Latest Post

 


SANCAnews.id – Ujaran Habib Zein Assegaf alias Habib Kribo soal ‘Bangsa Arab tak punya kehormatan jika tak ada Ka’bah’ berbuntut panjang.

 

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) negara-negara Arab disebut bakal turun tangan jika Habib Kribo tidak segera mengklarifikasi dan meminta maaf atas pernyataannya.

 

Ancaman soal Habib Kribo itu disampaikan oleh Anis Prince Dache, diplomat yang juga CEO The Billionaire Deals.

 

Dia juga yang sebelumnya melayangkan protes atas pernyataan Habib Kribo yang dinilainya menghina Bangsa Arab. Videonya sempat viral di media sosial.

 

Melalui akun TikTok miliknya @princedasche, semula ia mengungkapkan banyaknya permintaan dari warganet agar video Habib Kribo disebar luaskan di Arab Saudi.

 

Namun dirinya menolak saran tersebut mengingat hubungan Indonesia dengan negara Arab yang harus tetap terjalin dengan baik.

 

“Kita nggak mau atau jadi miskomunikasi antara rakyat Arab dan rakyat Indonesia,” katanya.

 

Sehingga kata dia, dirinya tetap mendesak agar Habib Kribo meminta maaf secara umum ke masyarakat Arab.

 

“Makanya permintaan kita untuk si Kribo untuk keluar dan klarifikasi dan meminta maaf secara umum,” ujarnya. Dilansir dari Galamedia. Rabu, 12 Januari 2022.

 

Sekalipun nantinya harus ditempuh proses hukum kata dia, proses tersebut tidak akan diambil lewat kepolisian melainkan lewat mekanisme diplomatik yang ada.

 

“Nanti kalau astagfirullah dia keras kepala dan gak mau keluar klarifikasi, jatuhnya proses hukum bukan lewat Polda. Jatuhnya proses hukum insyaAllah lewat Kementerian Luar Negeri di berapa negara Arab yang mereka nanti proses lewat duta besar di Indonesia,” jelasnya.

 

“Sesuai protokol diplomatik antarnegara. Terima kasih banyak,” pungkasnya.

 

Sebelumnya video Habib Kribo sempat viral di media sosial yang menyinggung soal Bangsa Arab.

 

“Arab itu kalau tidak ada Kabah tidak punya kehormatan, apa saja sih budaya Arab? Tidak ada,” kata Habib Kribo dalam video yang beredar di media sosial.

 

Bahkan Bangsa Arab disebutnya tidak pernah melahirkan intelektual.

 

“Bangsa yang tidak pernah melahirkan intelektual, siapa coba intelektual Islam dari Arab? Tidak ada,” ujarnya. (terkini)



 

SANCAnews.id – Dewan Pers menanggapi vonis 10 bulan terhadap dua polisi penganiaya jurnalis atau wartawan Tempo, Nurhadi. Kedua polisi ini juga belum ditahan hingga kini.

 

Dua anggota polisi yang divonis 10 bulan ini yakni Brigadir Firman Subkhi dan Bripka Purwanto. Vonis 10 bulan ini lebih ringan dari tuntutan JPU yaitu 1 tahun 6 bulan.

 

Meski telah divonis penjara 10 bulan, kedua terdakwa belum juga ditahan oleh polisi.

 

Dewan Pers kecewa dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas vonis terhadap wartawan ini.

 

Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, M Agung Dharmajaya mengatakan pihaknya menghormati keputusan hakim atas vonis yang diberikan kepada terdakwa.

 

“Kami menghormati betul keputusan yang disampaikan. Hanya saja, demi rasa keadilan, menjadi catatan penting dari 1,6 tahun menjadi sepuluh bulan,” ujar Agung usai persidangan, Rabu (12/1).

 

Agung juga menyayangkan belum disegerakan penahanan terhadap kedua terdakwa. Dia menilai seharusnya dua anggota polisi itu segera ditahan.

 

“Yang menjadi pertimbangan sebetulnya agak krusial karena sudah sepuluh bulan juga tidak ada perintah penahanan.

 

“Mudah-mudahan, ada penjelasan terkait dengan keputusan yang sudah diambil,” kata dia.

 

Agung juga menegaskan dirinya akan membahas keputusan hakim soal tidak ditahannya dua terdakwa itu dengan rekan-rekannya di Dewan Pers.

 

Dia memastikan kasus yang menimpa jurnalis Nurhadi akan menjadi pembelajaran untuk penanganan kasus kekerasan serupa di kemudian hari.

 

“Menurut saya, itu menjadi sesuatu yang menarik karena kasusnya sudah jelas disampaikan, kerugiannya ada, tetapi tidak ditahan. Rasanya, ini menjadi atensi serius,” tegas Agung. (pojoksatu)



 

SANCAnews.id – Buntut dari pernyataan menghina bangsa Arab, Habib Zein Assegaf alias Habib Kribo dicoret dari keluarga maupun kalangan Bani Alawi.

 

Pencoretan tersebut dikarenakan sikap Habib Kribo tidak mencerminkan kalangan Bani Alawi yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakul karimah.

 

Kabar pencoretan Habib Kribo dari kalangan Bani Alawi sendiri diketahui dari unggahan video di akun twitter @ali_hasan110, Selasa (11/01/2022).

 

"Dapat dari Whatsapp grup, Zen Kribo bukan lagi habib, sudah keluar dari Thariqoh Bani Alawi, mahu alawiy. Cukup panggil zen botak wig kribo," tulis caption akun tersebut.

 

Sementara itu, berdasarkan video singkat tersebut menayangkan seorang ulama yang sudah sepuh tengah membacakan sebuah kitab.

 

Setelah ulama sepuh selesai membaca kitab, lalu ada ulama lainnya menerjemahkan isi kitab yang artinya menjelaskan nilai-nilai kalangan Bani Alawi.

 

"Kalau Bani Alawi tidak memiliki rasa kehormatan yang baik terhadap dirinya. Maka dia bukan dari kalangan Alawi," ucap ulama yang mengenakan pakaian muslim berwarna coklat.

 

Kemudian ulama ini mengatakan jika Habib Kribo sudah keluar kalangan Bani Alawi. Hal itu  karena Habib Kribo membuat kegaduhan dengan menyebut bangsa Arab sebagai bangsa yang tidak budaya dan ilmuwan.

 

"Hati-hati jangan sampai kita keluar dari garis keturunan orang tua kita. Seseorang Alawi yang dia keluar dari garisnya. Walaupun dia Sayyid, walaupun dia Alawi, jangan dekat dengan dia (Habib Kribo) karena telah keluar dari garis Alawi," tandasnya.

 

Sebelumnya, beredar unggahan video di akun twitter akun twitter @Endriyw yang menayangkan Habib Kribo tengah menyoroti bangsa Arab.

 

Namun belum diketahui pasti pernyataan Habib Kribo tersebut untuk menyerang siapa. Diduga kuat ia tengah menyerang Habib Bahar bin Smith dan kelompoknya yang baru-baru ini sedang hangat diperbincangkan.

 

"Arab itu kalau tidak ada ka'bah tidak punya kehormatan, apa saja sih budaya Arab? Tidak ada," buka Habib Kribo.

 

Lebih lanjut, Habib Kribo juga secara gamblang menyebutkan bahwa bangsa Arab selama ini belum pernah melahirkan ilmuwan hebat.

 

"Bangsa yang tidak pernah melahirkan intelektual, siapa coba intelektual Islam dari Arab? Tidak ada. Islam disana masih jauh dari kesempurnaan, jadi jangan sok islami lah," tegas Habib Kribo. (suara)





SANCAnews.id – Sidang kasus tindak pidana terorisme yang menjerat Munarman memasuki tahapan selajutnya. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menolak nota keberatan atau eksepsi Munarman pada hari ini, Rabu (12/1/2022).

 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mengajukan sejumlah saksi dalam rangka pembuktian pada sidang berikutnya.

 

Berdasarkan daftar nama saksi yang dihadirkan JPU juga cukup banyak, sehingga diputusakan sidang akan digelar dua kali dalam sepekan.

 

Kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar turut memberikan tanggapan. Melansir wartaekonomi.co-jaringan Suara.com, Aziz menambahkan, pada sidang berikutnya dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

 

"Mayoritas saksi merupakan tahanan. Mereka, para tahanan itu, berasal dari berbagai rutan," ujar Azis.

 

"Saksinya hampir semua sih kebanyakan ditahan di Polda, atau di Cikeas, sisanya ada di Makassar Insyaallah sidangnya juga offline pasti dihadirkan langsung. Maksudnya kemudian kalau yang di Makassar atas pertimbangan efisien baru online," sambungnya.

 

Aziz enggan membeberkan identitas para saksi mengingat kasus ini merupakan kasus terorisme. Sehingga, identitas para perangkat persidangan hingga saksi-saksi harus dirahasiakan.

 

"Kalau nama-nama, karena pertimbangan kerahasiaan jadi tidak disebutkan, tapi kami sudah ada. Tetapi kami belum bisa disampaikan karena pertimbangan kepentingan Undang Undang," pungkas Aziz. (suara)



 

SANCAnews.id – Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga aktivis 98, Ubedilah Badrun membuat tindakan mengejutkan.

 

Aktivis tersebut melaporkan dugaan pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan dua putera Presiden Joko Widodo.

 

Ubedilah melihat ada kejanggalan dari sejumlah bisnis yang membuat keduanya memiliki sejumlah perusahaan dengan aset sangat besar dalam kurun waktu singkat.

 

Dua putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Menurut Ubedillah, Gibran dan Kaesang diduga terkait tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan berkaitan dengan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

 

“Kami minta kepada KPK untuk menyelidiki dan meminta kepada KPK agar menjadi terang benderang dan bagaimana kemudian bila perlu Presiden dipanggil untuk menjelaskan posisi ini,” ucap Ubedilah di Gedung Merah Putih KPK sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Senin, (10/1/2022).

 

Ubedilah menceritakan, laporannya terhadap Gibran dan Kaesang ke KPK didasari atas relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.

 

Ubed menjelaskan, laporannya itu dibuat berawal ketika pada 2015 manajemen PT BMH menjadi tersangka pembakaran hutan. Menurut dia, PT BMH merupakan milik grup bisnis PT SM.

 

Ubedilah menuturkan penanganan kasus pidana PT BMH itu tidak jalan sehingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggugat melalui jalur perdata dengan menuntut ganti kerugian Rp 7,9 triliun.

 

Namun, dalam perkembangannya, yakni di Februari 2019, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan sebesar Rp78 miliar.

 

“Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM,” jelas Ubedilah.

 

Ubedillah meyakini dibalik putusan terhadap PT SM, ada dugaan KKN yang sangat jelas melibatkan Gibran, Kaesang, dan anak petinggi PT SM.

 

Sebab, lanjutnya, ada suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.

 

“Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak Presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis, Rp 92 miliar,” ungkap Ubedilah.

 

“Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak Presiden,” tambahnya.

 

Ubedillah dalam keterangannya pun menambahkan, jika kehadirannya ke KPK disertai dengan membawa bukti-bukti data perusahaan serta pemberitaan terkait adanya pemberian penyertaan modal ventura.

 

Jejak PT BMH 

Pengadilan Tinggi Palembang menyatakan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) terbukti bersalah dalam perkara kebakaran hutan dan lahan seluas 20 ribu hektar di Kabupaten Ogan Komering Ilir pada 2014.

 

Anak usaha Sinar Mas Group ini dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp78,5 milyar dari tuntutan sebelumnya sebesar Rp7,9 triliun.

 

Pada Desember 2015, gugatan perdata pemerintah terhadap BMH ditolak oleh Pengadilan Negeri Palembang.

 

Majelis hakim berpendapat tidak ada kerugian negara atas kebakaran seluas 20 ribu hektare di lahan konsesi PT BMH yang terjadi pada 2014.

 

PT BMH digugat untuk membayar ganti rugi ekologis dan biaya pemulihan sebesar Rp 7,9 triliun.

 

Dilansir dari Tempo, Pada 12 Agustus 2006, Pengadilan Tinggi Palembang mengabulkan banding KLHK atas putusan Pengadilan Negeri Palembang yang membebaskan PT BMH dari gugatan.

 

Namun, biaya ganti rugi yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi untuk PT BMH hanya 1 persen dari total gugatan KLHK sebesar Rp 7,9 triliun.

 

Keputusan kasasi akhirnya keluar pada 2019 melalui keputusan nomor 51/PDT/2016/PT.PLG

 

Dalam point pertimbangannya, hakim mengemukakan bahwa perusahaan tersebut dengan sengaja membakar hutan demi membuka lahan.

 

"Bahwa setiap peristiwa kebakaran lahan, termasuk di areal milik Tergugat, tidak mungkin terjadi dengan sendirinya tanpa melibatkan 3 (tiga) faktor yaitu bahan bakar, oksigen dan didukung oleh adanya sumber penyulutan, ketiga faktor ini dikenal dengan nama segitiga api atau fire triangle," demikian bunyi pertimbangan itu.

 

Dalam putusannya, majelis hakim juga melihat bahwa akibat kebakaran hutan tesebut, telah memberikan keuntungan kepada perusahaan karena tak perlu mengeluarkan sejumlah biaya.

 

"Bahwa selain itu, terbakarnya lahan sama sekali tidak menimbulkan kerugian bagi Tergugat, bahkan justru memberikan keuntungan secara ekonomis. Dengan terbakarnya lahan, Tergugat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli kapur yang digunakan untuk meningkatkan pH gambut dan biaya pengadaan pupuk dan pemupukan karena sudah digantikan dengan adanya abu dan arang bekas kebakaran, serta biaya pengadaan/pembelian pestisida untuk mencegah ancaman serangan hama dan penyakit. Tergugat juga diuntungkan karena jelas akan memangkas biaya operasional seperti upah tenaga kerja, bahan bakar, serta biaya-biaya lain yang dibutuhkan apabila pembukaan lahan dilakukan dengan cara PLTB sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terbakarnya lahan juga akan menguntungkan dari segi waktu karena proses “pembersihan” lahan menjadi lebih cepat sehingga dapat segera ditanami dan mudah dikerjakan."

 

Hakim juga menyatakan, berdasarkan keterangan ahli, telah terjadi kerusakan gambut pada lahan yang terbakar itu.

 

"Bahwa mengacu kepada fakta-fakta diatas, terbukti terjadinya peristiwa kebakaran tersebut memang diinginkan oleh Tergugat sendiri. Dengan adanya faktor “maksud” dan “tujuan” yang inherent dalam peristiwa kebakaran tersebut, maka dengan demikian terbukti pula unsur kesengajaan Tergugat dalam kebakaran tersebut."

 

"Bahwa oleh karena Tergugat memiliki kepentingan atas terbakarnya lahan yang dengan demikian membuktikan unsur kesengajaannya, maka Tergugat wajib bertanggungjawab atas kerusakan tanah gambut yang ditimbulkan oleh kebakaran di atas lahan perkebunan milik Tergugat." (wartakota)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.