Latest Post


Jakarta, SNC - Anggota Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan ditangkap polisi pada Selasa pagi (13/10). Ahmad Yani, yang juga anggota Komite Eksekutif KAMI, menyebut rekannya itu ditangkap di kediamannya pada pukul 04.00 WIB.

“Ya betul jam 04.00 WIB pagi tadi,” kata Ahmad Yani saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (13/10).

Ahmad Yani menduga Syahganda ditangkap lantaran diduga melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena petugas yang menjemput mengaku berasal dari Direktorat Tindak Pidana Siber, Bareskrim, Mabes Polri.

“Kami belum tahu sangkaannya, tapi kemungkinan ya UU ITE karena yang nangkap itu Siber. Bareskrim Siber,” katanya.

Saat dijemput petugas, Syahganda tidak didampingi kuasa hukum. Ahmad Yani mengatakan KAMI tengah menyiapkan tim advokasi sehingga nanti akan mendampingi Syahganda dalam menjalani proses hukum.

Ahmad Yani lalu menegaskan bahwa Syahganda tidak mungkin terlibat dalam kericuhan demonstrasi Omnibus Law UU Cipta Kerja. Dia menampik anggapan jika Syahganda disebut menunggangi atau pun mensponsori.

“Keliru jika ada anggapan seperti itu. Kalau sponsor, ya seperti apa. Pak Syahganda ini kan intelektual. Doktor. KAMI juga gerakan intelektual,” kata Ahmad Yani.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyatakan belum ada info soal penangkapan tersebut di Polda. Sementara Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengaku akan mengecek terlebih dahulu ihwal penangkapan Syahganda Nainggolan, "Nanti dicek ya,” kata Argo. (*)




Jakarta, SNC - Perwakilan Tim Advokasi Demokrat, Muhammad Afif Abdul Qoyim mengatakan, hingga saat ini pihaknya telah menerima 507 laporan kehilangan baik dari kalangan buruh, mahasiswa bahkan jurnalis saat aksi demonstrasi yang dilakukan 8 Oktober untuk menolak pengesahan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.

 

Dari angka tersebut, sebanyak 300 orang telah ditemukan dan dipastikan keberadaannya hingga dipulangkan ke kediaman masing-masing. Namun masih ada 207 orang yang belum diketahui keberadaanya.

 

"Tapi masih terdapat 207 orang yang teridentifikasi hilang dan beberapa tempat serta kantor polisi belum bisa memastikan, dan banyak yang tidak teridentifikasi ditahan di mana," kata Afif saat memberikan keterangan pers secara daring, Senin (12/10).

 

Hingga saat ini kata dia, timnya masih terus bergerak untuk mencari tahu keberadaan para demonstran yang dilaporkan hilang ini. Afif mengatakan pihaknya mengalami kesulitan lantaran kepolisian tidak memberi akses terbuka terkait identitas hingga berapa banyak massa yang ditahan dalam aksi 8 Oktober kemarin.

 

"Sampai sekarang tim masih terus bergerak tapi tim mengalami kesulitan karena pihak kepolisian minim membuka siapa saja yang ditahan dan ditempatkan di mana, serta atas tuduhan apa," katanya.

 

Tak hanya soal laporan orang hilang, Afif mengaku pihaknya juga banyak menerima laporan terkait kekerasan terhadap jurnalis hingga pembungkaman paksa saat aksi berlangsung. Jurnalis yang tengah bertugas di lapangan menerima kekerasan berupa larangan meliput dan atau mengambil gambar saat aksi berlangsung.

 

"Kami juga mendapat laporan aparat yang membungkam beberapa jurnalis untuk tidak meliput. Setelah itu banyak juga yang ditangkap. Ini tentu praktik mencederai jurnalistik," katanya.

 

Tak hanya itu Afif juga mengakui selama aksi berlangsung telah banyak tindakan pengendalian massa dengan kekerasan yang semestinya tidak dilakukan saat aksi awalnya berlangsung damai.

 

Misalnya kata dia, pembubaran massa dengan menggunakan gas air mata hingga menghalangi-halangi massa yang hendak menggelar aksi untuk datang ke Jakarta.

 

"Aparat cenderung menghalangi massa ke tempat tujuan. Sekenario menempatkan aparat di depan massa yang sedang duduk berkumpul, ini merupakan tindakan membuat paranoid massa kepada aparat," kata dia. (sanca)



Sumber : gelora





Kupang, SNC - Sebanyak 200 personel Brimob Polda Nusa Tenggara Timur diberangkatkan ke Jakarta untuk membantu mengamankan Ibu Kota dari aksi unjuk rasa menentang Omnibus Law oleh pekerja dan mahasiswa.

"Ada 200 personel Brimob yang kita BKO-kan ke Polda Metro Jaya dan apel pelepasannya sudah dilakukan pada Minggu (11/10) semalam," kata Kapolda NTT Irjen Pol Lotharia Latif kepada wartawan di Kupang, Senin.

Ia mengatakan penugasan yang diberikan kepada ratusan personel itu bukan merupakan sesuatu yang baru. Pasalnya personel Brimob Polda NTT sering ditugaskan ke berbagai daerah khususnya di wilayah Jakarta.

"Tunjukkan bahwa personel yang melaksanakan tugas memiliki disiplin, dedikasi dan loyalitas yang baik," ujar dia.

Kapolda NTT juga menegaskan personel Brimob NTT BKO Polda Metro Jaya agar melaksanakan tugas sesuai SOP dan tetap menerapkan protokol Covid-19. "Laksanakan tugas dengan baik dan tetap jaga kesehatan dan keselamatan saat bertugas. Yang berangkat 200 orang ini harus kembali dalam keadaan yang sehat-sehat selalu," tambah dia.

Orang nomor satu di Polda NTT itu juga mengingatkan anggota Brimob yang berangkat ke Jakarta agar selalu kompak, menjaga solidaritas dan setiap pergerakan selalu mengikuti perintah. 

“Bagi para anggota agar mengikuti perintah Komandan yang telah memberikan arahan dalam melaksanakan tugas pengamanan aksi unjuk rasa dan tetap selalu waspada. Ingat jaga nama baik kesatuan dan institus,” sebutnya. (republika)





Jakarta, SNC - Massa Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSBSI) yang menolak Omnibus Law Cipta Kerja tak bisa menghampiri depan Istana Kepresidenan dan akhirnya pengunjuk rasa bergerak ke depan Balaikota DKI Jakarta, Senen (12/10).


Berdasarkan pantauan di lokasi, massa awalnya bergerak dari titik di sekitar depan gedung Kementerian Pariwisata ke arah depan Istana seusai polisi membuka blokade kawat berduri, namun sesampainya di depan gedung Kementerian Perhubungan massa tertahan dan Polisi kembali menerapkan blokade.


"Berhenti-berhenti ada apa lagi ini, kami ditahan kok ditutup lagi pak polisi," kata salah satu orator dari atas mobil komando di lokasi, Senin (12/10/2020).


Massa pun mempertanyakan kembali mengapa masih tidak boleh diperkenankan menggelar aksi di depan Istana. Massa buruh menyebut hanya ingin mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).


Setelah hampir 20 menit massa buruh malah memutuskan untuk putar balik dan membubarkan diri. Massa mengancam akan datang dengan jumlah yang lebih banyak.


"Setidaknya Jokowi sudah tahu kita aksi di sini. Aksi ini kita lakukan sampai tanggal 16 (Oktober) kita susun. Nanti kita akan datang dari Utara, Selatan, Barat, Timur kita kepung Istana!" tegas orator.


Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Heru Novianto, mengatakan, area depan Istana Kepresidenan tetap steril dari adanya aksi demo. Massa hanya bisa menggelar aksi di sampai di depan Gedung Kementerian Pariwisata hingga Polhukam saja. 


"Untuk di depan istana untuk saat ini kita close paling batasnya hanya sampai sini saja karena situasinya saat ini kan masih belum tentu termasuk besok-besok kita akan sekat di sini," kata Heru di lokasi.


Adapun massa buruh dikabarkan bergerak ke depan Balai Kota DKI Jakarta. Berdasarkan pantauan Suara.com di depan Balai kota sudah dipasangi kawat berduri, sejumlah personel kepolisian dan TNI pun tampak disiagakan.


Sebelumnya, Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) akan menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja hari ini di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020).


Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita, mengatakan, aksi ini akan digelar mulai pukul 11.00 WIB. Menurutnya, aksi ini akan diikuti sekitar 2.000 buruh, "Kami sudah kirim pemberitahuan. Aksi hari ini jadi sekitar jam 11," kata Elly, Senin (12/10).


Sementara itu, Elly menjelaskan, bahwa pihaknya menggelar aksi unjuk rasa lantaran merasa aspirasinya atau tuntutannya tidak diakomodir oleh DPR RI dan Pemerintah. Menurutnya, ada 4 hak dasar buruh yang terdegradasi dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja.


Pertama, yakni sistem perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tanpa batas. Kedua, outsourcing dipeluas tanpa batas jenis usaha, Ketiga, upah dan pengupahan diturunkan, Keempat, besar pesangon diturunkan.


Menurut Elly, aksi ini rencananya akan digelar secara berturut-turut dimulai hari ini 12 Oktober hingga 16 Oktober. Tak hanya di Jakarta, aksi tersebut juga akan digelar di 32 provinsi.


"Kenapa ke istana karena pak Presiden yang akan menandatangani (pengesahan UU Omnibus). Karena presidenlah yang dapat menerbitkan Perppu ketika tuntutan menolak UU dipenuhi," tuturnya. (gelora)





Banten, SNC –  Sekitar 50 ribu buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) dijadwalkan akan mengepung Istana Negara pada 20-22 Oktober 2020 mendatang.


Hal itu dilakukan untuk mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait Omnibus Law Cipta Kerja.


Hal itu merupakan aksi lanjutan yang akan dilakukan para buruh untuk menggagalkan Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI pada 5 Oktober 2020 lalu.

 

Sebab, pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja dianggap tidak berpihak pada masyarakat kecil. Khususnya para buruh.


Tanggal tersebut dipilih para buruh di Banten karena bertepatan dengan setahun pelantikan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.


Dikatakan Presidium AB3, Dedi Sudrajat, jika pihaknya bersama aliansi buruh dari DKI Jakarta dan Jawa Barat akan bergabung bersama-sama mendesak Jokowi mengeluarkan Perppu.

 

Bahkan, pihaknya sudah mengkoordinir seluruh buruh untuk melakukan pemberangkatan ke Ibu Kota.


“Hampir 50 ribu se-Provinsi Banten. Nanti kita gabung dengan DKI dan Jabar. Tuntutannya sama, Presiden mengeluarkan Perppu. Itu aja. Kita mah enggak melebar kemana-mana,” ucapnya saat dihubungi melalui telepon seluler, Senin (12/10/2020).


Diungkapkannya, jika para buruh yang tergabung dalam AB3 akan berangkat menggunakan bis yang sudah disewa.

 

Namun, bagi para buruh yang berada di daerah Tangerang akan berkonvoi menggunakan sepeda motor.


Dedi mengatakan pihaknya tidak akan melakukan judicial review terkait pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi beberapa hari lalu.


Menurutnya, hal itu terkesan percuma, karena pihaknya tidak akan menang dalam gugatan di Mahkamah Konstitusi.


“Kita tidak berhasrat, karena hakim MK itu diajukan oleh Presiden, diajukan DPR, diajukan Mahkamah Agung (MA), kemudian ditetapkan oleh Presiden. Logikanya yang kita lawan Presiden sama DPR, mana bakal kita menang? Percuma. Pasti pemerintah berupaya sistem politiknya kondusif,” jelasnya.[*]




SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.