Latest Post


 

SANCAnews.id – Rencana Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) mendeklarasikan dukungan Jokowi 3 periode usai lebaran Idul Fitri 2022 mendatang, mendapat kritik keras sejumlah pihak. Salah satu kritikan itu datang dari mantan sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu.

 

Said Didu mengatakan kades disogok pakai uang rakyat. Narasi kritikan Said Didu tersebut diposting melalui cuitan akun Twitternya.

 

“Kades disogok pake uang rakyat demi penambahan masa jabatan apakah rakyat setuju?” cuit Said melalui akun @msaid_didu seperti dikutip  pada Rabu (30/3/2022).

 

Said Didu mempertanyakan persetujuan rakyat dengan adanya dukungan 3 periode yang datang dari Pemerintah Desa setelah keinginan para Kades dikabulkan Presiden Joko Widodo.

 

Ketua Umum Apdesi, Surtawijaya sebelumnya mengatakan jika deklarasi ini adalah sebagai bentuk dukungan untuk Presiden Joko Widodo melanjutkan jabatannya hingga 3 periode.

 

Dia mengatakan jika deklarasi akan dilakukan usai Idul Fitri. Untuk langkah awal yang dilakukan adalah memasang spanduk 3 periode di setiap desa.

 

Surtawijaya mengatakan jika deklarasi ini adalah sebuah bentuk timbal balik antara Presiden dan pemerintah desa setelah keinginan pemerintah desa dikabulkan.

 

Salah satunya anggaran dana desa yang akan dinaikkan oleh presiden sebanyak tiga persen.

 

Surtawijaya mengklaim seluruh kepala desa setuju dengan deklarasi Jokowi 3 Periode. “Apa yang kita inginkan beliau kabulkan. Sekarang kita punya timbal balik, beliau peduli sama kita. Teman-teman sepakat 3 periode,” terang Surtawijaya.

 

Seruan Jokowi 3 periode menggema setelah diteriakkan sejumlah peserta Silaturahmi Nasional Desa 2022. Usulan itu bahkan disampaikan langsung di depan Jokowi.

 

Namun, Jokowi tidak merespon usulan yang dilontarkan para peserta tersebut. Dia hanya menyapa para peserta sambil membagikan kaos dengan gambar wajahnya.

 

Seperti diketahui, Presiden Jokowi akan memberikan dana operasional desa yang berjumlah tiga persen. Hal ini disampaikan Jokowi dalam sambutan pada silaturahmi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) pada Selasa (29/3/2022). (wartaekonomi)



 

SANCAnews.id – Rencana Asosiasi Kepala Desa Indonesia (Apdesi) mendeklarasikan mendukung Presiden Joko Widodo untuk periode ketiga dikecam aktivis hak asasi manusia (HAM) Natalius Pigai.

 

Menurut Pigai, kepala desa tidak berhak menentukan arah kebijakan demokrasi di Indonesia. Justru dia menganggap masyarakat umum yang memiliki hak tersebut.

 

"Kepala desa itu aparat negara (state obligation), rakyat yang punya hak (rights)," ujar Pigai dalam akun Twitternya, Rabu (30/3).

 

Di samping itu, mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ini juga mempertanyakan gelagat politik Apdesi dalam rencananya mendukung Jokowi tiga periode, apakah terkait dengan kebijakan pendanaan yang dikucurkan pemerintah pusat kepada desa-desa.

 

"Dasar kades karena dikasih uang desa 1,4 Miliar? Itu uang negara, perintah UU Desa," imbuhnya menegaskan.

 

Lebih lanjut, Pigai berharap persoalan ini bisa diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

"Sutawijaya Ketua (Apdesi) dan para kepala desa berpotensi dilaporkan ke KPK," tandasnya. (rmol)



 

SANCAnews.id – Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menggelar acara silaturahmi nasional 2022 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3). Dalam acara tersebut, mereka menyuarakan dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat tiga periode.

 

Acara tersebut sontak menuai polemik. Bahkan dualisme kubu Apdesi terungkap di publik. Muncul protes dari Apdesi kubu lain pimpinan Arifin Abdul Majid. Sementara, Apdesi yang menggelar acara di Istora Senayan tersebut pimpinan Surtawijaya.

 

Apdesi Kubu Arifin protes keras, dengan pernyataan dukungan Jokowi tiga periode. Bahkan, dia merasa nama organisasinya dicatut dalam acara tersebut.

 

Arifin menegaskan, Apdesi pihaknya telah mendapatkan pengesahan sebagai Organisasi Masyarakat berbadan hukum sejak 2016 sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU.0072972- AH.01.07 TAHUN 2016 dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-0001295-AH.01.08 Tahun 2021 tentang Perubahan Perkumpulan Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia dengan Ketua Umum Arifin Abdul Majid dan Sekretaris Jenderal Muksalmina.

 

”Organisasi Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia disingkat APDESI, mengutuk keras penggunaan nama organisasi kami yang dilakukan oleh orang- orang tertentu dan menggiring opini seolah-olah seluruh kepala desa yang bergabung dalam organisasi kami meminta perpanjangan masa jabatan presiden,” kata Arifin dalam siaran persnya, Rabu (30/3).

 

Arifin pun mempertanyakan pemerintah, mengapa nama organisasi masyarakat Apdesi yang sudah terdaftar di Kemenkum HAM masih boleh digunakan oleh orang yang tidak berhak.

 

“Sangat kami sayangkan telah menjustifikasi seluruh anggota APDESI masuk dalam politik praktis, khususnya polemik presiden 3 periode,” jelas dia.

 

Arifin pun meminta Polisi mengungkap aktor intelektual yang telah menggiring isu seolah seluruh Anggota Apdesi mendukung perpanjangan masa jabatan presiden. Termasuk, telah mencemarkan kehadiran Presiden Jokowi karena akan mendapat dukungan untuk bisa menjadi presiden 3 periode dari seluruh anggota Apdesi.

 

“Mengharapkan semua teman-teman media dapat membantu meluruskan informasi ini kepada masyarakat sehingga tidak terjadi penyesatan dan distorsi Informasi yang merugikan kelembagaan dan Anggota APDESI seluruh Indonesia,” tutup pernyataan Arifin.

 

Dalam acara Apdesi di Istora kemarin, muncul pernyataan Jokowi 3 Periode hingga Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menjadi Presiden setelah Jokowi.

 

Pernyataan itu disampaikan perwakilan desa asal Provinsi Aceh bernama Muslim yang meneriakkan Jokowi 3 Periode. Momen itu diteriakannya saat sesi tanya jawab dengan Luhut.

 

Awalnya, Muslim menjelaskan kondisi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Harapannya, Presiden Jokowi bisa memindahkan kantor pengurus TNGL dari Medan ke Aceh. Dia juga meminta adanya pemberdayaan di kawasan hutan tersebut.

 

Permohonan itu diutarakannya lewat Luhut. Hingga di ujung aspirasinya Muslim berteriak Jokowi 3 periode.

 

"Tolong ini sebagai permintaan kami kepada Bapak. Saya yakin Bapak bisa mengabulkannya dan Pak Presiden bisa mengabulkannya. Jokowi 3 periode, setuju?," teriak Muslim di acara Apdesi di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3).

 

"Setuju!" teriak sebagian peserta.

 

Sementara, perwakilan Desa Pasir Wangi, Jawa Barat bernama Sutisna menanyakan kepada Luhut apakah siap dicalonkan Presiden setelah Jokowi. Luhut hanya menjawab agar di doakan sehat-sehat.

 

"Pertanyaan saya, apakah Bapak siap dicalonkan sebagai presiden setelah Bapak Jokowi lengser?" kata Sutisna disambut heboh peserta.

 

"Setelah Pak Jokowi lengser, saya yakin bapak bakal banyak membantu kemajuan desa di seluruh Indonesia," tambah Sutisna.

 

"Hatur Nuhun Kang Sutisna. Satu saja permintaan saya, boleh? Doain kami sehat-sehat, kalau saya, kita hidup itu harus tahu diri. Saya ulangi ya saya nasihat sbg orang tua. Semua di bawah langit ini ada waktunya, jadi kita enggak boleh cita-cita yang aneh aneh," jawab Luhut.

 

Luhut menyatakan tidak mau menjadi Presiden setelah Jokowi. Dia hanya fokus menuntaskan tanggung jawabnya di pemerintahan.

 

"Saya nggak mau, saya pikir ada waktunya saya pensiun. Tidak mimpi saya jadi wakil presiden atau presiden, biarlah yang lain. Saya hanya menuntaskan tanggung jawab yang diberikan presiden kepada saya," kata Luhut. (merdeka)



 

SANCAnews.id – Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Arifin Abdul Majid meminta masyarakat tidak mengatasnamakan APDESI untuk kepentingan pribadi. Hal ini disampaikan setelah ada sekelompok orang yang mengatasnamakan APDESI yang mendukung pemerintahan Presiden Jokowi diperpanjang.

 

“Saya meminta kepada masyarakat untuk tidak mencatut nama APDESI atau pengurus APDESI untuk kepentingan tertentu. Kami dari APDESI yang sah dan memegang SK dari Kemenkum HAM keberatan jika ada sekelompok orang mengatasnamakan APDESI untuk kepentingan di luar tupoksi apalagi soal politik,” kata Arifin kepada VOI, Rabu 30 Maret.

 

Arifin mengakui bahwa menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara dan dilindungi konstitusi tapi bukan berarti pendapat yang disampaikan bisa melanggar konstitusi lain.

 

“Kami saat dilantik berjanji dan bersumpah untuk taat kepada konstitusi. Jadi tidak mungkin kami dari APDESI menyampaikan secara resmi mendukung sesuatu yang melanggar konstitusi seperti melanggar UUD 1945 dalam hal perpanjangan masa jabatan presiden yang jelas tertulis hanya dua periode,” ujarnya.

 

Dia pun menilai sekelompok orang yang mengatasnamakan APDESI untuk kepentingan politik membuat seolah APDESI tidak mengerti hukum dan tidak taat kepada hukum dasar di Indonesia.

 

“Kalau tidak segera diluruskan ini akan menjadi boomerang bagi APDESI karena seolah para kepala des aini tidak mengerti konstitusi dan tidak mengerti ap aitu hukum,” imbuhnya.

 

Dia juga meminta kepada masyarakat jika ingin menyampaikan sesuatu lebih baik membuat organisasi lain.

 

“Kami dari APDESI taat Pancasila dan konstitusi jadi jika ada orang mau buat organisasi terkait sikap politiknya silahkan tapi jangan mencatut nama APDESI,” pungkasnya. (voi)



 

SANCAnews.id – Aturan vaksin booster menjadi syarat bagi pemudik mendapat kritikan dari banyak kalangan, salah satunya politisi PKS Netty Prasetiyani. Anggota Komisi IX DPR RI itu menilai aturan itu tidak relevan.

 

Netty Prasetiyani mengatakan, status pandemi saat ini  relatif terkendali. Vaksinasi dosis satu dan dua juga sudah di atas 70 persen. Artinya tingkat herd immunity sudah lebih tinggi.

 

“Jadi, kurang tepat jika vaksin booster jadi syarat perjalanan mudik," kata Netty.

 

Netty memandang kebijakan tersebut akan membuat orang kota yang akan mudik mencari vaksin ketiga. Ia berpendapat, lebih baik stok vaksin yang ada didistribusikan ke daerag yang capaian vaksinasinya masih rendah.

 

"Jangan sampai pemudiknya sudah booster tapi yang dikunjungi justru belum vaksin sama sekali,” usulnya.

 

Netty kemudian mengurai indikais status pandemi terkendali. Saat ini sudah banyak diberlakukan pelonggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah.

 

"Misalnya, PCR dan rapid test antigen tidak lagi menjadi syarat  naik pesawat, tapi cukup dengan bukti vaksin dosis lengkap. Anak-anak di bawah 6 tahun sebagai pelaku perjalanan domestik juga tidak harus PCR atau antigen," terang Netty.

 

Lebih lanjut, Netty menyebutkan bahwa WNA dan pelaku perjalanan luar negeri saat ini sudah tidak diwajibkan melakukan karantina. Apalagi, saat perhelatan Moto GP di Lombok beberapa hari lalu juga tidak berlakukan aturan ketat.

 

Netty menekankan, pemerintah tidak boleh memberi beban tambahan kepada masyarakat. Apalagi mengeleurkan kebijakan yang cenderung tidak singkron.

 

"Jadi aneh dan kurang relevan kalau tetiba pemerintah  seperti ingin mengetatkan kebijakan dengan aturan wajib vaksin booster jika akan mudik," pungkas Netty. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.