Latest Post


 

SANCAnews.id – Media sosial Twitter kembali dihebohkan dengan cuitan dari akun @Mas__Kris yang membagikan potongan video Gus Arya yang bernarasi “Gus Arya Tantang Allah Dimana?”

 

Pernyataan dalam video yang berdurasi 31 detik tersebut mengundang kontroversi netizen yang menontonnya.

 

“Bajingan-bajingan tengik, mereka itu bajingan-bajingan tengik semuanya yang suka memperdagangkan umat, suka dagang syafaat, suka dagang ayat-ayat, suka tantang agama, kelakuan bajing-bajingan seperti itu, coba perlihatkan mana Tuhanmu sekarang,” katanya dalam video tersebut, Minggu (16/1).

 

“Mana Allah yang kamu yakini, tunjukkan sama saya, Jawab itu. Mana Tuhanmu tunjukan sama saya,” tambahnya dalam video tersebut.

 

Dia terus menanyakan dan minta ditunjukan di mana Tuhanmu, dan pernyataan tersebut tidak tahu dituju kepada siapa.

 

“Cling kelihatankah? Cling seperti apa? Ayo tunjukan sama saya mana Tuhanmu,” tanyanya dalam video tersebut.

 

Akibat video yang beredar tersebut tagar #TangkapGusArya pun trending di media sosial.

 

Tokoh Nahdlatul Ulama, Umar Hasibuan pun ikut berkomentar melalui @umar_hasibuan75.

 

“Ini orang siapa sih? Nantangi Allah. Ferdinan kedua?” balasnya di twitter.



Selain itu warganet juga ramai-ramai yang memasang tagar #TangkapGusArya.

 

Akun @syarwani_mhd memberi komentarnya di twitter “Ini orang udh lompat pagar terlalu jauh, nantangin Tuhan.”

 

Lalu @SatriaMaul01 membalas “Gusurrr #TangkapGusArya"

 

Selain itu aku twitter @Elviny_98 mencuit “Ini orang benar2 dikasih azab sm Allah baru tau rasa… #TangkapGusArya #TangkapGusArya "

(jabarekspres)



 

SANCAnews.id – Aktivis dan pegiat media sosial, Nicho Silalahi merespon terkait wacana Jokowi tiga periode. Nicho menyebut wacana tersebut tidak realistis. Bahkan dirinya pun bahkan berbalik meminta jika Jokowi cukup satu setengah periode saja.

 

“Jika ada yang minta 3 periode maka kamipun meminta cukup 1 ½ periode aja,” tulis Nicho dilansir fajar.co.id dari twitter pribadinya, Minggu (16/1/2022).

 

Wacana yang dikeluarkan Nicho bukan tanpa alasan. Aktivis dari Sumatera Utara itu menyebut jika Jokowi gagal dalam menggelola Negara.

 

“2024 sulit bagi Indonesia dan penerusnya untuk membayar semua utang karena Jokowi gagal mengelola keuangan Negara. Cocok ga woi ideku ini ? Kalau cocok kita GasPol terus,” pungkas Nicho.

 

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Komunitas Jokowi – Prabowo (Jokpro) 2024 Timothy Ivan Triyono mengataan salah satu penyebab munculnya wacana masa jabatan presiden tiga periode karena tidak ada tokoh calon presiden (Capres) yang lebih baik dari sosok Presiden Joko Widodo saat ini.

 

Timothy menyebut Presiden Jokowi menjadi benchmark atau angka minimal bagi sosok capres yang akan maju, namun belum ada yang mampu menyamainya.

 

Oleh sebab itu, Timothy mendorong mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk kembali memimpin Indonesia pada periode selanjutnya.

 

“Jangan sampai nanti di 2024 kita tidak bisa mencari pengganti Pak Jokowi atau penerus Pak Jokowi. Bagi kami, Pak Jokowi itu sudah membuat benchmark yang cukup tinggi untuk kepemimpinan di masa yang akan datang,” kata Timothy dalam siaran pers pada Sabtu (15/1/2022).

 

Menurut Timothy, apabila sampai pada pilpres 2024 mendatang belum juga ditemukan tokoh yang menyamai Presiden Jokowi, maka Presiden Jokowi harus mau dicalonkan kembali oleh masyarakat menjadi presiden. (fajar)



 

SANCAnews.id – Akademisi Sumatera Barat dari Universitas Negeri Padang (UNP) Eka Vidya Putra merespon tudingan Megawati Soekarnoputri tentang hilangnya budaya musyawarah dan mufakat di Sumatera Barat.

 

Megawati juga menyebut Sumbar tidak lagi sama dengan zaman awal kemerdekaan Republik Indonesia karena hilangnya tokoh-tokoh besar dari daerah ini.

 

Sebagai informasi, bukan kali ini saja Presiden kelima RI ini menyinggung Sumbar. Sebelumnya ia juga pernah menyinggung dalam Webinar Bung Hatta Inspirasi Kemandirian Bangsa di kanal YouTube Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDIP pada 12 Agustus 2021 silam.

 

Bahkan, putrinya yang juga Ketua DPP PDIP, Puan Maharani pernah menyinggung soal provinsi Sumbar yakni kala mengumumkan jago partai itu dalam Pilgub 2020.

 

Atas tudingan itu, Eka menilai salah jika hanya menyinggung Sumbar saja. Sebab, hilangnya budaya bermusyawarah dan bermufakan tidak hanya terjadi di Minangkabau, tetapi juga di seluruh daerah di Indonesia.

 

Buktinya, hilangnya kebebasan bersuara dan mengemukakan pendapat di muka umum tentang apapun.

 

“Apakah politik bermusyawarah sudah dijalankan di Indonesia hari ini? tidak,” ujar Eka dilansir dari Cnnindonesia.com Sabtu 15 Januari 2022.

 

Menurut Eka, meskipun politik bermusyawarah atau politik deliberatif tengah digencarkan dan dikembangkan politik dunia, namun Indonesia hari ini sangat tidak mendukung sistem yang menganut azaz permusyawarahan seperti itu.

 

Dalam politik permusyawarahan, Eka mengatakan butuh beberapa keterampilan yang selaras dengan prinsip kesejahteraan dan kesetaraan, di mana siapapun dapat memiliki kesempatan yang sama dalam bersuara dan mengemukakan pendapatnya.

 

Ironisnya, kata Eka, kesempatan yang seperti itulah yang hari ini tidak lagi atau sangat minim ditemukan di Indonesia. ketika ada yang berpendapat berbeda, buru-buru dipandang radikal, pemecah belah, dan penghasut yang persis dengan sistem pada Orde Baru dulu.

 

“Ketika mereka mengatakan yang berbeda, dianggap mereka radikal, memecah belah, dianggap menghasut, samalah dengan pada jaman baru, yang dianggap sebagai komunis,” tegasnya.

 

Akibatnya, Eka mengatakan semua orang akan merasa terhambat hak deliberatifnya, sehingga kurangnya ranah diskusi dan kesulitan dalam menyampaikan pendapat. Kebebasan berpendapatan semua orang itu seharusnya dijamin negara, namun saat ini semua orang merasa dikekang.

 

“Sedangkan hari ini ruang publik relatif tertutup. Apalagi ketika ruang publik itu sudah digantikan oleh media sosial,” katanya.

 

Media sosial merupakan wadah penyampaian pendapat yang bersifat satu arah, sehingga ruang publik menjadi semakin tidak ada.

 

“Memang benar terminologi informasi membuat semua orang mendapatkan informasi lebih mudah, iya, namun ruang publiknya tertutup karena diskusinya bersifat in group atau satu arah,” jelas Eka. (terkini)



 

SANCAnews.id – Sikap Ketua Relawan Jokowi Mania (Joman) Immanuel Ebenezer atau Noel yang melaporkan balik Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun ke Polda Metro Jaya, menjadi satuh langkah yang aneh.

 

Pasalnya, laporan Noel dilakukan setelah Ubedilah melaporkan dua putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep atas dugaan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

 

Dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, Noel harusnya paham langkah laporan Ubedilah atas dugaan kasus rasuah kepada kedua putra Presiden Jokowi sudah pada jalurnya, yakni mengadu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

"Soal benar atau tidak, bergantung KPK bagaimana menyikapi laporan, jika disertai bukti dan dokumen yang memenuhi syarat, maka biarlah berproses sesuai alurnya," kata Dedi Kurnia kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (15/1).

 

Menurut Dedi, tidak ada pelanggaran apapun yang dilakukan oleh Ubedilah setelah melaporkan Gibran dan Kaesang. Berbeda halnya, jika pelapor justru mengumbar laporannya tersebut di sembarang tempat. Maka bisa saja disikapi oleh Relawan Jokowi Mania.

 

"Dan perlu dipahami, lapor pada institusi yang benar itu bukan kriminal, maka akan aneh jika pelapor justru mendapat masalah," kata Pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

 

"Ini akan mengancam kelompok masyarakat sipil untuk berani memperjuangkan haknya, yakni melaporkan kekuasaan pada institusi yang benar, dan terkait masalah bersama, yakni dugaan korupsi," demikian Dedi Kurnia. (rmol)



 

SANCAnews.id – Kapolri Jenderal Listyo Sigit belum bisa menentukan sikap atas permintaan kasus hukum penendang sesajen di Gunung Semeru dihentikan.

 

Ia mengatakan, masih menelaah status kasus ini diproses lanjut secara hukum atau bisa diselesaikan dengan internal antara pelaku dan masyarakat atau restorative justice.

 

"Ini ada mekanisme yang nanti akan kita lihat apakah ini menjadi salah satu kasus yang harus proses lanjut atau kah bisa masuk status yang bisa restorative justice," kata Listyo Sigit usai memantau prosedur pelaksanaan protokol kesehatan di Pelabuhan Benoa, Kota Denpasar, Bali, Sabtu (15/1).

 

Permintaan kasus penendang sesajen di Semeru datang dari Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin. Hal ini karena pelaku Hadfana Firdaus pernah berkuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan telah drop out (DO) tahun 2014 lalu.

 

Ia juga meminta perbuatan Hadfana dimaafkan. Hal ini untuk membuktikan Indonesia toleransi terhadap perbedaan agama dan hidup harmonis sesuai semboyan negara Bhineka Tunggal Ika.

 

"Maka kewajiban kita adalah memaafkan kepada saudara yang kebetulan mungkin khilaf, mungkin keliru," kata dia Jumat (14/1). (kumparan)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.