Latest Post

Kabinet Merah Putih/Istimewa 

 

JAKARTA — Kabinet Merah Putih di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto akan merampungkan 100 hari kerja pada 21 Januari 2025. Momentum inilah yang tepat bagi Presiden Prabowo untuk mengevaluasi kinerja para pembantunya.

 

Analis komunikasi politik Hendri Satrio mengatakan, publik menanti kinerja signifikan para menteri Kabinet Merah Putih dalam mengatasi berbagai persoalan masyarakat.

 

Apabila hasil evaluasi dinilai kurang memuaskan, perombakan kabinet bisa menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan Presiden Prabowo.

 

“Kita masih ingat pada saat dilantik 21 Oktober lalu, dilantik jam 10 pagi, jam 12 siangnya sudah banyak tuh pertanyaan ini kira-kira reshuffle-nya kapan? Nah itu hal yang menurut saya pasti akan ditunggu-tunggu,” kata Hensat kepada RMOL, Jumat 27 Desember 2024.

 

Founder Lembaga Survei KedaiKOPI itu memperkirakan, jika reshuffle benar terjadi, waktu pelaksanaannya kemungkinan sebelum atau setelah Ramadan dan Idulfitri 2025.

 

“Jadi sekitar April atau Mei, tapi kan itu semua, seperti yang kita tahu, terserah Presiden atau terserah Pak Prabowo,“ kata Hensat.

 

Publik berharap ada hasil yang jelas dari evaluasi kinerja 100 hari Kabinet Merah Putih. Jika tidak, tekanan untuk reshuffle bisa semakin besar. (*)



 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

PERKELAHIAN Jokowi dan Megawati semakin seru. Dua fenomena yang memperuncing dan menambah serius perseteruan yaitu pertama  pemecatan Jokowi, Gibran, dan Bobby, kedua penetapan Tersangka Hasto. Peperangan akan terus bereskalasi dari mulai perang urat syaraf,  perang politik dan hukum, hingga puncaknya perang total. Keduanya akan nekad untuk saling menghanguskan.

 

Pertarungan sesungguhnya dimulai dengan adu pengaruh melalui penggunaan senjata masing-masing. Megawati memegang Kejaksaan Agung sedangkan Jokowi memiliki KPK. Megawati melakukan serangan atas kubu Jokowi dengan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya,  Jokowi menyerang balik Megawati melalui kausus suap Harun Masiku.

 

Jokowi mencanangkan untuk memperpanjang masa jabatan menjadi tiga periode. Tentu melalui amandemen UUD 1945. Wacana penundaan Pemilu juga berkembang. Segala upaya untuk itu diganjal Megawati melalui kampanye penolakan perpanjangan "saya kan taat aturan", kata Megawati.

 

Konflik inner circle  besar berlanjut pada Megawati yang menggadang-gadang Puan Maharani sebagai Cawapres sedangkan Jokowi "mbalelo" dengan mengelus Ganjar Pranowo. Saat Megawati kemudian merebut Ganjar dan mengusungnya, Jokowi memilih Prabowo sebagai jagoannya.

 

Perang berkulminasi pada pemecatan Jokowi dari keanggotaan PDIP. Gibran dan Bobby ikut dalam pemecatan tersebut. Jokowi melangkah lagi dengan memainkan KPK untuk menetapkan status Tersangka atas Hasto Kristiyanto. Kasus Harun Masiku mencuat kembali. KPK, bahkan juga Kejaksaan Agung, adalah sisa kekuatan strategis Jokowi.

 

KPK sekarang itu sesungguhnya berada di rezim Prabowo tapi nampaknya Prabowo tak peduli. Ia asyik dengan mainan lain yang tidak berisiko pada dirinya. Ataukah Prabowo itu berada dalam ancaman KPK karena kasus pesawat dan food estate ? Mengapa KPK sekarang masih mengabdi pada kepentingan Jokowi  ?

 

Perlawanan Megawati dan PDIP dalam kasus Hasto sebenarnya dapat menusuk langsung pada KPK khususnya tentang keabsahan KPK itu sendiri. Pimpinan KPK juga Dewas ternyata diajukan oleh Jokowi padahal Undang-Undang menyatakan diajukan oleh Presiden. Semestinya Prabowo yang mengajukan, ia tidak bisa hanya sekedar menyetujui yang diajukan Jokowi.  Setelah pengajuan dari Prabowo baru fit and proper test dan lainnya. Ini persoalan prosedur bagi keabsahan hukum.

 

Teringat dahulu ketika Menteri Kehakiman dan HAM era SBY Yusril Ihza Mahendra ditetapkan sebagai Tersangka oleh Kejagung. Perlawanan Yusril melalui PTUN dan MK mengenai jabatan Jaksa Agung yang lewat, akhirnya menghasilkan selesainya kasus Sisminbakum tersebut. Status Tersangka yang menggantung selama 1 tahun itu akhirnya dicabut.

 

Banyak jalan potensial bagi perkelahian panjang Jokowi lawan Megawati. Ini tentu tidak sehat bagi pembangunan politik bangsa. Saatnya Prabowo berbuat nyata bukan dengan sikap tidak peduli atau "ngajedog wae". Hukum yang menjadi kepentingan politik pragmatis harus segera dihentikan. (*)


Pengamat politik Rocky Gerung/Net 

 

JAKARTA — Penetapan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus buronan Harun Masiku diduga dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas perintah elite politik tertentu.

 

Hal itu diungkapkan Rocky dalam wawancara bersama Jurnalis Senior Hersubeno Arief, di kanal YouTube Forum News Network (FNN), yang disiarkan pada Kamis, 26 Desember 2024

 

Rocky menilai dugaan keterlibatan Hasto dalam kasus Harun Masiku yang merupakan tersangka kasus korupsi mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), sudah tidak relevan lagi untuk diusut.

 

"Dan kalau kita tahu bahwa kasus ini, kasusnya ecek-ecek lah itu, urusan Rp600 juta dan sebetulnya juga sudah dipastikan bahwa itu penyokongnya adalah saudara Harun Masiku. Lalu apa poin baru di situ (penetapan Hasto sebagai tersangka)?" ujar Rocky dikutip RMOL, pada Jumat, 27 Desember 2024.

 

Menurut, mantan dosen Filsafat Universitas Indonesia (UI) itu, penetapan Hasto ada hubungannya dengan kritik yang sering dilakukan Sekjen PDIP itu kepada rezim terdahulu.

 

"Di belakang isu sogok-menyogok ini itu, ada pesan politik yang sangat kuat yaitu 'hancurkan PDIP, ganti Hasto', semua itu sebetulnya hal yang mudah kita duga atau kita postulatkan dari sekarang," tuturnya.

 

Oleh karena itu, lanjut Rocky, tidak tepat kalau KPK menyebut kasus Hasto merupakan kelanjutan dari perkara korupsi Wahyu Setiawan yang terkait dengan buronan Harun Masiku.

 

"Jadi keterangan-keterangan yang diberikan oleh KPK akhirnya jadi semacam orkestrasi yang dipaksakan. Padahal sebelumnya kita lihat bahwa KPK berupaya justru untuk menangkap Harun Masiku enggak berhasil," paparnya.

 

"Sampai akhirnya ditetapkan sebagai terhukum, sudah inkrah, tetapi masih ada ambisi pesanan untuk menangkap orang lain yang sebetulnya jauh sekali dari peristiwa itu," demikian Rocky. (*)


Jokowi memberikan pernyataan kepada wartawan di Solo, Jawa Tengah, Rabu (25/12/2024) 

 

JAKARTA — Penetapan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka terus menuai berbagai tanggapan, termasuk dari aktivis media sosial Bachrum Achmadi.

 

Dia memberikan pernyataan yang menyiratkan potensi untuk memanaskan situasi politik jika PDIP memutuskan untuk mengambil langkah balasan.

 

"Kalau aja PDIP bongkar soal isu ijazah palsu, kelar ini perang!," kata Bachrum dalam keterangannya di aplikasi X @bachrum_achmadi (25/12/2024).

 

Pernyataan ini menimbulkan spekulasi publik, terutama terkait isu ijazah palsu Jokowi yang sebelumnya sempat ramai diperbincangkan.

 

Bachrum tampaknya mengindikasikan bahwa PDIP memiliki potensi senjata politik yang dapat digunakan dalam perang dingin ini.

 

Sebelumnya, ahli Epidemiologi dan pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tifa terus meyakinkan publik terkait ijazah S1 Presiden Jokowi yang palsu.

 

Dokter Tifa yang diketahui alumni Universitas Gajah Mada (UGM) itu menuturkan, tradisi di UGM yang tidak ada pada ijazah Presiden Jokowi, tulisan indah.

 

"Almamater tercinta UGM, memiliki tradisi menuliskan nama lulusannya, dengan tulisan indah, seperti tertera pada ijazah saya," ujarnya (10/10/2022).

 

Dokter Tifa merasa heran, lantaran pada ijazah Presiden Indonesia itu namanya ditulis dengan model tulisan berbeda.

 

"Heran saja, lulusan dengan nama Joko Widodo, mengapa ditulis namanya secara sembarangan," lanjutnya.

 

"Apakah UGM tidak tahu, pemilik ijazah ini kelak bakal jadi Presiden ya?," sambung Dokter Tifa.

 

Sebelumnya, UGM telah menjamin Jokowi memiliki ijazah asli. Ijazah Jokowi itu dikeluarkan pada 5 November 1985 dan ditandatangani oleh Dekan UGM Prof Dr Soenardi Prawirohatmodjo dan Rektor UGM Prof DR T Jacob. Sebagaimana tertulis pada pernyataan resmi Kominfo.

 

Adapun Jokowi telah digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atas dugaan penggunaan ijazah palsu.

 

Orang nomor satu Indonesia itu diduga menggunakan ijazah palsu dalam Pilpres 2014 dan 2019. Gugatannya telah terdaftar dengan nomor perkara:592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Penggugatnya ialah penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono.

 

Untuk diketahui, KPK telah menyatakan akan memverifikasi kabar terkait penetapan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap yang melibatkan buronan KPK Harun Masiku.

 

"Saya akan coba cek terlebih dahulu infonya, bila ada update akan disampaikan ke rekan-rekan jurnalis," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, di Jakarta, Selasa (24/12), dikutip dari ANTARA.

 

Menurut informasi yang beredar, nama Hasto tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) bernomor Sprindik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.

 

Surat tersebut diduga ditandatangani oleh pimpinan baru KPK setelah serah terima jabatan pada 20 Desember 2024. (fajar)


Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto 


JAKARTA — Penetapan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menarik perhatian publik karena disebut-sebut bahwa ada cawe-cawe dari Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi.

 

Pengamat politik Rocky Gerung curiga bahwa penerapan Hasto adalah bagian dari "balas dendam politik" Jokowi untuk Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri yang telah memecatnya.

 

"Jokowi benar-benar tersingkir dari karir politiknya oleh orang yang membesarkan dia," ujar Rocky seperti dikutip redaksi lewat kanal YouTube miliknya, Kamis 26 Desember 2024.

 

Rocky menduga kasus Hasto adalah pintu masuk untuk melemahkan Megawati secara politik.

 

Meski demikian, ia menilai langkah ini telah dipoles agar seolah-olah ini hanya peristiwa hukum, padahal latar belakangnya jelas dendam Jokowi.

 

"Sebetulnya yang mau ditersangkakan pasti Megawati kan," kata Rocky.

 

Rocky meyakini kasus Hasto bukan sekadar kasus hukum biasa. Dia pun memprediksi akan terjadi peristiwa politik besar jika Hasto benar-benar ditangkap.

 

KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka setelah ekspose atau gelar perkara yang dilakukan oleh pimpinan KPK yang baru di bawah kepemimpinan Setyo Budiyanto.

 

Hasto disebut sebagai tersangka bersama-sama buronan Harun Masiku diduga menyuap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

 

Ekspose itu digelar setelah acara serah terima jabatan yang dilakukan pada Jumat sore, 20 Desember 2024, setelah ekspose sebelumnya pada Kamis, 19 Desember 2024 ditunda karena hanya dihadiri 2 pimpinan KPK sebelumnya, yakni Nurul Ghufron dan Johanis Tanak.

 

Dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.

 

Sprindik tersebut terbit berdasarkan Laporan Pengembangan Penyidikan nomor LPP-24/DIK.02.01/22/12/2024 tanggal 18 Desember 2024.

 

Hasto disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.