Latest Post

Eko Patrio meminta maaf atas aksinya joget di DPR yang menjadi viral di media sosial. (Beritasatu.com/Instagram)  

 

JAKARTA — Selebriti sekaligus Anggota DPR Eko Hendro Purnomo atau akrab disapa Eko "Patrio" akhirnya meminta maaf atas insiden jogetnya di DPR. Permintaan maaf itu ia sampaikan bersama Sigit Purnomo Syamsuddin Said alias Pasha "Ungu".

 

Eko 'Patrio' meminta maaf melalui akun Instagram miliknya.

 

"Assalammualaiikum semuanya, salam sejahtera bagi kita semua dengan penuh kerendahan hati maka saya Eko 'Patrio', menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada masyarakat atas keresahan yang timbul akibat perbuatan yang saya lakukan. Dan, saya mendengar seluruh aspirasi masyarakat mengenai kekecewaan masyarakat," kata Eko 'Patrio' didampingi Pasha 'Ungu', Sabtu (30/8/2025).

 

Ia menyadari, atas perbuatannya membuat masyarakat terluka di tengah kondisi perekonomian yang sedang sulit.

 

"Saya menyadari sepenuhnya bahwa situasi ini membawa luka bagi bangsa terlebih bagi keluarga korban yang kehilangan orang tercinta maupun yang harus menanggung penderitaan akibat benturan yang terjadi," ujarnya.

 

Eko 'Patrio' berjanji akan membenahi dirinya untuk menjadi sosok yang lebih baik di masa mendatang.

 

"Tidak sedikit pun terbesit dari hati saya untuk memperkeruh suasana dan tentunya ke depan saya akan lebih berhati-hati dalam bersikap dan juga menyampaikan pendapat," ucapnya.

 

"Maka, saya berkomitmen untuk sungguh-sungguh menjalankan peran saya sebagai wakil rakyat dengan ketulusan dan keberanian dan tetap menjaga sumpah yang telah saya ikrarkan," jelasnya.

 

Eko 'Patrio' berharap agar permohonan maaf darinya bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

 

"Saya berharap permohonan maaf ini dapat diterima dan sekaligus menjadi pengingat, dan juga refleksi bagi saya untuk terus memperbaiki diri dalam menjalankan amanah serta tanggung jawab yang diberikan," tuturnya.

 

Ia meminta agar masyarakat bisa saling menjaga nama baik Indonesia secara bersama.

 

"Mari bersama-sama kita merawat persatuan dan kedamaian bangsa dan sekali lagi saya Eko ‘Patrio’ memohon maaf yang sebesar-besarnya," ungkapnya.

 

"Terima kasih, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," tutupnya. (beritasatu)

 

Rumah kediaman politisi Ahmad Sahroni di Tanjung Priok, Jakarta Utara dikepung massa, Sabtu 30 Agustus 2025. (./Istimewa) 

 

JAKARTA — Rumah anggota DPR Ahmad Sahroni di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dijarah massa pada Sabtu (30 Agustus 2025). Brankas dibobol, uang di dalamnya diambil, dan dibagikan kepada warga sekitar.

 

Massa yang memasuki rumah Sahroni langsung mengincar beberapa barang berharga, termasuk brankas tempat penyimpanan uangnya. Mobil-mobil bernilai miliaran rupiah di garasinya juga dirusak.

 

Uang hasil jarahan dari brankas tersebut kemudian dilempar dan dibagikan secara bebas kepada masyarakat yang berada di sekitar lokasi. Hal ini membuat suasana makin ricuh dan sulit dikendalikan aparat.

 

Sepatu olahraga diduga milik Sahroni ikut dijarah. Sepatu olahraga berwarna putih merk Nike tersebut dibawa seorang warga keluar dari rumahnya. Warga tersebut menenteng sepasang sepatu yang harganya cukup mahal tersebut.

 

Geger! Brankas Rumah Ahmad Sahroni Dijebol, Uang Disebar ke Massa

 

Pengepungan rumah Ahmad Sahroni itu diunggah oleh akun TikTok @m451mam secara live, Sabtu (30/8/2025). Pada akun tersebut terlihat ribuan massa telah memenuhi kediaman politisi partai Nasional Demokrat (Nasdem). "Massa sudah masuk ke dalam rumah Sahroni," kata pria yang ada di akun tersebut.

 

Belum ada keterangan resmi dari Ahmad Sahroni maupun aparat keamanan mengenai jumlah kerugian akibat penjarahan tersebut.

 

Ahmad SahroniBrankas Ahmad Sahroni Dijarah. (beritasatu)


Demonstrasi di sekitar Gedung DPR, Jakarta pada Kamis petang, 28 Agustus 2025. (Foto: RMOL/Bonfilio Mahendra) 

Oleh: Bobby Ciputra


MENGAPA rakyat marah hanya karena Rp50 juta tunjangan rumah anggota DPR? Pertanyaan ini mungkin terdengar sederhana. Toh, jumlah itu bagi sebagian kalangan elit bukan sesuatu yang mengejutkan. Tapi bagi jutaan warga Jakarta yang harus berhitung ketat antara gaji bulanan dengan biaya kontrakan, listrik, dan harga beras, Rp50 juta adalah angka yang mencolok mata.

 

Bayangkan: tunjangan satu orang anggota DPR setara dengan sepuluh kali lipat upah minimum Jakarta 2025. Sementara, rakyat kecil justru diminta untuk “mengencangkan ikat pinggang” demi stabilitas ekonomi.

                                             

Di sinilah letak masalahnya. Rakyat tidak hanya melihat angka Rp50 juta itu sebagai sekadar tunjangan. Mereka melihatnya sebagai simbol ketidakadilan, simbol jarak yang semakin jauh antara perwakilannya dan tuannya.

 

Aksi Massa: Refleksi Ketidakpuasan Kolektif

 

Protes di depan Gedung DPR RI pada 25 dan 28 Agustus 2025 bukanlah insiden yang berdiri sendiri. Aksi ini adalah manifestasi dari akumulasi kekecewaan yang sudah lama terpendam. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana isu-isu kebijakan, sekecil apa pun, dapat menjadi pemicu kerusuhan sosial jika dirasakan tidak adil.

 

Media asing seperti Bloomberg melihatnya sebagai "ketidakpastian atas kesehatan ekonomi Indonesia." Mereka melihat angka-angka: inflasi yang moderat di level 3 persen. Bloomberg, dalam laporannya dengan judul "Thousands clash with police in Jakarta as protests intensify," menangkap esensi masalah ini dengan baik.

 

Meskipun inflasi nasional secara umum terbilang moderat, laporan itu menyoroti bahwa harga-harga spesifik seperti beras dan biaya pendidikan telah "memicu ketidakpuasan atas biaya hidup." Ini adalah analogi yang kuat: bayangkan sebuah bejana besar. Inflasi moderat adalah seperti air yang mengalir perlahan, tapi kenaikan harga beras dan pendidikan adalah batu-batu besar yang dilemparkan ke dalamnya. Meskipun volume air tidak bertambah drastis, bejana itu akan terasa semakin berat, dan pada titik tertentu, ia akan retak.

 

Demikian pula dengan isu PBB. Kenaikan pajak yang mencapai 250 persen di Pati, Bone, dan Cirebon adalah contoh nyata dari bagaimana kebijakan pemerintah yang seharusnya pro-rakyat justru menjadi beban. Reaksi publik yang kuat, hingga memicu demonstrasi besar dan pencabutan kebijakan, menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi pasif. Mereka memiliki kesadaran kolektif bahwa kebijakan yang tidak adil harus dilawan.

 

Media Sosial dan Dinamika Protes

 

Pemerintah menyalahkan media sosial. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Angga Raka Prabowo, menuding ByteDance (TikTok) dan Meta sebagai biang keladi penyebaran disinformasi dan kebencian. Memang, dari interogasi 120 pelajar yang dicegah polisi, mayoritas mengaku terprovokasi ajakan di medsos, kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi. Tapi, apakah itu alasan utama? Atau justru medsos menjadi cermin yang memantulkan kemarahan nyata? Seperti api yang sudah menyala, angin dari postingan online hanya membuatnya lebih besar, bukan menciptakannya dari nol.

 

Fenomena ini adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, media sosial memfasilitasi komunikasi dan mobilisasi massa secara cepat, efisien, dan tanpa hierarki formal. Namun, menyalahkan platform media sosial saja adalah pandangan yang terlalu dangkal. Media sosial hanya berfungsi sebagai cermin yang memantulkan kondisi sosial yang ada. Jika masyarakat tidak merasa tertekan oleh kondisi ekonomi dan politik, ajakan di media sosial tidak akan seefektif itu. Ini bukan tentang platform, melainkan tentang pesan yang disampaikan dan resonansi pesan itu dengan realitas hidup masyarakat.

 

Dari DPR Api Menyebar

 

Ketika ribuan massa datang ke depan gedung DPR pada 25 Agustus 2025, mereka tidak hanya membawa spanduk. Mereka membawa amarah yang sudah lama dipendam. Bentrokan dengan aparat pun pecah, gas air mata berhamburan, ban-ban dibakar.

 

Dua hari berselang, 28 Agustus, amarah itu belum reda. Mahasiswa dan pelajar turun lagi, menolak tunjangan rumah DPR dan menuntut keadilan bagi guru honorer. Di situlah tragedi terjadi: kendaraan taktis Brimob melindas seorang pengemudi ojek online hingga tewas. Bagi banyak orang, itu bukan sekadar kecelakaan. Itu simbol betapa murahnya nyawa rakyat dibanding kenyamanan kursi kekuasaan.

 

Esoknya, ribuan pengemudi ojol mendatangi Mako Brimob Kwitang. Mereka tidak hanya marah karena satu nyawa hilang. Mereka marah karena nyawa itu seolah dianggap sepele.

 

Peristiwa tragis dilindasnya seorang pengemudi ojek online oleh kendaraan taktis Brimob adalah titik balik yang memicu gelombang kemarahan baru. Insiden ini berkembang menambah narasi protes dari isu tunjangan DPR dan pajak menyebar menjadi isu yang lebih memanas: tindakan represif aparat terhadap masyarakat sipil.

 

Solidaritas yang muncul dari tragedi ini adalah hal yang patut diperhatikan. Aksi para pengemudi ojol dan warga di Kwitang, yang menuntut keadilan bagi rekan dan saudara mereka, adalah contoh bagaimana penderitaan bersama bisa menjadi perekat yang kuat. Ini adalah bentuk perlawanan akar rumput yang murni, lahir dari rasa senasib dan sepenanggungan.

 

Sosialisme Kerakyatan: Jalan Keluar dari Luka Kolektif

 

Mengapa Sosialisme Kerakyatan relevan? Karena Sosialisme Kerakyatan berangkat dari satu gagasan sederhana: menguatkan keadilan sosial dan meningkatkan ekonomi kerakyatan. Keadilan sosial bukan berarti semua orang punya jumlah uang yang sama. Tapi keadilan berarti mereka yang punya kuasa dan privilese tidak hidup jauh di atas penderitaan rakyatnya.

 

Sosialisme Kerakyatan juga juga bicara bahwa ekonomi itu jangan menguntungkan segelintir konglomerat atau pejabat, melainkan ekonomi yang tumbuh dari rakyat: petani, nelayan, buruh, ojol, guru, pedagang kecil, dan pelaku UMKM. Negara harus hadir untuk memastikan bahwa hasil pembangunan tidak hanya menetes ke bawah kosong, tetapi benar-benar mengalir deras ke tangan rakyat.

 

Sosialisme kerakyatan bukanlah mimpi utopis atau ide asing yang dipaksakan dari luar. Ia lahir dari kenyataan sehari-hari rakyat Indonesia yang sejak lama mendambakan hidup lebih adil dan sejahtera.

 

Ketika jalan-jalan dipenuhi asap gas air mata dan kekacauan, pertanyaan paling mendasar yang harus kita jawab adalah: Apakah kita akan terus hidup dalam sistem yang menghasilkan ketidaksetaraan, atau kita akan bergerak maju untuk membangun tatanan masyarakat yang lebih adil? Ini adalah pilihan yang akan menentukan masa depan kita. **

 

*Penulis adalah Ketua Angkatan Muda Sosialis Indonesia (AMSI)


Bentrokan pecah di depan Polda Metro Jaya, Jumat (29/8). (Ryandi Zahdomo/JawaPos.com) 

 

JAKARTA — Aksi unjukrasa yang dilakukan oleh mahasiswa, pengemudi ojek daring, dan anak-anak sekolah telah meningkat di beberapa lokasi. Di Jakarta, khususnya di depan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta (Polda Metro Jaya), para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi.

 

Kekacauan antara pengunjuk rasa dan petugas polisi dimulai seiring meningkatnya protes. Para pengunjuk rasa melemparkan benda-benda seperti botol, batu, kembang api, dan bahkan bom molotov ke arah petugas polisi.

 

Massa aksi awalnya hanya menyalakan petasan kembang api, namun situasi menjadi memanas karena pendemo mengarahkan kembang api tersebut ke arah gedung Polda Metro Jaya. Selain kembang api, bom molotov juga ikut jadi senjata bagi pengunjuk rasa.

 

Polisi awalnya tidak melakukan perlawanan. Namun, para pendemo bukannya menahan serangannya tetapi kian brutal.

 

Melalui pengeras suara dari Mobil Pengurai Massa (Raisa), aparat meminta agar demonstrasi berjalan tertib.

 

"Saya himbau ke adik-adik sekalian tidak lakukan tindakan anarkis. Tidak melempar bom molotov, batu dan petasan. Sampaikan aspirasi dengan tertib," ujar petugas kepolisian.

 

Sayang, imbauan itu tidak digubris. Massa tetap menyerang hingga aparat terpaksa menembakkan water canon. Saat massa masih bertahan, polisi kemudian melakukan serangan balik dengan gas air mata.

 

Ribuan pendemo pun mulai berlarian ke arah jembatan Semanggi, sambil melempari aparat dengan batu. Polisi lantas ikut membalas lemparan batu tersebut.

 

Diketahui, aksi di Polda Metro Jaya ini dimotori oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas hadir, ditambah pelajar dan pengemudi ojek online (ojol).

 

"Estimasi 2000 mahasiswa akan turun hari ini," ujar Koordinator Pusat BEM SI, Muzammil Ihsan.

 

Massa menuntut keadilan atas tewasnya Affan Kurniawan. Menurut Muzammil, aksi kali ini menitikberatkan pada tuntutan agar proses hukum ditegakkan terhadap politisi, aparat, maupun pihak lain yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Affan.

 

"Untuk poin tuntutan kurang lebih sama seperti yang kita gaungkan pada 21 Agustus lalu, namun kali ini fokus kami menuntut proses yang adil dan sesegera mungkin dilakukan kepada politisi, aparat hukum dan siapa pun yang telah menyebabkan terbunuh dan ditahannya rakyat yang memperjuangkan haknya," jelasnya.

 

Awalnya, aksi berlangsung tertib. Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri bahkan sempat berdialog dengan mahasiswa.

 

Namun, situasi berubah drastis menjelang malam ketika massa mulai anarkis. Bentrokan tak terhindarkan, dengan polisi dan massa saling serang di sekitar Polda Metro Jaya. (fajar)


Sejumlah kendaraan dibakar massa di area Gedung DPRD Makassar, Jumat, 29 Agustus 2025. (Foto: Dokumentasi Warga) 


MAKASSAR — Api mengiringi aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Makassar, Jalan Ap Pettarani, Kota Makassar, Jumat malam, 29 Agustus 2025.

 

Kebakaran bermula dari sejumlah sepeda motor di area parkir depan Kantor DPRD Makassar yang dibakar massa.

 

Pendemo awalnya berorasi di depan Gedung DPRD. Lambat laun, massa memaksa masuk ke dalam pelataran Kantor DPRD dengan cara menjebol pagar.

 

Sama halnya di Jakarta, demo mahasiswa sejumlah kampus ini dilakukan untuk meminta keadilan atas tindakan represif aparat kepolisian terhadap demonstran.

 

Mereka juga menolak kenaikan tunjangan anggota DPR di Senayan, Jakarta.

 

Dalam rekaman yang diterima redaksi, massa tidak cukup membakar sepeda motor. Sejumlah kendaraan roda empat yang terparkir di dalam DPRD Makassar juga tak luput dari sasaran pembakaran. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.