Latest Post


 

SANCAnews.id – Sidah pleno uji materil UU 3/2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) dilaksanakan secara beruntun oleh Mahkamah Konstitusi dalam beberapa hari pekan ini.

 

Menariknya, permohonan yang disidangkan tak hanya berasal dari tokoh publik nasional seperti mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, melainkan juga masyarakat dari profesi yang berbeda-beda.

 

Untuk permohonan yang diajukan Din Syamsuddin bersama mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra dan 19 tokoh lainnya, dicatat MK sebagai Perkara Nomor 34/PUU-XX/2022.

 

Pada Selasa (12/4), Din Syamsuddin dkk menyampaikan perbaikan permohonan yang mulanya memohonkan pengujian secara formil dan materiil, diubah menjadi hanya menguji formil UU IKN.

 

Melalui kuasa hukumnya, Ibnu Sina Chandranegara, Pemohon menyampaikan argumentasi pengujian formil khusus berkaitan dengan pembayar pajak. Pada pokoknya para Pemohon menyadari bahwa lahirnya UU IKN dimungkinkan adanya pungutan pajak khusus.

 

"Berkaitan dengan alasan permohonan, para Pemohon berpendirian mengajukan uji formil dengan dua alasan. Pertama, terkait dengan tidak didapatnya pertimbangan atas pendapat dan hak untuk mendapatkan jawaban yang diberikan sebagaimana makna dari Putusan MK No. 91 Tahun 2020. Kedua, para Pemohon menilai lampiran kedua UU No. 3 Tahun 2022 sesungguhnya tidak pernah ada atau terlampir atau bahkan dibahas,"ujar Ibu Sina seperti dilansir alaman mkri.id.

 

Sementara itu, di hari yang sama MK menggelar sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, untuk Permohonan Nomor 39/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Sugeng, pensiunan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

 

Dala sidang tersebut, Sugeng selaku Pemohon mengatakan, pembentukan UU IKN melanggar prinsip-prinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan perumusan dan penetapannya dibuat secara tergesa-gesa dan sebatas formalitas.

 

Maka dari itu, dia memohonkan pengujian secara materiil dan formil UU 3/2022 kepada MK.

 

"Jadi, pada tanggal 29 September  Presiden mengajukan RUU tersebut ke DPR yang kemudian dibuat penetapan rapat untuk pansus. Dalam waktu singkat pula itu dilakukan pemanggilan-pemanggilan ahli hukum. Dalam waktu kurang 40 hari UU tersebut sudah disahkan oleh DPR," ujar Sugeng menyampaikan alasan pengujian formil.

 

Untuk alasan pengujian secara materiil, Sugeng berpendapat kondisi negara sedang mengalami pandemi Covid-19 membutuhkan banyak biaya dibandingkan kepentingan perpindahan ibu kota. Bukan hanya itu, Sugeng menambahkan, sebaiknya anggaran negara yang ada digunakan untuk membayar utang pemerintah, bencana alam, pembaruan alutsista TNI, pendidikan, dan Pemilu.

 

Di samping itu dia memandang, perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan akan beresiko merusak lingkungan hidup, rusaknya kehidupan fauna dan flora. Hal ini sebagai dampak pembangunan kota, perumahan penduduk, pertokoan, pasar.

 

Adapun untuk pemohon lainnya, MK juga menerima permohonan uji materiil UU IKN seorang guru honorer asal Dumai, Riau, bernama Herifuddin Daulay, dan diregistrasi sebagai Perkara Nomor 40/PUU-XX/2022, yang sudah digelar Sidang Perdana pada Rabu (13/4).

 

Dalam permohonannya, Pemohon sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang berhak dan berkecakapan melakukan upaya bela negara. Pemohon menyarankan kepada Menteri Pertahanan NKRI untuk mempersenjatai tentara-tentara daerah di wilayah perbatasan dan bibir pantai sebagai antisipasi meluasnya perang Rusia-Ukrania yang sebarannya bila terjadi dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Terkait hal tersebut, Pemohon perlu mengajukan pengujian formil dan materiil terhadap UU IKN dalam tinjauan bela negara karena undang-undang tersebut dalam proses pelaksanaannya dapat membahayakan perikehidupan berbangsa dan bernegara serta bertentangan konstitusi.

 

"“Undang-Undang IKN disahkan dalam sidang DPR pada 18 Januari 2022 dan ditanda-tangani oleh Presiden pada 15 Februari 2022. Karenanya secara administratif telah sah diundangkan, sehingga dapat diajukan pengujiannya," demikian Herifuddin Daulay. (rmol)




SANCAnews.id – Ahli hukum dan tata negara, Refly Harun kian khawatir dengan fenomena kemunculan buzzer di pentas politik Indonesia.

 

Pasalnya keberadaan buzzer ini seolah melangkahi tugas dan fungsi dari seorang juru bicara di jabatan resmi negara maupun daerah.

 

Tak heran Refly melontarkan kritik kepada buzzer supaya tahu diri kapasitasnya sebagai apa dan siapa.

 

"Dalam konsep bertata negara, saya suka mengkritik juru bicara yang tidak resmi," kata Pakar Hukum Tata Negara itu, dikutip Hops.ID di kanal Youtube pribadinya, Jumat, 15 April 2022.

 

Hal itu dikarenakan, buzzer bukan siapa-siapa dalam penyampai resmi kebijakan pemerintah maupun pejabatnya.

 

"Karena kita gak bisa pegang omongannya sebagai sebuah kebijakan pemerintah," katanya.

 

Refly memberi contoh, manakala buzzer atau pendukung Anies Baswedan berbicara soal Formula E, maka patut ditanyakan kapasitasnya sebagai apa.

 

"jadi kalau misalnya Geisz Chalifa ngomong begini tentang Formula E, nanti dengan gampangnya pemper bilang, emang Geisz Chalifa siape," ucapnya di depan Geisz Chalifa.

 

Termasuk Refly juga menyinggung buzzer maupun pendukung istana yang mencoba berlagak layaknya seorang jubir presiden.

 

"Sama halnya dengan istana, misalnya Denny Siregar, Ade Armando, Eko Kuntadi ngomong tentang istana, emang lu siape? Lu kan gak punya jabatan struktural apa-apa," ucapnya mencontohkan.

 

Seperti diketahui, perbincangan ini diulas oleh Refly Harun saat mengundang Geisz Chalifa ke Channel Youtube Refly Harun untuk diskusi bertajuk 'Relawan Dituding Pelaku Kasus Ade Armando' yang diunggah pada 15 April 2022. ***



 

SANCAnews.id – Permintaan agar Presiden Joko Widodo segera menyatakan pengunduran diri disuarakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Provinsi. Permohonan itu termaktub dalam pernyataan sikap bersama yang dibuat pada Kamis (14/4).

 

Presidium KAMI Jawa Timur, Daniel M. Rasyid mengurai alasan di balik desakan tersebut. Pertama karena masalah yang dihadapi oleh negara saat ini terlampau berat, sementara pengelolaan negara sudah amburadul.

 

“APBN makin jebol, utang pemerintah mencapai Rp 7.000 triliun lebih, dan menanggung beban bunga sekitar Rp 400 triliun setahun,” urainya dalam membacakan pernyataan KAMI Lintas Provinsi tersebut kepada redaksi, Jumat (15/4).

 

Daniel mengurai, pemerintah memiliki utang kepada Pertamina dan PLN masing-masing sekitar Rp 100 triliun, kedua BUMN strategis tersebut juga mengalami kesulitan utang yang akan jatuh tempo.

 

Di era Pemerintahan Jokowi tidak sedikit perusahaan yang harus disuntik dana penyertaan modal negara (PMN), supaya BUMN  bisa bertahan hidup. Karena utang perusahaan sangat besar seperti Garuda Indonesia, BUMN Karya, Krakatau Steel, PTPN, PT Angkasa Pura, PLN dan Pertamina.

 

Kedua, Jokowi dinilai telah keliru dalam mengelola ekonomi negara. Dalam keadaan daya beli rakyat yang merosot, pemerintah malah memaksa menaikkan pajak PPN 11 persen dan enaikkan BBM, termasuk gas dan listrik.

 

Usaha ini akan gagal memperbaiki kondisi ekonomi, karena kontraproduktif dengan usaha meningkatkan daya beli. Seharusnya pemerintah menghapus pajak dalam rangka mendongkrak daya beli dan konsumsi karena pendapatan per kapita masyarakat telah menurun drastis.

 

Ketiga, ketahanan finansial pemerintah di ujung tanduk. Pemerintah berutang ke BI dalam jumlah besar ini sebagai pelanggaran moneter yang berat. Lembaga internasional IMF telah melarang BI memberi utang pada pemerintah.

 

“Selama ini pemerintah ditopang oleh oligarki pengusaha dan tersandera oleh para mafia, salah satunya terbukti pemerintah tidak berdaya sama sekali mengendalikan harga minyak goreng,” terangnya.

 

Selanjutnya, ketidakpercayaan masyarakat dengan kemampuan Jokowi dalam mengelola negara dikhawatirkan akan berlanjut tanpa jalan keluar. Indonesia bisa terjebak dalam utang dan dikendalikan oleh oligarki, serta ketergantungan pemerintah terhadap China (RRC).

 

Kekhawatiran tersebut tergambar dari aksi unjuk rasa berbagai kalangan masyarakat, di samping tuntutan penolakan penundaan pemilu dan 3 periode, tuntutan agar Jokowi mundur menggema di setiap aksi. Termasuk aksi mahasiswa di berbagai kota.

 

“Dari sejumlah tersebut, KAMI Lintas Provinsi menyatakan dan memohon agar Presiden Jokowi segera menyatakan mundur secara baik-baik atas kemauannya sendiri. Jangan sampai mundur karena dipaksa oleh rakyat dan berisiko akan terjadi jatuhnya korban yang tidak kita inginkan bersama,” tutupnya.

 

Selain Daniel M. Rasyid, pernyataan sikap ini turut ditandatangani oleh Presidium KAMI Jawa Tengah, Mudrick SM Sangidu; KAMI DIY, Syukri Fadholi; KAMI Jawa Barat, Syafril Sjofyan; AP-KAMI DKI Jakarta, Djudju Purwantoro; KAMI Banten, Abuya Shiddiq; KAMI Sumatera Utara, Zulbadri; KAMI Riau, Muhammad Herwan; KAMI Kalimantan Barat, H. Mulyadi; KAMI Sumatera Selatan, Mahmud Khalifah Alam, S.Ag; KAMI Sulawesi Selatan, Geralz Geerhan; KAMI Kepri, Drs. H. Makhfur Zurachman M.Pd, dan KAMI Jambi, H. Suryadi. (***)



 

SANCAnews.id – Ketergantungan Presiden Joko Widodo terhadap Luhut Binsar Pandjaitan makin terlihat dengan setumpuk jabatan yang diberikan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu.

 

Meski telah diberi setumpuk tugas, mulai dari penanganan pandemi Covid-19 hingga Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Luhut baru-baru ini diberi jabatan Ketua Dewan SDA Nasional.

 

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi mengatakan, ketergantungan Jokowi terhadap Luhut terlihat begitu besar di mana Luhut saat ini mengemban sedikitnya 10 jabatan.

 

"Bisa jadi tanpa Luhut, Jokowi bukan siapa-siapa," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (15/4).

 

Kepercayaan Jokowi terhadap menterinya ini pun dinilai kontras dengan pernyataan sang presiden belum lama ini yang merasa tertampar dengan lingkarannya saat menggaungkan presiden tiga periode dan perpanjangan jabatan.

 

Soal isu tersebut, Luhut adalah salah satu menteri yang disebut mendukung perpanjangan jabatan presiden.

 

Namun apa yang diucapkan Jokowi tidak sejalan dengan kebijakan dan tindakannya terhadap anak buah, termasuk kepada Luhut.

 

"Jokowi akan pasang muka tembok, tanpa risih dan rasa malu lagi. Padahal akibatnya, Jokowi semakin hilang legitimasi dan tidak berwibawa di mata publik, juga di mata diplomat asing," pungkas Muslim. (*)



 

SANCAnews.id – Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu, mendesak Menteri Kordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, mundur dari jabatannya. Masinton menilai Luhut membikin keruh situasi kebangsaan dengan melempar isu penundaan pemilu hingga big data.

 

Diketahui, Luhut sempat menyebut ada 110 juta masyarakat yang meminta penundaan pemilu yang terangkum dalam big data. Banyak yang meragukan kesahihan data tersebut. Saat dicecar BEM Universitas Indonesia (UI) beberapa hari lalu, Luhut pun enggan membuka big data yang menjadi ujung pangkal kekisruhan.

 

Hal ini membuat Masinton Pasaribu geram dan menilai Luhut telah melakukan kebohongan dengan big datanya. Secara tegas, Masinton meminta Luhut mundur untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

 

“Pertanyaannya adalah, ke mana tuh Menko yang bukan membidangi bidang politik, [tapi] mewacanakan perpanjangan jabatan persiden, bikin hoax melalui big data. Ke mana itu orang, kenapa bukan beliau [Luhut] yang menyampaikan bahwa itu gagasan dirinya. Kenapa presiden [yang harus menerima konsekuensi]? Harusnya Menko bersikap ksatria, mundur dari seluruh jabatannya. Harusnya seperti itu sikap pemimpin,” ujar Masinton dalam sebuah wawancara dengan salah satu stasiun televisi, Rabu (13/4/2022).

 

Masinton memuji sikap ksatria Presiden Jokowi yang akhirnya berani menolak ide penundaan pemilu dengan memastikan pemilu tetap digelar sesuai jadwal tahun 2024. Dia menyebut sikap Jokowi menjadi wujud tanggung jawab pemimpin yang meredakan kekacauan yang dibikin para pembantunya.

 

“Ketika muncul gelombang penolakan perpanjangan periode masa jabatan presiden, akhirnya Presiden Jokowi menyampaikan kembali secara tegas dan gamblang bahwa tidak ada rencana agenda penundaan pemilu maupun perpanjangan masa periode jabatan presiden. Sikap ksatria Presiden Jokowi ini adalah bentuk tanggung jawab seorang pemimpin mengambil alih tindakan keblinger bawahannya yang congkak dan semena-mena kepada rakyat,” kata Masinton dalam keterangannya.

 

Pengamat politik, Rocky Gerung, juga sempat mengkritik keras Luhut yang dinilainya tidak transparan sebagai pejabat publik. Dia menyayangkan Luhut enggan membuka big data saat diminta BEM UI yang notabene akademisi.

 

“Pak Luhut sedikit gugup sebetulnya. Ia tidak menyangka akan ada pertanyaan dan argumen seperti itu. Lalu ngeles-ngeles, ‘ya itu adalah hipotesis’. Ya apa hipotesisnya kan anda udah ucapin kok [soal penundaan pemilu],” ujar Rocky.

 

Filsuf jebolan UI itu memahami apabila Luhut enggan membuka big data pada publik, termasuk mahasiswa. Namun Rocky menilai Luhut harus menerima konsekuensi dengan sikapnya itu. Menurut Rocky, Luhut bisa dibilang pembohong besar.

 

“Kalau gitu boleh bikin big lies dong kalau nggak bisa buka big data. Akhirnya ya mahasiswa mengerti bahwa ini pembohong juga. Mahasiswa UI selalu punya kemampuan untuk menahan diri saat pertanyaan tidak dijawab,” ujar Rocky Gerung. (suara)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.