Latest Post

Tangkapan layar video yang kini viral 

 

JAKARTA — Keberadaan pembatas beton di laut Cilincing, Jakarta Utara, telah menjadi perbincangan hangat. Para nelayan mengeluhkan keberadaan pembatas tersebut, yang menurut mereka menyulitkan mereka menangkap ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akhirnya angkat bicara terkait foto viral pembatas tersebut.

 

Fajar, Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan verifikasi lapangan terkait keluhan nelayan Cilincing. Pembangunan tersebut merupakan proyek reklamasi di wilayah PT Karya Cipta Nusantara (KCN).

 

"Hasilnya, proyek tersebut memiliki izin lengkap dan di lapangan pemrakarsa tidak menutup akses bagi nelayan," kata Fajar, Kamis (11/9/2025).

 

Dia menjelaskan, proyek tersebut merupakan pengembangan Terminal Umum yang dibangun oleh PT. KCN. Proyek ini ditujukan untuk memperkuat konektivitas dan pertumbuhan ekonomi maritim Indonesia dengan menyediakan infrastruktur logistik yang modern dan efisien.

 

"Hal ini harus berjalan selaras sesuai dengan aturan dan penuh tanggung jawab," ujarnya. 

 

Kmenterian menegaskan akan terus mengawasi agar pelaksanaan kegiatan sesuai izin serta tidak merugikan masyarakat pesisir.

 

Fajar memastikan kepentingan nelayan merupakan prioritas.

 

"Bagi KKP, kepentingan nelayan dan kelestarian laut adalah prioritas utama," tegasnya. (fajar)

 

 

DPR Cecar Calon Hakim Agung yang Hukum Mati Ferdy Sambo. (Foto: RMOL/Faisal Aristama) 

 

JAKARTA — Calon hakim Mahkamah Agung, Alimin Ribut Sujono, dicecar pertanyaan seputar perdebatan yang masih berlangsung terkait hukuman mati.

 

Rekam jejak Alimin dalam menjatuhkan hukuman mati dalam kasus pembunuhan Ferdy Sambo telah meresahkan anggota Komisi III DPR, yang sedang melakukan uji kelayakan dan kepatutan.

 

"Tahun berapa? Sebab saya bisa nangkap nanti kasus (Ferdy Sambo) ini," tanya anggota Komisi III Benny Kabur Harman saat uji kelayakan di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 11 September 2025.

 

"Ya perkara Sambo," jawab Alimin.

 

Kemudian Benny mengonfirmasi apakah Alimin yang memvonis hukuman mati terhadap Sambo. "Iya benar kami bertiga," timpal Alimin.

 

Alimin menyatakan mendukung hukuman mati. Benny lantas bertanya alasan mengapa Alimin bersikap demikian.

 

Alimin menjawab vonis mati dijatuhkan karena menilai tingkat kejahatan terdakwa dan pengaruhnya terhadap masyarakat umum.

 

"Karena tingkat kejahatannya sedemikian rupa, bagaiamana pengaruhnya juga bisa efeknya terhadap institusi, efeknya terhadap masyarakat pada umumnya, dan dilakukan oleh orang yang seharusnya tidak demikian," ujarnya.

 

Alimin mengaku sudah dua kali memberi vonis hukuman mati. Selain kasus Sambo, dia menjatuhkan hukuman mati untuk kasus narkotika. Ia mengaku butuh perenungan mendalam sebelum memberi vonis hukuman mati.

 

"Ini dari perspektif yang berbeda, ada saatnya orang dihormati karena saya berpikir bahwa orang tersebut akan tahu kapan akan mati. Ketika dia tahu kapan mati akibat perbuatannya maka dia akan memperbaiki diri," ujar Alimin. (rmol)

 

Litao - Silfester

 

JAKARTA — Publik mengkritik perilaku selektif aparat penegak hukum yang dianggap terjadi. Isu ini mencuat setelah La Lita, yang juga dikenal sebagai Litao, ditetapkan sebagai tersangka.

 

Seperti diketahui, Litao merupakan anggota DPRD Wakatobi dari Fraksi Hanura yang telah menjadi buronan kasus pembunuhan selama 11 tahun.

 

Litao resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan anak bernama Wiranto di Desa Mandati I, Kecamatan Wangiwangi Selatan, Oktober 2014 lalu.

 

“Iya, sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” kata Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Iis Kristian.

 

Namun di sisi lain, perhatian publik kembali mengarah pada nama Silfester Matutina, sosok yang dikenal sebagai pendukung setia Jokowi.

 

Silfester dinilai memiliki rekam jejak hukum yang jelas, tetapi hingga kini belum tersentuh Kejaksaan.

 

Silfester sempat jadi sorotan setelah menuding Partai Demokrat berada di balik isu dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi serta wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Di balik manuver politiknya, rekam jejak hukumnya kembali terbongkar.

 

Berdasarkan amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 100/Pid.B/2018/PN.Jkt.Sel, yang dikuatkan Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung, Silfester terbukti menyebarkan informasi bohong yang mencemarkan nama baik Jusuf Kalla dan keluarga.

 

Dalam orasi di depan Mabes Polri pada 15 Mei 2017, Silfester menyebut, "Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Yusuf Kalla. Mari kita mundurkan Yusuf Kalla JK, karena JK menggunakan isu untuk memenangkan Anies-Sandi. Untuk kepentingan korupsi keluarga Yusuf Kalla.”

 

Pernyataan itu diputuskan sebagai fitnah. Mahkamah Agung lewat putusan kasasi tertanggal 20 Mei 2019 menolak permohonan Silfester dan memerintahkan ia menjalani hukuman penjara satu tahun.

 

Pakar hukum tata negara, Prof. Mahfud MD, ikut angkat suara soal ini.

 

“Banyak yang heran, seorang yang sudah divonis pidana penjara 1,5 tahun sejak tahun 2019 tidak dijebloskan ke penjara sampai sekarang,” kata Mahfud melalui akun X, @mohmahfudmd, awal Agustus lalu.

 

Mahfud menyayangkan lemahnya eksekusi hukum, padahal Kejagung punya Tim Tangkap Buronan (Tabur) yang aktif menangkap DPO hingga ke Papua.

 

“Ada apa sih?” ujarnya.

 

Mahfud juga menolak alasan damai dengan korban sebagai dalih Silfester bebas.

 

"Loh, proses hukum apa yang sudah dijalani? Lagi pula sejak kapan ada vonis pengadilan pidana bisa didamaikan dengan korban? Vonis yang sudah inkracht tak bisa didamaikan. Harus eksekusi,” tegasnya.

 

Kini, publik menunggu langkah Kejaksaan Agung. Setelah pihak Kepolisian berani menetapkan tersangka terhadap Litao, warganet mendesak Kejaksaan juga segera mengeksekusi Silfester Matutina, agar hukum tidak tampak tajam ke bawah, tumpul ke atas. (fajar)

 

Kapolres Metro Bekasi Komisaris Besar Pol Mustofa. (Antara/Antara)  

 

BEKASI — Seorang anggota Polsek Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, diperiksa oleh Divisi Propam Polda Metro Jaya setelah videonya viral di media sosial.

 

Dalam rekaman tersebut, ia terlihat menolak menyerahkan seorang tersangka pencuri sepeda motor yang sebelumnya telah ditangkap warga.

 

Kapolres Metro Bekasi, Komisaris Besar Mustofa, membenarkan bahwa pelaku pencurian sepeda motor telah ditahan dan sedang diproses.

 

Ia juga menekankan bahwa tindakan petugas yang terekam saat melawan pelaku tidak mencerminkan citra baik kepolisian.

 

“Anggota tersebut sudah diperiksa Propam,” ujar perwira menengah alumni Akpol 1999 ini kepada Beritasatu.com, Rabu (10/9/2025).

 

Diketahui, peristiwa itu terjadi di Kampung Jalan Layang Kongsi RT 03 RW 09, Desa Cikarang Kota, Kecamatan Cikarang Utara, pada Selasa (9/9/2025) dini hari.

 

Seorang pelaku pencurian sepeda motor tertangkap basah dan menjadi bulan-bulanan warga setelah mencoba membawa kabur dua motor dari rumah korban.

 

Korban, Ikin (31), menuturkan aksi pencurian terbongkar ketika warga mendapati dua sepeda motornya sudah berada di luar rumah dengan kondisi kunci kontak dan gembok gerbang rusak.

 

“Saya di dalam rumah, lalu tetangga membangunkan saya karena motor sudah di luar. Ada dua motor, termasuk milik tetangga saya,” ujarnya, Rabu (10/9/2025).

 

Warga yang curiga kemudian melakukan pencarian dan menemukan pelaku bersembunyi di bawah tangga rumah kontrakan. Dari tangannya, warga menemukan kunci letter T yang diduga dipakai untuk merusak motor.

 

“Awalnya saya kira tikus karena terdengar suara dari bawah tangga. Ternyata ada pelaku bersembunyi,” kata Ronal Harun (39), seorang warga.

 

Pelaku sempat dihajar massa sebelum akhirnya diamankan dan diserahkan bersama barang bukti ke Polsek Cikarang Utara sekitar pukul 04.00 WIB. **

 

Silfester Matutina menjadi misteri di sorotan publik karena putusan pengadilan belum dilaksanakan..Detikcom/Firda 

 

CIKARANG UTARA — Keberadaan terpidana Silfester Matutina masih menjadi misteri di tengah sorotan publik menyusul eksekusi putusan pengadilan yang masih tertunda.

 

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah memerintahkan jajarannya untuk segera mengeksekusi pemimpin Solidaritas Merah Putih tersebut.

 

Jaksa Agung mengatakan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan juga terus memburu yang bersangkutan untuk segera dieksekusi.

 

"Sudah, kami sudah minta (Kejari Jaksel) sebenarnya dan kita sedang dicari. Dari Kajari sedang mencari, kita mencari terus. Kita sedang mencarinya," kata Burhanuddin kepada wartawan usai peringatan HUT Kejaksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (2/9).

 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan telah memberikan instruksi agar Ketua Umum Solidaritas Merah Putih itu segera dijebloskan ke balik jeruji besi. 

 

Namun, Anang mengatakan kewenangan penuh untuk melakukan eksekusi berada sepenuhnya di Kejari Jaksel. Oleh sebab itu, kata dia, Kejagung hanya bisa memberikan saran semata.

 

"Kami sudah menyarankan untuk melakukan eksekusi, tapi, sepenuhnya ada di kewenangan jaksa eksekutor, ada di Kejari Jakarta Selatan," ujarnya kepada wartawan, dikutip Kamis (28/8).

 

Terpisah, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menyebut Kejagung masih belum mengajukan pencekalan terhadap Silfester.

 

"Sejauh ini belum ada Aparat Penegak Hukum (APH) yang meminta pencekalan (Silfester Matutina)," ujar Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto saat dihubungi lewat pesan singkat, Kamis (4/9).

 

Silfester terjerat kasus dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. Perkaranya dilaporkan oleh putra Jusuf Kalla, Solihin Kalla pada 2017 terkait ucapannya dalam orasi.

 

Dalam orasi, Silfester menuding Wakil Presiden kala itu, Jusuf Kalla menggunakan isu SARA dalam memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta.

 

Silfester kemudian dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018. Putusan itu lantas dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018.

 

Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Namun hingga saat ini putusan majelis hakim kasasi belum juga dieksekusi.

 

Silfester justru mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun belakangan, permohonan PK itu resmi digugurkan oleh Ketua Majelis Hakim I Ketut Darpawan.

 

Hakim menggugurkan PK lantaran Silfester tak kunjung menghadiri persidangan dengan sejumlah alasan, termasuk alasan sakit. Hakim menyatakan surat pernyataan dari rumah sakit terkait Silfester yang masih dirawat tak bisa diterima.

 

Sejumlah pertanyaan menurut hakim tak bisa terjawab dalam keterangan surat tersebut.

 

CNNIndonesia.com telah menghubungi Mensesneg Prasetyo Hadi dan Kepala PCO Hasan Nasbi menanyakan apakah pemerintah menaruh perhatian khusus atas kasus ini. Namun, keduanya belum merespons. (**)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.