Latest Post

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersam Presiden ke-7 RI, Joko Widodo saat pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (29/9/2023). ©Liputan6.com/Angga Yuniar

 

JAKARTA — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi memberhentikan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Pemberhentian ini lantaran yang bersangkutan dinilai telah melakukan pelanggaran kode etik saat kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

 

Pemberhentian Jokowi tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024.

 

“Saya Komarudin Watubun Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan bersama ini tanggal 16 Desember 2024 saya mendapat perintah langsung dari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk mengumumkan secara resmi sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai di depan seluruh jajaran ketua DPD Partai se-Indonesia,” kata Ketua Bidang Kehormatan PDIP Komarudin Watubun dalam rekaman video, diterima Senin (16/12).

 

Selain Jokowi, PDIP juga melakukan pemecatan terhadap 26 kader lainnya. Total ini termasuk Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka serta Muhammad Bobby Afif Nasution.

 

Dalam salinan yang diterima merdeka.com terkait pemecatan kader PDIP, Jokowi disebut telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Jokowi Lakukan Pelanggaran Berat

Apa yang dilakukan mantan Wali Kota Solo itu pun dianggap partai pimpinan Megawati Soekarnoputri sebagai pelanggaran yang berat.

 

"Menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum, dan sistem moral-etika kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan pelanggaran etik dan disiplin Partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat. Asal daerah Solo/Jawa Tengah," sebutnya.

 

Sebelumnya, PDI Perjuangan (PDIP) resmi memecat Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dari keanggotaan di partai. Pemecatan Jokowi tercantum dalam Surat Keputusan (SK) dengan Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024.

 

SK pemecatan atas Jokowi itu dibacakan oleh Ketua Bidang Kehormatan PDIP Komarudin Watubun. Dia ditemani sejumlah Ketua DPP DPP PDIP lain, mulai dari Bambang Wuryanto, Said Abdullah, hingga Olly Dondokambey.

 

“Saya Komarudin Watubun Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan bersama ini tanggal 16 Desember 2024 saya mendapat perintah langsung dari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk mengumumkan secara resmi sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai di depan seluruh jajaran ketua DPD Partai se-Indonesia,” kata Komarudin dalam rekaman video, diterima Senin (16/12).

 

Selain Jokowi, Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution juga dipecat dari keanggotaannya di PDIP.

 

“DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, saudara Gibran Raka dan saudara Bobby Nasution serta 27 anggota lainnya kena pemecatan,” ujarnya. (merdeka)



 

Oleh : Syafril Sjofyan | Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen APPTNI

AKHIRNYA palu Godam pemecatan Joko Widodo sekeluarga dari keanggotaan partai secara formal diumumkan oleh PDI Perjuangan. Walaupun telat. Apa fatsal. Karena baik sewaktu Pilpres & Pileg 2024 awal maupun sewaktu proses Pilkada yang baru ini berlangsung, Jokowi sekeluarga telah berseberangan dengan PDIP yang selama ini menaungi mereka. Bukan saja berseberangan Jokowi sekeluarga bersama antek-anteknya berusaha menghancurkan basis historis partainya tersebut.

 

Atas kelakuannya tersebut jangankan meminta maaf, sekadar ucapan berterima kasih pun tidak diucapkan oleh Jokowi. Padahal jika tidak diusung dan dicalonkan jadi Presiden oleh PDIP. Jokowi bukanlah siapa-siapa, bahkan seumur-umur Jokowi hanya akan menjadi tukang kayu.

 

Pada umumnya, pemecatan seorang anggota partai seperti Jokowi bisa terjadi karena perbedaan pandangan atau kebijakan antara individu tersebut dengan partai. Namun pemecatan Jokowi sekeluarga dipastikan bukan perbedaan, akan tetapi berupa kejahatan Jokowi tanpa moral karena ambisi kekuasaannya semata.

 

Jokowi bukan seorang Pancasilais dengan penekanan kekuasaan pada moral & etika. Jokowi seorang  Machiavelis, yang menekankan bahwa penguasa harus pragmatis, dan menggunakan cara apa pun untuk meraih serta mempertahankan kekuasaan.

 

Fakta bagaimana Jokowi merekayasa untuk memperpanjang kekuasaannya menjadi 3 periode melalui ketua-ketua partai yang sudah berhasil “disandera”.  Ditolak keras oleh masyarakat sipil dan oleh partainya PDI-P. Begitu juga keinginannya untuk memperpanjang masa jabatan presiden 2 tahun itupun digagalkan.

 

Kemudian Jokowi secara jahat. Melalui tindakan Nepotisme dengan adik iparnya yang jadi ketua MK melakukan pelanggaran etika berat merubah UU Pemilu sehingga meloloskan anaknya  Gibran yang belum cukup umur menjadi calon wakil presiden.

 

Jokowi dengan para begundalnya melakukan pembegalan Parpol. Partai Demokrat “dibegal” namun gagal, tetapi SBY sebagai pemilik partai berhasil “dijinakan”. PPP “berhasil” dibegal, kemudian partai tersebut redup. Kemudian partai Golkar juga “berhasil” dibegal. Menjadikan orang “kepercayaannya” menjadi Ketua Umum tanpa melalui Munas yang seharusnya. PAN berhasil “dipecah” pendiri partainya Amien Rais disingkirkan, dan besannya menjadi Ketua Umum partai “dihadiahkan” jabatan Menteri, sampai sekarang menjadi “pendukung setia” Jokowi.

 

Secara singkat. Mari kita selisik kemunculan Jokowi menjadi Presiden. Patut dicatat tanpa dukungan PDI-P Jokowi bukanlah siapa-siapa. Jokowi sebagai Wali Kota Solo (2005-2012), pertama kali maju sebagai calon Wali Kota Solo melalui dukungan PDI-P. Popularitasnya diangkat sebagai pengusaha dan figur yang dekat dengan rakyat (wong cilik). 

 

Kemudian Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta (2012-2014) diusung oleh PDI-P dan didukung oleh Partai Gerindra untuk maju dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dengan pencitraan mobil nasional ESEMKA yang disiarkan secara luas oleh media mainstream.

 

Konon cerita lain PDI-P mencalonkan Jokowi sebagai Presiden (2014) akibat desakan beberapa tokoh/ pemilik media mainstream. Para tokoh tersebut “mendatangi kediaman” Megawati dan “mendesak” agar Megawati tidak mencalonkan diri jadi Capres pada Pilpres 2014. Ketika itu Megawati “masih berkeinginan” untuk maju karena baru 2 tahun menjadi Presiden setelah Gusdur.

 

Para tokoh media tersebut “merayu” Megawati bahwa dia akan kalah melawan Prabowo lebih baik mencalonkan Jokowi. Mereka bersama oligarki ekonomi “mendukung”  Jokowi. Oligarki ekonomi “punya kepentingan” karena Jokowi “dipandang gampang diatur”. Jokowi bukanlah  pemilik/ pengurus partai.

 

Mereka menggerakan para buzzer dan influencer untuk “memojokan” Megawati dan “memuji” elektabilitas Jokowi. Konon setelah itu Megawati dan alm. suaminya Taufik Kiemas “menyerah” tentu dengan “berat hati” mencalonkan Jokowi menjadi capres pada pileg 2014.

 

Hal ini yang menjelaskan kenapa Jokowi yang sudah menjadi Presiden tidak pernah diberi jabatan di Partai. Padahal didaerah jika ada yang berhasil jadi Walikota/Bupati atau Gubernur di beri jabatan pada kepengurusan partai.

 

Kemudian PDI-P kembali mendukung Jokowi sebagai calon presiden untuk Periode Kedua 2019-2024 PDI-P karena rekayasa dukungan melalui pencitraan media yang luar biasa, dianggap sebagai langkah strategis untuk memanfaatkan "coattail effect" atau efek ekor jas dari popularitas Jokowi, bagi PDI-P.

 

Sayangnya PDI-P “tidak belajar” bahwa data menunjukan selama proses mendukung Jokowi sebagai Walikota Solo, Gubernur DKI, maupun Presiden periode pertama tidak mendapatkan manfaat  "coattail effect" yang signifikan dari Jokowi. Selama  4 kali pileg 2004, 2009, 2014, 2019, PDI-P stag memperoleh kursi di DPR antara 19 – 21 %, tanpa ada kenaikan yang berarti.

 

Begitu juga dukungan PDI-P terhadap putranya Gibran Rakabuming Raka menjadi Walkota Solo karena dia putra sulung Presiden Joko Widodo dan merupakan kader PDI-P dan Bobby Nasution didukung karena dia menantu Presiden Jokowi sebagai Wali Kota Medan yang juga kader PDI-P. Pada hal pada hasil pileg tidak menaikan keterpilihan partainya di DPRD secara signifikan di kota tersebut.

 

Kota Solo adalah salah satu basis tradisional PDI-P dan memiliki nilai historis bagi partai PDI-P, dengan semula mengusung Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wali Kota Solo pada Pilkada 2020, PDI-P ingin memastikan kontrol politik tetap di tangan mereka. Tetapi pada Pilkada 2024 basis mereka direbut oleh Jokowi termasuk Jawa Tengah.

 

Kota Medan adalah salah satu kota penting di Pulau Sumatera, tetapi secara tradisional bukan basis kuat PDI-P dengan mencalonkan Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan, PDI-P melihat peluang untuk memperluas pengaruh politik di Sumatera Utara. Sama seperti mertuanya Bobby menelikung partainya, pindah partai. Sekarang di Sumut PDI-P “pupus harapan”, ulah pengkhianatan kadernya sang menantu Jokowi.

 

Dukungan PDI-P terhadap Gibran dan  Bobby pada awalnya untuk menjadi walikota didasarkan pada popularitas Jokowi sebagai Presiden. Strategi mempertahankan basis elektoral, serta perluasan pengaruh politik PDI-P di daerah strategis. Bagaikan membesarkan anak macan satu persatu keluarga Jokowi membelot dan berkhianat. merekalah kemudian menerkam dan menghancurkan basis dan harapan PDI-P.

 

Dari kajian tersebut betapa Jokowi sekeluarga menerapkan tujuan menghalalkan segala cara. Prinsip dasar dalam Machiavelisme bahwa tindakan seorang pemimpin harus dinilai berdasarkan hasil akhirnya, bukan berdasarkan moralitas atau etika.  Jika tindakan "jahat" seperti kekerasan, tipu daya, atau manipulasi diperlukan untuk meraih kekuasaan, maka tindakan tersebut dibenarkan selama tujuan akhirnya adalah mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan.

 

Jelas nya. PDI-P dengan ”keberanian” memecat Jokowi sekeluarga. Kini masih mempunyai  hutang moral kepada rakyat Indonesia. Kader mbalelo telah merusak moral Pancasila. PDI-P berkewajiban menuntaskan sampai ke akar-akarnya. Agar cara-cara meraih kekuasaan ala machiavelisme tidak terulang lagi bagi generasi mendatang.

 

Jokowi harus diadili. Gibran  yang terkait dugaan money laundring yang di tuntut oleh  Ubaidillah Badrun seorang akademisi di KPK. Harus didukung dan didesak untuk diusut sampai kepengadilan. Serta kelahiran Gibran sebagai calon wapres melalui kejahatan konstitusi di MK serta perbuatan tindakan tercela tidak bermoral melalui akun Fufufafa, harus segera di makzulkan. Begitu juga dugaan KKN Bobby Nasution di pertambangan dan penggunaan jetpri kolabotasi dengan pengusaha. Harus diusut tuntas. (*)


Gedung KPK/Ist 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto resmi melantik lima pimpinan dan Dewas KPK periode 2024–2029 di Istana Negara, Jakarta. Pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi berganti pada Senin (16/12/2024).

 

Kelima pimpinan KPK tersebut adalah Setyo Budiyanto (ketua), Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Johanis Tanak, dan Agus Joko Pramono. Sedangkan Dewan Pengawas KPK yang dilantik adalah Gusrizal (ketua), Wisnu Baroto, Benny Jozua Mamoto, Sumpeno, dan Chisca Mirawati.

 

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, pihaknya akan berpegang teguh pada visi presiden dalam pemberantasan korupsi. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya dalam berbagai kesempatan, presiden fokus pada pencegahan kebocoran APBN, efisiensi kegiatan pemerintahan, dan pemberantasan korupsi secara tegas.

 

"Itu menurut saya sudah merupakan suatu arahan kepada kami semua,” ujarnya usai dilantik.

 

Langkah pertama yang akan dilakukan adalah konsolidasi internal. Pihaknya akan mengadakan evaluasi untuk memetakan tugas dan program prioritas. "Apa yang sudah dilakukan, apa yang belum. Nanti kami kaji semuanya,” jelasnya.

 

Soal wacana penghapusan operasi tangkap tangan (OTT), Setyo menepis hal tersebut. Baginya, itu salah satu kewenangan sehingga akan tetap dilakukan sebagai hak KPK. ”Untuk apa, misalkan kita punya kewenangan penyadapan, kemudian tidak melakukan OTT?” ungkapnya.

 

Ketua Dewas KPK Gusrizal menyerahkan urusan OTT kepada pimpinan KPK. Yang terpenting, langkah KPK harus sesuai dengan aturan.

 

Mantan Ketua KPK Nawawi Pomolango berharap pimpinan baru KPK bekerja lebih optimal dibandingkan periode dirinya. Dia menyatakan, ada sejumlah kasus yang belum selesai dan perlu ditindaklanjuti.

 

”Cukup banyak gitu, tapi nanti kami bicarakan. Kebetulan beliau-beliau ada beberapa yang bukan orang baru juga,” ujarnya di lokasi yang sama.

 

Nawawi juga meyakini kasus Harun Masiku akan dilanjutkan. Apalagi, ketua KPK periode mendatang pernah menjabat sebagai direktur penyidikan saat kasus Harun Masiku bergulir. ”Itu akan lebih optimal juga,” kata Nawawi.

 

Mantan Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan berharap para penggantinya bekerja lebih independen dan berani. ”Jangan terlalu banyak conflict of interest. Taatilah semua aturan di KPK,” ujarnya. (fajar)


Joko Widodo, Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo dalam Rakernas PDIP di JICC Kemayoran beberapa waktu lalu/Ist 

 

JAKARTA — Pemecatan Joko Widodo (Jokowi) dari kader Banteng bukan sekadar masalah kode etik partai, tetapi sesuatu yang jauh lebih besar bagi masa depan demokrasi di Indonesia.

 

Peneliti politik senior Profesor Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, Jokowi telah merusak tatanan demokrasi di Indonesia. Karena itu, sebagai parpol yang mengakomodir Jokowi, PDIP tak ingin namanya tercoreng gara-gara kesalahan kader banteng tersebut.

 

“Kalau kita lihat dari sisi PDIP, itu kerusakan dalam demokrasi Indonesia di era terakhir Jokowi, yang saya katakan misalnya bagaimana merekayasa hukum untuk anaknya, merekayasa juga undang-undang putusan MA untuk Kaesang, itu macam-macam,” kata Prof. Ikrar kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Selasa, 17 Desember 2024.

 

Ia menuturkan pada poin ke tujuh dalam surat keputusan pemecatan Jokowi disebutkan bahwa telah melanggar AD/ART partai tahun 2019 serta kode etik dan disiplin partai dengan melawan secara terang-terangan terhadap keputusan DPP Partai terkait dukungan capres dan cawapres yang diusung PDIP.

 

“Anda tahu lah bagaimana kemudian dia, masak seorang anggota partai, saya beri contoh dia menghancurkan konstitusi kita dengan menggunakan MK, dan dia memajukan orang yang tidak didukung PDIP, kemudian dia mendukung Prabowo-GIbran sementara yang dimajukan PDIP itu Ganjar,” jelasnya.

 

Terlebih, lanjut Prof Ikrar, pada saat Rakernas PDIP, Jokowi seolah mendukung Ganjar, tapi kenyataannya Jokowi malah mendukung Prabowo-Gibran. Tentunya hal itu dianggap sebagai pelanggaran berat oleh partai.

 

“Kalau dilihat dari sisi Rakernas, dia bilang saya sudah bisik-bisik ke Pak Ganjar, kalau terpilih menjadi Presiden akan langsung tugas untuk menjadikan Indonesia swasembada pangan, padahal Ganjar tahu dia tidak mendukung Ganjar, tapi mendukung Prabowo,” tutupnya. (*)


Warga sekitar di Kedai Kopi Matin yang kerap dikunjungi saat mudik, lokasinya tak jauh dari kediaman orang tua Andra Soni. (foto: sanca)


PAYAKUMBUH — Kediaman orang tua Andra Soni Gubernur Banten terpilih yang berasal dari Jorong Pincuran Gadang, Nagari Andaleh, Luak, Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, berjarak 120 KM dari Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatera Barat.

 

Inspirasi bagi masyarakat sekitar

Berbagai cerita menarik mengiringi masa kecil Andra Soni hingga ia menjadi orang nomor satu di tanah jawara, Banten.


Dari sejumlah sahabat masa kecil Andra Soni serta adik bungsunya Purwaningsih beserta suami kini dipercaya mengelola sebuah heller atau penggilingan padi dan peternakan kambing di kampung halamannya.

 

Wawancara Jurnalis Indopos.co.id Yasril Chaniago (kiri) di Kedai Kopi Matin (kanan), sahabat masa kecil Andra Soni (foto: sanca)


Bermula saat Matin bercerita tentang Andra Soni yang dibawa orang tuanya ke luar negeri menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal ke Malaysia saat berusia 5 tahun, berjualan es bonbon keliling negeri jiran, hingga menjadi kurir pengantar surat dan mendirikan perusahaan ekspedisi di Tangerang.

 

“Ketika di Malaysia, pulang sekolah Andra mengajak saya ikut berkeliling berjualan es bonbon yang diambil dulu dari seorang warga Melayu di sana,” kata Matin.

 

Menurut Matin, kisah Andra seperti Barack Obama yang menghabiskan masa kecilnya di Menteng, dan saat ia menjadi Presiden Amerika, tempat itu masih menjadi kebanggaan warga Menteng. Begitu pula dengan Andra.

 

“Meski hanya 5 tahun sejak lahir tinggal di sini, namun saat beliau menjadi ketua DPRD Banten dan kini terpilih sebagai Gubernur Banten, tetap menjadi kebanggan bagi kami di sini,” ucap Matin, teman masa kecil Andra Soni yang juga merantau ke Malaysia.

 

Matin yang kini membuka usaha warung kopi tak jauh dari kediaman orang tua Andra Soni itu menceritakan, sejak kecil Andra sudah memperlihatkan jiwa seorang pemimpin, penolong dan tidak mau merepotkan orang lain.

 

”Dulu kalau ada teman-temannya yang disakiti oleh orang lain, dia yang paling depan untuk membela,” tuturnya.

 

Matin mengaku pernah diberi modal usaha oleh Andra Soni untuk berjualan kaki lima di Jakarta, dan sempat akan dibukakan usaha barbershop di sebuah ruko di Tangerang.

 

”Karena saya mungkin kurang hoki dalam berdagang, sehingga saya memilih untuk pulang kampung,” kata Matin.

 

Ia mengaku tidak mengetahui di mana Andra Soni melanjutkan pendidikan hingga menjadi sarjana, kerena sejak Andra memutuskan pulang ke Indonesia dari Malaysia saat berusia 12 tahun untuk melanjutkan pendidikan ke SMP sempat lost contact.

 

“Saya kontakan lagi dengan Andra itu, setelah dia menjadi seorang manajer di sebuah perusahaan dan sukses membuka perusahaan ekpedisi sendiri,” kata Matin.


Baca juga : 


Meski hanya 5 tahun menetap di kampung halamannya saat masih kecil, namun Andra tak pernah melupakan kampung halamannya.


Setiap ada kegiatan hari besar keagamaan dan peringatan hari besar nasional, Andra Soni selalu ikut berpartisipasi membantu kegiatan tersebut.

 

Tak hanya itu, sesekali Anda Soni pulang kampung menengok orang tuanya. Andra selalu membaur dengan warga dan suka nongkrong di warung kopi milik Matin bersama warga.

 

“Kalau Andra pulang kampung, dia suka nongkrong di sini dan malamnya kami ‘begadang’ bakar itik bersama warga,” cerita Matin yang diamini oleh sejumlah warga setempat.

 

Lain lagi cerita Purwaningsih, adik bontot Andra Soni, anak dari pasangan Zainal Abidin dan Yasni (almarhumah) dari suku Piliang ini.


Purwaningsih yang bersuamikan orang Betawi ini menceritkan, sejak kecil orang tuanya suka berpindah-pindah tempat tinggal untuk menghidupi keluarga.

 

“Menurut orang tua, kerena tidak ada biaya persalinan saya ini lahir di kandang sapi, saat orang tua saya berjualan gorengan di Nagari Limbanang, Sulika, Limapuluh Kota,” kenang Purwaningsih.

 

Karena sulitnya kehidupan di kampung halaman, memaksa orang tua Andra Soni mengikuti jejak temannya merantau ke Malaysia sebagai buruh perkebunan sawit dengan mengajak serta Andra Soni.

 

”Jadi yang pertama pergi merantau ke Malaysia itu adalah bapak saya dan bang Andra. Setelah mereka dapat rumah kontrakan di sana baru kami bersama ibu menyusul,” kata Purwaningsih.

 

Meski Purwaningsih adalah adik kandung dari Andra Soni, namun Ningsih tidak mengetahui di mana Andra Soni melanjutkan pendidikan di Jakarta.

 

”Ketika bang Andra pulang ke Indonesia, dia tinggal bersama kakak perempuan kami di Ciledug,Tangerang, dan bersekolah di Jakarta Selatan,” ungkap Ningsih.

 Wawancara Jurnalis Indopos.co.id Yasril Chaniago (kanan) di penggilingan padi (huller) bersama suaminya Purwaningsih (kiri), warga Betawi di kampung Andra Soni (foto: sanca)


Kini Ningsih dan suaminya dipercaya oleh Andra Soni untuk menetap di kampung halamann sekaligus merawat orang tua mereka yang sudah sepuh, karena 5 saudara lainnya hidup di rantau termasuk dua kakak Andra Soni yang hingga kini masih menetap di Malaysia.

 

“Untuk usaha di kampung ini, saya dibelikan kambing 20 ekor oleh bang Andra, dan meneruskan usaha heller ibu yang juga dibelikan oleh bang Andra,” ungkap Ningsih.

 

Diketahui, Andra Soni adalah seorang anak dari keluarga petani yang kurang beruntung secara ekonomi. Pria kelahiran 12 Agustus 1976 ini berasal dari sebuah desa kecil di Indonesia yang mana masyarakat di desa asalnya itu rata-rata bekerja sebagai petani.

 

“Jadi orang tua saya, ibu dan bapak saya, kami tinggal di desa kecil atau dusun kecil di suatu daerah dan orang tua saya bertani atau petani, karena memang di kampung kami rara-rata mengandalkan hidup dari bertani,” kata Andra Soni.

 

Andra Soni menjelaskan, kondisi perekonomian membuat sebagian masyarakat desa memilih untuk merantau, termasuk dirinya yang ikut bersama orang tuanya.


Saat berusia lima tahun, Andra ikut pergi bersama orang tuanya merantau ke Malaysia menjadi buruh kelapa sawit yang berangkat secara ilegal.


Perjalanan ke Negeri Jiran pun menjadi sebuah perjalanan yang dikenang sepanjang hidup pria berkulit sawo matang itu.


Meski berstatus ilegal di Malaysia, Andra Soni tetap diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan oleh pemerintah setempat.

 

“Saya sempat sekolah di sana sebagai anak dari pekerja tanpa dokumen, kalau dulu kasar sekali disebutnya ‘pendatang haram’Jadi kecil saya sering berkelahi sama teman-teman seusia saya karena sering di-bully sebagai ‘pendatang haram’Saya sekolah sampai kelas 5 SD, di hari libur biasanya saya bantu orang tua saya untuk memungut biji kelapa sawit,” ucapnya.

 

Setelah selesai menamatkan pendidikan di bangku SD, Andra Soni tak bisa melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena terbentur kelengkapan dokumen.


Karena itu, Andra Soni terpaksa harus pulang ke Indonesia ikut bersama sang kakak di Ciledug, Tangerang, Banten.

 Rumah sederhana orang tua Andra Soni, di Jorong Pincuran Gadang, Desa Andaleh, Luak, Kabupaten Limapuluh, Kota Sumatera Barat (foto: Ryan Dake)


Perubahan drastis terjadi saat memasuki bangku kelas dua SMP, Andra Soni diangkat sebagai anak oleh orang tua angkatnya yakni Raden Muhidin Wiranata Kusuma.


Sebagai anak angkat, Andra Soni dididik dan diperlakukan dengan sangat baik, termasuk memenuhi kebutuhan pendidikannya hingga lulus SMA.

 

Singkat cerita, Andra Soni pun terpaksa tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi karena alasan biaya.


Ia pun bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta, yang mana gaji yang diterima itu dikumpulkan untuk mendaftar kuliah di STIE Bakti Pembangunan program Diploma III.

 

Perjalanan di masa kuliah Andra Soni pun tidak mulus, proyek yang tengah digarap perusahaan tempat dirinya bekerja harus terhenti akibat krisis moneter. Alhasil, terpaksa ia harus cuti dari kuliah di semester tiga.

 

Setelah itu, Andra Soni pindah bekerja di perusahaan lain sebagai kurir surat atau tukang antar surat. Di tengah kesibukannya sebagai kurir surat, Andra Soni kembali melanjutkan kuliahnya meskipun beberapa kali terpaksa cuti kembali.

 

“Saya kerja sambil kuliah dan beberapa kali saya harus cuti, sehingga Diploma III saya selesai baru tahun 2001, saya kuliah 1996,” imbuhnya.

 

Sementara itu, karier Andra Soni di tempat kerjanya terus meningkat mulai dari posisi sales, kepala cabang, marketing manajer, hingga kemudian dipromosikan menjadi manajer.

 

Di tengah perjalanannya, Andra pun berniat untuk membangun perusahaannya sendiri.


Bermodalkan niat dan dukungan serta motivasi dari sang istri, ia pun membangun perusahaan ekspedisi sendiri bernama PT Antaran Sukses Express (AS Express), yang mana kata “AS” merupakan inisial namanya Andra Soni.


Secara perlahan dengan jerih payahnya, perusahaannya pun memiliki perwakilan di sejumlah negara.

 

Seiring berkembangnya usaha dan lingkungan, Andra Soni pun memutuskan untuk terjun ke dunia politik untuk menjadi calon anggota legislatif dari Partai Gerindra pada Pemilu 2014, dan berhasil lolos dengan perolehan suara yang cukup memuaskan.

 

Dalam perjalanan karier di dunia politik, Andra Soni diangkat sebagai Sekretaris DPD Gerindra Banten mendampingi Desmond J Mahesa. 


Kemudian, Andra Soni ditunjuk sebagai Ketua DPD Gerindra Banten menggantikan Desmond J Mahesa, yang wafat pada 24 Juni 2023.

 

Keberuntungan pun kembali terjadi saat Pemilu 2019, Andra Soni terpilih kembali. Ia pun direkomendasikan menjadi Ketua DPRD Provinsi Banten periode 2019-2024.

 

Saat ikut dalam kontestan Pilkada Banten berpasangan dengan Dimyati Natakusumah suami dari Bupati Pandeglang Irna Narulita,Andra Soni terpilih sebagai Gubernur Banten mengalahkan pasangan Airin Rachmi Diany dan Ade Sumardi. (ys/sanca)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.