Latest Post


 

SANCAnews.id – Kuasa hukum mantan Sekretaris Umum (Sekum) Front Pembela Islam (FPI) Munarman membantah kabar tuntutan hukuman mati dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).

 

Bantahan itu disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa Munarman, Azis Yanuar atas berita-berita yang menyebut bahwa kliennya dituntut hukuman mati oleh JPU.

 

"Hoax," ujar Azis kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis sore (3/2).

 

Apalagi disebutkan bahwa Munarman dituntut hukuman mati karena merupakan salah satu petinggi di FPI.

 

"Itu hoax yang kalau dilakukan Edy Mulyadi dan HRS (Habib Rizieq Shihab) bisa dipidana," kata Azis.

 

Padahal kata Azis, agenda persidangan terdakwa Munarman masih pembuktian keterangan para saksi dari JPU. Sehingga, agenda persidangan pembacaan tuntutan JPU masih lama waktunya.

 

"Agenda (sidang) masih saksi dari JPU," pungkas Azis. *



 

SANCAnews.id – Pelaksanaan teknis Pemilu Serentak 2024 masih menyisakan tanda tanya besar. Ini lantaran Pilpres dan Pileg yang digelar secara bersamaan, sehingga ambang batas pencalonan presiden dipertanyakan. Pasalnya, menggunakan threshold hasil pileg sebelumnya dirasa tidak rasional lagi dan tidak representatif.

 

Menanggapi ramainya perdebatan tentang presidential threshold mana yang akan dipakai pada Pilpres 2024, tokoh senior DR. Rizal Ramli kembali mengeluarkan terobosan ide out of the box-nya.

 

Menurutnya, penyelenggaraan pilpres yang ada di Indonesia saat ini tidak merepresentasikan penguatan sistem presidensial. Ini lantaran penyelenggaraan pilpres yang digelar dengan mengekor pada ambang batas yang ditentukan pileg.

 

Padahal, jika ingin sistem presidential kuat, maka pencalonan pilpres tidak perlu berbasis pileg. Bahkan pilpres seharusnya digelar lebih dahulu ketimbang pileg.

 

“Kalau mau ikut sistem presidential, pilih presiden dulu, baru 3 bulan kemudian pilih anggota DPR dan DPRD,” ujar Rizal Ramli lewat akun Twitter pribadinya, Kamis (3/2).

 

Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu yakin penyelenggaraan pilpres lebih dahulu ketimbang pileg akan membuat sistem presidential kual.

 

Di satu sisi, penyelenggara pemilu juga lebih mudah dalam bekerja. Sehingga, kematian ratusan petugas pemilu bisa dihindari.

 

“Efek coat-tail akan buat sistem presidential kuat. Petugas KPU juga tidak stress dan overwerk, sehingga tidak perlu ratusan meninggal,” tutup Rizal Ramli. (rmol)



 

SANCAnews.id – Keputusan pengesahan Undang Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) sebaiknya segera dibatalkan. Alasannya, karena dalam pembahasan prematur dan bertentangan dengan UUD 1945.

 

Demikian pandangan pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Andi Yusran saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (2/2).

 

Menurut Andi, perlu diperjelas terlebih dahulu bentuk pemerintahan apa yang akan dijalankan di IKN. Sebab, jika IKN merupakan wilayah otonom, maka kepala daerahnya wajib dipilih oleh publik melalui proses politik seperti pemilihan umum (Pemilu).

 

Namun demikian, kata Andi, jika wilayah atau daerah tersebut bersifat administratif, maka kepala pemerintahan atau nama lain mesti berasal dari aparatur negara yang disingkat mengikuti prosedur baku.

 

Ia mencontohkan, jabatan Walikota administratif di DKI Jakarta maka walikotanya diangkat dari aparatur negara yang menenuhi syarat.

 

"Sementara walikota daerah otonom wajib dipilih oleh rakyat melalui pemilu (kada), pertanyaannya adalah apa bentuk daerah atau wilayah tempat IKN tersebut berada?" demikian kata Andi.

 

Andi berpandangan banyak kerancuan dalam UU IKN. Bahkan ia menilai UU IKN yang telah disahkan 18 Januari lalu itu isinya berantakan.

 

Atas dasar itulah ia menyarankan UU IKN dibatalkan.

 

"Memberi indikadi kuat bahwa UU tersebut prematur, dibuat dengan tanpa melibatkan pakar penerintahan dan tara negara. Dua opsinya; pemerintah segera membatalkan atau menunggu ‘pembatalan’ oleh MK," pungkas Andi. *



 

SANCAnews.id – Musikus Tri Suaka sempat gerah dengan berbagai komentar pedas terkait video konsernya di Subang, yang menuai kecaman karena dianggap melanggar protokol kesehatan (prokes).

 

Melalui akun miliknya di Instagram, Tri Suaka angkat bicara dan memberikan penjelasan perihal konser yang digelar pada Minggu (30/1/2022).

 

“Kita tuh sudah dua tahun ya, enggak boleh istilahnya ngadain acara kayak gitu,” kata Tri Suaka, dalam video yang diunggah di Instagram Story miliknya, Selasa (1/2/2022).

 

Dia pun meminta agar video tersebut tidak digiring menjadi opini yang meresahkan masyarakat.

 

“Jadi, menurut saya enggak usah terlau digoreng-goreng lagi,” lanjut Tri Suaka.

 

Menurut Tri Suaka, jika video itu terus dibicarakan publik maka akan terus viral.

 

“Nanti kalau digoreng-goreng mulu naik lagi,” tuturnya.

 

Dia juga menegaskan bahwa dirinya sudah melakukan dua kali vaksin Covid-19. Selain itu, dia hanya bekerja secara profesional.

 

Musikus Tri Suaka sempat gerah dengan berbagai komentar pedas terkait video konsernya di Subang, yang menuai kecaman karena dianggap melanggar protokol kesehatan (prokes).

 

“Kami hanya diundang untuk mengisi acara. Kami hanya profesional kerja,” ujar Tri Suaka.

 

Buntut dari video viral itu, Pemerintah Kabupaten Subang menutup Taman Anggur Kukulu Pagedan Barat sejak 1 hingga 3 Februari 2022. (pojoksatu)



 

SANCAnews.id – Atraksi barongsai di Festival Citylink Mal Bandung yang berlangsung saat perayaan Imlek, Selasa (1/2/2022) tengah viral di media sosial. Sebab, pagelaran itu mengakibatkan kerumunan ribuan orang di satu tempat yang sama.

 

Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengunggah video yang viral tersebut di akun Instagramnya @pandu.riono. Dia mengkritik sikap masyarakat yang tidak memikirkan kesehatannya.

 

"Ajak anak ke mall, berdesakan melihat pertunjukan barongsai tidak ada kecemasan," tulis Pandu di Instagram, Kamis (3/2/2022).

 

Lelaki yang menyebut dirinya sebagai Juru Wabah ini juga menyindir para orang tua yang justru cemas dengan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).

 

"Anak belajar di sekolah dengan PTM 100 persen, cemas dan minta ditutup. Padahal sekolah menerapkan prokes dan kegiatan sekolah sangat rendah risiko, tidak ada laporan klaster sekolah," katanya lagi.

 

Menurutnya, masyarakat seharusnya berpikir dengan keadaan saat ini.

 

"Akal sehat kita diuji," tulisnya. (tvonene)



SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.