Latest Post

Aksi Indonesia Gelap, di Jakarta, Jumat (21/2) 

 

JAKARTA — Aksi Mahasiswa untuk memprotes kebijakan pemerintah dilakukan di berbagai daerah. Di Ibu Kota DKI Jakarta, massa aksi Indonesia Gelap memilih bertahan di sekitar Bundaran Patung Kuda hingga pukul 21.00 WIB.

 

Mereka tetap bertahan untuk terus menyuarakan aspirasi mereka. Ketegangan terlihat jelas saat sejumlah petasan dan bom molotov dilemparkan ke arah petugas polisi yang bertugas mengamankan aksi.

 

Tak lama kemudian, kembang api terlihat ditembakkan dari belakang kerumunan ke udara. Situasi tersebut ditanggapi oleh petugas kepolisian dengan menyampaikan imbauan melalui pengeras suara.

 

Mereka meminta massa aksi Dark Indonesia agar melaksanakan aksinya dengan tertib. Selain itu, aparat yang berjaga juga diminta untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi.

 

”Untuk petugas tidak terprovokasi dan tetap bertahan,” komando polisi dari balik pengeras suara.

 

Di tempat yang sama, Juru Bicara Aksi Indonesia Gelap, Tegar Afriansyah menyampaikan bahwa massa akan bertahan sampai pukul sembilan malam. ”Kami akan bertahan sampai jam sembilan malam,” kata dia.

 

Mereka akan bertahan sambil terus menyampaikan tuntutan kepada pemerintah yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Namun, mereka tidak meminta dan tidak berharap pihak Istana menemui massa aksi Indonesia Gelap.

 

”Kami tidak berharap ditemui oleh pihak istana, kami akan tetap bertahan dengan melakukan aksi duduk diam di (Bundaran) Patung Kuda,” imbuhnya. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah Prabowo-Gibran.

 

Secara tegas, Tegar menyatakan bahwa kalau pun diundang massa aksi Indonesia Gelap tidak akan datang ke Istana. Itu merupakan wujud sikap mereka atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil kepada masyarakat kecil.

 

”Kami tidak berharap pihak Istana menemui. Sekali pun kami diundang, kami tidak akan hadir dalam undangan tersebut,” ujarnya.

 

Aksi Indonesia Gelap di Bundaran Patung Kuda hari ini (21/2) berlangsung sejak siang. Beberapa rombongan peserta aksi bertolak ke lokasi aksi dengan melakukan long march dari Taman Ismail Marzuki.

 

Sementara peserta aksi lainnya langsung datang ke Bundaran Patung Kuda. Tidak hanya dari Jakarta, peserta aksi berdatangan dari beberapa daerah di sekitar Jakarta. (fajar)


Massa aksi 'Indonesia Gelap' di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat pada Jumat, 21 Februari 2025 

 

JAKARTA — Massa aksi 'Indonesia Gelap' terus bertambah dengan menggelar unjuk rasa di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat. Massa awalnya berkumpul di Taman Ismail Marzuki, Cikini, lalu menggelar long march ke Monas, Jumat, 21 Februari 2025.

 

Meski diguyur hujan deras, massa tetap bertahan di lokasi aksi, tepatnya di Jalan Medan Merdeka Barat depan Gedung Sapta Pesona. Arus kendaraan dari Jalan MH Thamrin menuju Harmoni melalui Jalan Medan Merdeka Barat langsung ditutup.

 

Dari atas mobil komando, massa terus menyuarakan pendapatnya mulai dari efisiensi anggaran, kabinet gemuk, penerapan program Makan Siang Gratis, hingga persoalan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).

 

Sementara itu, juru bicara Indonesia Geap, Tegar Afriansyah mengatakan aksi hari ini diikuti oleh 2.500 orang. Sebelum aksi hari ini, massa BEM SI juga menggelar aksi pada Kamis, 20 Februari 2025.

 

Dalam aksi ini, BEM SI membawa sembilan poin tuntutan, yakni: Kaji ulang Inpres Nomor 1 Tahun 2025, Transparansi status pembangunan dan pajak rakyat, Evaluasi Masif Pangan Bergizi Gratis, Tolak revisi UU Minerba yang bermasalah, Tolak Dwi Fungsi TNI, Sahkan RUU Perampasan Aset, Tingkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan nasional, Tolak impunitas dan selesaikan kasus HAM berat, dan Tolak campur tangan Jokowi dalam pemerintahan Prabowo. (rmol)



 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

BERKEMBANG opini atau pandangan seolah tak peduli bahwa Prabowo menyanjung dan membela Jokowi. Tidak perlu dikritisi karena jika nanti Prabowo goyah dan tumbang  maka Gibran akan ambil alih. Relakah kita dipimpin oleh Presiden Gibran? Opini atau pandangan seperti ini seperti benar tetapi sesungguhnya kabur. Prabowo beruntung menjalankan pola "playing victim" agar semua kebijakan menjadi dimaklumi, bahkan, didukung.

 

Gibran adalah Wapres "jadi-jadian" dalam arti jadinya dimasalahkan. Dimulai dari Putusan MK yang memperluas persyaratan, KPU yang menerima pendaftaran sebelum mengubah PKPU, skandal Fufufafa yang berkonten ujaran kebencian, pencemaran, penistaan agama, dan pornografi. Karakter kanak-kanak dan cuma kerja bagi-bagi buku atau susu. Kualitas Gibran dinilai payah.

 

Dalam kompetisi wibawa atau kompetensi antara Prabowo dengan Gibran tentu sangat jauh. Tingkat keamanan jabatan Prabowo lebih terjaga, sebaliknya Gibran rawan. Ia hanya berlindung pada cawe-cawe ayahnya Jokowi. Rakyat tentu akan memihak Prabowo dalam hal singkir menyingkirkan ketimbang kepada Gibran yang dijuluki "bocil", "samsul" atau  "fufufafa".

 

Prabowo meminta agar Gibran menjadi pasangan Wapresnya dengan harapan Jokowi akan "all out" membantu memenangkan kompetisi. Nyatanya Jokowi melakukan apa saja untuk menyukseskan anaknya. Curang pun diangga lumrah. Kini setelah sukses, Prabowo terkesan memomong dan memberi mainan pada Wapresnya. Rambut gondrong juga ikut diurusnya.

 

Ternyata isu berkembang atau mungkin dikembangkan bahwa Prabowo akan "ditelikung" di tengah jalan, dibuat berhalangan tetap dan digantikan Gibran. Ada juga isu berbasis perjanjian. Lalu publikpun dipaksa selalu curiga dan menduga-duga. Prabowo terancam, muncul manuver yang seperti membenarkan pola. Prabowo dideklarasikan sebagai Capres 2029. Dagelan politik mulai dimainkan.

 

Rakyat "dipaksa" mendukung Prabowo dengan asumsi-asumsi. Daripada Gibran, katanya. Padahal Prabowo dan Gibran, bahkan Jokowi, adalah satu kesatuan. Satu kesatuan dari kecurangan dan penghalalan segala cara dalam politik. Ketika Gibran diserang dengan tudingan akun fufufafa, maka semua memproteksi. Prabowo diam saja atau berjoget hati?

 

Penciptaan hantu ketakutan pada Gibran dan Jokowi menjadi pembenar untuk segala hal. Jika benar Gibran menakutkan sesungguhnya mudah saja untuk mengatasinya. Sikat dan ikuti ritme aspirasi rakyat yakni adili Jokowi dan makzulkan Gibran. Selesai. Tapi aneh Prabowo di samping bersukacita membiarkan Gibran, juga teriak hidup jokowi. Dipuja pujinya perusak negeri itu.

 

Akal sehat politik harus melawan paradigma sesat tersebut. Kembalikan kedaulatan pada rakyat, rakyat yang jadi penentu bukan Presiden atau Wakil Presiden atau pula Presiden bekas. Bukan permainan Istana yang diikuti, tapi genderang perang rakyat. Istana harus tunduk kepada kemauan rakyat. Bila seenaknya berbuat, maka rakyat harus lebih keras berbuat.

 

Dalam prrspektif pendek, jika benar Prabowo takut pada Gibran, ya sikat saja. Bukankah dalam tentara berlaku asas "kill or to be killed" sebagai kredo dalam pertempuran?

 

Rakyat muak disuguhi tontonan drama politik murahan. Pelecehan kedaulatan rakyat dari rezim Jokowi yang dilanjutkan Prabowo.

 

Indonesia memang gelap. Mahasiswa benar. (*)


Suasana Jl. Medan Merdeka Barat di sekitar Patung Kuda, Jakarta, Kamis, 20 Februari 2025 

 

JAKARTA — Jalan Medan Merdeka Barat sudah dapat dilalui masyarakat kembali pada Kamis malam, 20 Februari 2025. Kendaraan dari arah Jalan MH Thamrin dapat melaju lurus ke arah Harmoni.

 

Sebelumnya, jalan tersebut tidak dapat dilalui karena ditutup akibat aksi demonstrasi "Indonesia Gelap" yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa  Se-Indonesia (SI).

 

Aksi unjuk rasa yang dimulai pukul 14.40 WIB awalnya berjalan lancar, namun semakin siang massa mahasiswa semakin bertambah. Massa kemudian membakar ban bekas dan merobohkan dua pembatas beton dengan tali tambang.

 

Mereka menuntut perwakilan pemerintah menemui mereka untuk menyampaikan tuntutan mereka, seperti dilansir RMOL.

 

Tak berselang lama pukul 17.50 WIB, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi dan dua Wakil Menterinya, Bambang Eko Suhariyanto serta Juri Ardiantoro menemui massa aksi dengan pengawalan ketat.

 

Setelah menandatangani tuntutan dan berjanji melakukan pertemuan lanjutan, Prasetyo kembali dari atas mobil komando dan massa akhirnya membubarkan diri.

 

Dalam aksi ini, BEM SI membawa sembilan poin tuntutan, yakni: Kaji ulang Inpres Nomor 1 Tahun 2025, Transparansi status pembangunan dan pajak rakyat, Evaluasi besar-Besaran Makan Bergizi Gratis, Tolak Revisi UU Minerba yang bermasalah, Tolak Dwifungsi TNI, Sahkan RUU Perampasan Aset, Tingkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan secara nasional, Tolak impunitas dan tuntaskan HAM berat dan Tolak cawe-cawe Jokowi dalam pemerintahan Prabowo. (*)


Demo mahasiswa di Makassar 

 

MAKASSAR — Gelombang demonstrasi mahasiswa terus meluas di berbagai daerah di Indonesia. Termasuk di Kota Makassar. Ratusan mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) kembali turun ke jalan pada Kamis (20/2/2025) dengan memblokade Jalan AP Pettarani menggunakan ban bekas dan bambu sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah.

 

Aksi tersebut dipicu oleh kebijakan efisiensi anggaran yang dinilai merugikan sektor pendidikan. Para demonstran menyuarakan tuntutannya dengan membawa berbagai spanduk berisi kritik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

 

Beberapa tulisan yang tampak dalam aksi tersebut antara lain, "Rezim bajingan, kami butuh pendidikan gratis, bukan makan gratis", serta "Melucuti pendidikan berkedok efisiensi anggaran".

 

Rakyat dipaksa tolol oleh pemerintah Tai". Selain itu, spanduk besar bertuliskan "Efisiensi pemerintah gagal mewujudkan amanat UUD 1945" juga turut dikibarkan.

 

Dalam orasinya, seorang mahasiswa menegaskan bahwa kebijakan yang diambil pemerintah justru mengutamakan program makan gratis dibanding pendidikan gratis.

 

"Evaluasi makan bergizi gratis, rakyat cuma butuh pendidikan gratis," seru orator dengan lantang.

 

Demonstrasi ini juga menjadi bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil.

 

Salah satu isu lain yang disoroti adalah kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia terkait larangan pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram, yang sempat menyulitkan masyarakat sebelum akhirnya dicabut oleh Presiden.

 

Sementara itu, pengamat politik sekaligus Guru Besar Universitas Airlangga, Prof Henri Subiakto, menilai bahwa aksi mahasiswa ini bukanlah gerakan spontan semata.

 

Menurutnya, demonstrasi yang terjadi merupakan bentuk akumulasi kekecewaan terhadap kondisi politik saat ini, terutama bagi mahasiswa yang berpikir kritis di kampus-kampus.

 

"Demo besar yang terjadi di mana-mana itu tak hanya karena merespon keadaan Indonesia gelap yang membuat gelisah kalangan muda yang berpikir kritis," ujar Henri melalui akun X pribadinya, @henrysubiakto, dikutip Kamis (20/2/2025).

 

Ia juga menyoroti pernyataan Presiden Jokowi yang dianggap provokatif, salah satunya terkait pemerintahan Prabowo ke depan.

 

"Mosok Jokowi bilang pemerintahan Prabowo sangat kuat dan tak ada yang berani mengkritiknya," cetusnya.

 

Menurut Henri, pesan-pesan arogan dari elite politik semakin memperkuat perlawanan aktivis dan masyarakat sipil terhadap dominasi oligarki serta praktik koruptif dalam pemerintahan.

 

"Ditambah pesan-pesan arogan dari elit pemimpinnya membuat aktivis dan masyarakat sipil tertantang untuk bersatu melawan oligarki dan elit-elit koruptif," ungkapnya.

 

Aksi mahasiswa yang terjadi di berbagai kota menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa masih menjadi kekuatan besar dalam mengawal demokrasi.

 

Seiring dengan terus bergemanya tagar #IndonesiaGelap di media sosial, gelombang demonstrasi mahasiswa tampaknya belum akan mereda dalam waktu dekat. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.