Latest Post


 

SANCAnews – Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi etik terhadap Penyidik Mochamad Praswad Nugraha. Sanksi diberikan usai Praswad dinyatakan terbukti melakukan perundungan dan pelecehan terhadap saksi kasus bansos, mantan Senior Assistant Vice President (SAVP) Bank Muamalat Indonesia, Agustri Yogasmara alias Yogas.

 

Praswad buka suara menanggapi putusan tersebut. Ia menganggap hal itu sebagai bentuk serangan balik terhadap upaya pemberantasan korupsi. Terlebih perkara yang ditanganinya ini besar, melibatkan pejabat sekelas menteri dan hajat hidup orang banyak.

 

"Laporan terhadap kami bukanlah hal baru dan merupakan risiko dari upaya kami membongkar kasus korupsi paket sembako Bansos dengan anggaran Rp 6,4 triliun, yang dilakukan secara keji di tengah bencana COVID-19," ujar Praswad dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/7).

 

Soal sejumlah ungkapan intimidasi yang diungkap oleh Dewas KPK di persidangan, Praswad menilai hal tersebut harus dilihat secara keseluruhan. Menurut dia, ada konteks yang hilang dalam putusan Dewas KPK terkait ucapannya kepada saksi yang dinilai intimidasi.

 

Praswad menilai konteks yang hilang ialah soal suasana dan intonasi dalam percakapan tersebut. Lalu kemudian latar belakang dialog yang terjadi 3-4 jam sebelum komunikasi terjadi. Hingga soal upaya peringatan mengenai saksi pidana agar saksi tidak memberikan keterangan yang tak sesuai dengan barang bukti yang terdapat dalam perkara.

 

"Peringatan tersebut muncul sebagai upaya kami untuk menghentikan adanya ancaman yang dilakukan oleh Agustri Yogasmara terhadap saksi lainnya, serta teknik-teknik interogasi dalam penyidikan," ucap Praswad.

 

Praswad mengungkapkan sanksi yang diperolehnya ini masih tak sebanding dengan penderitaan dari mereka para korban akibat kasus korupsi bansos COVID ini.

 

"Para korban tersebut merupakan rakyat yang dirampas hak-haknya dengan cara melawan hukum dan tidak manusiawi akibat korupsi Bansos COVID-19," ungkap Praswad, dilansir dari kumparan.

 

Ke depan ia berharap tidak ada lagi rekan penyidik atau pegawai KPK lainnya yang justru menjadi korban atas upaya dan perjuangannya dalam membongkar perkara rasuah yang ditanganinya.

 

"Kami mohon Dewas KPK secara konsisten dapat menjadi lentera keadilan terhadap berbagai dugaan pelanggaran etik serta tindakan koruptif yang benar-benar merusak KPK dan merusak Indonesia," kata Praswad.

 

Sebelumnya Ketua Majelis Harjono menjatuhkan sanksi berbeda terhadap dua penyidik KPK dalam dugaan pelanggaran etik tersebut. Mochammad Praswad Nugraha, divonis sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10% selama enam bulan.

 

Sedangkan untuk penyidik Muhammad Nor Prayoga, majelis menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku hukuman selama tiga bulan. []




SANCAnews – PBNU menerbitkan Surat Edaran mengenai PPKM darurat dan pelaksanaan salat Idul Adha.

 

PBNU meminta agar pelaksanaan salat Idul Adha di kawasan PPKM darurat tak digelar di Masjid.

 

"Di daerah-daerah yang dinyatakan aman dari COVID-19 (zona hijau) oleh pemerintah setempat dan satgas COVID-19 dapat melakukan salat Idul Adha 1442 H di Masjid/Mushala dengan menjalankan protokol kesehatan secara ketat dan disiplin.

 

Adapun dareah-daerah yang ditetapkan masuk dalam PPKM Darurat atau daerah dinyatakan tidak aman dari COVID (zona merah, zona oranye, zona kuning) maka salat Idul Adha 1442 H tidak dilaksanakan di Masjid/Mushala atau lapangan," demikian isi SE PBNU, seperti dilihat Rabu (14/7/2021).

 

Hal senada berlaku untuk takbiran. Takbiran di masjid hanya dianjurkan untuk di wilayah yang dinyatakan aman dari Corona. Sementara di kawasan PPKM darurat atau zona merah tidak dianjurkan untuk takbiran di masjid atau musala.

 

"Takbiran di rumah masing-masing bersama keluarga," tulis PBNU.

 

PBNU juga mengimbau warga NU yang memiliki kemampuan finansial agar mendonasikan dana untuk dibelikan hewan kurban yang nanti guna membantu warga terdampak Corona.

 

Selain itu, PBNU berharap pemerintah meningkatkan sosialisasi terkait Corona, terutama risiko terhadap anak-anak yang rentan tertular. PBNU meminta pemerintah memperhatikan serius ke anak-anak yang terpapar COVID-19.

 

"Dalam situasi PPKM darurat ini pemerintah harus meningkatkan serta menambah sentra-sentra layanan vaksinasi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang vaksinasi COVID-19 yang harus bekerjasama dengan pihak terkait," jelas PBNU.

 

PBNU juga mengutuk pihak-pihak yang menimbun obat-obatan, alkes, termasuk oksigen. Termasuk tindakan yang mengambil keuntungan finansial dari pandemi yang merugikan banyak pihak.

 

"PBNU mengutuk tindakan tersebut," tulis PBNU.

 

Lebih lanjut, PBNU menyarankan agar instruksi pemerintah terkait PPKM darurat untuk dipatuhi. PBNU meningkatkan untuk menjalankan prokes dengan disiplin dan mendorong ulama untuk menyosialisasikan pencegahan Corona. (detik)


SANCAnews – Belum ada progres memuaskan dari kinerja pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung sejak awal tahun 2020.

Sebaliknya, kondisi bangsa Indonesia kini kian babak belur. Kasus penyebaran Covid-19 terus meningkat dan kondisi perekonomian masyarakat juga terpuruk.

 

Ekonom senior Rizla Ramli berpandangan, saat ini kondisi bangsa Indonesia hampir terjungkal dengan hantaman pandemi Covid-19. Hal tersebut terjadi karena sejak awal pemerintah tidak serius mengatasi pandemi.

 

"Kalau kita lihat apa yang dilakukan pemerintah selama satu setengah tahun belakangan (pemerintah tidak serius)," kata Rizal Ramli dalam diskusi daring Secangkir Kopi bertema 'Rakyat Merintih, Pemerintah Kibarkan Bendera Putih', Selasa malam (13/7).

 

Dilihat pada tiga bulan pertama pandemi di Indonesia, pemerintah tidak bergegas mengatasi pandemi, melainkan lebih menyibukkan dengan argumen bantahan.

 

"Januari sampai Maret (2020) terjadi bantah-bantahan. (dikatakan) Covid enggak ada, Indonesia tidak mungkin (terjangkit Covid-19). Ada lelucon tentang Covid, makan nasi kucing bisa sembuh," sambung RR.

 

Tidak ada keseriusan yang ditunjukkan pemerintah saat negara lain dihantam wabah Covid-19. Bahkan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bukan mencegah penyebaran Covid-19, melainkan dengn membayar pendengung agar masyarakat tak percaya dengan wabah dari Wuhan, China tersebut.

 

"Jadi selam tiga bulan, pemerintah menganggap Covid-19 lelucon, menyewa buzzer puluhan miliar rupiah untuk menyesatkan rakyat bahwa Covid tidak ada dan tidak penting," tandasnya. (rmol)



SANCAnews – Entah apa terjadi dengan sejumlah pelajar SMP Negeri 1 di Kota Jambi. Usai vaksinasi COVID-19, sejumlah pelajar tersebut langsung terkapar dan pihak perawat langsung memasang oksigen.

 

Informasi dihimpun viva, terkaparnya para pelajar, setelah mengalami mual, pusing dan muntah. Kini para pelajar langsung dirawat di Puskesmas Koni yang berada di sekitar SMP Negeri 1.

 

Namun, pihak puskesmas yang menangani para siswa SMP tersebut langsung mengklaim bahwa para tubuh pelajar SMP sedang lemah akibat imun rendah.

 

Kepala Puskesmas Koni, dr. Mefi Drastiana saat dikonfirmasi membenarkan ada pelajar dari SMP Negeri 1 kelas IX Kota Jambi terkapar usai di vaksin dan terkapar karena tensi darah rendah.

 

"Ya benar, pelajar SMP usai di vaksin langsung mual, pusing, muntah sampai terbaring lemah," ujarnya.

 

Mefi menyebutkan, saat terkapar siswa langsung dirawat oleh tenaga medis Puskesmas Koni dan gejala tersebut akibat tensi darah rendah dan ia berharap tidak terjadi apa-apa.

 

"Faktor pelajar lemah saat divaksin akibatkan tidur larut malam dan terkapar itu dua pelajar mendapat pertolongan pernapasan oksigen," jelasnya Senin, 12 Juli 2021.

 

Mefi menceritakan, pertolongan pelajar usai di vaksin, perawat mencoba membaringkan pelajar agar darah yang mengalir ke Jantung kembali lancar dan ia menyarankan, pelajar saat divaksin terlebih dahulu makan dan vitamin.

 

"Semoga Vaksin terhadap pelajar yang ada di Kota Jambi lancar demi memutus rantai penyebaran COVID-19," katanya.

 

Terpisah, Wakil Kesiswaan SMP 1 Kota Jambi, Desriyenti menjelaskan, vaksin yang diberikan kepada siswa ada dua orang terkapar namun satu orang sudah balik kepada orang tuanya dan satunya masih di Puskesmas.

 

"Sebelum siswa pelajar di vaksin, kita terlebih dahulu izin dengan orang tua setelah itu langsung di vaksin," katanya. (*)




SANCAnews – Pernyataan Menteri Sosial Tri Rismaharini menuai polemik di masyarakat. Ini lantaran Risma mengancam akan memindahkan aparatur sipil negara (ASN) yang tidak becus bekerja ke Papua.

 

Mantan Sekjen DPP Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menyayangkan gaya komunikasi Risma tersebut. Sebab, mantan Walikota Surabaya itu seolah menempatkan Papua menjadi daerah pembuangan bagi ASN yang tidak mampu bekerja.

 

“Kalimat bu Risma seolah-olah menempatkan Papua sebagai sasaran lokasi ASN yang tak becus?” tuturnya lewat akun Twitter pribadinya, Rabu (14/7).

 

Hinca mengingatkan bahwa Papua justru sedang butuh banyak SDM yang mumpuni. Sehingga rakyat Papua bisa menjadi lebih sejahtera.

 

“Jadi yang dikirim justru harus yang terbaik. Kekeliruan ini mudah-mudahan tak terulang,” tuturnya.

 

Di sisi lain, Staf Pribadi Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ossy Dermawan menilai apa yang disapaikan Risma menjadi bukti revolusi mental hanya lip service.

 

Terlepas dari itu, Wasekjen DPP Partai Demokrat itu meminta Risma untuk meminta maaf pada rakyat Papua.

 

“Mungkin Ibu tidak bermaksud merendahkan Papua tapi minta maaflah terhadap Papua. That’s the least you can do,” tutupnya. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.