Latest Post

Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka  

 

JAKARTA Pernyataan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bahwa parfum Gucci dan Louis Vuitton terbuat dari kemenyan saat ini sedang diselidiki. Pernyataan tersebut dianggap tidak akurat dan menyesatkan oleh beberapa pihak.

 

Banyak parfum menggunakan komponen sintetis atau versi penciuman dari kemenyan, yang berarti aroma kemenyan diciptakan secara kimiawi untuk meniru karakteristik aslinya.

 

Melalui situs resmi Louis Vuitton, terutama bagian Atlas of Perfumes, brand ini mengungkap bagaimana Jacques Cavallier-Belletrud, master perfumer mereka, menciptakan aroma khas dari bahan-bahan alami seperti magnolia, osmanthus, tuberose, jasmine sambac, iris, dan cedarwood.

 

LV juga dikenal menggunakan teknik ekstraksi modern untuk mengoptimalkan aroma bunga dan kayu berkualitas tinggi dari berbagai belahan dunia.

 

Namun, dari penelusuran terhadap katalog parfum Louis Vuitton, termasuk koleksi lengkap yang ditampilkan di situs resminya, tidak ditemukan informasi bahwa LV menggunakan frankincense atau kemenyan dalam produk parfumnya.

 

Fokus utama komposisi parfum LV lebih pada aroma floral, woody, fruity, dan leather—notably tidak menyebutkan olibanum atau kemenyan.

 

Artinya, klaim bahwa parfum Louis Vuitton terbuat dari kemenyan bisa dikatakan tidak benar. Brand ini lebih menonjolkan kemewahan dari bahan-bahan alami kelas atas, namun bukan dari jenis resin seperti frankincense.

 

Ada pun terkait parfum Gucci, berdasarkan informasi dari situs database parfum Fragrantica, beberapa varian parfum Gucci memang mengandung kemenyan.

 

Seperti Gucci Intense Oud Eau de Parfum, yang secara eksplisit mencantumkan olibanum (nama lain dari frankincense) sebagai salah satu bahan aromatik utama.

 

Parfum ini dikenal dengan aroma oriental woody yang pekat dan hangat, hasil perpaduan oud, amber, leather, dan frankincense.

 

Kandungan kemenyan memberikan karakter smoky dan resinous yang khas, sangat cocok untuk pecinta parfum dengan kesan eksotis dan mendalam.

 

Hanya saja, perlu dicatat, tidak semua parfum Gucci mengandung kemenyan. Beberapa lini khusus, seperti seri Intense Oud, yang memanfaatkan bahan tersebut.

 

Kesimpulannya, meskipun benar Gucci menggunakan frankincense, tidak berarti seluruh parfum Gucci "terbuat dari kemenyan".

 

Untuk diketahui, pernyataan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang menyebut bahwa parfum Gucci dan Louis Vuitton terbuat dari kemenyan disampaikan saat pembekalan kepada peserta Pendidikan Penyiapan dan Pemantapan Pimpinan Nasional (P4N) Angkatan 68, Senin (14/7/2025).

 

"Ibu-ibu yang pakai parfum LV, Gucci, dan lain-lain itu dari kemenyan lho," terangnya.

 

Pernyataan itu pun menuai kontroversi. Dan, sebagaimana ditulis di atas, pernyataan Wapres Gibran adalah hal yang keliru karena LV dan Gucci tidak menjadikan kemenyan sebagai bahan utama pembuatan parfumnya. (fajar)

 

Mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo/Ist 

 

JAKARTA — Keterbukaan mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sofian Effendi, terkait rekam jejak mantan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi, saat kuliah di Fakultas Kehutanan UGM, membuat ayah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka itu makin sulit membantah tudingan tersebut.

 

Demikian disampaikan Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (Aksi) Nurmadi H. Sumarta kepada RMOL, Kamis, 17 Juli 2025.

 

"Rakyat sudah muak dengan dugaan kepalsuan dan kebohongan," kata Nurmadi.

 

Akademisi Universitas Negeri Surakarta (UNS) Sebelas Maret memastikan kejujuran tetap akan menang.

 

"Kebenaran tetap akan menemukan jalan dan kemenangan. Sopo salah mesti bakal seleh," kata Nurmadi.

 

Nurmadi mengingatkan Jokowi agar tidak sombong karena masih bisa membayar pengacara maupun buzzer.

 

"Mungkin masih ada sisa kekuasaan yang membela," kata Nurmadi.

 

Sebelumnya Sofian Effendi mengungkap sejumlah kejanggalan ijazah Jokowi.

 

Sofian mengaku memperoleh informasi dari rekan-rekan Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM yang sudah menjadi guru besar.

 

Kontroversi pertama, kata Sofian, Jokowi masuk Fakultas Kehutanan UGM dengan bekal lulus SMPP Surakarta.

 

"Ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa langsung masuk UGM. Ini yang menjadi kontroversi,” kata Sofian dalam wawancaranya dengan Rismon Sianipar yang dikutip dari Balige Academy, Kamis 17 Juli 2025.

 

Menurut Sofian, pada 1980 tercatat ada dua mahasiswa bernama Hari Mulyono dan Joko Widodo masuk Fakultas Kehutanan. Hari Mulyono dikenal sebagai aktivis pendiri Sifa Gama dan lulus pada 1985.

 

“Sedangkan Jokowi, menurut profesor dan mantan dekan, tidak lulus dalam penilaian. Ada empat semester dinilai, sekitar 30 mata kuliah, IPK sekitar 2,” kata Sofian.

 

Sofian mengatakan, berdasarkan transkrip nilai yang pernah dilihatnya, IPK Jokowi tidak mencapai 2.

 

“Kalau sistemnya masih sarjana muda dan doktoral, seharusnya dia tidak lulus. Dua tahun pertama IPK-nya tidak memenuhi. Kalau memenuhi, otomatis lanjut ke sarjana,” kata Sofian.

 

Dalam kesempatan tersebut, Sofian turut menyinggung skripsi Jokowi.

 

“Saya pernah tanya, skripsinya kok kosong. Dijawab memang tidak diuji. Tidak ada tanggal dan tanda tangan penguji,” kata Sofian.

 

Sofian menyimpulkan, jika benar memiliki ijazah asli, kemungkinan itu adalah ijazah sarjana muda (BSc).

 

“Tapi kalau ijazah skripsi sarjana (S1), menurut informasi itu, Jokowi tidak punya,” tutup Sofian. (*)


Mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu 

 

JAKARTA — Mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara, Muhammad Said Didu, angkat bicara terkait beredarnya pernyataan mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sofian Effendi terkait polemik ijazah Joko Widodo alias Jokowi.

 

Dalam pernyataan yang ditandatangani Prof. Sofian pada hari Kamis, 17 Juli 2025, beliau secara resmi mencabut semua pernyataannya dalam video tersebut. Pernyataan yang dimaksud berkaitan dengan Joko Widodo, yang bukan merupakan alumni UGM.

 

"Sepertinya sesuai prediksi saya tadi pagi. Tunggu perkembangan berikutnya," kata Said Didu menanggapi surat pernyataan Prof Sofian tersebut.

 

Diberitakan sebelumnya, Said Didu mengaku mendapat kabar tentang upaya membungkam Prof Sofian atas kasus ijazah Jokowi tersebut.

 

"Baru saja saya dapat info dari Jogya bhw sedang terjadi upaya “pembungkaman” thdp Prof. Sofian Effendi krn buka kasus Ijazah Jokowi," kata Said Didu.

 

Said Didu lantas mengajak semua pihak terutama para aktivis untuk bersama-sama mendukun Prof Sofian dari upaya aparat kekuasaan untuk membungkam kasus tersebut.

 

"Mhn teman2 di Jogya menjaga beliau dan kita semua berikan dukungan kpd Prof. Sofian Effendi," imbuh Said Didu.

 

Sementara itu, pegiat media sosial, Tifauzia Tyassuma atau lebih dikenal dengan Dokter Tifa juga mengajak kepada Relawan Alumni Gadjah Mada Bergerak (Relagama) untuk mengecek sekaligus menjaga Prof Sofian dari upaya pembungkaman pihak tertentu.

 

"Teman-teman Relagama mohon check dan jaga Prof Sofyan ya…," imbuh Dokter tifa.

 

Penulis sekaligus aktivis kesehatan itu khawatir arsip Koran Kedaulatan Rakyat dan Bernas tertanggal 18 Juli 1980 yang raib dari semua perpustakan di Provinsi Yogyakarta juga terjadi pada mantan rektor UGM yang menyebut Jokowi tidak terdaftar sebagai alumni UGM.

 

"Jangan sampai beliau bernasib sama dengan Koran Kedaulatan Rakyat dan Bernas tanggal 18 Juli 1980 yang raib dari semua Perpustakaan se-Yogyakarta," sebut Dokter Tifa.

 

Sementara dalam surat pernyataan yang ditandatangani Prof Sofian pada Kamis, 17 Juli 2025, ia menyampaikan permintaan maaf atas video yang beredar tersebut.

 

“Saya menyatakan bahwa pernyataan Rektor UGM Prof. Dr. Ova Emilia tertanggal 11 Oktober 2022 memang sesuai dengan bukti-bukti yang tersedia di Universitas,” tegasnya dalam pernyataan tertulis itu.

 

Sofian juga memohon agar wawancara tersebut ditarik dari peredaran dan menyampaikan permintaan maaf kepada semua pihak yang telah disebut dalam video tersebut.

 

“Saya mohon maaf setulus-tulusnya kepada semua pihak yang saya sebutkan pada wawancara tersebut,” tulisnya. (fajar)

 

Mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo/Ist 

 

JAKARTA — Posisi mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan Jokowi, masih kuat secara politik, kendati sejumlah isu mencuat di publik, seperti dugaan ijazah palsu dan keterlibatannya dalam kasus pedagang minyak M Riza Chalid.

 

Pengamat Citra Institute, Efriza menilai kasus yang menyangkut nama Jokowi belum memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga isu-isu yang muncul hanya menggerus citra positif ayah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tersebut.

 

"Harus diakui, Jokowi hingga hari ini belum terbukti bersalah atau terlibat dalam kejahatan, sebab belum adanya vonis pengadilan, yang merubah posisi status dirinya, tetapi jika ia tercoreng citranya," ujar Efriza kepada RMOL, Kamis 17 Juli 2025.

 

"Misalnya, terpantulkan karena berbagai kasus seperti dugaan ijazah palsu, coba diungkap lagi kasus Riza Chalid. Dan ini akan dianggap oleh sebagian publik sebagai citra seorang mantan presiden yang tidak benar-benar bersih," sambungnya.

 

Menurutnya, citra negara juga tidak lantas menjadi tercoreng karena beberapa kasus hukum yang tengah berproses disebut-sebut ada keterlibatan Jokowi, dengan dugaan penyalahgunaan wewenang sebagai kepala pemerintahan.

 

"Saat ini, fakta-fakta hukumnya belum mendukung hal itu, bahkan Jokowi tampak masih tangguh dalam menghadapi berbagai problematika yang membelitnya pasca tidak lagi menjabat sebagai Presiden," tuturnya.

 

Oleh karena itu, magister ilmu politik Universitas Nasional (UNAS) itu meyakini Jokowi masih tidak tergoyahkan pengaruhnya dalam dinamika politik nasional, sehingga masih belum terbukti dalam kasus-kasus hukum yang sedang berjalan.

 

"Jokowi memang saat ini tidak lagi menjabat, tapi ia masih memiliki pengaruh politik," demikian Efriza. (**)

 

Ijazah-Jokowi 

 

JAKARTA — Baru-baru ini, publik Indonesia kembali dikejutkan oleh pengungkapan terbaru terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Jokowi. Setelah pakar forensik digital Rismon Sianipar dan alumni Relagama Bergerak mendatangi kediaman Prof. Sofian Effendi, fakta-fakta baru pun muncul.

 

Sofian, mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan bahwa Jokowi tidak ada dalam daftar alumni 1985. Menanggapi hal ini, mantan relawan Ganjar Pranowo, Palti Hutabarat, mengatakan bahwa pernyataan tersebut mengejutkan.

 

"ini mengejutkan bagi kita semua," kata Palti kepada fajar.co.id, Kamis (17/7/2025).

 

Palti bilang, jika apa yang diungkapkan Sofian benar, maka bangsa Indonesia selama sepuluh tahun terakhir menjadi korban penipuan.

 

"Kalau ini benar, maka akan menjadi sebuah tragedi besar bangsa ini yang sudah kena tipu habis-habisan," tandasnya.

 

Sebelumnya, Sofian menyinggung dugaan manipulasi data akademik saat Pratikno menjabat sebagai Rektor UGM. Ia menyebutkan bahwa nilai akademik Jokowi kala itu berada di bawah standar kelulusan.

 

"Jadi pada waktu Pratikno jadi Rektor, kan dia mengatakan, dia yang menjadikan Jokowi alumni UGM," ucap Sofian.

 

Ia bahkan menyebut adanya dugaan perubahan nilai, penambahan dokumen skripsi, hingga rekayasa data akademik agar Jokowi bisa diakui sebagai lulusan.

 

“Doa aturlah semua, yang dulu nilainya itu di bawah dua IPK-nya, kemudian diubah-ubah nilai itu. Kemudian ditambah sehingga dia lulus program sarjana, dimasukkan nilainya, dan skripsinya dimasukkan,” ungkapnya.

 

Lebih jauh, Sofian mengaku telah menelusuri langsung arsip daftar wisuda tahun 1985. Hasilnya, nama Jokowi disebut tidak tercantum.

 

“Kalau saya cari, minta pegawai saya untuk melihat daftar wisuda (1985), masuk gak dia? Di situ dia gak masuk, jadi gak ada namanya di wisuda tahun 1985. Artinya dia gak pernah ikut wisuda,” tegasnya. (**)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.