Latest Post

Potret pihak kepolisian resmi menghentikan penyidikan terkait kasus dugaan ijazah palsu Jokowi. (Sumber: Humas Polri) 

 

JAKARTA — Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri memastikan gelar Sarjana Kehutanan milik manta Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) adalah asli dan sah.

 

Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro membenarkan hal itu, usai melakukan pemeriksaan intensif terhadap laporan dugaan pemalsuan ijazah yang disampaikan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).

 

Menurut Djuhandhani, polisi telah mengantongi dokumen asli ijazah sarjana kehutanan UGM atas nama Joko Widodo dengan nomor 1120. Dokumen tersebut telah diuji di laboratorium dan dibandingkan dengan ijazah tiga teman sekelas Jokowi dari Fakultas Kehutanan UGM.

 

“Hasil uji menunjukkan bahwa dokumen asli tersebut identik secara fisik dan teknis dengan ijazah pembanding, mulai dari bahan kertas, teknik cetak, tinta, tanda tangan hingga cap stempel,” keterangan Djuhandhani dikutip pada Kamis 22 Mei 2025.

 

Penyelidikan Dihentikan

Usai dilakukan uji laboratorium dan dinyatakan bahwa dokumen yang selama ini digugat oleh TPUA dinyatakan asli, akhirnya pihak kepolisian menegaskan bahwa tidak ditemukan unsur tindak pidana dan penyelidikan pun resmi dihentikan.

 

Dalam proses penyelidikan, presiden Jokowi turut diperiksa oleh penyidik. Dalam keterangannya, Jokowi mengaku mendapat 22 pertanyaan dari penyidik yang mencakup seluruh jenjang pendidikan dari SD hingga universitas.

 

“Ada 22 pertanyaan yang disampaikan, semua seputar ijazah dari SD, SMP, SMA sampai UGM,” kata Jokowi.

 

Penyelidikan ini bermula dari laporan Ketua TPUA, Egi Sudjana yang dilanyangkan pada 9 Desember 2024. Laporan tersebut diterima Bareskrim sebagai laporan informasi dengan nomor LI/39/IV/Res.1.24./2025 pada 9 April 2025.

 

Lebih lanjut kasus dugaan ijazah palsu Jokowi ini pun menjadi bola liar dan banyak publik di internet untuk mengusut hingga kebenaran terungkap.

 

Djuhandhani pun mengatakan harapannya hasil penyelidikan ini mampu mengakhiri spekulasi publik dan memberikan kepastian hukum.

 

“Semoga ini bisa menjawab polemik yang selama ini berkembang di masyarakat,” ucapnya.

 

Hingga saat ini dugaan ijazah palsu Jokowi masih menjadi obrolan publik di jagat media sosial. (poskota)


Jokowi, Megawati, dan Hasto. (Dok: Media Center PDIP) 

 

JAKARTA — Politikus PDIP Ferdinand Hutahaean, merasa muak melihat drama yang dimainkan mantan Presiden Jokowi terkait kontroversi dugaan ijazah palsu.

 

Apalagi, usai menghadiri panggilan pemeriksaan Bareskrim Polri, Jokowi mengaku miris dengan kritikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

 

"Jokowi ini sudah terlalu banyak main drama yah soal ijazah yang dituduhkan palsu. Dan beliau kan berpegang teguh bahwa ijazahnya asli," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Rabu (21/5/2025).

 

Dikatakan Ferdinand, tidak semestinya Jokowi bersikap seperti korban ketika mendapatkan sentilan dari Megawati. Apalagi dia seorang mantan Presiden.

 

"Harusnya tidak perlu mewek yah, merasa sedih gimana gitu yah dengan sentilan ibu Mega," sesalnya.

 

"Harusnya nurani pak Jokowi itu berbicara demi kebaikan semua supaya kegaduhan ini berhenti," tambah dia. 

 

Jika demikian, kata Ferdinand, maka perdebatan yang terjadi, begitupun dengan pemerintah hingga aparat penegak hukum bisa mengurus pekerjaan yang jauh lebih penting.

 

"Supaya keterbelahan masyarakat karena masalah ini selesai, pemerintah negara, aparat hukum, tidak sibuk dengan urusan ijazah ini. Masih banyak perkara rakyat lainnya yang harus diurus Polisi," imbuhnya.

 

Ferdinand bilang, jika saja Jokowi jauh sebelum hari ini berani menunjukkan ijazahnya di depan publik, maka persoalan telah selesai.

 

"Apa susahnya sih Jokowi sejak dulu mendeklarasikan tentang ijazah, ditunjukkan secara terbuka ke publik, kan urusan selesai," tukasnya.

 

"Tapi sekarang itu semua seperti sulit. Karena rakyat sudah terlanjur tidak percaya kepada Jokowi. Dan banyak kejanggalan," sambung dia.

 

Blak-blakan, Ferdinand mengaku tidak percaya jika Jokowi betul-betul merasa sedih usai disentil Megawati.

 

"Apa yang dilakukan pak Jokowi, mewek, berkata sedih, saya tidak percaya. Karena waktu Jokowi mengatakan sebetulnya saya sedih, wajahnya tampak senyum dan sumringah kok," terangnya.

 

Kembali lagi, Ferdinand menekankan bahwa ayah dari Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka, itu hanya memainkan sebuah drama demi kepentingannya.

 

"Jadi saya pikir itu hanya sebuah drama yang dimainkan pak Jokowi supaya seolah-olah terkesan dizalimi dengan luar biasa untuk menarik simpati publik," tandasnya.

 

Ferdinand merasa kecewa, sebab Jokowi yang sebenarnya merupakan 'produk' PDIP sebelum pada akhirnya berkhianat, tidak menampilkan sikap negarawan.

 

"Saya kecewa sekali melihat pak Jokowi tidak mau bersikap negarawan, tidak melindungi rakyat, justru berhasrat memenjarakan rakyatnya, ini luar biasa bagi saya," kuncinya.

 

Sebelumnya, Presiden ke-7 Republik Indonesia, Jokowi telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Bareskrim Polri dalam kasus dugaan ijazah palsu yang dilaporkan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).

 

Seusai pemeriksaan, Jokowi sempat menunjukkan ekspresi emosional saat menjawab pertanyaan awak media.

 

Salah satu momen paling mencuri perhatian adalah ketika Jokowi dimintai tanggapan mengenai pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang menilai bahwa pembuktian ijazah tak perlu sampai ke jalur kepolisian.

 

Megawati sebelumnya menyarankan agar cukup ditunjukkan saja jika memang asli.

 

"Ketum PDIP bilang kalau ijazah asli tinggal tunjukkan enggak usah repot ke polisi?" tanya seorang wartawan kepada Jokowi.

 

Menanggapi pertanyaan itu, Presiden terlihat terdiam sejenak sebelum akhirnya berucap pelan,

 

"Saya itu sebetulnya ya, sebetulnya sedih," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

 

Ia melanjutkan bahwa dirinya prihatin apabila perkara ini terus berlanjut ke tahapan hukum berikutnya.

 

Kalau proses hukum mengenai ijazah ini maju lagi ke tahapan berikutnya. Saya kasihan, tapi ya ini kan sudah keterlaluan jadi ya kita tunggu proses hukum selanjutnya," katanya.

 

Jokowi juga menegaskan bahwa ia berharap perkara ini bisa diselesaikan dengan jelas di lembaga hukum yang sah.

 

"Ini kan supaya semuanya jelas dan gamblang, lembaga yang paling kompeten untuk dimana saya dimana saya menunjukkan ijazah saya itu ya di pengadilan nanti," tegasnya. (fajar)


Screenshot_pemeriksaan Jokwi / Net

 

JAKARTA — Pemeriksaan mantan Presiden Joko Widodo oleh Bareskrim Polri pada pekan ini terkait kontroversi ijazahnya cukup menyita perhatian publik, terutama terkait lamanya proses pemeriksaan yang dinilai sangat cepat.

 

Pengamat politik Rocky Gerung menilai pemeriksaan yang berlangsung selama satu jam untuk menjawab 22 pertanyaan itu kurang memungkinkan untuk mendalami materi perkara.

 

Dalam diskusi dengan wartawan senior Hersubeno Arief, Rocky Gerung mempertanyakan efektivitas dan keseriusan proses hukum yang berlangsung begitu cepat.

 

“Saya membayangkan bahwa Presiden Jokowi duduk berhadapan dengan penyidik lalu menjawab 22 pertanyaan dalam satu jam. Dalam 60 menit, itu artinya kira-kira 2,5 menit untuk satu pertanyaan,” ujar Rocky pada Rabu, 21 Mei 2025, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Rocky Gerung Official.

 

Ia menambahkan bahwa durasi tersebut tidak memungkinkan proses penyelidikan dilakukan secara mendalam dan menyeluruh. Rocky bahkan membandingkan dengan pengalamannya pribadi saat diperiksa di tempat yang sama.

 

“Saya pernah diperiksa di tempat yang sama dan harus minimal 4-5 jam, itu hanya untuk menjawab 20 pertanyaan,” ungkapnya.

 

Rocky menegaskan bahwa sorotan bukan pada kualitas jawaban mantan presiden, melainkan pada kedalaman proses penyelidikan yang belum memadai.

 

Ia menilai bahwa penyidikan tersebut belum menyentuh aspek substansial, terutama karena pokok perkara menyangkut keaslian ijazah yang digunakan Jokowi saat mendaftar sebagai calon presiden.

 

“Pertanyaan rakyat terhadap pejabat publik itu bukan delik, kan? Itu dasarnya,” jelas Rocky.

 

Lebih lanjut, Rocky menyoroti konteks waktu dan tempat kejadian perkara yang disebutnya terjadi ketika Jokowi masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia dan berdomisili di Istana.

 

Hal ini, menurutnya, memperkuat argumen bahwa pertanyaan publik terkait ijazah merupakan bentuk kontrol terhadap pejabat publik, bukan tindak pidana.

 

“Padahal, sebetulnya deliknya itu terjadi—tempus delicti-nya dan locus delicti-nya—bahkan itu terjadi di Istana. Ketika Jokowi berumah di Istana, bukan di Solo. Berumah di Jakarta sebagai kepala negara,” jelas Rocky.

 

Ia juga mengkritik keputusan Jokowi yang tidak segera menjawab isu tersebut saat masih menjabat sebagai presiden.

 

“Jadi masalahnya, kenapa tidak dijawab ketika presiden masih menjabat supaya tidak ada kegaduhan bertahun-tahun?”

 

Rocky menyimpulkan bahwa isu keaslian ijazah Jokowi bukan sekadar polemik pribadi, melainkan persoalan administratif yang menyangkut legitimasi dalam pencalonan presiden. Menurutnya, pertanyaan warga negara seharusnya dipandang sebagai bentuk pengawasan, bukan penghinaan atau penyebaran hoaks.

 

“Itu ijazah yang harus diperlihatkan, bukan dalam upaya untuk menuduh atau bersifat kriminal,”

 

Dengan pernyataan tersebut, Rocky Gerung memperkirakan bahwa persoalan ini tidak akan selesai dalam waktu dekat dan akan menimbulkan perdebatan akademis serta hukum yang berkepanjangan. (poskota)


Ror Suryo - Ijaah Jokowi 

 

JAKARTA — Mantan presiden Joko Widodo memenuhi panggilan pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, terkait kasus dugaan ijazah palsu. Selain memberikan keterangan, kedatangannya juga untuk mengambil ijazahnya yang sebelumnya diserahkan untuk uji forensik, Selasa, (20/5/2025).

 

Keputusan ini kemudian menuai kritik dari Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga sekaligus pakar telematika. Menurut Roy Suryo, ijazah Jokowi seharusnya disita jika memang dijadikan barang bukti dalam kasus tersebut.

 

"Harusnya ijazah itu kalau selaku barang bukti, itu disita harusnya," katanya dalam program Kompas Petang, Selasa, dilansir YouTube Kompas TV.

 

Menurutnya, ijazah tersebut harus ditunjukkan apabila Bareskrim Polri sudah mengumumkan terkait keasliannya.

 

"Kalau (ijazah) aneh juga, harusnya itu nanti ditunjukkan pada saat Bareskrim mengumumkan itu autentik atau tidak," jelasnya.

 

"Tim kami jika nanti Bareskrim mengumumkan 'ijazahnya autentik' begitu, tapi hanya narasi saja. Bagaimana bisa menunjukkan yang asli, konon kalau yang asli sudah dibawa lagi oleh Jokowi," papar Roy Suryo.

 

Pengakuan Jokowi setelah Diperiksa

 

Setelah diperiksa, Jokowi mengatakan, penyidik Bareskrim Polri mencecar sebanyak 22 pertanyaan soal laporan dugaan ijazah palsu.

 

"Ada 22 pertanyaan yang tadi disampaikan, sekitar ijazah dari SD, SMP, SMA, sampai Universitas."

 

"Juga yang berkaitan dengan skripsi, dengan kegiatan mahasiswa saya. Masih semasa itu, di sekitar itu," ungkapnya, Selasa.

 

Meski telah mengambil ijazahnya di Bareskrim, Jokowi enggan memperlihatkan ijazah tersebut dan lebih memilih untuk membukanya di pengadilan.

 

"Ijazah nanti akan kami buka pada saat diminta oleh pengadilan, oleh hakim," jelas Jokowi.

 

Sementara itu, Jokowi tak menjawab terkait apakah ijazahnya sudah diperiksa oleh Laboratorium Forensik (Labfor) Polri untuk mengetahui keasliannya.

 

Ia pun meminta hal tersebut ditanyakan pada Bareskrim Polri.

 

"Ya nanti ditanyakan ke Bareskrim," katanya.

 

Roy Suryo Dicecar Penyidik

 

Pada Kamis (15/5/2025), Roy Suryo telah menjalani pemeriksaan selama enam jam di Polda Metro Jaya.

 

Ia diperiksa sebagai saksi terlapor dalam kasus dugaan penyebaran informasi palsu dan pencemaran nama baik terkait ijazah Jokowi.

 

Dalam pemeriksaan tersebut, Roy menyebut dirinya mendapat sekitar 26 pertanyaan dari penyidik, dimulai dari latar belakang pribadi hingga penjelasan teknis terkait video yang menjadi dasar laporan.

 

"Banyak (poin pembahasannya), soal bagaimana dahulu hidup saya, kisah saya SD, SMP, SMA, S1 UGM asli, S2 UGM asli, S3 UNJ asli, kemudian apa profesi saya sekarang. Saya sekarang sebagai konsultan telematika dan multimedia," ungkap Roy Suryo kepada wartawan.

 

Roy Suryo juga mengaku sempat ditanya penyidik soal beberapa video soal tuduhan ijazah palsu Jokowi yang beredar, namun ia hanya memberikan jawaban singkat.

 

Sebab, ia merasa sebagian pertanyaan tidak relevan dengan pokok laporan yang dilayangkan pada 26 Maret 2025 itu.

 

"Ketika ditanyakan tidak terkait dengan itu ya sudah, jangan tanya saya yang tidak ada kaitan dengan itu," tegas Roy Suryo.

 

Bareskrim Polri Akan Gelar Perkara Pekan Ini

 

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan penyidik Bareskrim Polri akan melakukan gelar perkara terkait kasus dugaan ijazah palsu pada pekan ini.

 

Gelar perkara dilakukan untuk menentukan apakah kasus ini terdapat pidana atau tidak, sehingga bisa ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.

 

"Tindak lanjut berikutnya penyidik akan melakukan gelar perkara pada minggu ini."

 

"Apa yang dihasilkan dalam proses penyelidikan akan disampaikan secara terbuka dan transparan," ungkap Trunoyudo kepada wartawan, Selasa.

 

Trunoyudo menyebut saat ini proses penyelidikan kasus tersebut masih dilakukan secara simultan dan berkesinambungan dengan profesional.

 

"Tahapan tentu dilakukan secara prosedural dan profesional, kemudian juga menunggu hasil dari laboratorium forensik," imbuhnya.

 

Sebagai informasi, Bareskrim Polri mulai menyelidiki aduan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) soal tudingan ijazah palsu Jokowi.

 

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, mengatakan saat ini pihaknya sudah memeriksa puluhan saksi dalam rangka penyelidikan.

 

"Telah melakukan interview terhadap saksi sejumlah 26 orang," kata Djuhandani kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).

 

Djuhandani menyebut, puluhan saksi yang diperiksa itu berasal dari sejumlah elemen untuk menindaklanjuti aduan soal dugaan cacat hukum ijazah S1 Jokowi.

 

Saksi yang diperiksa yakni pengadu sebanyak 4 orang, staf Universitas Gadjah Mada (UGM) sebanyak 3 orang, alumni Fakultas Kehutanan UGM sebanyak 8 orang, serta Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebanyak satu orang.

 

Lalu, pihak percetakan perdana sebanyak satu orang, staf SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak 3 orang, dan alumni SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak 4 orang.

 

"(Kemudian) Ditjen Pauddikdasmen Kementerian Diknas RI sebanyak satu orang, Ditjen Dikti sebanyak satu orang, KPU Pusat sebanyak satu orang, dan KPU DKI Jakarta sebanyak satu orang," paparnya.

 

Penyidik juga sudah memeriksa sejumlah dokumen, mulai dari awal masuk Jokowi menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan sampai lulus skripsi dan beberapa dokumen lain.

 

Djuhandani mengatakan, pihaknya juga sudah melakukan uji laboratoris terhadap dokumen-dokumen itu.

 

"Telah dilakukan uji laboratoris terhadap dokumen awal masuk menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM sampai dengan lulus ujian skripsi dengan perbandingan dokumen dari teman satu angkatan yang masuk pada tahun 1980 dan lulus tahun 1985," terangnya. (tribunnews)

 

Mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Selasa, 20 Mei 2025/Ist 


JAKARTA — Mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) turut prihatin dengan maraknya isu dugaan ijazah palsu yang menggemparkan publik hingga berujung pada proses hukum.

 

"Saya itu sebetulnya ya, sebetulnya sedih. Kalau proses hukum mengenai ijazah ini maju lagi ke tahapan berikutnya," kata Jokowi kepada wartawan usai diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Selasa, 20 Mei 2025.

 

Kendati demikian, Jokowi mau tidak mau harus menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Terlebih, kasus ini dianggapnya sudah keterlaluan.

 

"Tapi ya ini kan sudah keterlaluan. Jadi, ya kita tunggu proses hukum selanjutnya. Ya saya rasa itu saja. Ya ini kan supaya semuanya jelas dan gamblang. Lembaga yang paling kompeten untuk di mana saya menunjukkan ijazah saya itu ya di pengadilan nanti," kata Jokowi.

 

Sementara dalam pemeriksaan hari ini, Jokowi mengaku telah dicecar sebanyak 22 pertanyaan. Pertanyaan itu seputar riwayat pendidikannya dari SD sampai perguruan tinggi.

 

"Ada 22 pertanyaan yang tadi disampaikan, ya sekitar ijazah, dari SD, SMP, SMA, sampai universitas," beber Jokowi.

 

Adapun penyelidikan terkait ijazah palsu Jokowi dengan didasarkan Laporan Informasi Nomor: LI/39/IV/RES.1.24./2025/Dittipidum tanggal 9 April 2025 atas nama pengadu Eggi Sudjana.

 

Dalam kasus ini, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menjelaskan bahwa pihaknya sudah memeriksa puluhan saksi dalam rangka penyelidikan.

 

"Telah melakukan interview terhadap saksi sejumlah 26 orang," kata Djuhandani kepada wartawan, Rabu, 7 Mei 2025.

 

Saksi yang diperiksa mulai dari pelapor sebanyak empat orang, staf Universitas Gadjah Mada (UGM) tiga orang, alumni Fakultas Kehutanan UGM delapan orang, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) satu orang, percetakan perdana sebanyak satu orang, staf SMA Negeri 6 Surakarta  tiga orang, serta alumni SMA Negeri 6 Surakarta empat orang.

 

Lalu, unsur pemerintahan pusat ada saksi Ditjen Paud Kementerian Dikdasmen satu orang, Ditjen Dikti satu orang, KPU Pusat satu orang dan KPU DKI Jakarta satu orang. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.