Latest Post


 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

BERKEMBANG opini atau pandangan seolah tak peduli bahwa Prabowo menyanjung dan membela Jokowi. Tidak perlu dikritisi karena jika nanti Prabowo goyah dan tumbang  maka Gibran akan ambil alih. Relakah kita dipimpin oleh Presiden Gibran? Opini atau pandangan seperti ini seperti benar tetapi sesungguhnya kabur. Prabowo beruntung menjalankan pola "playing victim" agar semua kebijakan menjadi dimaklumi, bahkan, didukung.

 

Gibran adalah Wapres "jadi-jadian" dalam arti jadinya dimasalahkan. Dimulai dari Putusan MK yang memperluas persyaratan, KPU yang menerima pendaftaran sebelum mengubah PKPU, skandal Fufufafa yang berkonten ujaran kebencian, pencemaran, penistaan agama, dan pornografi. Karakter kanak-kanak dan cuma kerja bagi-bagi buku atau susu. Kualitas Gibran dinilai payah.

 

Dalam kompetisi wibawa atau kompetensi antara Prabowo dengan Gibran tentu sangat jauh. Tingkat keamanan jabatan Prabowo lebih terjaga, sebaliknya Gibran rawan. Ia hanya berlindung pada cawe-cawe ayahnya Jokowi. Rakyat tentu akan memihak Prabowo dalam hal singkir menyingkirkan ketimbang kepada Gibran yang dijuluki "bocil", "samsul" atau  "fufufafa".

 

Prabowo meminta agar Gibran menjadi pasangan Wapresnya dengan harapan Jokowi akan "all out" membantu memenangkan kompetisi. Nyatanya Jokowi melakukan apa saja untuk menyukseskan anaknya. Curang pun diangga lumrah. Kini setelah sukses, Prabowo terkesan memomong dan memberi mainan pada Wapresnya. Rambut gondrong juga ikut diurusnya.

 

Ternyata isu berkembang atau mungkin dikembangkan bahwa Prabowo akan "ditelikung" di tengah jalan, dibuat berhalangan tetap dan digantikan Gibran. Ada juga isu berbasis perjanjian. Lalu publikpun dipaksa selalu curiga dan menduga-duga. Prabowo terancam, muncul manuver yang seperti membenarkan pola. Prabowo dideklarasikan sebagai Capres 2029. Dagelan politik mulai dimainkan.

 

Rakyat "dipaksa" mendukung Prabowo dengan asumsi-asumsi. Daripada Gibran, katanya. Padahal Prabowo dan Gibran, bahkan Jokowi, adalah satu kesatuan. Satu kesatuan dari kecurangan dan penghalalan segala cara dalam politik. Ketika Gibran diserang dengan tudingan akun fufufafa, maka semua memproteksi. Prabowo diam saja atau berjoget hati?

 

Penciptaan hantu ketakutan pada Gibran dan Jokowi menjadi pembenar untuk segala hal. Jika benar Gibran menakutkan sesungguhnya mudah saja untuk mengatasinya. Sikat dan ikuti ritme aspirasi rakyat yakni adili Jokowi dan makzulkan Gibran. Selesai. Tapi aneh Prabowo di samping bersukacita membiarkan Gibran, juga teriak hidup jokowi. Dipuja pujinya perusak negeri itu.

 

Akal sehat politik harus melawan paradigma sesat tersebut. Kembalikan kedaulatan pada rakyat, rakyat yang jadi penentu bukan Presiden atau Wakil Presiden atau pula Presiden bekas. Bukan permainan Istana yang diikuti, tapi genderang perang rakyat. Istana harus tunduk kepada kemauan rakyat. Bila seenaknya berbuat, maka rakyat harus lebih keras berbuat.

 

Dalam prrspektif pendek, jika benar Prabowo takut pada Gibran, ya sikat saja. Bukankah dalam tentara berlaku asas "kill or to be killed" sebagai kredo dalam pertempuran?

 

Rakyat muak disuguhi tontonan drama politik murahan. Pelecehan kedaulatan rakyat dari rezim Jokowi yang dilanjutkan Prabowo.

 

Indonesia memang gelap. Mahasiswa benar. (*)


Suasana Jl. Medan Merdeka Barat di sekitar Patung Kuda, Jakarta, Kamis, 20 Februari 2025 

 

JAKARTA — Jalan Medan Merdeka Barat sudah dapat dilalui masyarakat kembali pada Kamis malam, 20 Februari 2025. Kendaraan dari arah Jalan MH Thamrin dapat melaju lurus ke arah Harmoni.

 

Sebelumnya, jalan tersebut tidak dapat dilalui karena ditutup akibat aksi demonstrasi "Indonesia Gelap" yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa  Se-Indonesia (SI).

 

Aksi unjuk rasa yang dimulai pukul 14.40 WIB awalnya berjalan lancar, namun semakin siang massa mahasiswa semakin bertambah. Massa kemudian membakar ban bekas dan merobohkan dua pembatas beton dengan tali tambang.

 

Mereka menuntut perwakilan pemerintah menemui mereka untuk menyampaikan tuntutan mereka, seperti dilansir RMOL.

 

Tak berselang lama pukul 17.50 WIB, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi dan dua Wakil Menterinya, Bambang Eko Suhariyanto serta Juri Ardiantoro menemui massa aksi dengan pengawalan ketat.

 

Setelah menandatangani tuntutan dan berjanji melakukan pertemuan lanjutan, Prasetyo kembali dari atas mobil komando dan massa akhirnya membubarkan diri.

 

Dalam aksi ini, BEM SI membawa sembilan poin tuntutan, yakni: Kaji ulang Inpres Nomor 1 Tahun 2025, Transparansi status pembangunan dan pajak rakyat, Evaluasi besar-Besaran Makan Bergizi Gratis, Tolak Revisi UU Minerba yang bermasalah, Tolak Dwifungsi TNI, Sahkan RUU Perampasan Aset, Tingkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan secara nasional, Tolak impunitas dan tuntaskan HAM berat dan Tolak cawe-cawe Jokowi dalam pemerintahan Prabowo. (*)


Demo mahasiswa di Makassar 

 

MAKASSAR — Gelombang demonstrasi mahasiswa terus meluas di berbagai daerah di Indonesia. Termasuk di Kota Makassar. Ratusan mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) kembali turun ke jalan pada Kamis (20/2/2025) dengan memblokade Jalan AP Pettarani menggunakan ban bekas dan bambu sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah.

 

Aksi tersebut dipicu oleh kebijakan efisiensi anggaran yang dinilai merugikan sektor pendidikan. Para demonstran menyuarakan tuntutannya dengan membawa berbagai spanduk berisi kritik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

 

Beberapa tulisan yang tampak dalam aksi tersebut antara lain, "Rezim bajingan, kami butuh pendidikan gratis, bukan makan gratis", serta "Melucuti pendidikan berkedok efisiensi anggaran".

 

Rakyat dipaksa tolol oleh pemerintah Tai". Selain itu, spanduk besar bertuliskan "Efisiensi pemerintah gagal mewujudkan amanat UUD 1945" juga turut dikibarkan.

 

Dalam orasinya, seorang mahasiswa menegaskan bahwa kebijakan yang diambil pemerintah justru mengutamakan program makan gratis dibanding pendidikan gratis.

 

"Evaluasi makan bergizi gratis, rakyat cuma butuh pendidikan gratis," seru orator dengan lantang.

 

Demonstrasi ini juga menjadi bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil.

 

Salah satu isu lain yang disoroti adalah kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia terkait larangan pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram, yang sempat menyulitkan masyarakat sebelum akhirnya dicabut oleh Presiden.

 

Sementara itu, pengamat politik sekaligus Guru Besar Universitas Airlangga, Prof Henri Subiakto, menilai bahwa aksi mahasiswa ini bukanlah gerakan spontan semata.

 

Menurutnya, demonstrasi yang terjadi merupakan bentuk akumulasi kekecewaan terhadap kondisi politik saat ini, terutama bagi mahasiswa yang berpikir kritis di kampus-kampus.

 

"Demo besar yang terjadi di mana-mana itu tak hanya karena merespon keadaan Indonesia gelap yang membuat gelisah kalangan muda yang berpikir kritis," ujar Henri melalui akun X pribadinya, @henrysubiakto, dikutip Kamis (20/2/2025).

 

Ia juga menyoroti pernyataan Presiden Jokowi yang dianggap provokatif, salah satunya terkait pemerintahan Prabowo ke depan.

 

"Mosok Jokowi bilang pemerintahan Prabowo sangat kuat dan tak ada yang berani mengkritiknya," cetusnya.

 

Menurut Henri, pesan-pesan arogan dari elite politik semakin memperkuat perlawanan aktivis dan masyarakat sipil terhadap dominasi oligarki serta praktik koruptif dalam pemerintahan.

 

"Ditambah pesan-pesan arogan dari elit pemimpinnya membuat aktivis dan masyarakat sipil tertantang untuk bersatu melawan oligarki dan elit-elit koruptif," ungkapnya.

 

Aksi mahasiswa yang terjadi di berbagai kota menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa masih menjadi kekuatan besar dalam mengawal demokrasi.

 

Seiring dengan terus bergemanya tagar #IndonesiaGelap di media sosial, gelombang demonstrasi mahasiswa tampaknya belum akan mereda dalam waktu dekat. (fajar)



 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

BANYAK oposan Jokowi mencoba merapat kepada Prabowo dengan alasan Prabowo akan dapat bersama-sama menuntaskan masalah Jokowi. Terhadap pihak yang kritis dan tetap waspada diingatkan untuk bersabar atas "strategi" Prabowo yang pasti jitu. Kelompok kritis diminta percaya, nanti saatnya Prabowo akan menampilkan pilihan sesuai jati dirinya.

 

Acara Muslimat NU di Surabaya dan HUT Partai Gerindra di Sentul menjadi jawaban bahwa menunggu "strategi" adalah sia-sia, Prabowo bukan sedang berstrategi tetapi telah menetapkan pilihan. Pilihan itu adalah "Jokowi guru politik", "Hidup Jokowi" dan "Terimakasih Jokowi". Sudahlah, para penunggu godot berhenti untuk menanti. Prabowo telah bersama Jokowi.

 

Adili Jokowi merupakan tuntutan pasca lengser. Tuntutan itu tidak mungkin terealisasi selama Prabowo masih menjadi Presiden. Prabowo bertekad melindungi Jokowi yang tidak boleh diganggu dan dikuyo-kuyo. Prabowo pasang badan artinya sudah tidak pakai strategi-strategian lagi. Ia masih menggandeng Jokowi untuk sukses Pilpres 2029. Jokowi dan Prabowo sama-sama gila kuasa.

 

Mahasiswa, ulama, ema-ema, dan para pejuang lainnya harus bersikap tegas. Prabowo bukan teman untuk bisa menghukum Jokowi. Ia menantang rakyat dengan upaya mencarikan posisi penting bagi Jokowi. Ketika rakyat ingin Jokowi bertanggungjawab atas kejahatannya, Prabowo justru memuliakan dan mencarikan jabatan tinggi untuknya.

 

Prabowo telah memilih dan siap berhadap hadapan dengan rakyat. Sesungguhnya itu pilihan aneh dan bodoh.  Prabowo menyempurnakan pengkhiatannya atas rakyat. Karakter yang sulit berubah. Mengkhianati keluarga Cendana yang telah membesarkan, berkhianat pada TNI hingga terkena sanksi, lari dari kepedulian umat yang tercedarai di KM 50, serta berkhianat dengan bernikmat-nikmat menjadi Menhan di tengah rakyat yang terengah-engah diinjak Jokowi.

 

Stop kepercayaan kepada Prabowo. Saatnya membenahi perjuangan sendiri tanpa harapan palsu akan posisi dan kebijakan Prabowo. Ia bukan pemimpin rakyat, ia adalah produk dari bantuan curang Jokowi yang diyakini berijazah palsu. Prabowo dijepit oleh jasa Guru dan ejekan Wapres putra sang Guru. Presiden yang  terjepit tidak mungkin merdeka atau mampu bertindak bebas.

 

Omong gede menjadi kamuflase dari ketertekanan. Nyinyir manifestasi dari kerendahan intelektualitas. Dan merasa besar adalah cermin dari jiwa yang kerdil. Prabowo bukan orang hebat meski ngomong meledak-ledak. Tampilan dan obsesi hero seperti Soekarno menjadi bahan tertawaan.

 

Seruan adili Jokowi tetap menggema bahkan semakin membesar dan merata. Rakyat tidak akan takut oleh unjuk pembelaan Prabowo. Rakyat akan terus mencari jalan agar Jokowi ditangkap dan diadili. Semakin Prabowo memproteksi, pasti semakin dicaci maki. Tidak mustahil ke depan muncul desakan agar Prabowo bersama Gibran dimakzulkan dan diadili. Keduanya adalah produk sesat dan jahat tangan Jokowi.

 

Prabowo telah memilih bersama Jokowi bukan bersama rakyat. Ini keputusan yang sudah sangat jelas. Jika Prabowo tidak bertaubat dan berubah, maka rakyat bisa menumbangkannya. Hasrat menjadi Presiden lagi untuk tahun 2029 akan pupus dengan sendirinya. Prabowo menjadi kisah dari pemimpin yang diterkam oleh bayang-bayangnya sendiri.

 

Hidup Jokowi, mati Prabowo.


Masih ada kesempatan untuk berubah. Asal cepat.

 

"It's now or never, tomorrow will be too late". (*)


Pagar laut sepanjang 30 km di Tangerang, sudah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) 

 

JAKARTA — Pegiat media sosial, Tommy Shelby mengaku heran dengan pernyataan Bareskrim Polri yang menyebutkan Aguan dan Agung Sedayu tidak terlibat dalam kasus pagar laut di Tangerang.

 

Tommy menyinggung kemungkinan adanya campur tangan dari pihak tertentu dalam proses hukum kasus tersebut. Merujuk pada Muannas Alaidid yang tetap memberikan keterangan pasang badan.

 

"Waduh pengacara M cair nih. Rubicon atau Range Rover SV nih?," ujar Tommy di X @TOM5helby (19/2/2025).

 

Tommy juga mempertanyakan logika di balik pernyataan Bareskrim, mengingat PT Agung Sedayu Group (ASG) melalui dua anak perusahaannya telah mengakui kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan yang dipagar.

 

"Gimana gak cair? PT ASG lewat dua anak perusahaannya udah mengakui mereka punya SHGB di laut yang dipagerin tapi tetep dibilang gak terlibat oleh Bareskrim," cetusnya.

 

Ia pun mengajak masyarakat untuk berpikir kritis terhadap kasus ini.

 

"Ada yang bisa melogikakan?," tandasnya.

 

Sebelumnya diketahui, Bareskrim Polri mengatakan bahwa pengusaha Sugianto Kusuma, yang lebih dikenal sebagai Aguan, tidak terlibat dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) atas pagar laut di Kabupaten Tangerang.

 

Dalam penyelidikan kasus ini, pihak kepolisian telah menetapkan empat tersangka, termasuk Kepala Desa Kohod, yang diduga berperan dalam pemalsuan dokumen pengurusan hak atas tanah di kawasan tersebut.

 

Meski nama perusahaan Agung Sedayu, yang dimiliki oleh Aguan, sempat dikaitkan dengan kasus ini, polisi menegaskan bahwa tidak ada bukti yang mengarah pada keterlibatan pengusaha tersebut.

 

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro bahkan mempertanyakan keterkaitannya ketika dimintai tanggapan oleh wartawan terkait dugaan keterlibatan Aguan.

 

Ia juga menyatakan bahwa selama proses penyelidikan berlangsung, tidak ada saksi yang menyebutkan nama Aguan sebagai pihak yang terlibat.

 

Lebih lanjut, Djuhandhani menegaskan bahwa spekulasi yang berkembang di media sosial tidak bisa dijadikan dasar dalam proses hukum.

 

"Kalau hanya berdasarkan perbincangan di media sosial, itu tidak bisa menjadi patokan dalam proses hukum," tegasnya. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.