Latest Post

Screenshot_pemeriksaan Jokwi / Net

 

JAKARTA — Pemeriksaan mantan Presiden Joko Widodo oleh Bareskrim Polri pada pekan ini terkait kontroversi ijazahnya cukup menyita perhatian publik, terutama terkait lamanya proses pemeriksaan yang dinilai sangat cepat.

 

Pengamat politik Rocky Gerung menilai pemeriksaan yang berlangsung selama satu jam untuk menjawab 22 pertanyaan itu kurang memungkinkan untuk mendalami materi perkara.

 

Dalam diskusi dengan wartawan senior Hersubeno Arief, Rocky Gerung mempertanyakan efektivitas dan keseriusan proses hukum yang berlangsung begitu cepat.

 

“Saya membayangkan bahwa Presiden Jokowi duduk berhadapan dengan penyidik lalu menjawab 22 pertanyaan dalam satu jam. Dalam 60 menit, itu artinya kira-kira 2,5 menit untuk satu pertanyaan,” ujar Rocky pada Rabu, 21 Mei 2025, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Rocky Gerung Official.

 

Ia menambahkan bahwa durasi tersebut tidak memungkinkan proses penyelidikan dilakukan secara mendalam dan menyeluruh. Rocky bahkan membandingkan dengan pengalamannya pribadi saat diperiksa di tempat yang sama.

 

“Saya pernah diperiksa di tempat yang sama dan harus minimal 4-5 jam, itu hanya untuk menjawab 20 pertanyaan,” ungkapnya.

 

Rocky menegaskan bahwa sorotan bukan pada kualitas jawaban mantan presiden, melainkan pada kedalaman proses penyelidikan yang belum memadai.

 

Ia menilai bahwa penyidikan tersebut belum menyentuh aspek substansial, terutama karena pokok perkara menyangkut keaslian ijazah yang digunakan Jokowi saat mendaftar sebagai calon presiden.

 

“Pertanyaan rakyat terhadap pejabat publik itu bukan delik, kan? Itu dasarnya,” jelas Rocky.

 

Lebih lanjut, Rocky menyoroti konteks waktu dan tempat kejadian perkara yang disebutnya terjadi ketika Jokowi masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia dan berdomisili di Istana.

 

Hal ini, menurutnya, memperkuat argumen bahwa pertanyaan publik terkait ijazah merupakan bentuk kontrol terhadap pejabat publik, bukan tindak pidana.

 

“Padahal, sebetulnya deliknya itu terjadi—tempus delicti-nya dan locus delicti-nya—bahkan itu terjadi di Istana. Ketika Jokowi berumah di Istana, bukan di Solo. Berumah di Jakarta sebagai kepala negara,” jelas Rocky.

 

Ia juga mengkritik keputusan Jokowi yang tidak segera menjawab isu tersebut saat masih menjabat sebagai presiden.

 

“Jadi masalahnya, kenapa tidak dijawab ketika presiden masih menjabat supaya tidak ada kegaduhan bertahun-tahun?”

 

Rocky menyimpulkan bahwa isu keaslian ijazah Jokowi bukan sekadar polemik pribadi, melainkan persoalan administratif yang menyangkut legitimasi dalam pencalonan presiden. Menurutnya, pertanyaan warga negara seharusnya dipandang sebagai bentuk pengawasan, bukan penghinaan atau penyebaran hoaks.

 

“Itu ijazah yang harus diperlihatkan, bukan dalam upaya untuk menuduh atau bersifat kriminal,”

 

Dengan pernyataan tersebut, Rocky Gerung memperkirakan bahwa persoalan ini tidak akan selesai dalam waktu dekat dan akan menimbulkan perdebatan akademis serta hukum yang berkepanjangan. (poskota)


Ror Suryo - Ijaah Jokowi 

 

JAKARTA — Mantan presiden Joko Widodo memenuhi panggilan pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, terkait kasus dugaan ijazah palsu. Selain memberikan keterangan, kedatangannya juga untuk mengambil ijazahnya yang sebelumnya diserahkan untuk uji forensik, Selasa, (20/5/2025).

 

Keputusan ini kemudian menuai kritik dari Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga sekaligus pakar telematika. Menurut Roy Suryo, ijazah Jokowi seharusnya disita jika memang dijadikan barang bukti dalam kasus tersebut.

 

"Harusnya ijazah itu kalau selaku barang bukti, itu disita harusnya," katanya dalam program Kompas Petang, Selasa, dilansir YouTube Kompas TV.

 

Menurutnya, ijazah tersebut harus ditunjukkan apabila Bareskrim Polri sudah mengumumkan terkait keasliannya.

 

"Kalau (ijazah) aneh juga, harusnya itu nanti ditunjukkan pada saat Bareskrim mengumumkan itu autentik atau tidak," jelasnya.

 

"Tim kami jika nanti Bareskrim mengumumkan 'ijazahnya autentik' begitu, tapi hanya narasi saja. Bagaimana bisa menunjukkan yang asli, konon kalau yang asli sudah dibawa lagi oleh Jokowi," papar Roy Suryo.

 

Pengakuan Jokowi setelah Diperiksa

 

Setelah diperiksa, Jokowi mengatakan, penyidik Bareskrim Polri mencecar sebanyak 22 pertanyaan soal laporan dugaan ijazah palsu.

 

"Ada 22 pertanyaan yang tadi disampaikan, sekitar ijazah dari SD, SMP, SMA, sampai Universitas."

 

"Juga yang berkaitan dengan skripsi, dengan kegiatan mahasiswa saya. Masih semasa itu, di sekitar itu," ungkapnya, Selasa.

 

Meski telah mengambil ijazahnya di Bareskrim, Jokowi enggan memperlihatkan ijazah tersebut dan lebih memilih untuk membukanya di pengadilan.

 

"Ijazah nanti akan kami buka pada saat diminta oleh pengadilan, oleh hakim," jelas Jokowi.

 

Sementara itu, Jokowi tak menjawab terkait apakah ijazahnya sudah diperiksa oleh Laboratorium Forensik (Labfor) Polri untuk mengetahui keasliannya.

 

Ia pun meminta hal tersebut ditanyakan pada Bareskrim Polri.

 

"Ya nanti ditanyakan ke Bareskrim," katanya.

 

Roy Suryo Dicecar Penyidik

 

Pada Kamis (15/5/2025), Roy Suryo telah menjalani pemeriksaan selama enam jam di Polda Metro Jaya.

 

Ia diperiksa sebagai saksi terlapor dalam kasus dugaan penyebaran informasi palsu dan pencemaran nama baik terkait ijazah Jokowi.

 

Dalam pemeriksaan tersebut, Roy menyebut dirinya mendapat sekitar 26 pertanyaan dari penyidik, dimulai dari latar belakang pribadi hingga penjelasan teknis terkait video yang menjadi dasar laporan.

 

"Banyak (poin pembahasannya), soal bagaimana dahulu hidup saya, kisah saya SD, SMP, SMA, S1 UGM asli, S2 UGM asli, S3 UNJ asli, kemudian apa profesi saya sekarang. Saya sekarang sebagai konsultan telematika dan multimedia," ungkap Roy Suryo kepada wartawan.

 

Roy Suryo juga mengaku sempat ditanya penyidik soal beberapa video soal tuduhan ijazah palsu Jokowi yang beredar, namun ia hanya memberikan jawaban singkat.

 

Sebab, ia merasa sebagian pertanyaan tidak relevan dengan pokok laporan yang dilayangkan pada 26 Maret 2025 itu.

 

"Ketika ditanyakan tidak terkait dengan itu ya sudah, jangan tanya saya yang tidak ada kaitan dengan itu," tegas Roy Suryo.

 

Bareskrim Polri Akan Gelar Perkara Pekan Ini

 

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan penyidik Bareskrim Polri akan melakukan gelar perkara terkait kasus dugaan ijazah palsu pada pekan ini.

 

Gelar perkara dilakukan untuk menentukan apakah kasus ini terdapat pidana atau tidak, sehingga bisa ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.

 

"Tindak lanjut berikutnya penyidik akan melakukan gelar perkara pada minggu ini."

 

"Apa yang dihasilkan dalam proses penyelidikan akan disampaikan secara terbuka dan transparan," ungkap Trunoyudo kepada wartawan, Selasa.

 

Trunoyudo menyebut saat ini proses penyelidikan kasus tersebut masih dilakukan secara simultan dan berkesinambungan dengan profesional.

 

"Tahapan tentu dilakukan secara prosedural dan profesional, kemudian juga menunggu hasil dari laboratorium forensik," imbuhnya.

 

Sebagai informasi, Bareskrim Polri mulai menyelidiki aduan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) soal tudingan ijazah palsu Jokowi.

 

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, mengatakan saat ini pihaknya sudah memeriksa puluhan saksi dalam rangka penyelidikan.

 

"Telah melakukan interview terhadap saksi sejumlah 26 orang," kata Djuhandani kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).

 

Djuhandani menyebut, puluhan saksi yang diperiksa itu berasal dari sejumlah elemen untuk menindaklanjuti aduan soal dugaan cacat hukum ijazah S1 Jokowi.

 

Saksi yang diperiksa yakni pengadu sebanyak 4 orang, staf Universitas Gadjah Mada (UGM) sebanyak 3 orang, alumni Fakultas Kehutanan UGM sebanyak 8 orang, serta Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebanyak satu orang.

 

Lalu, pihak percetakan perdana sebanyak satu orang, staf SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak 3 orang, dan alumni SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak 4 orang.

 

"(Kemudian) Ditjen Pauddikdasmen Kementerian Diknas RI sebanyak satu orang, Ditjen Dikti sebanyak satu orang, KPU Pusat sebanyak satu orang, dan KPU DKI Jakarta sebanyak satu orang," paparnya.

 

Penyidik juga sudah memeriksa sejumlah dokumen, mulai dari awal masuk Jokowi menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan sampai lulus skripsi dan beberapa dokumen lain.

 

Djuhandani mengatakan, pihaknya juga sudah melakukan uji laboratoris terhadap dokumen-dokumen itu.

 

"Telah dilakukan uji laboratoris terhadap dokumen awal masuk menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM sampai dengan lulus ujian skripsi dengan perbandingan dokumen dari teman satu angkatan yang masuk pada tahun 1980 dan lulus tahun 1985," terangnya. (tribunnews)

 

Mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Selasa, 20 Mei 2025/Ist 


JAKARTA — Mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) turut prihatin dengan maraknya isu dugaan ijazah palsu yang menggemparkan publik hingga berujung pada proses hukum.

 

"Saya itu sebetulnya ya, sebetulnya sedih. Kalau proses hukum mengenai ijazah ini maju lagi ke tahapan berikutnya," kata Jokowi kepada wartawan usai diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Selasa, 20 Mei 2025.

 

Kendati demikian, Jokowi mau tidak mau harus menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Terlebih, kasus ini dianggapnya sudah keterlaluan.

 

"Tapi ya ini kan sudah keterlaluan. Jadi, ya kita tunggu proses hukum selanjutnya. Ya saya rasa itu saja. Ya ini kan supaya semuanya jelas dan gamblang. Lembaga yang paling kompeten untuk di mana saya menunjukkan ijazah saya itu ya di pengadilan nanti," kata Jokowi.

 

Sementara dalam pemeriksaan hari ini, Jokowi mengaku telah dicecar sebanyak 22 pertanyaan. Pertanyaan itu seputar riwayat pendidikannya dari SD sampai perguruan tinggi.

 

"Ada 22 pertanyaan yang tadi disampaikan, ya sekitar ijazah, dari SD, SMP, SMA, sampai universitas," beber Jokowi.

 

Adapun penyelidikan terkait ijazah palsu Jokowi dengan didasarkan Laporan Informasi Nomor: LI/39/IV/RES.1.24./2025/Dittipidum tanggal 9 April 2025 atas nama pengadu Eggi Sudjana.

 

Dalam kasus ini, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menjelaskan bahwa pihaknya sudah memeriksa puluhan saksi dalam rangka penyelidikan.

 

"Telah melakukan interview terhadap saksi sejumlah 26 orang," kata Djuhandani kepada wartawan, Rabu, 7 Mei 2025.

 

Saksi yang diperiksa mulai dari pelapor sebanyak empat orang, staf Universitas Gadjah Mada (UGM) tiga orang, alumni Fakultas Kehutanan UGM delapan orang, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) satu orang, percetakan perdana sebanyak satu orang, staf SMA Negeri 6 Surakarta  tiga orang, serta alumni SMA Negeri 6 Surakarta empat orang.

 

Lalu, unsur pemerintahan pusat ada saksi Ditjen Paud Kementerian Dikdasmen satu orang, Ditjen Dikti satu orang, KPU Pusat satu orang dan KPU DKI Jakarta satu orang. (rmol)


Andi Pramaria bersama Jokowi dan ijazahnya. (Net) 

 

JAKARTA — Hebohnya kasus dugaan ijazah palsu mantan presiden Jokowi membuat nama mantan Kepala Dinas Kehutanan NTB, Andi Pramaria, melambung tinggi. Seperti biasa, pro dan kontra tak luput dari komentar netizen Indonesia terkait kasus yang tengah ramai diperbincangkan itu.

 

Netizen pun mencoba mengungkap sisi gelap Andi Pramaria. Salah satunya diunggah oleh akun @pak.dengk3k di Instagram. Akun tersebut mengunggah foto Andi Pramaria yang berpose dengan Jokowi.

 

"Munculnya Andi Pramaria ini akan membuat semakin gaduh kasus ijazah Jokowi. Pengakuan dan kesaksian Andi menjadi tak berarti. Apalagi mengingat masa lalu Andi yang bermasalah dengan hukum," tulis akun tersebut, dikutip Selasa (20/5/2025).

 

"Andi Pramaria (dalam beberapa pemberitaan kasus korupsi sering disingkat AP) adalah mantan Kadis Kehutanan NTB yang pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Lombok Timur. Namun kemudian kasus AP di-SP3 alias dihentikan. Penghentian ini yang kemudian diprotes oleh MAKI. Dan kasus itu pun tak berlanjut," sambung akun pak.dengk3k.

 

Melansir kantor berita nasional ANTARA, pada Januari 2019 lalu, LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mencurigai penghentian penyidikan perkara pendudukan lahan Hutan Sekaroh, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, dengan tersangka korporasi asing bidang budi daya mutiara PT Autore Pearl Culture (APC) oleh Kejaksaan Negeri Lombok Timur.

 

"Patut dicurigai dan dipertanyakan adanya SP3 itu, kan udah ada tersangkanya. Kok bisa dihentikan perkaranya," kata Koordinator LSM MAKI, Boyamin Saiman, dikutip dari Antara.

 

Karena itu, dia mendesak agar Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) harus turun tangan melakukan penyelidikan internal atas kasus tersebut.

 

Ia meminta Kejaksaan Agung untuk tidak segan-segan menjatuhkan sanksi terhadap jaksa yang melakukan pelanggaran. "Jika terbukti bersalah dalam penanganan perkara itu," ucapnya.

 

Kasus ini terbongkar pada 2017, berdasarkan hasil pengembangan penerbitan 32 sertifikat hak milik (SHM) di dalam kawasan hutan lindung Sekaroh oleh Kejaksaan Negeri Lombok Timur.

 

Pada awalnya kejaksaan menemukan keberadaan bangunan milik perusahaan asing itu dari hasil pemetaan kawasan hutan lindung yang memiliki nomor register tanah kehutanan (RTK-15).

 

Dari penelusuran diketahui bahwa bangunan yang ada di dalam kawasan RTK-15 dibuat oleh pihak perusahaan sebagai sarana penunjang usaha budi daya mutiara yang berada di pesisir pantai.

 

Bangunan berupa pos pengamanan, gudang penyimpanan dan tempat tinggal karyawan itu telah berdiri di dalam kawasan RTK-15 sejak 2005. Namun dari hasil penyidikannya ditemukan adanya dugaan pelanggaran pidana korupsi terkait perizinan.

 

Berdasarkan hasil penyidikannya, PT APC kemudian ditetapkan sebagai tersangka korporasi dengan sangkaan pidana Pasal 2 dan atau Pasal 3/Pasal 5/Pasal 13/Pasal 15 dan atau Pasal 20 UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Terkait dengan penetapannya, PT APC pernah mengajukan praperadilan, namun Pengadilan Negeri Selong menolak materinya dan meminta Kejari Lombok Timur untuk kembali melanjutkan penanganan perkaranya.

 

Seiring dengan penanganannya, muncul tersangka tambahan yakni seorang aparatur negeri sipil (ASN) pemerintahan yang diketahui masih duduk di kursi jabatan Pemerintah Provinsi NTB. Pejabat tersebut berinisial AP, mantan Kepala Dinas Kehutanan NTB.

 

Peran dan keterlibatannya terendus oleh tim penyidik kejaksaan ketika AP masih menduduki jabatan Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan NTB, di tahun 2005, bertepatan dengan adanya sarana penunjang PT APC di dalam kawasan RTK-15.

 

Indikasinya, pejabat AP berperan dalam memuluskan niat perusahaan asing tersebut membuka usaha di dalam kawasan Hutan Sekaroh tanpa harus mengantongi surat izin. Dalam perannya, AP diduga menerima imbalan dari PT APC yang nilainya mencapai Rp110 juta.

 

Karena itu dalam berkasnya, AP dijerat dengan sangkaan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU RI No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menyatakan tidak ditemukan potensi kerugian negara dalam kasus dugaan pidana korupsi korporasi PT Autore Pearl Culture (APC) yang mendirikan bangunan usaha tanpa izin pemerintah di dalam kawasan Hutan Lindung Sekaroh.

 

"Awalnya bangunan APC di dalam kawasan itu, saya kira ada kerugian negaranya, tapi ternyata tidak. Jadi tidak ada unsur melawan hukumnya, tidak ditemukan kerugian negara," kata Kepala Kejari Lombok Timur Tri Cahyo Hananto. (fajar)


Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko (kiri) Humas Polri / Net 


JAKARTA — Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, proses penyidikan terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) masih terus berjalan. Ia menegaskan, penyidikan tengah dilakukan secara serentak dan berkesinambungan.

 

"Tahapan tentu dilakukan secara prosedural dan profesional kemudian juga menunggu hasil dari laboratorium forensik," ujar Trunoyudo, saat dikonfirmasi, Selasa, 20 Mei 2025.

 

Tahapan selanjutnya, kata Trunoyudo, pihak penyidik bakal melaksanakan gelar perkara pekan ini. Dia juga memastikan, pihak Bareskrim Polri akan menyampaikan hasil dari penyelidikan secara transparan. Penyidik dari Bareskrim Polri sendiri telah melakukan pemeriksaan terhadap Jokowi sebagai terlapor.

 

"Tindak lanjut berikutnya penyidik akan melakukan gelar perkara pada minggu ini. Apa yang dihasilkan dalam proses penyelidikan akan disampaikan secara terbuka dan transparan," ucap Trunoyudo.

 

Sementara itu, kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, mengatakan, kliennya menghormati kasus hukumnya. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran kliennya ketika dipanggil penyidik Bareskrim Polri untuk diperiksa. Namun demikian, saat ini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri terkait keabsahan ijazah kliennya tersebut.

 

"Kita masih menunggu, tapi kalau logika saya karena sudah dikembalikan. Mungkin artinya sudah selesai pemeriksaan puslabfornya," ucap Yakup.

 

Karena itu, Yakup berharap, agar pihak Bareskrim Polri segera memberikan keterangan terkait hasil penyelidikan tuduhan ijazah palsu tersebut. Namun demikian, pihaknya tetap menghormati tahapan demi tahapan proses hukum yang sedang berjalan tersebut.

 

"Kita semua mengungkapkan kebenaran apa adanya, jadi tidak ada persiapan khusus sebenarnya. Jadi kita menunggu saja jika memang nanti dibutuhkan apapun, kami siap. Pak Jokowi pun mengatakan yang sama, dari awal konsisten," kata Yakup. (poskota)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.