Kamis 14 Agustus 2025.

 

Dalam keterangannya di depan Basilika Santo Petrus, Rm Markus Solo menyampaikan rasa terima kasihnya kepada GP Ansor atas penghargaan yang diberikan.

 

"Penghargaan ini adalah bukti dan hasil nyata dari sebuah proses dialog antara agama Katolik dengan umat Islam, khususnya GP Ansor yang sudah berjalan dengan baik. Saling menghargai dan saling mengapresiasi di dalam karya-karya kemanusiaan seperti ini membawa kepuasan tersendiri dan mempertebal keyakinan bahwa dialog lintas agama adalah jalan yang tepat dan perdamaian adalah sesuatu yang rapuh tetapi bukan berarti tidak mungkin," kata Rm Markus Solo di sela pertemuan.

 

"Semua orang harus ikut bekerjasama dan bersedia untuk masuk ke dalam proses perjumpaan, kerja sama dan saling menghargai dan mengakui di dalam upaya-upaya kemanusiaan untuk kebahagiaan bersama," tambahnya.

 

Penyerahan penghargaan ke Vatikan terjadi empat bulan setelah diserahterimakan di Yogyakarta. Penghargaan Martabat Kemanusiaan untuk mendiang Paus Fransiskus diberikan GP Ansor dalam acara apel akbar dan sekaligus pelantikan Pengurus Wilayah GP Ansor Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilaksanakan di Universitas Nahdlatul Ulama pada Sabtu 26 April 2025.

 

Secara simbolis penghargaan diserahkan Ketua Umum GP Ansor Addin Jauharudin kepada pegiat toleransi lintas iman dari Keuskupan Malang, Rm Fadjar Tedjo Soekarno. Penunjukan Rm Fadjar Tedjo, pastor rekan dari Gereja Katolik Santa Maria Diangkat Ke Surga, Paroki Jalan Lely, Malang untuk menerima secara simbolis dari GP Ansor bukan tanpa alasan.

 

Rm Fadjar yang sering disebut Gus Fadjar adalah salah satu anggota dalam rombongan organisasi pemuda lintas iman yang beraudiensi dengan Paus Fransiskus pada 21 Agustus 2024. Rombongan ketika itu berangkat dipimpin Addin.

 

Dalam penghargaan tertulis dua bahasa yakni Italia dan Indonesia. "Penghormatan Martabat Kemanusiaan Untuk Paus Fransiskus" dan di bawah ungkapan ini ada tulisan dalam bahasa Italia, "Il rispetto della dignita umana per Papa Francesco" yang artinya sama dengan ungkapan berbahasa Indonesia di atasnya.

 

Kedua tulisan itu diakhiri dengan penutup Yogyakarta, Indonesia, 26 Aprile 2025 - H. Addin Jauharudin atau Il capo generale. Waktu penyerahan yakni Sabtu, 26 April 2025, adalah hari pemakaman Paus Fransiskus yang dikebumikan di Basilika St. Maria Maggiore, Roma.

 

Menurut Rm Markus, piagam tidak bisa lagi diberikan kepada Paus Fransiskus yang sudah meninggal, tetapi akan diletakan di Kantor Dikasteri Dialog Antaragama. Piagam akan menjadi salah satu  pengingat akan legasi-legasi Paus Fransiskus tentang nilai sebuah martabat manusia yang telah diperjuangkan oleh Paus Fransiskus, dan juga sebagai pengingat bagi para tokoh agama dunia termasuk dari Indonesia yang hadir di kementerian tersebut.

 

Selain itu, penghargaan tersebut juga sebagai pengingat bahwa GP Ansor dan organisasi pemuda lintas iman asal Indonesia lainnya telah membuat sejarah di Vatikan. Organisasi lintas iman dari sebuah negara datang secara bersama-sama. Dan, secara bersama-sama pula mereka beraudiensi dengan Paus Fransiskus pada Rabu lusa, 20 Agustus 2025.

 

Kunjungan organisasi pemuda lintas iman dari Indonesia merupakan peristiwa bersejarah bagi Vatikan. Bersejarah karena untuk yang pertama kali, dari satu negara berbagai organisasi lintas iman hadir bersama-sama.

 

Dalam audiensi Paus Fransiskus menjadi saksi dengan pembubuhan tandatangan di atas piagam Deklarasi Jakarta - Vatikan. Piagam tersebut ditandatangani GP Ansor, Pemuda Katolik, Pemuda Muhammadiyah,  Pemuda Kristen GAMKI, Pemuda Hindu PERADAH dan Pemuda Konghucu GEMAKU.

 

Dalam sambutannya dalam penyerahannya di Yogya, Addin Jauharudin mengatakan bahwa penghormatan ini adalah bentuk cinta kasih GP Ansor kepada Paus Fransiskus, yang dikenang bukan hanya sebagai pemimpin agama Katolik, tetapi juga sebagai jembatan perdamaian dunia.

 

"Ini adalah bentuk kecil cinta kasih GP Ansor untuk Bapak Paus Fransiskus. Beliau bukan hanya soal kepemimpinan agama, tapi simbol perdamaian dunia. Dan berharap anugerah penghormatan yang kecil ini dibawa ke Vatikan untuk diserahkan," ujar Addin.

 

Addin menyinggung berbagai inisiatif Paus Fransiskus dalam mendorong gencatan senjata dan penghentian agresi, terutama di wilayah konflik seperti Palestina. (rmol)

 

Ketua Kagama Cirebon Raya, Heru Subagia 

 

JAKARTA — Ketua Kagama Cirebon Raya, Heru Subagia angkat bicara terkait keputusan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang membatalkan peluncuran buku Jokowi’s White Paper, karya Roy Suryo Cs.

 

Heru mengatakan, sikap UGM tersebut menunjukkan UGM terlalu cengeng dan tidak mendukung kegiatan-kegiatan yang benar-benar bersifat akademik.

 

“Produk yang dikeluarkan Mas Roy, Bang Rismon, dan Mbak Tifa adalah buku. Artinya dalam pendalaman buku itu, ruang pembahasan dan analisa, juga penyusunannya membutuhkan metodologi khusus," kata Heru kepada fajar.co.id, Senin (18/8/2025).

 

"Ada kaidah ilmiah yang digunakan, harusnya UGM memahami sebagai produk dari seorang penulis dan pemikir,” tambahnya.

 

Heru menegaskan, buku tersebut seharusnya ditempatkan sebagai karya akademik, bukan propaganda apalagi halusinasi politik.

 

“Kenapa UGM membatalkan peluncuran buku ini, padahal tiga orang ini alumni sendiri? Setidaknya saya sebagai alumni merasa mempertanyakan dari sisi hubungan emosional antara alumni dan rektorat,” tegasnya.

 

Lebih jauh, ia menyinggung langkah University Club (UC) UGM yang menutup ruang dialog dengan tidak memperbolehkan agenda peluncuran buku.

 

“UC sebagai bagian dari sarana dialog bahkan tidak memperbolehkan peluncuran buku. Saya melihatnya secara pendekatan akademis dan alumni, nyata-nyata keberpihakan UGM sangat dipengaruhi faktor eksternal,” kuncinya.

 

Sebelumnya, kado HUT RI ke-80 yang dipersembahkan Roy Suryo Cs berupa buku Jokowi's White Paper batal dilaunching pada Senin (18/8/2025).

 

Hal ini diungkapkan Roy setelah pihak University Club (UC) Universitas Gadjah Mada (UGM) membatalkan agenda tersebut.

 

Padahal, rencananya launching buku tersebut akan digelar di Ruang Nusantara, UC UGM.

 

"Kado (Buku Jokowi's White Paper) mau dirusak Termul (Pendukung Jokowi, red)," kata Roy kepada fajar.co.id, Senin (18/8/2025).

 

Menpora era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menduga batalnya launching itu dipengaruhi oleh pendukung Jokowi.

 

"Sesuai prediksi sebelumnya ternyata diganggu oleh termul," sesalnya.

 

Roy bilang, rencana diluncurkan tepat di Hari Konstitusi mendadak dibatalkan sepihak oleh pihak UC UGM.

 

"Dibatalkan sepihak baru saja oleh UC UGM, panitia tidak gentar dan Segera diumumkan lokasi baru," tandasnya. (**)

 

Peluncuran buku tentang Presiden ke-7 RI Joko Widodo berjudul "Jokowi White Paper", di kompleks University Club (UC) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin 18 Agustus 2025. (Foto: Tangkapan layar Youtube Salam Akal Waras Channel) 

 

JAKARTA — Pakar telematika Roy Suryo bersama pakar forensik digital Rismon Sianipar dan ahli saraf nutrisi dokter Tifauzia Tyassuma meluncurkan buku tentang Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, berjudul "Jokowi White Paper" di kompleks University Club (UC) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin, 18 Agustus 2025.

 

Roy menuturkan, buku yang ditulisnya bersama Rismon dan Dokter Tifa itu berkisah tentang skandal ijazah Jokowi yang dikeluarkan UGM.

 

"Ketika seseorang mengaku lulusan UGM tapi mengaku IPK-nya katanya di bawah 2, itu mengemuka pertanyaan di masyarakat dan mengawali semuanya," ujar Roy dikutip melalui siaran langsung kanal Youtube Salam Akal Waras Channel.

 

Roy mengatakan, selain cerita panjang yang dialami sebagai fakta kasus ijazah S1 Kehutanan UGM Jokowi yang diduga palsu, terdapat bahasan di dalam buku terkait dengan analisis ilmiah.

 

"Ada analisis ELA digital forensik, dan Dokter Tifa mengulas tentang neuropolitik dan neprosains. Dan itu semuanya ada," sambungnya.

 

Roy yang pernah menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu mengklaim, total jumlah halaman buku yang dituliskan bersama Rismon Sianipar dan Dokter Tifa lebih dari 500 halaman.

 

"Buku ini tebalnya lebih dari 500 halaman. Bahkan hampir 700 halaman," kata Roy.

 

Lebih lanjut, Roy menyatakan buku "Jokowi White Paper" sengaja diluncurkan di kawasan Kampus UGM untuk mengingatkan para lulusan, bahwa kebenaran harus sama-sama ditegakkan seluruh civitas akademika.

 

"Kenapa kami launching buku di sini, di Kampung Universitas Gadjah Mada, di (dekat) tempat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi saksi kampus ini berdiri," kata Roy.

 

"Bahwa apa yang kami tulis ini tidak berarti apa-apa tanpa dukungan anda semua," sambungnya. (rmol)

 

Ketua Umum Persatuan Putra-Putri Angkatan Darat (PPPAD) Isfan Fajar Satryo. (Dokumentasi Pribadi) 


OLEH: ISFAN FAJAR SATRYO*


BAYANGKAN tahun 1945. Di tengah dentum meriam dan kabut ketidakpastian, para pemuda berlari membawa secarik naskah yang akan mengubah nasib bangsa.

 

Jalan-jalan Jakarta saat itu bukan dipenuhi baliho politik atau gawai bercahaya, melainkan bisikan kemerdekaan yang berpindah dari mulut ke mulut, menyalakan api di dada rakyat.

 

Tidak ada algoritma, tidak ada linimasa, hanya tekad bersama yang membara: merebut kebebasan, membangun negara, dan menghadirkan ketenteraman bagi seluruh rakyat.

 

Nasionalisme kala itu bukan teori akademik. Ia adalah denyut nadi yang dirasakan setiap pejuang, sebuah kesadaran yang lahir dari pengalaman kolektif -- terjajah, terhina, lalu bangkit.

 

Sebelum negara ini berdiri, nasionalisme telah tumbuh di hati rakyat: di dalam nyanyian perjuangan, dalam sumpah pemuda, dalam darah yang tertumpah di tanah sendiri.

 

Dari kesadaran inilah, rumah bernama negara dibangun -- sebuah wadah yang diproyeksikan untuk menjaga ruh itu tetap hidup.

 

Para pendiri bangsa memahami bahwa kemerdekaan bukan hanya soal mengibarkan bendera atau menduduki kursi kekuasaan. Mereka tahu, kemerdekaan adalah sarana untuk mewujudkan tujuan yang lebih luhur: ketenteraman.

 

Dalam pikiran mereka, ketenteraman bukan sekadar kondisi tanpa konflik, melainkan keadaan batin kolektif di mana rakyat merasa aman, dihormati, dan memiliki masa depan. Ketenteraman adalah fondasi bagi persatuan, dan persatuan adalah pintu menuju kedaulatan.

 

Namun hari ini, delapan dekade setelah proklamasi, ancaman terhadap ruh itu tak lagi datang dari kapal perang atau tentara asing. Ia hadir dalam sunyi, menyusup lewat layar di genggaman kita. Ia tidak menembakkan peluru, tetapi menembakkan informasi.

 

Ia tidak merobek bendera, tetapi mengaburkan makna persatuan. Seperti racun yang larut dalam air, ia mengalir tanpa kita sadari -- digerakkan oleh kekuatan yang mungkin bahkan tidak kita kenal namanya.

 

Filtrasi Teknologi: Mata yang Melihat dalam Bingkai

 

Dulu, informasi adalah arus liar yang harus dicari dan dikejar. Sekarang, ia mengalir deras tanpa diminta -- namun tidak lagi murni. Ada tangan-tangan tak terlihat yang memfilter, menyusun, bahkan menata dunia sesuai logika algoritma. Kita merasa bebas memilih, padahal pilihan kita sudah disiapkan. Kita merasa melihat dunia, padahal kita hanya melihat bingkai yang dipilihkan.

 

Inilah paradoks abad ke-21: teknologi yang seharusnya membebaskan, justru menciptakan penjara yang halus. Algoritma media sosial, mesin pencari, dan platform hiburan tidak hanya menampilkan informasi, tetapi membentuk persepsi. Mereka memutuskan berita mana yang harus Anda baca, topik apa yang menjadi penting, bahkan nilai apa yang pantas dipegang.

 

Lebih berbahaya lagi, filtrasi teknologi tidak hanya mengontrol apa yang kita tahu, tetapi juga menghapus apa yang seharusnya kita tahu. Narasi tertentu diperbesar, yang lain diperkecil atau dihapus sama sekali. Secara tak kasatmata, algoritma membentuk sejarah baru—versi digital dari kenyataan -- yang bisa berbeda jauh dari realitas di lapangan.

 

Konspirasi terbesar mungkin adalah yang tidak pernah diumumkan: bahwa di balik layar, data kita menjadi komoditas, opini kita menjadi eksperimen, dan emosi kita menjadi bahan bakar ekonomi atensi. Dengan kata lain, pikiran kita tidak lagi sepenuhnya milik kita. Di sinilah nasionalisme mulai terkikis, bukan oleh invasi militer, tetapi oleh invasi makna.

 

Social Engineering: Politik Pikiran di Abad 21

 

Social engineering dulu adalah teknik spionase. Hari ini, ia adalah industri. Korporasi, negara, bahkan kelompok anonim dapat menggerakkan massa tanpa harus menyentuh mereka secara fisik.

 

Cukup dengan manipulasi informasi, framing isu, dan pengulangan pesan, opini publik bisa diubah seperti aliran air yang diarahkan ke kanal-kanal tertentu. Kita pernah mengenal propaganda di masa perang, tetapi propaganda digital jauh lebih halus dan canggih.

 

Ia tidak memerintah, ia membujuk. Ia tidak memaksa, ia membentuk keinginan. Targetnya bukan lagi perilaku langsung, melainkan kerangka berpikir yang menentukan perilaku itu.

 

Dengan metode ini, sebuah bangsa dapat diarahkan untuk memusuhi dirinya sendiri, tanpa pernah menyadari sedang dimanipulasi.

 

Dari sinilah muncul fenomena polarisasi ekstrem. Bukan karena rakyat tiba-tiba menjadi lebih benci satu sama lain, melainkan karena narasi yang mereka terima telah disusun sedemikian rupa sehingga musuh terbesar tampak selalu ada di dalam negeri. Persatuan terkikis, rasa percaya luntur, dan nasionalisme berubah menjadi sekadar jargon yang diperdebatkan, bukan lagi kesadaran yang mengikat.

 

Buku Homo Deus karya Yuval Noah Harari telah mengingatkan bahwa manusia kini bergerak menuju era di mana data dan algoritma menjadi penguasa baru. Dalam dunia seperti ini, identitas kolektif bisa direkayasa sedemikian rupa sehingga rakyat tidak lagi memiliki kontrol atas apa yang mereka perjuangkan. Di titik ini, pertanyaannya bukan lagi "apakah kita merdeka?", tetapi "apakah kita sadar bahwa kita tidak merdeka?"

 

Kedaulatan di Era Data

 

Dulu, kedaulatan diukur dari kemampuan menjaga perbatasan, kekuatan militer, dan kendali atas sumber daya alam. Hari ini, kedaulatan harus diukur pula dari siapa yang menguasai data warganya. Data adalah minyak baru, mata uang baru, bahkan senjata baru. Ia dapat digunakan untuk membangun peradaban, atau menghancurkannya.

 

Negara yang tidak menguasai data warganya akan tergantung pada infrastruktur digital asing, membuka pintu bagi intervensi yang tak terlihat.

 

Bayangkan sebuah bangsa yang seluruh sistem komunikasinya bergantung pada server di luar negeri, atau yang kebijakan publiknya disusun berdasarkan data yang diproses oleh algoritma perusahaan global. Dalam kondisi itu, apakah keputusan politik dan ekonomi benar-benar bebas dari pengaruh luar?

 

Kedaulatan di era ini bukan hanya soal menjaga server dan jaringan, tetapi memastikan bahwa infrastruktur digital melayani kepentingan nasional, bukan kepentingan korporasi transnasional atau agenda geopolitik asing.

 

Jika data adalah darah baru bangsa, maka kehilangan kendali atasnya sama dengan kehilangan kendali atas tubuh sendiri.

 

Menjaga Ruh, Menjaga Negara

 

Ruh sebuah bangsa adalah nasionalismenya. Bukan nasionalisme sempit yang memusuhi dunia luar, tetapi nasionalisme yang sadar akan jati diri, menghargai perbedaan internal, dan memahami posisi di kancah global. Ruh ini hanya bisa bertahan jika ia terus dirawat, dilindungi dari erosi teknologi dan manipulasi sosial.

 

Menjaga ruh berarti menjaga memori kolektif bangsa: sejarah yang benar, narasi yang membangkitkan, dan nilai yang menyatukan. Menjaga ruh berarti membangun literasi digital yang kritis, agar rakyat tidak mudah terjerat ilusi algoritma. Menjaga ruh berarti memastikan teknologi menjadi alat pembebasan, bukan alat penaklukan.

 

Pada akhirnya, pertahanan terbesar bukanlah tembok, senjata, atau undang-undang, tetapi kesadaran bersama bahwa kita adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada diri sendiri. Kesadaran bahwa kedaulatan tidak hanya berarti bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga bebas dari penjajahan pikiran.

 

Manifesto Terakhir

 

Jika para pendiri bangsa kita dulu percaya bahwa kemerdekaan adalah pintu menuju ketenteraman, maka generasi kita harus sadar bahwa ketenteraman itu kini terancam bukan oleh meriam, tetapi oleh piksel.

 

Kita hidup di zaman di mana penjajahan bisa datang dalam bentuk notifikasi, dan pertempuran terbesar terjadi di dalam pikiran. Pertanyaan paling mendasar kini bukan lagi “siapa yang memerintah kita?” tetapi “siapa yang membentuk cara kita berpikir?” Jika jawabannya bukan diri kita sendiri, maka kita telah kehilangan kemerdekaan, bahkan sebelum bendera diturunkan.

 

Kita tidak sedang melawan musuh di luar sana. Kita sedang melawan kemungkinan bahwa suatu hari nanti, kita akan bangun di pagi yang cerah, memandang bendera Merah Putih berkibar, tetapi tidak lagi merasakan apa-apa. **


*Penulis adalah Ketua Umum Persatuan Putra-Putri Angkatan Darat (PPPAD)

 

Gusti Brhe/Ist 

 

JAKARTA — PT Kereta Api Indonesia (Persero), atau KAI, telah memberhentikan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X, yang juga dikenal sebagai Gusti Bhre, dari jabatan Komisaris KAI sejak 15 Agustus 2022, atau hampir tiga tahun.

 

Terkait hal ini, pegiat media sosial sekaligus dokter Dr. Tifauzia Tyassuma, yang juga dikenal sebagai Dokter Tifa, kembali mengkritik Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Pasalnya, Gusti Brhe dikenal dekat dengan Gibran.

 

"Gusti Brhe alias Sunan Mangkunegara yang circle nya Fufuf…ups Gibran, sudah ditendang? Padahal udah bela-belain dengan sebela-belanya.Sampai relakan istananya dipakai sebagai tempat kawin anak dari keluarga Desa Giriroto Boyolali!," ujar Dokter Tifa, mengawali tulisannya, dikutip Sabtu (16/8/2025).

 

Fenomena ini, kata dia, harus dibaca bahwa BUMN sudah mulai bersih-bersih dari cengkeraman kekuasaan JKW dan kroninya. BUMN sudah tidak lagi menjadi Zona Aman bagi jaringan Jokowi.

 

"Maka jika dalam beberapa hari ke depan pola ini terus berlanjut, maka Gibran akan semakin terisolasi dari inner circle kekuasaan Presiden @prabowo dengan sumber daya dan posisi tawar yang makin terbatas," urainya.

 

Dalam Medan energi kekuasaan, sambung Dokter Tifa, kekuatan bukan hanya diukur dari kursi yang diduduki, tetapi dari frekuensi yang mengikat orang-orang di sekitarnya.

 

Saat Jokowi menurun daya kekuatannya, simpul-simpul energi mulai terurai. Satu per satu, jangkar simbolik -seperti Gusti Bhre- dilepaskan dari kapal besar BUMN.

 

"Gusti Bhre kehilangan jabatan. Tetapi di balik itu, kita melihat sebuah gambaran bahwa rel kekuasaan Jokowi-Gibran sedang diputus satu per satu, tanpa menimbulkan ledakan besar. Hanya gesekan suara rel yang panjang dan dingin," urai Dokter Tifa.

 

"Jokowi saat ini seperti bintang yang kehilangan gravitasinya, planet-planet kecil yang mengitarinya akan terseret arus lain, masuk orbit Penguasa Baru, Presiden @prabowo," tutupnya.

 

Sebagai tambahan informasi, keputusan pencopotan Gusti Brhe tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara dan Direktur Utama Perusahaan Perseroan (Persero) PT Danantara Asset Management Selaku Para Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kereta Api Indonesia Nomor: SK-224/MBU/08/2025 dan SK.039/DI-DAM/DO/2025 tanggal 12 Agustus 2025.

 

Selain dia, 3 komisaris lainnya turut dicopot. Masing-masing Johan Bakti Porsea Sirait sebagai Komisaris Independen, Chairul Anwar sebagai Komisaris, dan Rochadi sebagai Komisaris Independen.

 

Kabar lainnya, pemegang saham juga mengangkat Purnomo Sucipto sebagai Komisaris, I Wayan Sugiri sebagai Komisaris, Arnanto sebagai Komisaris Independen, dan Raizal Arifin sebagai Komisaris Independen. (fajar)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.