Latest Post



SANCAnews.id – Analis politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun mengatakan, pemimpin yang dibutuhkan Indonesia ke depan, khususnya pada 2024 adalah mereka yang memiliki karakteristik berlawanan atau sebagai antitesa dengan pemimpin saat ini, Presiden Joko Widodo.

 

Tokoh tersebut, kata Ubedilah ada pada sosok mantan Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur, yakni Dr Rizal Ramli.

 

"Ke depan kita memerlukan pemimpin yang memiliki integritas tinggi, tegas, visioner, inovatif, demokratis, menjunjung tinggi kemanusiaan dan mengutamakan kepentingan nasional dan rakyat jelata," ujar Ubedilah, Minggu (9/1/2022).

 

Ia menegaskan, rakyat sudah bosan dengan dramaturgi politik, pencitraan, janji-janji palsu yang terus dipertontonkan oleh pemerintahan saat ini. Bahkan rakyat sudah marah dengan praktik kekuasaan korup dan oligarkis seperti saat ini.

 

Selain itu, ujarnya, pemimpin yang dibutuhkan rakyat pada 2024 adalah pemimpin yang konsisten antara perkataan dan tindakan, serta pemimpin yang mampu bekerja berbasis ilmu pengetahuan dan peduli pada masa depan anak-anak muda yang jumlahnya lebih dari 52 persen.

 

"Jika saya ditanya apakah Rizal Ramli memenuhi syarat itu? Saya mencermati pikiran-pikiran Rizal Ramli mewakili antitesa itu dan memenuhi kriteria pemimpin yang dibutuhkan Indonesia 2024 yang sedang menghadapi berbagai masalah yang sangat serius," kata Ubedilah.

 

Ubedilah mengatakan bahwa Rizal Ramli telah membuktikan dirinya tidak hanya bekerja dengan basis ilmu pengetahuan yang dimiliki, tetapi juga inovatif menghadapi berbagai tantangan.

 

Saya kira anak-anak muda saat ini makin suka dengan pemimpin model tegas, terang-terangan seperti Rizal Ramli. Ada kejujuran yang kuat dalam sikap tegasnya," tutupnya. (poskota)




SANCAnews.id – Elektabilitas PDI Perjuangan mengalami penurunan dibanding Pemilu 2019 kemarin meskipun tetap berada diurutan pertama.

 

Demikian yang tergambar dalam hasil survei yang dilakukan oleh Dinamika Survei Indonesia (DSI) yang diselenggarakan sejak 22 Desember 2021 hingga 6 Januari 2022.

 

Koordinator Survei Nasional DSI, Permadi Yuswiryanto mengatakan, pilihan masyarakat terhadap partai politik (parpol) cenderung memperlihatkan kemapanan preferensi mereka.

 

"Dua tahun terakhir, pilihan masyarakat terhadap partai tidak begitu beranjak jauh dengan hasil Pemilu 2019. Meskipun demikian, dinamika tingkat keterpilihan parpol tetap terbuka selama tiga tahun ke depan, hingga jelang Pemilu 2024," ujar Permadi dalam keterangannya yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (9/1).

 

Berdasarkan hasil survei kata Permadi, partai-partai politik yang saat ini memiliki kursi di DPR RI, hanya delapan parpol berpeluang lolos ambang batas parlemen 4 persen sebagai salah satu syarat untuk bertahan di lembaga legislatif nasional tersebut. Sedangkan partai-partai debutan baru tidak ada yang lolos melewati ambang batas.

 

"Hal ini terpotret dari pilihan responden dalam survei, ketika diminta untuk memilih parpol jika pemilu digelar saat survei dilakukan, di mana PDI Perjuangan masih menempati urutan pertama dengan tingkat elektabilitas 13,9 persen walau hasil menunjukan penurunan dibandingkan hasil Pemilu 2019," jelas Permadi.

 

Sementara diurutan kedua kata Permadi yaitu Partai Golkar dengan tingkat keterpilihan 13,6 persen dan disusul Partai Gerindra diurutan ketiga dengan angka 13,3 persen.

 

Selanjutnya disusul oleh PKS 6,7 persen, PKB 6,2 persen, Partai Nasdem 5,7 persen, Partai Demokrat 5,2 persen, dan PAN 4,2 persen.

 

"Dan partai-partai yang tidak berpeluang lolos ambang batas atau di bawah 4 persen dalam survei ini masing memiliki tingkat elektabilitas sebagai berikut, PPP 2,1 persen, Perindo 1,9 persen, Hanura 1,3 persen, PBB 1,2 persen, Garuda 1,1 persen, PSI 1,1 persen, Berkarya 0,8 persen, PKPI 0,6 persen," terang Permadi.

 

Sedangkan parpol yang sedang dalam pembentukan kepengurusan serta sedang berusaha untuk lolos sebagai peserta pemilu kata Permadi, preferensi publik dalam memilih partai tersebut jika berhasil sebagai peserta pemilu, maka Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) memiliki tingkat keterpilihan 1,8 persen, Partai Gelora 1,2 persen dan Partai Ummat 0,9 persen.

 

"Responden yang menjawab tidak tahu atau belum menentukan pilihan (undecided) sebanyak 17,7 persen," pungkas Permadi.

 

Survei ini dilakukan dengan metode multistage random sampling terhadap 1.988 orang di 34 provinsi secara proporsional dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen dan margin of error sebesar 2,2 persen. (*)


 

SANCAnews.id – Video klip lagu berjudul "Ngopi Semua" yang menampilkan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman viral di media sosial.

 

Sekilas, memang tidak ada masalah dan persoalan serius dari viralnya video tersebut.

 

Namun, jabatan Dudung Abdurachman yang menjabat KSAD, yang tidak lain pucuk tertinggi di TNI Angkatan Darat, menjadi persoalan bagi beberapa pihak.

 

Pasalnya, masih ada hal yang lebih urgen yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara ketimbang bikin video klip.

 

Pengamat politik dan Mujahid 212, Damai Hari Lubis menyebut Dudung malah ngartis dengan adanya video klip tersebut.

 

"Itu menunjukan akuntabilitas dirinya diragukan selain tidak profesional", kata Damai dalam keterangannya kepada gelora.co, Minggu (9/1/2022).

 

"Masyarakat bangsa ini banyak yang menyerukan kepada Jenderal Dudung selaku KSAD agar proaktif terkait sepak terjang KKB Papua yang melakukan pembakaran gedung-gedung sekolah asset milik Pemda Papua yang notabene milik Negara RI. KKB juga telah membantai beberapa warga sipil dan menewaskan belasan anggota TNI/Polri yang bertugas di Papua. Namun koq malah merillis video clip lagu  'Ayo Ngopi'?", terang Damai.

 

Damai pun meminta Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan mencopot Jenderal Dudung dari posisi KSAD karena sikapnya yang kurang berempati terhadap masalah Papua.

 

"Hal itu menunjukan jatidirinya tidak atau kurang bertanggungjawab terhadap tupoksi KSAD yang disandangnya.  Empatinya nampak nihil terhadap Papua yang faktanya saat ini sah sebagai wilayah kedaulatan NKRI, sementara KKB Papua nyata sedang berjuang ingin lepaskan Papua dari NKRI", tegasnya. (*)




SANCAnews.id – Anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha menyarankan agar Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Dudung Abdurachman tidak melakukan standar ganda terhadap para ulama.

 

Menurut dia, Jenderal Dudung harus menjalin hubungan baik dengan semua ulama, termasuk pendekatan terhadap ulama radikal.

 

"Yang penting Jenderal Dudung tidak melakukan standar ganda terhadap para ulama, semua harus didekati sebagai hubungan baik antara ulama dan umara. Hal itu termasuk ulama radikal sehingga ada saling pengertian dalam merawat kebhinekaan dan keutuhan NKRI," kata Tamliha kepada ANTARA di Jakarta, Minggu (9/1/2022).

 

Dia menilai menjalin silaturahim dengan semua ulama sangat penting dalam membangun kebersamaan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut dia, bisa saja ulama yang radikal dilakukan upaya pendekatan khusus sebagai bagian dari program deradikalisasi.

 

"Tidak ada salahnya jika kita mengajak elemen bangsa ini (kalangan radikal) ke arah yang benar," ujarnya.

 

Tamliha mengatakan setiap tahun TNI selalu mendapatkan tingkat kepercayaan terbaik dari masyarakat sehingga Kasad harus mempertahankan peringkat tersebut di TNI AD.

 

Menurut politisi PPP itu, kunjungan ke organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam selalu dilakukan semua petinggi TNI dari dahulu hingga saat ini.

 

Karena itu dia berpesan agar Jenderal Dudung tidak melakukan standar ganda terhadap para ulama sehingga semua harus didekati.

 

Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Dudung Abdurachman saat berkunjung ke wilayah kerja Kodam I/Bukit Barisan menyempatkan diri menemui salah satu ulama besar Sumatera Utara Buya Amiruddin di Medan, Senin (3/1).

 

Jenderal Dudung juga mengunjungi Pimpinan Muhammadiyah dan PBNU serta akan merekrut calon prajurit dari kalangan santri. (*)



 

SANCAnews.id – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menunjukan sikap berbeda antara kasus yang dialami pegiat media sosial, Ferdinand Hutahaean dan Habib Bahar Smith terkait ujaran kebencian dan keonaran di ruang publik.

 

Pada kasus Ferdinand Hutahaean yang dilaporkan terkait cuitannya yang menyebut ‘Allahmu lemah’, Menag Yaqut meminta masyarakat agar tidak terburu-buru mempolisikan Ferdinand tanpa didasari informasi yang komprehensif.

 

“Saya mengajak masyarakat untuk tidak buru-buru menghakimi Ferdinand. Kita tidak tahu apa niat sebenarnya Ferdinand memposting tentang ‘Allahmu Ternyata Lemah’ itu,” kata Yaqut di Jakarta, Jumat 7 Januari 2022 kemarin.

 

Yaqut memaklumi cuitannya Ferdinand karena status mualaf nya. Sehingga Yaqut sarankan ada tabayun.

 

“Termasuk dalam hal akidah. Jika ini benar maka Ferdinand membutuhkan bimbingan keagamaan, bukan cacian. Untuk itu, klarifikasi (tabayyun) pada kasus ini adalah hal yang mutlak,” kata Yaqut.

 

Yaqut berharap perkara Ferdinand di kepolisian bisa berjalan transparan dan segera tuntas dengan menghasilkan putusan yang seadil-adilnya.

 

Kalimat dan sikap yang berbanding terbalik ditunjukkan Menag Yaqut Cholil terhadap kasus yang dilakukan Habib Bahar bin Smith.

 

Mantan Ketua PP GP Ansor itu terkesan sangat cepat menyampaikan dukungan atas langkah kepolisian yang menetapkan Habib Bahar sebagai tersangka dan ditahan.

 

Menurut Yaqut, siapa pun yang melanggar aturan, perlu mempertanggungjawabkan di hadapan hukum.

 

“Negara ini negara hukum. Siapa pun yang melanggar hukum harus diadili. Tidak pandang bulu,” kata dia kepada wartawan, Rabu 5 Januari 2022 lalu.

 

Yaqut mengapresiasi langkah Polisi yang bergerak cepat memproses Bahar sebagai tersangka.

 

“Saya mendukung apa yang dilakukan Polri terhadap Bahar Smith,” ujarnya. (fin)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.