Latest Post

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka 

 

JAKARTA — Pengamat politik Rocky Gerung mengatakan Wakil Presiden Gibran Rakabuming berpotensi mengundurkan diri karena tekanan politik.

 

Hal ini sejalan dengan usulan pemakzulan Gibran. Kini, Rocky mengatakan Gibran punya dua pilihan: mengundurkan diri atau membiarkan insiden seperti tahun 1998 terjadi.

 

“Jadi tinggal pilih. Mengundurkan diri atau 98, gitu aja. Kan lebih efisien kan. Begitu jadi fakta politik, ya udah. Ya mungkin Gibran merasa, ya udah saya mengundurkan diri aja,” kata Rocky dikutip dari video yang diunggah di akun Instagram @hendri.satrio, Kamis (17/7/2025).

 

Mendengar pernyataan Rocky itu, Hendri yang dikenal sebagai pengamat komunikasi politik menanyakan apakah pemikiran Gibran bisa sampai ke sana.

 

“Ya tetap, kan tekanan politik toh. Kalau dia ada otak atau tidak ada otak. Ya faktanya usah terjadi. Kan tidak perlu pakai otak kan,” timpal Rocky.

 

Ia lalu memberi contoh peristiwa 1998. Saat Presiden ke-2 Soeharto mundur dari jabatannya.

 

“Karena udah kelihatan sama Pak Harto. Pak Harto sangat cerdas dan berotak dalam politik. Tapi beliau merasa sudah. Saya sudah liat massa sebanyak itu,” tuturnya.

 

Jika Gibran mengundurkan diri, Rocky mengatakan siapa yang berpotensi menggantikannya busa dihitung saat ini.

 

“Yang punya potensi, ya tinggal dihitung dari sekarang. Siapa punya potensi?” ujqr Rocky ke Hendri. Hendri menjawabnya dengan pertanyaan, apakah dari partai politik atau profesiobal.

 

“Pasti partai politik lah. Ya, kalau profesional tidak ada gunanya kita ganti Gibran,” jawab Rocky.

 

“Karena Gibran diganti karena ada tekanan politik. Dari mana? Ya dari partai politik,” tambahnya.

 

Siapa yang mengganti Gibran, menurutnya bisa dilihat dari siapa yang pertama menekan Gibran. Kemudian siapa yang punya urgensi menggantinya.

 

“PDIP,” kata Hendri. Rocky pun menyambut jawaban tersebut. Bahwa apa yang disebutkan Hendri sebangun dengan pemikirannya.

 

“Bukan berarti sama, sebangun,” terangnya.

 

Tapi perihal siapa orang PDIP yang menggantikan Gibran, Hendri mengajukan dua nama. Ganjar atau Puan Maharani.

 

Rocky menjelaskan, bahwa Ganjar sudah kalah dalam Pilpres. Sementara yang akan mengganti Gibran, orang yang punya posisi di DPR.

 

Puan sendiri diketahui menjabat sebagai Ketua DPR RI.

 

“Ya udah,” tandas Rocky. (fajar)


Tom Lembong berkonsultasi dengan penasihat hukum usai hakim membacakan vonis dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta/RMOL. 

 

JAKARTA — Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonisnya bersalah atas korupsi dalam kasus impor gula di Kementerian Perdagangan.

 

"Mengadili, satu menyatakan terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer. Dua menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan" ujar ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat 18 Juli 2025.

 

Hakim dalam putusannya juga membebankan Tom membayar denda Rp 750 juta dan jika tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan. Hakim menyatakan Tom Lembong bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Hakim tak membebankan uang pengganti kepada Tom Lembong karena tidak menerima uang dari kasus importasi gula. Hakim memerintahkan agar jaksa mengembalikan iPad dan Macbook Tom yang sempat disita dan memerintahkan Tom membayar biaya perkara sebesar Rp10.000.

 

Hakim menyatakan hal yang memberatkan ialah Tom Lembong mengedepankan ekonomi kapitalis, tidak melaksanakan tugas secara akuntabel, hingga mengabaikan hak masyarakat mendapatkan gula dalam harga terjangkau. Hal meringankan ialah Tom belum pernah dihukum hingga tidak menikmati uang dari kerugian negara akibat kasus ini.

 

Putusan hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut Tom dengan hukuman penjara tujuh tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

 

Terkait putusan hakim, Tom belum memutuskan sikap untuk menerima, menolak dengan mengajukan banding atau pikir-pikir.

 

"Yang Mulia tentunya kami butuh waktu untuk berunding dengan penasihat hukum kami," ucap Tom Lembong menjawab hakim. (rmol)


Sofian Effendi dan Rismon Sianipar 

 

JAKARTA — Anggota Relagama Bergerak, Nurmadi H. Sumarta mempertanyakan pencabutan pernyataan Prof Sofian Effendi terkait ijazah mantan Presiden Jokowi. Ia menemukan kejanggalan pada tanda tangan Sofian.

 

"Saya hanya melihat perbedaan tarikan tanda tangan dan tidak bisa memastikan. Kalau melihat di dokumen lain dan ijazah tanda tangan beliau halus dan rata sejajar," ujar Nurmadi kepada fajar.co.id, Jumat (18/7/2025).

 

Lebih lanjut, Nurmadi mengatakan bahwa Sofian merupakan sosok yang jujur dan memiliki integritas. Bukan hanya itu, mantan Rektor UGM itu juga dikenal sebagai orang yang selalu berbicara berdasarkan fakta.

 

"Bahwa dari cerita tersebut intinya Jokowi tidak ada ujian skripsi dan tidak lulus Sarjana Kehutanan. Jokowi memang kuliah di UGM, tidak lolos doktoral, alumni Sarjana Muda," jelasnya.

 

Dikatakan Nurmadi yang juga merupakan Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (AKSI) ini, Sofian memiliki akses yang valid dan luas mengenai UGM.

 

"Beliau mantan rektor, punya akses yang valid dan luas bercerita jernih runtut tanpa tekanan siapapun. Tidak ada yang ditutupi ataupun disembunyikan," imbuhnya.

 

Jika ternyata surat tersebut benar dari Sofian, kata Nurmadi, patut diduga ada tekanan dan ancaman serius terhadapnya ataupun keluarganya.

 

"Ya ada, saya duga ada tekanan dari internal dan pihak yang merasa terpojok. Terutama pejabat UGM yang terkait dan ancaman pendukung pemilik ijazah yang disebut tersebut," bebernya.

 

"Berarti kejujuran dan kebenaran tidak lagi mendapat tempat semestinya. Negara dan Polisi sebagai aparat harus bisa memberikan jaminan perlindungan kepada beliau," tambahnya.

 

Kata Nurmadi, Relagama akan terus memberikan dukungan moral dan apresiasi tinggi atas kejujuran kepada Sofian.

 

"Semoga kejujuran ini mendoring keberanian dan diikuti oleh pejabat yang lain," imbuhnya.

 

Ia menekankan bahwa kasus dugaan ijazah palsu Jokowi harus dibuat terang agar tidak ada lagi riak-riak yang terjadi di tengah masyarakat.

 

"Demi sejarah pemimpin bangsa Indonesia harus kita buka kasus ijazah Jokowi seterang terangnya. Mari kita tegakkan marwah UGM dan mendorong semua pihak mendahulukan kejujuran," kuncinya.

 

Sebelumnya, mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sofian Effendi, menyampaikan permintaan maaf terkait pernyataannya yang menyinggung soal mantan Presiden Jokowi.

 

Video yang diunggah kanal YouTube Langkah Update tersebut berjudul, “Mantan Rektor UGM Buka-Bukaan! Prof Sofian Effendy Rektor 2002–2007! Ijazah Jokowi & Kampus UGM!” dan tayang pada 16 Juli 2025, kemarin.

 

Dalam video itu, Sofian sempat mengomentari keaslian ijazah mantan Presiden Jokowi semasa kuliah di Fakultas Kehutanan UGM.

 

Namun, dalam surat pernyataan tertulis yang ditandatangani langsung oleh Sofian dan diterbitkan pada Kamis, 17 Juli 2025, ia secara resmi menarik seluruh ucapannya dalam video tersebut.

 

“Saya menyatakan bahwa pernyataan Rektor UGM Prof. Dr. Ova Emilia tertanggal 11 Oktober 2022 memang sesuai dengan bukti-bukti yang tersedia di Universitas,” tegasnya dalam pernyataan tertulis itu.

 

Sofian juga memohon agar wawancara tersebut ditarik dari peredaran dan menyampaikan permintaan maaf kepada semua pihak yang telah disebut dalam video tersebut.

 

“Saya mohon maaf setulus-tulusnya kepada semua pihak yang saya sebutkan pada wawancara tersebut,” tulisnya.

 

Lebih lanjut, ia berharap agar wacana seputar ijazah Jokowi bisa segera diakhiri demi menjaga kondusivitas.

 

“Saya sangat berharap agar wacana tentang ijazah tersebut dapat diakhiri,” tandasnya.

 

Surat itu ditandatangani langsung oleh Prof. Sofian Effendi di Yogyakarta, tertanggal 17 Juli 2025. (fajar)


Rismon Hasiholan Sianipar, pakar forensik digital 

 

JAKARTA — Pakar digital forensik sekaligus penuduh ijazah Jokowi, Rismon Hasiholan Sianipar menduga ada tekanan yang membuat mantan Rektor UGM Prof Sofian Effendi mencabut pernyataannya terkait riwayat kuliah dan ijazah Jokowi.

 

Pencabutan pernyataan tersebut disampaikan Prof. Sofian dalam surat yang ditandatanganinya tertanggal 17 Juli 2025.

 

Surat Pernyataan Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sofian Effendi soal ijazah Jokowi


"Jadi kalau pernyataan yang ditarik dari secarik kertas itu, kalau saya ya menginterpretasikan bahwa ada tekanan yang cukup besar yang sampai saat ini belum bisa kita ungkapkan apa itu," ujar Rismon dikutip dari Youtube Langkah Update, Jumat, 18 Juli 2025.

 

Dalam pernyataan sebelumnya Prof Sofian mengaku bahwa Jokowi tidak pernah lulus sebagai sarjana penuh (S1) dari UGM.

 

Dalam wawancara bersama Rismon, Prof Sofian menyatakan bahwa Jokowi hanya menyelesaikan program sarjana muda (B.Sc) dan tidak memenuhi syarat untuk ujian skripsi.

 

Prof. Sofian juga menyinggung bahwa skripsi yang diklaim milik Jokowi tidak pernah diuji dan tidak memiliki tanda tangan pembimbing, bahkan diduga merupakan hasil contekan pidato ilmiah Prof. Sunardi:

 

Dia juga bahkan menyebut bahwa ijazah yang beredar saat ini diduga milik Hari Mulyono, saudara ipar Jokowi yang meninggal pada 2018.

 

Rismon tak aneh dengan sikap Prof Sofian yang mencabut pernyataan sehari setelah video wawancaranya diuplod ke Youtube. Di usia lanjut, kata dia, siapapun sangat mudah ditekan.

 

"Saya kan pernah punya kakek yang lebih kurang seusia Profesor Sofian Effendi ya. Artinya, secara psikologis itu gampang ditekan, diberikan pressure gitu. Jadi ya beliau bisa saja mengalami tekanan yang cukup besar ya," tuturnya mengulas.

 

Meski begitu Rismon menyesalkan sikap publik yang cenderung mulai mengolok-olok Prof. Sofian Effendi mencabut pernyataannya.

 

"Jadi janganlah cepat kita menuding apalagi yang kita bicarakan ini bukan orang yang sembarangan loh ya. Ini profesor yang banyak dikagumi orang dengan idealismenya. Jangan cepat kita mencibir tanpa mengetahui alasan yang sesungguhnya" demikian Rismon menambahkan. (rmol)

 

Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Sofian Effendi bersama Said Didu 

 

JAKARTA — Universitas Gadjah Mada (UGM) menyayangkan pihak-pihak yang telah menuntun Prof. Sofian Effendi hingga menyampaikan pendapat keliru dan tidak berdasar terkait ijazah mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo.

 

Prof Sofian yang merupakan Rektor UGM periode 2002-2007 meragukan status Joko Widodo sebagai lulusan UGM saat siaran langsung di YouTube, Rabu (16/7/2025).

 

"Universitas Gadjah Mada menyampaikan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh yang bersangkutan berbeda dengan data dan bukti-bukti akademik yang dimiliki oleh pihak Fakultas Kehutanan UGM," tegas Sekretaris Universitas, Dr. Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu melalui keterangan resminya, dikutip pada Jumat (18/7/2025).

 

UGM menyebut, pernyataan tersebut akan berdampak hukum dan menjadi risiko bagi Sofian Effendi secara pribadi.

 

"Mengenai ijazah atas nama Saudara Joko Widodo, UGM tetap pada pernyataan yang disampaikan dalam siaran pers 15 April 2025 di halaman website UGM (https://ugm.ac.id/id/berita/joko-widodo-alumnus-ugm/). Di siaran pers tersebut disebutkan bahwa Joko Widodo adalah alumnus Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yang bersangkutan telah melaksanakan seluruh proses studi yang dimulai sejak tahun 1980 dengan nomor mahasiswa 80/34416/KT/1681 dan lulus pada tanggal 5 November 1985," paparnya.

 

"Sekali lagi, UGM menegaskan tidak terkait konflik kepentingan antara Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) dengan Saudara Joko Widodo," sambung Andi Sandi menekankan.

 

UGM sebagai institusi publik yang melaksanakan sistem pendidikan tinggi di Indonesia terikat dengan Peraturan Perundang-undangan mengenai perlindungan data pribadi dan Keterbukaan Informasi Publik.

 

Oleh sebab itu, UGM hanya bersedia menunjukkan data yang bersifat publik sedangkan data yang bersifat pribadi hanya akan diberikan jika diminta secara resmi oleh aparat penegak hukum.

 

Sebelumnya, Prof. Dr. Sofian Effendi mengungkapkan bahwa, Jokowi tidak pernah lulus sebagai sarjana penuh (S1) dari UGM.

 

Jokowi hanya menyelesaikan program sarjana muda (B.Sc) dan tidak memenuhi syarat untuk ujian skripsi.

 

“Jokowi ini, menurut informasi dari para profesor dan mantan dekan juga, itu pada tahun 1980-an tidak lulus. Saya lihat di dalam transkrip nilai yang ditampilkan oleh Polri, IPK-nya itu tidak sampai 2,” ujar Sofian dalam wawancara bersama pakar digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar.

 

"Kalau dia mengatakan ‘saya punya ijazah asli’, ya mungkin B.Sc itu. Tapi kalau ijazah sarjana, enggak punya dia," sambungnya.

 

Prof. Sofian juga membeberkan bahwa skripsi yang diklaim milik Jokowi tidak pernah diuji dan tidak memiliki tanda tangan pembimbing, bahkan diduga merupakan hasil contekan pidato ilmiah Prof. Sunardi.

 

“Prof. Sunardi baru pulang dari Kanada, dia bikin makalah mengenai pengembangan industri kayu. Dan itu yang dipakai Jokowi (sebagai skripsi), tapi tidak pernah diuji. Kosong semua tanda tangan pembimbingnya," lanjutnya.

 

Menurutnya, ijazah yang beredar saat ini diduga milik Hari Mulyono, saudara ipar Jokowi, yang meninggal pada 2018. (fajar)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.