September 2025

Anggota Brimob, Bripka Rohmat (R) menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Kamis (4/9/2025) 


JAKARTA — Anggota Brimob, Bripka Rohmat (kanan), sedang menjalani persidangan di Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia (KKEP) atas keterlibatannya dalam kasus pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan (21), yang tewas dilindas rantis, Kamis (4/9/2025). Rohmat yang merupakan sopir rantis Brimob itu cuma disanksi demosi selama tujuh tahun.

 

Dalam sidang di gedung Komisi Kepolisian Nasional (KPKN) Polri, Jakarta, pada Kamis, 4 September 2025, majelis hakim Komisi Kepolisian Nasional Indonesia (KKEP) menyatakan tindakan Rohmad tercela. Selain penurunan pangkat, ia juga ditempatkan di Rumah Tahanan Khusus (PATSU).

 

Kemudian, Rohmad juga memiliki kewajiban untuk meminta maaf secara lisan di hadapan majelis hakim KKEP dan dengan tertulis kepada pimpinan Polri.

 

Sebelumnya, Danyon Resimen IV Korbrimob Polri, Kompol Cosmas Kaju Gae (Kompol C) menjalani sidang KKEP atas kasus kematian Affan. Majelis hakim pun menjatuhkan sanksi PTDH ke Cosmas.

 

Cosmas kemudian bersumpah tidak pernah ada niat untuk mencelakakan Affan.

 

"Dengan kejadian atau peristiwa, bukan menjadi niat, sungguh-sungguh demi Tuhan, bukan ada niat, untuk membuat orang celaka tapi sebaliknya," kata Cosmas saat sidang KKEP di gedung TNCC Polri, Jakarta, Rabu (3/9).

 

Cosmas menangis. Dia kemudian menyampaikan turut berduka cita atas meninggalnya Affan. Komandan Brimob ini lalu meminta maaf ke pimpinan Polri.

 

"Sungguh-sungguh di luar dugaan, dan saya mengetahui, ketika korban meninggal, ketika video viral, dan kami tidak mengetahui sama sekali pada peristiwa dan waktu kejadian tersebut," tuturnya.

 

"Setelah kejadian video viral, kami ketahui setelah beberapa jam berikutnya melalui medsos (media sosial)," imbuhnya.

 

Diketahui, Propam menangkap tujuh anggota Brimob di dalam rantis yang melindas Affan. Selain Rohmad dan Cosmas, lima anggota Brimob lainnya yaitu Aipda M Rohyani (Aipda R), Briptu Danang (Briptu D), Bripda Mardin (Bripda M), Baraka Jana Edi (Baraka J), dan Baraka Yohanes David (Baraka Y). (era)


Jaga Marwah desak KPK periksa Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution dan Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara Erni Sitorus. (Foto: RMOL/Jamaludin Akmal)


JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak segera memanggil dan memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution dan Ketua DPRD Sumut, Erni Sitorus untuk mempertanggungjawabkan penggunaan APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut.

 

Tuntutan itu disampaikan puluhan orang yang tergabung dalam organisasi Jaringan Pergerakan Masyarakat Bawah (Jaga Marwah) saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis, 4 September 2025.

 

Ketua Umum Jaga Marwah, Edison Tamba alias Edoy mengatakan KPK harus memanggil Bobby Nasution dan Erni Sitorus untuk mempertanggungjawabkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) karena terbukti terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) KPK beberapa waktu lalu.

 

"Dalam kasus OTT mantan Kadis PUPR Sumut Topan Ginting, terdengar informasi pergeseran anggaran signifikan ke Dinas PUPR mencapai Rp1,3 trilun, yang salah satu mata anggaran proyek jalan wilayah Tabagsel yang terbukti KKN. Bobby Nasution sebagai penanggung Jawab serta Erni sebagai pengawas dinilai bobol dengan adanya OTT yang dilakukan KPK," kata Edoy saat berorasi di atas mobil komando.

 

 

Selain terkait pergeseran anggaran, kata Edoy, hubungan mesra legislatif dengan eksekutif memperkuat dugaan praktik KKN yang merugikan rakyat, serta kerap mengabaikan tugas dan fungsi para anggota DPRD Sumut lainnya.

 

Bahkan, kata Edoy, sejumlah anggota DPRD Sumut sudah menyuarakan bahwa pemanggilan terhadap mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Ginting untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai pergeseran anggaran tersebut tidak pernah terlaksana dikarenakan Topan Ginting merasa di-backup Bobby Nasution dan Erni Sitorus.

 

"Kita juga mendapat informasi, aparat penegak hukum seperti tim Korsupgah KPK mengaku merasa kesulitan untuk mendapatkan data soal penggunaan dan pengelolaan APBD Pemprov Sumut di masa kepemimpinan Bobby Nasution dan Erni Sitorus. Sehingga kuat dugaan kami, faktor kesulitan berkomunikasi itu jadi penguat terjadinya OTT KPK," terang Edoy.

 

Selain itu, Edoy juga mengingatkan kepada KPK terkait track record Erni Sitorus yang diduga menerima gratifikasi satu unit mobil Alphard yang sudah disita KPK pada Oktober 2021 lalu.

 

Penyitaan mobil mewah tersebut terkait kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) di masa kepemimpinan terpidana Khairudinsyah Sitorus alias Buyung, yang juga merupakan ayah kandung Erni Sitorus.

 

"Erni Sitorus merupakan anggota DPRD Sumut dari Partai Golkar saat itu. Meski ayah dan anak, secara jabatan eksekutif membelikan mobil atas nama anggota legislatif, jelas itu gratifikasi. Untuk itu kita minta KPK, ungkap kembali dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Erni Sitorus," tegas Edoy.

 

Mirisnya lagi, kata Edoy, Erni Sitorus terpilih menjadi anggota DPRD Sumut dengan Dapil Kabupaten Labuhanbatu Raya yang salah satu kabupatennya yaitu Labura tempat Buyung berkuasa. Edoy menduga bahwa terpilihnya Erni Sitorus menjadi anggota DPRD Sumut tak lepas dari perananan Buyung.

 

"Saat ini, Bupati Labura turun ke dinasti anaknya bernama Hendrik Sitorus, yang tidak lain adik kandung Erni Sitorus, sehingga aroma KKN dan rekam jejak buruk korupsi seakan tidak tersentuh hukum hingga saat ini," tutur Edoy.

 

Untuk itu, Edoy meminta agar KPK berani mengikuti perintah Presiden Prabowo Subianto untuk berani melawan para koruptor, serta tidak tebang pilih dalam mengusut tuntas kasus korupsi.

 

"Kepada Ketua KPK, kami yakin tudingan dan opini liar di publik mengenai piimpinan KPK dicap sebagai Termul oleh masyarakat dan netizen, karena terkesan tidak berani memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution dan Ketua DPRD Sumut Erni Sitorus tidak benar. Jadi segera lah panggil pimpinan eksekutif dan legislatif dalam hal keseriusan mengusut tuntas kasus korupsi OTT KPK di Sumut," pungkas Edoy. (rmol)


Aktivis '98, Ubedilah Badrun

 

JAKARTA — Para aktivis telah menyatakan kekecewaan mereka atas sikap Presiden Prabowo Subianto yang terus mengabaikan tuntutan terbaru para pengunjuk rasa, termasuk reformasi kepolisian.

 

Salah satu isu terkait reformasi kepolisian adalah tuntutan pencopotan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari jabatannya. Tuntutan ini telah sering disuarakan oleh publik dan semakin menguat sejak insiden tabrakan kendaraan taktis Brimob dengan pengemudi ojek daring, Affan Kurniawan hingga tewas.

 

Desakan agar Presiden Prabowo mencopot Kapolri juga datang dari aktivis 98. Kelompok aktivis ini mengklaim ada 100 aktivis yang mendesak pencopotan Kapolri dari jabatannya.

 

Perwakilan seratus aktivis '98, Ubedilah Badrun mengatakan, insiden kendaraan Brimob menabrak pengemudi ojek online merupakan pelanggaran HAM berat, sehingga wajar jika mereka menuntut pencopotan Jenderal Listyo.

 

"Kami telah dengan tegas memberikan semacam warning kepada Prabowo agar memberhentikan Kapolri," kata Kang Ubed sapaan Ubedilah Badrun melalui layanan pesan, Kamis (4/9).

 

Menurut Kang Ubed, peristiwa rantis Brimob melindas ojol pada Kamis (28/8) kemarin merusak citra Indonesia di dunia, sehingga layak seratus aktivis 98 menuntut pencopotan Kapolri.

 

"Makin buruk jika Presiden tidak mengambil langkah tegas terhadap elite institusi yang paling bertanggung jawab dalam pengamanan demonstrasi yaitu Kapolri, apalagi sudah menjadi perhatian PBB," kata Kang Ubed.

 

Namun, dia menyebut aktivis 98 menyayangkan sikap Presiden Prabowo yang tak kunjung mencopot Jenderal Listyo setelah peristiwa pelindasan rantis Brimob.

 

"Menyayangkan sikap Prabowo yang tak kunjung memenuhi tuntutan kami yang juga tuntutan publik untuk mencopot Kapolri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, etik, dan konstitusional," lanjut Kang Ubed.

 

Dia mengatakan pencopotan Jenderal Listyo dari Kapolri sesungguhnya menjadi agenda reformasi kepolisian.

 

"Reformasi kepolisian berarti reformasi tata kelola dan lain-lain serta reformasi struktural di antaranya memberikan sanksi tegas terhadap lapisan elite kepolisian jika terjadi kesalahan fatal, dalam konteks saat ini memberhentikan Kapolri, Kapolda, dan lain-lain yang bertanggungjawab atas peristiwa tragis pelindasan Affan Kurniawan," katanya.

 

Seratus aktivis 98, kata Kang Ubed, menilai elite politik Indonesia kehilangan moral apabila Prabowo tidak mencopot Jenderal Listyo setelah peristiwa pelindasan rantis Brimob.

 

"Jika tuntutan itu tidak dipenuhi Prabowo maka kami menilai bahwa bangsa ini kehilangan moral obligacy justru dari lapisan elite kekuasaan. Tentu ini menyedihkan dan meremukan jiwa bangsa," ujar dia.

 

Selain mendesak presiden mencopot kapolri, Kang Ubed juga mendesak Jenderal Listyo untuk mundur dari posisinya untuk menunjukkan elite bangsa memiliki moral, etik, dan spirit kemanusiaan yang adil dan beradab.

 

"Kapolri bisa menyatakan mundur dari jabatanya tanpa menunggu dipecat oleh Prabowo, karena itu juga tidak dilakukan, kami menilai bahwa standar etik elite bangsa ini sangat membuat kami sedih," kata dia. (fajar)

 

Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo (menghadap arah berlawanan). (RMOL/Faisal Aristama)  

 

JAKARTA — Rapat kerja Komisi III DPR RI bersama Kapolri, Jaksa Agung, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digelar secara tertutup pada Kamis, 4 September 2025, baru saja selesai.

 

Dalam rapat tertutup itu, hadir Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang digantikan Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Dedi Prasetyo beserta jajarannya.

 

Namun sayangnya, Dedi Prasetyo menolak meladeni pertanyaan wartawan perihal rapat tertutup yang digelar di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta tersebut.

 

Wakapolri langsung berjalan meninggalkan kerumunan wartawan yang sudah menunggu lama untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan rapat dan isu-isu aktual lainnya.

 

Belum diketahui pasti apa yang menjadi pembahasan rapat kerja tertutup tersebut.

 

Saat ditemui sebelum rapat, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengaku belum tahu apa pembahasan rapat. Sehingga, ia enggan berkomentar lebih jauh mengenai hal tersebut.

 

“Belum tahu, ini baru mau masuk dulu kita,” kata Nasir kepada redaksi. (rmol)


Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka 

 

JAKARTA — Gugatan terhadap Gibran Rakabuming Raka di Komisi Pemilihan Umum (KPU) kini semakin jelas. Gugatan tersebut diajukan oleh seorang warga negara bernama Subhan.

 

Ia yakin Gibran tidak memenuhi persyaratan administratif untuk menjadi calon wakil presiden dalam pemilihan umum 2024.

 

Subhan menegaskan alasan utamanya menggugat Gibran, karena sang wakil presiden tidak memiliki ijazah SMA atau sederajat sebagaimana dipersyaratkan dalam Undang-Undang Pemilu.

 

“Alasannya Gibran tidak memiliki ijazah SMA sederajat,” ungkap Subhan kepada JawaPos (grup FAJAR), Kamis (4/9/2025).

 

Ada pun, gugatan itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, teregistrasi dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.

 

Subhan juga menepis anggapan bahwa dirinya ingin menjatuhkan nama baik Gibran di mata masyarakat. Dia menegaskan bahwa ini persoalan hukum yang harus dipatuhi oleh semua pejabat publik.

 

“Bukan membohongi publik, tetapi tidak memenuhi syarat menjadi Wapres,” tegasnya.

 

Melalui gugatan yang diajukan ke pengadilan, Subhan menuntut ganti rugi immateriil sebesar Rp 125 triliun.

 

Kerugian immateriil, kata dia, akibat dilantiknya seseorang yang tidak memenuhi syarat konstitusional sebagai wakil presiden sangat besar dan menyangkut masa depan bangsa.

 

“Kerugian yang bersifat immateriil itu tidak terhingga,” terangnya.

 

Subhan menilai, kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius semua pihak, termasuk penyelenggara pemilu dan pemerintah.

 

Ia menyebut gugatan ini bukan hanya soal dirinya, melainkan demi menjaga marwah konstitusi agar tidak diabaikan. "Betul itu pendapat hukum saya," tandasnya. (fajar)

 

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 7 Agustus 2025. (Beritasatu.com/Yustinus Patris Paat)


JAKARTA — Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim dijadwalkan kembali diperiksa oleh tim penyidik ​​Kejaksaan Agung pada Kamis (4 September 2025).

 

Ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

 

Nadiem disebut akan memenuhi panggilan penyidik tersebut. Hal itu dikonfirmasi oleh kuasa hukumnya, Ricky Saragih.

 

"Betul dan dipastikan hadir," kata Ricky kepada wartawan, Rabu (3/9/2025).

 

Ini bukan kali pertama Nadiem bakal diperiksa oleh tim penyidik Kejagung. Dia sebelumnya telah diperiksa penyidik, Selasa (15/7/2025) dan Senin (23/6/2025). Keterangan tambahan darinya dinilai dapat membuat terang kasus ini, sehingga perlu kembali dipanggil untuk diperiksa.

 

Diketahui, kasus tersebut berawal saat Kemendikbudristek melaksanakan kegiatan pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) jenjang PAUD hingga SMA pada 2020-2022 untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) sebanyak 1,2 juta unit laptop chromebook dengan jumlah anggaran mencapai Rp 9,3 triliun yang bersumber dari APBN dan dana alokasi khusus (DAK).

 

Kejagung menyatakan tujuan pengadaan perangkat TIK berupa 1,2 juta laptop chromebook untuk siswa sekolah tidak tercapai karena Chrome OS banyak kelemahan untuk daerah 3T, sehingga perbuatan tersangka dinilai merugikan keuangan negara. Penggunaan chromebook sangat tergantung pada koneksi internet. Padahal, akses internet di banyak wilayah Indonesia belum merata.

 

Penyidik kemudian menggelar perkara dan menemukan bukti permulaan yang cukup dalam penetapan empat tersangka. Mereka yakni:

 

1. Mulyatsyah, mantan direktur SMP Kemendikbudristek.

2. Sri Wahyuningsih, mantan direktur sekolah dasar Kemendikbudristek.

3. Ibrahim Arief, konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

4. Jurist Tan, mantan staf khusus mendikbudristek (saat ini masih di luar negeri)

 

Keempat tersangka kasus chromebook tersebut dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (beritasatu)


Roy Suryo ketawa ketiwi (Tangkapan layar Twitter @muannas-alaidid)-- 


 JAKARTA — Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo mengungkap hasil analisisnya terkait delapan perwakilan ojek online (ojol) yang bertemu dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

 

Menurutnya, mereka yang mewakili hanya dua orang yang benar-benar pengemudi ojol.

 

“Dari 8 itu, dua memang benar ojol. Ada dua bapak-bapak itu, kelihatan memang ojol beneran,” kata Roy Suryo dalam kanal YouTube Refly Harun, Sabtu, (3/9/2025).

 

Sementara itu kata dia ada satu orang yang kelihatannya merupakan orang yang berasal dari keluarga berada.

 

“Ada satu yang kayaknya pemilik modal malah. Terlalu mulus, terlalu sehat. Dia mungkin penerus perusahaan ayahnya,” ungkapnya.

 

Dia juga menilai pertemuan delapan orang itu dengan Gibran terasa janggal. Gibran bertemu pengemudi siang hari. Sedangkan Presiden Prabowo Subianto juga bertemu sore harinya dengan dari perwakilan ojol dengan orang yang berbeda.

 

“Dari sisi waktu sudah tidak tepat. Kalau dia mau, katanya kan tadi pertemuannya cuman satu jam dengan para ojol, nah itu bisa saja sore harinya langsung gabung. Bukankah istana wapres itu tinggal nyebrang saja, sudah sampai istana Negara,” ungkap Roy Suryo.

 

Kedua yang dikritiki adalah pertemuan itu tak menghasilkan apa-apa. Padahal kata dia, harusnya pejabat negara ketika menerima tamu, yang ditunggu adalah kebijakan dari hasil pertemuan itu.

 

“Yang menarik karena tidak ada statement dari wapres. Tapi justru statement dari para driver ojol itu ada,” ujarnya.

 

“Ada diantara mereka itu yang bilang bahwa pertemuan ini akan kami kabarkan kepada Taruna. Dia bilang kepada Taruna, bukan driver,” lanjutnya.

 

Selanjutnya terkait sepatu yang dikenakan, Roy Suryo juga soroti. “Ini pencitraannya kok jelek banget. Maunya pencitraan tapi malah,” tandasnya. (fajar)


Danyon Resimen IV Korbrimob Polri, Kompol Cosmas Kaju Gae. (Foto; YouTube TV Polri) 

 

JAKARTA — Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Mabes Polri telah memberikan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemberhentian sebagai anggota Polri kepada Danyon Resimen IV Korbrimob Polri, Kompol Cosmas Kaju Gae (Kompol C).

 

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Mahkamah Kode Etik dan Profesi (KKEP), Kombes Heri Setiawan, dalam sidang KKEP di Gedung TNCC Polri, Jakarta Selatan pada Rabu, 3 September 2025.

 

Kompol Cosmas dipecat atas keterlibatannya dalam kasus kematian pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan (21) yang tewas dilindas rantis Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis malam, 28 Agustus 2025.

 

"(Sanksi administratif berupa) pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," kata Kombes Heri.

 

Selain dipecat, Kompol Cosmas juga dihukum penempatan dalam tempat khusus (patsus).

 

Dalam kasus ini, total ada tujuh anggota Brimob yang terlibat yakni Kompol Cosmas Kaju Gae, Bripka Rohmat, Briptu Danang, Bripda Mardin, Bharada Jana Edi, dan Bharaka Yohanes David, dan Aipda M. Rohyani.

 

Sebelum disidang etik, ketujuh anggota Brimob itu menjalani sanksi penempatan khusus (patsus) selama 20 hari sejak 29 Agustus 2025 di Divisi Propam Polri. (rmol)


Konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa, 2 September 2025. (Beritasatu.com/Hendro Dahlan Situmorang) 


JAKARTA — Sebanyak 11 orang tewas dalam gelombang demonstrasi besar-besaran di sejumlah daerah di Indonesia sejak 25 Agustus hingga 2 September 2025.

 

Korban berjatuhan akibat demonstrasi yang diwarnai kerusuhan dan tindakan represif aparat kepolisian saat menghadapi massa.

 

"Jumlah korban pun terus bertambah mulai 28 Agustus hingga 2 September 2025 ini," kata kata Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Anis Hidayah saat jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (2/9/2025).

 

Menurutnya, korban meninggal berasal dari mahasiswa, pengemudi ojek online (ojol), pelajar, tukang becak, hingga pegawai DPRD.

 

Komnas HAM menduga ada unsur tindakan kekerasan aparat dalam penanganan demo sehingga mengakibatkan jatuhnya korban.

 

11 Korban Meninggal Dunia dalam Demo 25 Agustus hingga 2 September 2025:

1. Affan Kurniawan (21 tahun)

Affan, pengemudi ojol asal Jakarta meninggal dunia setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob saat aparat kepolisian membubarkan massa pendemo di Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025) malam.

 

Affan tidak ikut berdemo, ia kebetulan berada di lokasi saat akan mengantar pesanan makanan untuk konsumennya di Jalan Bendungan Hillir.

 

2. Muhammad Akbar Basri (26 tahun)

Pegawai Humas DPRD Makassar tersebut meninggal dunia akibat terjebak di dalam bangunan saat Gedung DPRD Makassar dibakar massa pada Jumat (29/8/2025) malam.

 

3. Sarinawati (26 tahun)

Pegawai DPRD Makassar meninggal terjebak dalam kebakaran Gedung DPRD Makassar.

 

4. Saiful Akbar (43 tahun)

Plt kepala seksi kesra Kecamatan Ujung Tanah ini juga meninggal dalam kebakaran Gedung DPRD Makassar. Saat itu dia hadir ikut rapat paripurna mewakili camat, dan tidak sempat keluar saat massa membakar gedung.

 

5. Rusdamdiansyah (25 tahun)

Rusdamdiansyah, pengemudi ojol di Makassar meninggal setelah dikeroyok massa karena dikira sebagai intel dalam demonstrasi di depan kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.

 

6. Sumari (60 tahun)

Tukang becak asal Solo yang meninggal dunia diduga akibat terkena tembakan gas air mata saat terjadi bentrokan massa dengan aparat di Surakarta, Jawa Tengah.

 

7. Rheza Sendy Pratama (21 tahun)

Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Yogyakarta meninggal dunia dengan luka memar dan bekas pijakan sepatu di tubuhnya. Rheza ikut berdemo di depan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Dia kemudian jadi korban diduga akibat tindakan represif aparat.

 

8. Andika Lutfi Falah (16 tahun)

Siswa kelas 11 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 14 Kabupaten Tangerang ikut demo di Jakarta pada 29 Agustus 2025. Dia diduga menjadi korban saat massa bentrok dengan aparat. Andika dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Mintoharjo dengan kondisi luka berat pada bagian kepala belakang akibat benturan benda tumpul, nyawanya tak terselamatkan.

 

9. Iko Juliant Junior (19 tahun)

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang angkatan 2024. Ia pamit ke orang tuanya pergi ke kampus dengan membawa jas almamater. Dia kemudian bergabung dengan massa demo.

 

Iko dikabarkan kritis dan harus menjalani operasi di RSUP dr Kariadi, Semarang. Pengakuan orang tuanya, Iko sempat mengigau meminta untuk tidak dipukuli lagi, namun penyebab sebenarnya dari kematiannya masih belum terungkap.

 

10. Budi Haryadi (30 tahun)

Anggota Satpol PP Kota Makassar meninggal dalam demi rusuh di Makassar.

 

11.  Septinus Sesa

Warga saat aksi blokade di kawasan Wirsi dan Jalan Yosudarso, Manokwari. Kasus kematiannya masih diselidiki yang melibatkan Komnas HAM, Ombudsman, hingga LBH untuk menjamin transparansi. (beritasatu)


Presiden Prabowo Subianto seusai menjenguk korban demo di RS Polri, Senin 1 September 2025 (YouTube/Beritasatu) 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menegaskan kembali komitmennya untuk membela rakyat dan berjanji tidak akan mundur menghadapi tindakan anarkis yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.

 

“Demi Allah saya tidak akan mundur setapak pun, saya yakin rakyat bersama saya,” kata Prabowo saat memberikan keterangan pers usai menjenguk korban aksi demonstrasi di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, dilansir dari Antara Senin (1/9/2023).

 

Presiden menyampaikan keprihatinan atas puluhan korban luka, baik dari unsur kepolisian maupun masyarakat. Saat ini, terdapat 17 orang masih dirawat, termasuk seorang perempuan yang mengalami patah tulang setelah motornya dirampas perusuh.

 

Prabowo menegaskan hak menyampaikan pendapat dijamin undang-undang, tetapi harus dilakukan secara damai dan sesuai aturan. “Kalau demonstran murni yang baik justru oleh aparat harus dilindungi,” ujarnya.

 

Namun, ia menilai sejumlah aksi telah disusupi perusuh yang berniat merusak fasilitas publik, termasuk gedung DPR dan DPRD. “Niatnya bukan menyampaikan pendapat, niatnya adalah bikin rusuh, mengganggu kehidupan rakyat, menghancurkan upaya pembangunan nasional,” kata Presiden.

 

Pemerintah, menurut Prabowo, akan bertindak tegas dan mengusut tuntas pihak yang bertanggung jawab. “Saya tidak ragu membela rakyat, saya akan hadapi mafia-mafia yang sekuat apapun atas nama rakyat,” tegasnya.

 

Presiden juga memerintahkan kenaikan pangkat luar biasa bagi seluruh polisi yang menjadi korban, sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian mereka menjaga keamanan negara.

 

Dalam kunjungan ke RS Polri Kramat Jati, Prabowo didampingi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. Ia menyatakan terpanggil untuk melihat langsung kondisi aparat yang terluka akibat membela negara dan rakyat.

 

“Hari ini, saya merasa terpanggil, harus menengok petugas-petugas kita, prajurit-prajurit kepolisian yang cedera,” ujar Presiden.

 

Secara keseluruhan, jumlah polisi dan warga yang cedera akibat kericuhan aksi massa pekan lalu mencapai lebih dari 40 orang, sebagian besar telah selesai menjalani perawatan dan kembali ke rumah masing-masing. (beritasatu)


Presiden RI Prabowo Subianto di RS Polri, Jakarta, Senin, 1 September 2025 (Foto: RMOL/Hani Fatunnisa) 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto telah meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan kenaikan pangkat kepada para aparat kepolisian yang terluka saat bertugas mengamankan demonstrasi beberapa hari terakhir.

 

“Saya sampaikan ke Kapolri, saya minta semua petugas dinaikin pangkat. Dinaikin pangkat luar biasa karena bertugas di lapangan membela negara, membela rakyat, menghadapi anasir-anasir," Prabowo usai menjenguk para korban di Rumah Sakit (RS) Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin, 1 September 2025. 

 

Prabowo mengungkapkan terdapat 43 korban luka yang dirawat di RS Polri, sebagian sudah pulang dan tersisa 17 pasien.  Mereka terdiri dari Empat belas anggota dan tiga masyarakat. 

 

Menurutnya, dari pasien demo yang masih dirawat, terhadap 13 di antaranya yang mengalami luka serius hingga harus menjalani operasi besar.

 

“Saya sudah tengok 13 di atas, ada yang berat kepalanya sampai harus operasi, tempurung kepala diganti titanium, ada yang tangannya putus dan alhamdulillah dapat disambung lagi,” jelasnya.

 

Kondisi paling parah dialami seorang korban yang mengalami kerusakan ginjal akibat diinjak-injak.

 

“Beliau sekarang harus dicuci darah. Kalau perlu kita cari transplantasi. Kalau tidak bisa diperbaiki, ginjal ini sangat berat,” jelasnya.

 

Presiden menyebut aparat yang bersalah akan ditindak sesuai hukum. Namun, ia juga menekankan bahwa masyarakat tidak boleh melupakan pengorbanan aparat yang berjaga siang dan malam menjaga keamanan negara.

 

”Kalau ada kesalahan akan ditindak. Tapi jangan lupa, puluhan petugas sudah berkorban. Polisi siang malam menjaga keamanan di seluruh pelosok tanah air,” tegasnya. (rmol)


Demo di Kota Bandung hari ini (1/9), spanduk protes dibentangkan di gerbang Kantor DPRD Jawa Barat 


JAKARTA — Demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai elemen mahasiswa kembali digelar pada Senin, 1 September 2025. Kali ini, demonstrasi mulai berfokus menyuarakan tuntutan pencopotan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

 

Para mahasiswa menuntut reformasi menyeluruh terhadap kepolisian. Mereka tidak ingin aparat keamanan yang mengamankan demonstrasi lebih mengutamakan arogansi daripada rasa tanggung jawab atas tugas mereka.

 

Di Bandung misalnya, elemen mahasiswa yang tergabung dalam organisasi kepemudaan Cipayung Plus dari berbagai kampus, menuntut Presiden Prabowo Subianto mencopot Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari jabatannya.

 

Salah satu alasannya karena gejolak yang terjadi hingga memicu kerusuhan di berbagai daerah, imbas dari ulah anak buahnya yang memilih lari dari tanggung jawab saat menabrak salah satu driver ojek online (ojol), Affan Kurniawan.

 

Imbas ulah yang tidak bertanggung jawab itu, pengemudi ojol tersebut tewas dilindas kendaraan taktis (rantis). Tragedi memilukan yang disaksikan banyak mata.

 

Desakan pencopotan Kapolri ini disampaikan ratusan mahasiswa dalam aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (1/9/2025).

 

Massa menyuarakan kekecewaan mereka terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai gagal meredam gelombang demonstrasi belakangan ini. Mahasiswa menilai pemerintah tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.

 

"Pemerintah masih belum becus menyelesaikan masalah. Justru yang dilakukan adalah menambah kekuatan pengamanan. Ini menandakan ketidakmampuan pemerintah dalam mencari solusi," kata Koordinator Lapangan Cipayung Plus, Rafli Salam saat ditemui di sela-sela aksi.

 

Rafli menegaskan, langkah pemerintah dan aparat yang lebih mengedepankan pendekatan keamanan justru kian memicu perlawanan mahasiswa.

 

Ia menambahkan, aksi kali ini membawa sejumlah tuntutan, di antaranya reformasi Polri dan desakan pencopotan Kapolri.

 

"Kalau Kapolri tidak dicopot, kami akan melakukan eskalasi massa yang lebih besar. Ini bentuk kekecewaan karena kalau DPRD saja tidak sanggup menemui kami, artinya mereka tidak mampu menampung aspirasi rakyat," tegasnya.

 

Pantauan di lokasi, massa aksi memadati pelataran Gedung DPRD Jabar. Spanduk berisi tuntutan mahasiswa terbentang di pintu masuk gedung, sementara orasi terus disuarakan bergantian oleh perwakilan organisasi yang hadir.

 

Tuntutan pencopontan kapolri juga disuarakan mahasiswa yang menggelar aksi demo di Kota Makassar. Mahasiswa mengecam keras anggota brimob yang memilih melindas ojol dibanding menghentikan mobilnya.

 

Nampak pada spanduk yang mereka bentangkan, mahasiswa menuntut agar Kapolri, Jenderal Pol, Listyo Sigit Prabowo dicopot dari jabatannya.

 

"Mengecam keras tindakan represif Kepolisian yang melindas ojol hingga meninggal," tertulis pada spanduk yang mereka bawa. (fajar)

 

Yaqut Cholil Qoumas 

 

JAKARTA — Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyelesaikan pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama sekitar tujuh jam.

 

Ia diperiksa terkait dugaan tindak pidana korupsi kuota haji 2023-2024 yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp1 triliun.

 

Pantauan di lokasi, Yaqut tiba di gedung KPK pukul 09.19 WIB dan selesai menjalani pemeriksaan pada pukul 16.21 WIB, Senin (1/9/2025).

 

“Memperdalam keterangan yang saya sampaikan di pemeriksaan sebelumnya. Jadi ada pendalaman,” ujar Yaqut usai pemeriksaan. (beritasatu)


Adhie M Massardi - jpnn 


JAKARTA — Juru bicara Presiden ke-4 Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi, kembali angkat bicara terkait situasi Indonesia yang kurang kondusif.

 

Ia mengatakan, situasi yang tidak stabil dan menegangkan ini merupakan akibat dari kemarahan masyarakat yang sudah mencapai puncaknya.

 

Dalam cuitan di akun media sosial X pribadinya, Adhie Massardi mengatakan tanda-tanda kemarahan publik sudah jelas dan tidak bisa lagi ditutup-tutupi.

 

Adhie menyatakan, situasi saat ini sudah mencapai titik kritis akibat menumpuknya kekecewaan publik yang nyata-nyata berdampak pada kebijakan pemerintah dan praktik politik di DPR.

 

“KAMI SUDAH INGATKAN di Yogya 18:08:25 kemarahan rakyat yg dikompori All the Widodo's Men di kabinet dan DPR sdh smp titik didih,” tulisnya dikutip Senin (1/9/2025).

 

Ia semakin menunjukkan kejengkelannya dengan sikap pemerintah yang terlihat acuh dengan situasi yang dihadapi.

 

Ia merujuk pada kebiasaan pemerintah yang kerap menampilkan kesan seremonial untuk meredam ketegangan.

 

Seperti pemberian gelar kenegaraan kepada tokoh tertentu, hingga kegiatan panggung rakyat yang disertai tarian dan hiburan, dianggapnya tidak menyentuh akar persoalan.

 

“Tapi dijawab dng pemberian Gelar Kenegaraan dan joget2an,” sebutnya. 

 

“Membersihkan orang2 yg 10 tahun rusak negara/bangsa harus jd agenda utama. Bukan represi !,” terangnya. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.