Latest Post

Said Didu 

 

JAKARTA — Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu memberikan pernyataan tajam kepada eks Presiden Jokowi Widodo. Sebelumnya, dua nama yang menyuarakan isu ijazah palsu Jokowi Widodo, Tifauzia Tyassuma atau yang lebih dikenal dengan nama Dokter Tifa dan dr. Roy Suryo dikabarkan telah diperiksa.

 

Keduanya dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada Kamis, (15/5/2025) pukul 09.00 WIB. Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut dari laporan eks Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, terkait dugaan penggunaan ijazah palsu.

 

Menanggapi hal itu, melalui cuitan di media sosial pribadinya X, Said Didu mengecam Jokowi dengan menyebutnya sebagai raja pembohong.

 

“Wahai raja BOHONG,” tulisnya dikutip Jumat (16/5/2025).

 

Ia pun kembali menyindir Jokowi dengan menyebut siapa komplotan selanjutnya yang akan diajak untuk melakukan kebohongan.

 

Dan berapa banyak lagi orang yang akan diancam untuk menutupi aibnya selamanya ini.

 

“Siapa lagi yg engkau ajak untuk berbohong demi menutupi kebohonganmu ?,” tuturnya.

 

“Berapa orang lagi yg engkau akan ancam dan penjarakan untuk menutup aibmu ?,” sebutnya. (fajar)


Rismon Sianipar/Ist 

 

JAKARTA — Pakar forensik digital Rismon Sianipar kembali mengangkat isu kontroversial dugaan keaslian ijazah mantan Presiden Jokowi. Kali ini, Rismon terang-terangan menantang Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk mengusut internal Universitas Gadjah Mada (UGM).

 

Rismon mengatakan langkah ini penting guna mengusut tuntas dugaan manipulasi dokumen akademis, khususnya lembar persetujuan tesis yang disebut-sebut milik Presiden Jokowi.

 

"Bareskrim harus periksa internal UGM. Siapa yang mereproduksi sejumlah lembar pengesahan skripsi (milik Jokowi)," kata Rismon di X @SianiparRismon (15/5/2025).

 

Ia bahkan menyebut nama mantan pejabat pemerintah, Sigit Hardwinarto, mantan Dirjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), diklaim turut terlibat atau mengetahui proses reproduksi dokumen tersebut.

 

"Salah satunya Sigit Hardwinarto, mantan dirjen KLHK. Berani?" tandasnya.

 

Sebelumnya, bantahan mengenai isu ijazah palsu datang langsung dari orang yang mengaku sebagai satu angkatan dengan Jokowi saat kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), Andi Pramaria.

 

Andi secara tegas menyatakan bahwa dirinya adalah teman satu angkatan sekaligus mengikuti proses perkuliahan dan wisuda bersama Jokowi.

 

Ia merasa tudingan ijazah palsu terhadap Jokowi bukan hanya menghina mantan presiden, tetapi juga mencoreng nama baik para alumni UGM angkatan tahun tersebut.

 

“Kalau ijazah (Jokowi) palsu, saya yakin ijazah saya juga palsu,” ujar Andi dikutip dari unggahan akun X @sarah_pndjtn (15/5/2025).

 

"Benar kan pak yah? Karena saya kuliah bareng pak Jokowi. Saya wisuda bareng pak Jokowi," tambahnya.

 

Menurutnya, ijazah miliknya dan milik Jokowi hampir identik dalam format dan desain.

 

"Ijazah saya dengan pak Jokowi juga persis. Kecuali foto dan nomornya,” jelas Andi.

 

Andi juga menanggapi keraguan publik soal penggunaan font dan tampilan ijazah yang dianggap mencurigakan.

 

Ia menegaskan bahwa sebagai mahasiswa, mereka menerima ijazah dalam format resmi yang disiapkan pihak universitas tanpa pernah mempertanyakan jenis font atau desainnya.

 

“Menyangkut font, mahasiswa kalau ditanya ini fontnya tidak tahu karena kami terima ijazah itu dari universitas, ya begini,” ucapnya.

 

Ia juga menekankan bahwa tanggal yang tertera di ijazah miliknya sama persis dengan yang dimiliki Jokowi, yakni 5 November 1985, meskipun prosesi wisuda dilakukan pada 19 November di tahun yang sama.

 

“Ijazah saya ini sama dengan pak Jokowi ya, tanggal 5 November tahun 1985. Tapi kami diwisuda 19 November 1985,” ungkapnya.

 

Lebih lanjut, Andi menyayangkan sikap pihak-pihak yang terus melayangkan tuduhan tanpa dasar yang kuat. Ia menyebut tindakan itu telah melampaui batas.

 

“Kalau pak Jokowi begitu (membuat laporan), yah sebesar-besarnya pastikan ada batasnya. Kalau dilihat statement-nya, saya ini sudah dihina sehina-hinanya. Berarti beliau sudah habis kesabaran,” tandasnya. (rmol)


Pakar telematika Roy Suryo di Polda Metro Jaya/Ist 

 

JAKARTA — Penyidik ​​Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya memeriksa pakar telematika Roy Suryo (RS) dan pegiat media sosial dr. Tifauzia Tyassuma (TS) alias Dokter Tifa terkait laporan eks Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) perihal dugaan ijazah palsu pada Kamis, 15 Mei 2025.

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, dari tiga saksi yang dipanggil, hanya Roy Suryo dan Dokter Tifa yang hadir.

 

“RS dan TS hadir," ujar Ade saat dikonfirmasi.

 

Menurut Ade, saksi yang tidak datang memenuhi panggilan Polda Metro Jaya berinisial ES.

 

"ES tidak hadir," kata Ade.

 

Sebelumnya, Jokowi didampingi kuasa hukum Yakup Hasibuan melaporkan beberapa pihak atas tuduhan pencemaran nama baik dan atau fitnah menggunakan media elektronik terkait tudingan ijazah palsu ke Polda Metro Jaya pada Rabu, 30 April 2025.

 

Atas pelaporan tersebut, terbit Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Ldik/2961/IV/RS. 1.14/2025 Ditreskrimum/Polda Metro Jaya pada hari yang sama. (rmol)


Pengakuan terkini Kasmudjo 

 

JAKARTA — Pengakuan terkini Kasmudjo, mantan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM), yang menyatakan dirinya hanya menjadi asisten dosen saat Jokowi kuliah di kampus itu, menuai perbincangan hangat.

 

Salah satu akun di platform X, @TahooManTM, melontarkan kritik pedas terhadap UGM beserta alumninya. Ia menilai pengakuan Kasmudjo sebagai tamparan keras bagi lembaga pendidikan ternama di Yogyakarta tersebut.

 

"Pengakuan Pak Kasmudjo yang bilang bahwa ketika Jokowi kuliah dirinya adalah asisten dosen dan bukan dosen pembimbing skripsi ini harusnya jadi tamparan keras buat UGM Yogyakarta," tulis akun tersebut dikutip Kamis (15/5/2025).

 

Tak hanya menyoroti UGM, akun itu juga menegur para alumni yang tergabung dalam Keluarga Alumni Gadjah Mada (KAGAMA), yang dinilai belum bersuara dalam polemik ini.

 

“Woyy kawan-kawan KAGAMA, di mana otak dan hati kalian? Malu kita. Bersuaralah,” tandasnya.

 

Sebelumnya, nama Kasmudjo, pensiunan dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), kembali mencuat ke publik setelah menyampaikan klarifikasi terkait perannya selama Jokowi menempuh pendidikan di kampus tersebut.

 

Dalam pernyataannya, Kasmudjo menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menjadi dosen pembimbing skripsi Jokowi.

 

"Bukan sama sekali," ucapnya kepada awak media dikutip pada Kamis (15/5/2025).

 

Kasmudjo menyatakan bahwa dosen pembimbing skripsi Jokowi kala itu adalah almarhum Prof. Sumitro, bukan dirinya.

 

Ia menuturkan, saat Jokowi menjalani studi antara tahun 1980 hingga 1985, statusnya di UGM masih sebagai asisten dosen dengan golongan IIIb.

 

Dengan jabatan tersebut, ia belum memiliki wewenang untuk mengajar secara mandiri dan hanya diperbolehkan mendampingi mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan.

 

"Kalau selama Pak Jokowi kuliah itu saya hanya mendampingi, saya mengikuti yang saya dampingi. Saya tidak boleh membuat atau melakukan pelajaran-pelajaran sendiri," ujarnya, mengenang.

 

Kasmudjo menjelaskan bahwa ia baru mulai mengajar setelah naik pangkat ke golongan IIId atau IVa, sekitar tahun 1986.

 

Ketika itu, ia juga dipercaya sebagai ketua laboratorium yang fokus pada produk-produk hutan non-kayu dan mebel.

 

"Saya ngajar di situ. Artinya produk-produk hutan yang selain dari kayu dan mebel," tambahnya.

 

Ia resmi mengakhiri masa tugasnya di UGM pada tahun 2014, setelah 38 tahun mengabdi sebagai akademisi.

 

Diketahui, nama Kasmudjo kembali menjadi perhatian setelah Presiden Jokowi mengunjunginya pada Senin (12/5/2025) kemarin.

 

Momen pertemuan tersebut sempat diunggah melalui akun Instagram resmi mantan presiden tersebut.

 

Kasmudjo mengungkap bahwa itu adalah perjumpaan pertama mereka setelah sekian lama. Pertemuan berlangsung sekitar 45 menit di pagi hari.

 

Menurut pengakuannya, selama perbincangan tersebut, tidak ada pembahasan soal polemik ijazah Jokowi yang sempat menjadi sorotan publik.

 

"Enggak, enggak. Sama sekali (tidak diperbincangkan)," tegas Kasmudjo.

 

Ia juga menyatakan bahwa mantan presiden tidak menyinggung perkara hukum yang saat ini tengah berjalan di Pengadilan Negeri Sleman, di mana namanya tercantum sebagai salah satu tergugat, bersama sejumlah pejabat UGM lainnya.

 

Kasmudjo menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki informasi mengenai proses akademik skripsi maupun penerbitan ijazah Jokowi.

 

"Mengenai ijazah, saya paling tidak bisa cerita karena saya tidak membimbing (skripsi), tidak mengetahui, tidak ada prosesnya, karena pembimbingnya itu Prof. Sumitro. Pembantunya dan yang nguji ada sendiri," jelasnya.

 

Ia menambahkan bahwa perannya di masa itu lebih bersifat akademik umum, bukan terkait langsung dengan penyusunan skripsi atau kelulusan mahasiswa.

 

"Jadi kalau itu nyangkutnya ke ijazah palsu ya ke situ, kalau saya pembimbing akademik pelajaran-pelajaran yang secara umum ya enggak bisa (disangkutpautkan)," ujarnya saat itu. (fajar)


Kolase foto ijazah Prof Saratri yang diunggahnya dan foto ijazah Jokowi yang diunggah kader PSI. Tampak perbedaan mencolok dari keduanya.


JAKARTA — Presiden ke-7 Republik Indonesia, Jokowi telah menyampaikan laporan terhadap enam orang terkait dugaan pencemaran nama baik dan fitnah ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025.

 

Ke-6 nama tersebut diungkap Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis dalam konferensi pers, Senin (12/5/2025) yang disiarkan di kanal YouTube Refly Harun.

 

Koordinator Nonlitigasi Tim Advokasi Masyarakat, Ahmad Khozinudin mengungkapkan, laporan tersebut menyasar tokoh-tokoh yang selama ini mengkritisi keabsahan ijazah Presiden Jokowi.

 

Diantaranya adalah Dr Roy Suryo, Dr Rismon Hasiholan Sianipar, Rizal Fadillah SH, Dr Tifauzia Tyassuma, Kurnia Tri Royani, dan Prof Egi Sudjana.

 

"Begitu klien dilaporkan oleh Saudara Jokowi ke Polda Metro Jaya tanggal 30 April 2025, Bareskrim tiba-tiba bergerak cepat memproses aduan masyarakat tentang ijazah palsu Jokowi," ujar Ahmad, dikutip pada Kamis (14/5/2025).

 

Dikatakan Ahmad, sejauh ini telah berada pada posisi 90 persen proses penyelidikan, dan akan dituntaskan melalui tes laboratorium forensik. 

 

Ahmad menegaskan bahwa timnya menolak proses uji laboratorium forensik yang tengah dilakukan oleh Bareskrim Polri, yang menurutnya sarat dengan muatan politis dan tidak dilakukan secara terbuka.

 

"Berkenaan dengan hal itu Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis menyatakan sikap, pertama kami menolak hasil tes laboratorium forensik secara sepihak oleh Bareskrim Polri," lanjutnya.

 

Ia menilai prosedur yang dilakukan Bareskrim tidak memenuhi prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.

 

"Karena proses yang sepihak ini sarat muatan politik, tidak egaliter, tidak transparan, tidak kredibel dan tidak akuntabel," tambahnya.

 

Ahmad juga menyampaikan kekhawatiran bahwa uji forensik ini bukanlah langkah penegakan hukum yang murni, melainkan cenderung untuk melindungi mantan presiden dari kritik.

 

"Melainkan memiliki tendensi politik untuk menyelamatkan Jokowi melalui sebuah proses yang ujungnya patut diduga ijazah Jokowi akan dinyatakan asli," katanya.

 

Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan bahwa laporan masyarakat (Dumas) yang selama ini menjadi dasar tindakan kepolisian belum termasuk dalam tahap proses hukum formil (pro justicia), melainkan hanya tahapan awal atau pra-penyelidikan.

 

"Proses dalam tahapan ini hanyalah pra pemeriksaan untuk menentukan apakah aduan masyarakat layak direkomendasikan untuk dilanjutkan pada tindakan pro justicia dengan diterbitkan laporan polisi," ucapnya.

 

Dengan dasar tersebut, ia mempertanyakan dasar keabsahan uji forensik tersebut untuk menyatakan sah atau tidaknya dokumen ijazah yang dipersoalkan.

 

"Ketiga, karena itu kami menduga kuat ada motif penyelamatan kepentingan Jokowi, sekaligus legitimasi kriminalisasi terhadap klien kami melalui proses yang dilakukan Bareskrim Polri yang akan melakukan uji laboratorium forensik, ujungnya diduga kuat hasil tes ijazah Jokowi akan dinyatakan identik atau asli," tegasnya.

 

Ia menambahkan, setelah itu tidak menutup kemungkinan laporan TPUA akan dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti, dan kriminalisasi terhadap para kliennya justru akan dilanjutkan.

 

Ahmad menegaskan bahwa pihaknya hanya akan mengakui keabsahan hasil uji forensik jika prosesnya inklusif dan melibatkan banyak pihak yang independen.

 

"Keempat kami hanya akan mempercayai dan menerima hasil uji laboratorium forensik terhadap ijasah Jokowi sepanjang proses tersebut melibatkan berbagai stakeholders, terlapor di Polda, akademisi lembaga kredibel, ahli dari internasional hingga perwakilan DPR," Ahmad menuturkan.

 

"Intinya kami menuntut audit forensik terhadap ijazah Jokowi melalui lembaga adhoc yang bersifat inklusif, independen dan kredibel," sambung dia.

 

Ahmad bilang, sikap ini diambil secara kolektif oleh Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis yang terdiri dari sejumlah tokoh ternama.

 

"Demikian pernyataan hukum disampaikan, Jakarta 12 Mei 2025. Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis. Tertanda Petrus Salistinus SH, koordinator litigasi, Ahmad Khozinudin, koordinator nonlitigasi," kuncinya.

 

Ahmad juga menyebut bahwa pernyataan itu nantinya akan disertai lampiran nama-nama advokat dan tokoh yang terlibat dalam tim tersebut. Di antaranya Dr. Amir Samsudin SH MH (mantan Menteri Hukum dan HAM), Dr. Abraham Samad (mantan Ketua KPK), hingga Mayjen TNI (Purn) Samsu Jalal (mantan Danpom ABRI). (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.