Latest Post

Denny Indrayana 

 

JAKARTA — Pakar hukum tata negara Denny Indrayana menguraikan kemungkinan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming. Ia menyatakan ada tiga jalur dari perspektif hukum tata negara.

 

Ia kemudian menjelaskan bahwa pemakzulan Gibran harus melibatkan tiga lembaga: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

 

“Hitung-hitungan hukum tata negaranya? apakah ada pasal pemakzulan? Apakah ada korupsi? Apakah ada pengkhiantan terhadap negara? Penyuapan? Kejahatan tingkat tinggi lainnya? Kemudian perbuatan tercela, dan sebenarnya tidak memenuhi syarat menjadi wakil presiden?” kata Denny dikutip dari unggahannya di X, Sabtu (12/7/2025).

 

Di antara celah itu. Ia menyebut yang paling memungkinkan yakni persoalan korupsi.

 

“Kalau dilihat satu persatu, yang memungkinkan adalah ada isu korupsi. Misalnya, ada laporan ke KPK oleh rekan Ubedilah Badrun yang sudah lama sebenarnya,” terangnya.

 

Kasus dimaksud, yakni aliran dana ke dua anak Presiden ke-7 Jokowi. Kaesang Pangarep, dan Gibran sendiriZ

 

“Laporan itu sudah di KPK dan memang seharusnya dan memang dicari bukti-buktinya. Jika tidak terbukti, tidak ada proses hukum. Jika terbukti, itu bisa menjadi pintu masuk pemakzulan. Terutama dalam hal korupsi,” imbuhnya.

 

Kedua, kata dia, yakni persoalan Fufufafa.

Karena bisa masuk perbuatan tercela. 

 

“Kenapa? Karena persoalannya itu jadi pintu masuk perbuatan tercela,” ucapnya.

 

“Kalau memang itu terbukti, maka itu pintu masuk impeachment. Jika tidak, tentu tidak bisa diteruskan,” tambahnya.

 

Ketiga, kata eks Wakil Menteri Hukum dan HAM itu, yakni syarat calon wakil presiden.

 

“Kenapa menjadi soal? Putusan 90 adalah skandal yang merupakan tinta buram. Tinta gelap. Dalam perjalanan konstitusi kita,” terangnya.

 

Putusan tersebut, menurutnya tidak sah. Karena belakangan terbukti ada pelanggaran etika berat, yang diputuskan melalui Mahkamah Kehormatan MK.

 

“Seharusnya tidak ada putusan 90 karena ada pelanggaran etika berat. Sebagaimana putusan MK MK yang dipimpin Prof. Jimly Asshiddiqie. Kalau ini disoal, tentu saja bisa timbul persoalan hukum bahwa sebenarnya syarat pencalonan wakil presiden Gibran sedari awal bermasalah secara konstitusi,” jelasnya.

 

“Tiga hal itu, dugaan tindak pidana korupsi, dugaan perbuatan tercela, dan pelanggaran syarat menjadi wakil presiden sebenarnya secara hukum tata negara, memungkinkan untuk menjadi alasan pemberhentian Gibran Rakabuming Raka,” sambungnya.

 

Namun apakah pemakzulan memungkinkan secara politik? Menurutnya itu tergantung pada partai politik.

 

“Apakah secara politik terbuka pemakzulan Gibran? Tentu akan tergantung bagaimana dinamika, bagaimana hitung-hitungan. Bagaimana ketua umum parpol melihat untung rugi kepentingan politiknya,” terangnya.

 

Meski begitu, ia mengungkapkan mestinya pemakzulan itu bukan hanya karena untung rugi partai politik. 

 

“Tapi seharusnya, nasib bangsa tidak hanya ditentukan oleh kepentingan politik. Tetapi lebih jauh adalah bagaimana kita menegakkan konstitusi dalam negara hukum,” tandasnya.

 

“Bukan soal Gibran, bukan soal Jokowi. Ini tentang bagaimana kita menaati hukum dasar kita, konstitusi kita bernegara kita,” tambah Denny.

 

Sebelumnya diberitakan, isu pemakzulan Gibran yang sempat heboh beberapa waktu terakhir diprediksi bakal melemah. Hal itu ditengarai tidak lepas dari masih kuatnya "Geng Solo" di Pemerintahan Prabowo Subianto.

 

Hal tersebut disampaikan mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu. Melalui unggahannya di X, Sabtu (12/7/2025)

 

"Perubahan arah atas: 1) Usulan pemakzulan Gibran dan 2) pengungkapan kasus ijazah palsu, menjadi melemah bahkan akan dihambat, infonya karena ada 'perintah singkat' dari Solo: 'hambalang harus pegang komitmen'.," tulis Said Didu melalui cuitannya.

 

Dia juga menilai, jika info tersebut benar, bukan matahari kembar lagi tetapi saat ini masih era Jokowi periode ketiga.

 

"Kalau info ini benar maka ini bukan lagi matahari kembar - tapi ini adalah Jokowi 3 Priode," tutup Said Didu dalam unggahan yang telah dilihat lebih dari puluhan ribu pengguna aplikasi milik Elon Musk itu.

 

Sementara itu, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, (Menko Polhukam) Mahfud MD itu sebelumnya mengungkapkan argumen menarik terkait isu pemakzulan Gibran.

 

Mahfud mengatakan proses pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka sepertinya akan sulit diwujudkan.

 

Alasannya, karena mengingat kekuatan yang dimiliki Presiden Prabowo Subianto lebih kuat dibandingkan para purnawirawan yang mengusulkan pemakzulan tersebut.

 

"Kalau saya melihatnya ya, sekali lagi saya katakan, kalau sudut hukum moral itu bagus itu surat itu. Tapi dari sudut politik, lebih mungkin bagi saya minta maaf kepada yang sangat bersemangat, menurut saya agaknya tidak jadi itu pemakzulan," kata Mahfud, dikutip Jumat, (11/7/2025).

 

"Karena apa? Komposisi kekuatan. Pak Prabowo punya kekuatannya jauh lebih besar daripada yang minta pemakzulan ini (purnawirawan)," imbuhnya.

 

Kalaupun surat pemakzulan Gibran itu ditindaklanjuti, menurut Mahfud, prosesnya akan lama. Selain itu, kata Mahfud ada ancaman terselubung di isu pemakzulan ini. (fajar)

 

Pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa/RMOL 

 

JAKARTA — Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) telah melakukan peninjauan kasus terkait laporan mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, atau Jokowi, terkait dugaan ijazah palsu. Kasus ini kini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

 

Pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma atau yang lebih dikenal dengan nama Dokter Tifa menanggapi penanganan kasus tersebut yang sudah masuk tahap penyidikan sehingga berpeluang menetapkan tersangka.

 

"Adanya tersangka dalam kasus ijazah palsu ini, bukan karena ijazah palsu terbukti asli, tetapi justru karena ijazah palsu itu terbukti palsu," kata Dokter Tifa melalui akun X pribadinya, dikutip Sabtu 12 Juli 2025.

 

"Masalahnya hanya si pemalsu ijazah punya duit banyak. Itu saja," sambungnya.

 

 

Dokter Tifa juga mempertanyakan asal muasal sumber uang tersebut.

 

"Ingat saja duit banyak itu asalnya dari mana.  Dan Allah nanti yang akan membalas, dengan balasan yang telak  setelak-telaknya," demikian Dokter Tifa.

 

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pihaknya telah melakukan gelar perkara terhadap enam laporan terkait ijazah palsu, yang salah satunya dilaporkan langsung oleh Jokowi.

 

Gelar perkara itu dilakukan oleh penyidik Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada Kamis 10 Juli 2025 pukul 18.45 WIB.

 

"Berdasarkan hasil gelar perkara tadi malam, maka terhadap laporan polisi yang pertama pelapornya adalah saudara Insinyur HJW dalam proses penyelidikan yang sudah dilakukan, dalam gelar perkara disimpulkan ditemukan hasil penyelidikan sudah ditemukan dugaan peristiwa pidana, sehingga perkaranya ditingkatkan ke tahap penyidikan," kata Ade di Polda Metro Jaya, Jumat 11 Juli 2025.

 

Ia menjelaskan, laporan itu adalah terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap pelapor. Adapun pasal yang disangkakan adalah Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang tentang ITE.

 

"Itu ada satu LP terkait peristiwa ini. Pelapornya Ir HJW," kata Ade.

 

Sementara itu, terkait lima laporan lainnya, tiga laporan di antaranya dinaikkan ke tahap penyidikan. Sementara dua laporan lainnya akan segera diberi kepastian hukum, mengingat pelapornya mencabut laporan dan tidak hadir dalam undangan klarifikasi.

 

"Jadi ada dua peristiwa besar yang pertama pencemaran nama baik itu ada pelapornya naik ke penyidikan. Kelompok kedua penghasutan dan UU ITE, tiga laporan naik penyidikan, dua laporan akan segera diberi kepastian hukum," kata Ade.

 

Meski begitu, polisi masih belum menentukan tersangka dalam kasus itu. Dalam tahap penyidikan, polisi akan mengungkap pihak yang akan dijadikan tersangka dalam kasus tersebut.

 

"Jadi baru kemarin dilakukan gelar, ditetapkan bahwa ini naik ke tahap penyidikan," kata Ade. (rmol)

 

Kamar kosnya ADP, Menteng, Jakarta Pusat, pada 8 Juli 202/Ist 

 

JAKARTA — Arya Daru Pangayunan (ADP), diplomat muda yang bertugas di Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia, ditemukan tewas di kamar kosnya di Menteng, Jakarta Pusat, pada 8 Juli 2025. Jasadnya tergeletak kaku, wajahnya dilakban, dan kamar terkunci rapat.

 

Dalam kasus yang disebut “bunuh diri” ini, publik dihadapkan dengan rekaman CCTV yang secara visual tidak konsisten antara malam kejadian dan pagi hari saat jasad ditemukan.

 

Hal tersebut disampaikan Advokat WSA LawFirm, Aura Akhman, S.H., M.H. Dia menyoroti rekaman CCTV yang memperlihatkan situasi jelang kematian Diplomat Arya Daru Pangayunan (ADP).

 

Melalui akun pribadinya di Threads, alumni Fakultas Hukum UGM ini menuliskan analisisnya terkait anomali sudut kamera dalam kematian Arya.

 

Ringkasan data visual pada gambar pertama yang diunggahnya tertera tanggal 7 Juli 2025, 23.24 WIB.

– Menampilkan ADP keluar kamar membawa kantong plastik

– Kamera tidak memperlihatkan pintu kamar korban

– Sudut hanya menunjukkan lorong dan sebagian jendela

Kemudian pada Gambar kedua (Pagi, 8 Juli 2025, ±07.37 WIB)

– Petugas membuka jendela dan masuk ke dalam kamar

– Kamera jelas menyorot pintu korban dan jendela -2-

 

Aura Akhman lantas membeberkan sejumlah pertanyaan investigatif: 

Apakah kamera pada malam&pagi hari adalah kamera yg sama?

Jika ya, kenapa sudutnya berubah?

Jika berbeda, kenapa hanya satu sudut yg dipublikasikan ke publik?

Mengapa pada waktu paling krusial (malam kematian), justru pintu ga terlihat?

Apakah pintu dg sengaja dikeluarkan dari sudut pandang kamera?

Apakah ada perubahan posisi kamera yg disengaja setelah kejadian?

Siapa yg mengakses sistem CCTV?

Apakah ada log teknis pengubahan sudut atau file rekaman?-3-


Ada pun analisis kerawanan forensik yang didapatinya yakni sudut kamera tidak menangkap pintu pada malam hari atau blind spot yang dapat dimanfaatkan pelaku. Namun, sudut kembali normal saat jenazah ditemukan.

 

"Dugaan adanya staging visual. Ga ada log akses publik atas sistem CCTV Peluang manipulasi digital tanpa akuntabilitas. Tidak adanya rilis full footage, Transparansi terhambat dan membuka ruang spekulasi. Dalam penyidikan modern, kehilangan visual pada waktu krusial sama dengan kehilangan integritas investigasi," urainya.

 

Dalam kematian yang terlalu sunyi, lanjut Aura Akham, ketidakjelasan visual bukan hanya kebetulan. Bisa jadi itu adalah bagian dari kejahatan itu sendiri.

 

"Sebagai Advokat dan Alumni UGM, saya menyerukan transparansi penuh, audit forensik digital independen. Penolakan atas kesimpulan prematur 'bunuh diri' tanpa pengujian tuntas atas bukti visual," demikian penjelasan Aura Akham. 

 

Sebelumnya diberitakan, Meta Ayu Puspitantri sudah punya firasat soal suaminya, Arya Daru Pangayunan (39). Semalaman, tak ada kabar dari diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) itu.

 

Ketika firasat buruk mulai menggelayuti perasaan Meta Ayu Puspitantri, dirinya berinisiatif meminta penjaga indekos untuk mengecek kondisi kamar suaminya, Arya Daru Pangayunan.

 

Tak disangka, penjaga indekos menemukan sang diplomat Kemlu RI itu sudah meninggal dunia dalam kondisi kepala dililit lakban di kamar indekosnya di Jalan Gondangdia Kecil Nomor 22, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025) pagi.

 

Sejatinya, Arya Daru Pangayunan akan berangkat ke Finlandia untuk memenuhi tugas negara, akhir Juli ini. Namun, takdir berkata lain, Arya Daru pergi untuk selama-lamanya meninggalkan istri dan dua anaknya.

 

Diketahui, dari pernikahan Arya dan Meta Ayu Puspitantri dikaruniai dua anak, satu perempuan dan satu laki-laki. Meta Ayu Puspitantri merupakan anak Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Basu Swasta Dharmmesta.

 

Sama seperti Arya Daru Pangayunan, Meta Ayu Puspitantri juga cukup aktif di media sosial.

 

Di akun Instagram pribadinya, @puspitantri, Meta Ayu Puspitantri menyebut dirinya sebagai amateur art enthusiast atau penikmat seni amatir, yang menunjukkan ketertarikannya di bidang seni. (fajar)



 

JAKARTA — Kolonel Inf. (Purn.) Sri Radjasa Chandra, mantan perwira intelijen negara, angkat bicara soal dugaan pemalsuan ijazah mantan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi). Ia menuturkan kasus Pasar Pramuka di Jakarta Timur, tempat ijazah Jokowi diduga dibuat.

 

Dugaan keterkaitan ijazah Jokowi dengan Pasar Pramuka awalnya diungkap Beathor Suryadi, politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

 

Sri Radjasa mengklaim Pasar Pramuka memang menjadi lokasi pembuatan banyak dokumen palsu, termasuk ijazah.

 

“Ahlinya (pembuatan ijazah palsu) ada di belakang kios-kios itu,” kata Sri Radjasa dalam video yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan pada hari Kamis, (10/7/2025).

 

Menurut Sri Radjasa, pada tahun 1990-an tarif pembuatan ijazah palsu universitas swasta yang tidak terkenal sudah mencapai Rp8 juta. Tarif pembuatan ijazah negeri akan berbeda lagi. Lalu, dia menduga ijazah Jokowi memang palsu.

 

“Jadi ketika Pak Beathor mengatakan bahwa ada kaitan Pasar Pramuka, dan kemudian saya teliti beberapa hal tentang kepalsuan ijazah itu (ijazah Jokowi), saya sekarang sudah yakin bahwa itu palsu,” ujarnya.

 

Mantan intel itu mengaku juga pernah berdiskusi dengan pakar forensik digital Rismon Sianipar yang berulang kali menuding ijazah Jokowi palsu. Kata dia, ada keterlibatan kekuasaan untuk menutupi dugaan ijazah palsu.

 

“Bahkan rekam jejak ijazah ini hilang, seperti misalnya skripsi, terus kemudian lembar penilaian. Artinya semakin memperkuat bahwa ini palsu.”

 

Dia juga meyakini mantan Wamendes PDTT Paiman Raharjo berada di balik pembuatan ijazah palsu Jokowi.

 

“Saya dapat informasi dari teman-teman Pasar Pramuka bahwa di situ ada Paiman, relawan Sedulur Jokowi, yang kemudian mendapat jabatan wamen,” ujarnya.

 

“Begitu saya angkat masalah ini, begitu kelabakannya Paiman.”

 

Lalu, dia menyindir Jokowi yang enggan menunjukkan ijazah aslinya sehingga kasusnya berlarut-larut. Padahal, menurut Sri Radjasa, kasus ijazah itu bisa cepat selesai jika Jokowi bersedia menunjukkan ijazahnya.

 

Mengenai kapan pembuatan ijazah Jokowi yang diduga palsu itu, Sri Radjasa menduga ijazah itu dibuat pada tahun 2012 atau 2014.

 

Kronologi pembuatan ijazah menurut Beathor

 

Beberapa waktu lalu Beathor Suryadi menjelaskan kronologi dugaan pembuatan ijazah palsu Jokowi di Pasar Pramuka.

 

Awalnya Beathor mengaku mendapat informasi dari Eko Sulistyo, mantan KPUD Solo dan mantan anggota Tim Pemenangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Menurut Beathor, Eko dan seorang yang bernama Widodo adalah mantan tim Solo.

 

“Dalam penjelasannya Mas Eko, pada 2005 Jokowi memakai dua [gelar], doktorandus dan insinyur . Yang problem bagi kita, yang doktorandus dari kampus mana, yang insinyur dari kampus mana,” kata Beathor dalam acara Rakyat Bersuara di iNews, Selasa malam, (1/7/2025).

 

Beathor mengklaim sejak tahun 1985 hingga 2005 Jokowi tidak pernah datang ke kampus UGM, bertemu dengan kawan-kawannya, dan lainnya.

 

“Waktu dia menjadi wali kota 10 tahun, dia enggak pernah bikin reuni di Solo mengundang teman-temannya. Padahal, anak-anak Solo yang alumninya UGM cukup banyak.”

 

“Kita mendapat penjelasan juga dari F.X. Rudy, Ketua DPC [PDIP Solo], bahwa pada waktu 2005 itu proses administrasi ke KPU bukan dilakukan oleh kader partai, tapi oleh tim. Karena itu terus ketemu Mas Eko. Mas Eko terus memberi penjelasan bahwa seharusnya setelah menang itu, Pak Jokowi melakukan public expose supaya jelas siapa dia.”

 

"Setelah tim Solo masuk Jakarta (2012), kawan-kawan di Jakarta membantu melengkapi dokumen yang kurang. Mereka menyatakan bahwa Jokowi kurang dokumen,” kata Beathor.

 

Salah satu yang menyatakannya adalah Denny Iskandar, seorang kader PDIP. Kemudian, Beathor mengatakan semua dokumen itu dilengkapi.

 

Kemudian, Beathor menyebut Widodo, salah satu orang kepercayaan Jokowi yang menjadi perantara Denny dan Jokowi.

 

“Jadi yang mempertemukan Denny ke Pak Jokowi ya Pak Wid, dong,” katanya.

 

Dia mengklaim ada pertemuan kelompok Jakarta dan kelompok Solo. Lalu, ada pertemuan lagi di Cikini untuk membahas kekurangan dokumen Jokowi. Dokumen itu lalu dilengkapi agar bisa disetorkan kepada KPUD.

 

Beathor mengklaim Denny adalah orang yang mengatur draf-draf dokumen karena dia adalah anggota partai yang berkawan banyak dengan anggota KPUD.

 

Ketika ditanya oleh Beathor apakah ikut ke Pasar Pramuka untuk membuat dokumen (termasuk ijazah), Denny mengaku tidak ikut karena hanya Widodo yang ke sana. (tribunnews)

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi 

 

JAKARTA — Kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap mantan Presiden Jokowi telah memasuki babak baru. Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) telah resmi meningkatkan kasus dugaan pencemaran nama baik tersebut ke tahap penyidikan.

 

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa penyidik ​​telah menggelar gelar perkara pada Kamis (10 Juli 2025) pukul 18.45 WIB.

 

Gelar perkara kasus ini membahas enam laporan polisi (LP) yang terkait dengan kasus tersebut.

 

“Ada satu LP terkait dugaan pencemaran nama baik atau fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 310, 311 KUHP dan UU ITE. Laporan itu dibuat oleh saudara IR HJW,” ujar Kombes Ade Ary kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).

 

Selain itu, ada lima laporan lain yang ditarik dari sejumlah Polres, yakni Polres Bekasi Kota, Depok, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat.

 

Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana.

 

“Lima LP itu, satu di antaranya di Polda Metro Jaya, sedangkan empat lainnya merupakan pelimpahan dari Polres,” jelasnya.

 

Ade Ary juga menyampaikan, dalam proses penyelidikan, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk saksi berinisial dr. TT.

 

“Saksi dr. TT telah hadir di Subdit Kamneg dan memberikan klarifikasi serta menjawab sejumlah pertanyaan penyidik,” ungkapnya.

 

Dari hasil gelar perkara, penyidik menyimpulkan bahwa terdapat dugaan peristiwa pidana dalam laporan dugaan pencemaran nama baik tersebut.

 

“Berdasarkan hasil gelar perkara, laporan tersebut kami tingkatkan ke tahap penyidikan,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, Kombes Ade Ary memastikan bahwa proses penyidikan akan berjalan profesional sesuai ketentuan hukum yang berlaku. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.