Latest Post


 

SANCAnews.id – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyoroti perkara banyaknya anggaran yang dimakan oleh program Ibu Kota Negara (IKN) baru.

 

Hidayat NW mengatakan bahwa ada baiknya pemerintah saat ini fokus dalam menyelesaikan janji kampanyenya daripada membuang anggaran untuk IKN baru.

 

Nah, jika pemerintah lebih fokus menyelesaikan janji kampanye yang telah diucapkan terdahulu, maka hal itu akan lebih bagus dan tentunya akan meninggalkan legacy yang baik.

 

Sebelumnya, Hidayat menuliskan cuitannya sembari menanggapi pernyataan Aidul Fitriciada.

 

Aidul juga mengatakan bahwa legacy terbaik pemerintah harusnya fokus pada tujuan bangsa.

 

“Legacy terbaik itu kecerdasan bangsa dan kesejahteraan umum. IKN itu mengurangi anggaran keduanya,” ujar Aidul, dikutip terkini.id pada Senin, 10 Januari 2022.

 

Kemudian, cuitan itu ditanggapi oleh Hidayat Nur Wahid.

 

“Benar Prof Dr Aidul Fitriciada, SH MH, Ketua KY(2016-2018).Apalagi IKN tidak masuk janji kampanye pilpres,” ujar Hidayat.

 

“Mestinya APBN dll diprioritaskan untuk laksanakan janji kampanye, yg makin diperlukan akibat covid-19 yg berkepanjangan. Bila demikian,akan tinggalkan legacy terbaik,” sambungnya.

 

Melansir Koran Tempo, Pembangunan ibu kota negara baru bakal dibiayai dengan APBN.

 

Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat memberikan restu untuk pembiayaan proyek tersebut.Anggaran pembangunan ibu kota negara baru dalam APBN 2022 mencapai Rp 12 triliun.

 

Adapun ketua badan anggaran DPR Said Abdullah menyepakati pengalokasian anggaran tersebut. Hal itu lantaran pemindahan IKN baru telah dimasukkan dalam proyek strategis nasional. (terkini)



 

SANCAnews.id – Setelah resmi melaporkan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun minta Presiden Joko Widodo dipanggil untuk diperiksa.

 

Permintaan tersebut disampaikan langsung oleh Ubedilah usai resmi melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK di Gedung Merah Putih Jalan, Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin siang (10/1).

 

"Laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan," ujar Ubedilah kepada wartawan, Senin siang (10/1).

 

Ubedilah menjelaskan bahwa dua anak Jokowi, Gibran dan Kaesang, bersama dengan anak petinggi PT SM bergabung membentuk perusahaan yang mendapatkan kucuran dana penyertaan modal.

 

Dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang diduga menjerat anak Jokowi tersebut dianggap Ubedilah sudah sangat jelas karena perusahaan baru bisa mendapatkan suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura jika tidak adanya pengaruh anak Presiden.

 

"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp 92 miliar. Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden," jelas Ubedilah.

 

Ubedilah meminta, KPK untuk menyelidiki agar membuat terang benderang dugaan KKN ini.

 

“Bila perlu Presiden dipanggil untuk menjelaskan posisi ini," minta Ubedilah.

 

Dalam laporan yang sudah diterima oleh bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK ini, Ubedilah membawa sejumlah bukti berupa dokumen perusahaan serta pemberitaan adanya pemberian penyertaan modal tersebut.

 

"Dan kemudian kita lihat di perusahaan-perusahaan yang dokumennya rapih itu memang ada tokoh-tokoh yang tadi saya sebutkan (Gibran dan Kaesang)," pungkas Ubedilah. (rmol)



 

SANCAnews.id – Dukungan pada aktivis 98 Ubedilah Badrun yang melaporkan dua anak Presiden Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mulai mengalir.

 

Salah satunya dari Sekretaris Jenderal Gerakan Rakyat Tolak Aktor Koruptor (Gertak), Galih Dwi Syahputra. Galih berharap penegakan hukum tidak boleh tebang pilih kepada siapapun warga negara.

 

“Rakyat, pejabat, anak presiden sekalipun harus diproses secara hukum dan diusut tuntas,” tegasnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (10/1).

 

Untuk itu, dia ingin agar laporan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan, diusut secara tuntas.

 

Ubedilah Badrun baru saja membuat laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.

 

Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mengurai bahwa dugaan tersebut berawal dari tahun 2015, di mana ada perusahaan besar bernama PT SM yang sudah menjadi tersangka pembakaran hutan dan dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun. Namun, dalam prosesnya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.

 

“Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM,” terang Ubedilah.

 

Menurutnya, dugaan korupsi itu jelas Gibran, Kaesang dan anak petinggi PT SM karena adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan Ventura.

 

“Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp 92 miliar,” ujar Ubedilah. (*)




SANCAnews.id – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok enggan mengomentari laporan terhadap dirinya terkait dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagaimana diketahui, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) itu dilaporkan ke KPK oleh Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) terkait beberapa dugaan tindak pidana korupsi pada Kamis (6/1).

 

“Tidak ada, tidak perlu,” kata Ahok kepada JawaPos.com, Minggu (9/1).

 

Ahok hanya menjawab singkat terkait namanya yang dilaporkan ke KPK atas dugaan korupsi. Pelaporan terhadap Ahok berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan tanah RS Sumber Waras, pembangunan lahan taman BMW, pembelian lahan di Cengkareng Jakarta Barat dan program dana CSR.

 

PNPK juga melaporkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan atas dugaan korupsi alat tes Covid-19 PCR. Bukan hanya itu, perkumpulan masyarakat sipil tersebut juga melaporkan sejumlah pejabat terkait dengan dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) dalam penanggulangan Covid-19.

 

Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri menyampaikan, pihaknya sudah menerima laporan tersebut. Lembaga antirasuah bakal mempelajari laporan sebelum menentukan sikap.

 

“Dalam proses verifikasi dan telaah ini, tim akan memastikan apakah pengaduan tersebut merupakan tindak pidana korupsi dan menjadi ranah kewenangan KPK atau tidak, sebagaimana diatur undang-undang,” ucap Ali.

 

Ali memastikan pihaknya bakal menindaklanjuti laporan tersebut. Meski demikian, tindaklajut laporan yang dilakukan KPK tidak selalu berupa penindakan.

 

“Masyarakat juga penting untuk memahami bahwa tindak lanjut KPK atas suatu aduan tidak selalu menggunakan pendekatan penindakan,” tegas Ali. (*)



 

SANCAnews.id – Kegagalan Indonesia Battery Corporation (IBC) mengakusisi perusahaan mobil listrik asal Jerman patut disayangkan. Apalagi, Indonesia kalah cepat dari BUMN dari Singapura dalam mendapatkan perusahaan yang oleh  Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia disebut sebagai “barang bagus”.

 

Kegagalan ini diduga terjadi karena adanya kegaduhan yang sempat terjadi. Di mana beberapa waktu lalu Komisaris Utama (Komut) Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berkoar-koar mengkritik rencana langkah IBC mengakusisi mobil listrik itu.

 

Bahkan Ahok mempublikasikan kritiknya itu lewat akun YouTube pribadi.

 

Begitu duga pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Sabtu petang (8/1).

 

"Gara-gara koar-koar jadi batal (dapat barang bagus dari Jerman). Mungkin batal beli tersebut salah satu faktornya koar-koarnya Ahok," katanya.

 

Ujang Komarudin mengatakan bahwa perusahaan asal Jerman tersebut sudah barang tentu berpikir simpel dalam berjualan. Rumusnya sederhana, siapa yang lebih dulu memberi penawaran menarik, maka dia yang akan mendapat barang tersebut.

 

“Ya seperti penjual, siapa cepat dia dapat,” tuturnya.

 

Menteri Bahlil menyayangkan perusahaan itu tidak jadi milik Indonesia. Padahal secara kualitas terbilang cukup bagus, bahkan hingga BUMN dari Singapura tertarik.

 

“Barang itu barang bagus. Kita bilang, ini rugi lah, apa lah. Belum kerja aja sudah bilang rugi," kesalnya.

 

Bahlil juga tegas menepis isu adanya modus penggelembungan harga alias mark-up dalam rencana IBC untuk mengakuisisi perusahaan mobil listrik asal Jerman tersebut. Ia menegaskan bahwa sudah jelas-jelas sangat transparan dalam prosesnya

 

"Ada yang bilang bahwa ini terjadi mark-up, mark-up apaan, buktinya tuh transparan belinya," kata Bahlil. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.