Latest Post

Kolonel KKO Bambang Widjanarko 

 

JAKARTA — Kisah Kolonel Bambang Widjanarko kembali menjadi perhatian di tengah polemik prajurit aktif yang saat ini menduduki jabatan sipil. Terutama jika dikaitkan dengan jabatan Teddy Indra Wijaya, mantan ajudan Prabowo Subianto yang kini menjabat Sekretaris Kabinet Presiden Prabowo. Teddy baru saja naik pangkat dari mayor menjadi kolonel.

 

Pemilik nama lengkap Kolonel KKO (Purn) Drs. Geraldus Bambang Setijono Widjanarko adalah mantan ajudan pribadi Presiden pertama Indonesia, Soekarno.

 

Ia menjadi ajudan pribadi Soekarno pada tahun 1960-1965. Purnawirawan KKO (sekarang Korps Marinir) itu pernah ditawari kenaikan pangkat menjadi Brigadir Jenderal oleh Soekarno. Namun, ia menolak karena khawatir melanggar aturan dan menjadi bahan ejekan.

 

Saat itu, Bambang memiliki beberapa kesempatan untuk masuk Sesko TNI, namun tidak diizinkan oleh Soekarno. Hingga akhirnya Soekarno menawarkan bahwa dirinya bisa naik pangkat tanpa harus masuk Sesko.

 

“Siapa bilang bahwa hanya lulusan Sesko yang bisa jadi jenderal? Yang mengangkat orang jadi jenderal adalah saya, Pangti ABRI. Kamu sekarang berpangkat Kolonel, nanti bulan Agustus saya naikkan pangkatmu jadi Brigjen. Menurut saya tanpa masuk Sesko, kamu memang telah pantas jadi Brigjen mengingat prestasi dan dedikasimu," kata Bung Karno ketika berbincang dengan ajudannya Kolonel Bambang, seperti ditulis Bambang dalam buku Sewindu Dekat Bung Karno.

 

Presiden Soekarno terkejut mendengar penolakan Bambang. Setelah dijelaskan panjang lebar, Presiden Soekarno memahaminya.

 

Presiden Soekarno memerintahkan agar Pangal dan Panglima KKO tidak lagi mengeluarkan keputusan Bambang masuk Sesko.

 

Presiden Soekarno menegaskan bahwa Bambang adalah perwira yang baik dan masih memerlukannya sebagai ajudan.

 

Dia sempat ditawari kembali masuk Sesko oleh pimpinan TNI tapi Bambang memilih tetap menjadi ajudan Presiden Soekarno karena tidak elok meninggalkan Presiden Soekarno yang sedang menghadapi cobaan berat.

 

Pengamat politik dan militer Universitas Nasional, Selamat Ginting memuji sikap Bambang Widjojanto tersebut.

 

Selamat Ginting menyebut Bambang mengaku tak berhak menggunakan pangkat itu tanpa mengikuti prosedur yang ada.

 

“Kenapa, saya belum Sesko pak. Saya malu presiden, karena saya belum sesko, teman-teman saya nanti menertawakan saya, malu saya menggunakan pangkat jenderal. Saya tidak berhak,” tutur Ginting seolah meniru perkataan Bambang Widjanarko.

 

Jika dibanding lagi dengan Teddy, kenaikan pangkatnya terlalu cepat. Apalagi teman-teman seangkatannya baru menjadi mayor 1 April 2025 mendatang.

 

Dia menyoroti Teddy yang tiba-tiba menjadi mayor dan letkol, itu dua kenaikan yang aneh kata dia.

 

“Karena untuk menjadi mayor paling cepat 14 tahun kalau sudah di kelapa dua. Kalau tidak, 16 tahun, 18 tahun. Jadi ada aturan,” jelas mantan bankir ini. (*)


Jeffrie Geovanie/Net 

 

JAKARTA — Isu Menteri BUMN Erick Thohir yang digantikan oleh salah satu pendiri Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jeffrie Geovanie menuai pro dan kontra. Pasalnya, Jeffrie Geovanie sangat dikenal sebagai loyalis Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

 

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga berpendapat, jika rumor tersebut benar, maka tidak akan menguntungkan Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto.

 

“Kalau ini benar terjadi, maka semakin banyak loyalis Jokowi yang berada di kabinet Prabowo Subianto,” kata Jamiluddin kepada RMOL, Sabtu 15 Maret 2025.

 

Menurut Jamiluddin, jika Jeffrie Geovanie menggantikan posisi Erick Thohir, secara politis itu semakin mengindikasikan bahwa Prabowo terkesan masih dalam kendali Jokowi.

 

Persepsi ini menguatkan penilaian banyak pihak, pemerintahan Prabowo rasa Jokowi.

 

“Hal itu tentu tidak menguntungkan bagi Prabowo. Sebab, Prabowo hanya dinilai sebagai perpanjangan tangan Jokowi,” kata Jamiluddin. (*)


KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak turut buka suara mengenai isu penempatan personel TNI aktif pada jabatan sipil di kementerian atau lembaga negara non militer. (TNI AD) 

 

JAKARTA — Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak turut buka suara mengenai isu penempatan personel TNI aktif pada jabatan sipil di kementerian atau lembaga negara non militer. Orang nomor satu di TNI AD itu menilai, hal itu tidak perlu lagi menjadi polemik. Sebab, TNI selalu berpatokan pada aturan dan patuh pada keputusan negara.

 

Menurut Jenderal Maruli, hal itu boleh saja menjadi bahan diskusi. Termasuk diskusi mengenai opsi prajurit TNI aktif harus alih status bila menduduki jabatan sipil atau malah musti pensiun dini. Namun, dia tidak ingin hal itu diperdebatkan dengan arah yang tidak tentu. Menurut dia, perdebatan seperti itu tidak seperti kurang kerjaan sehingga tidak diperlukan.

 

”Silakan saja didiskusikan, apakah tentara harus alih status, apakah tentara harus pensiun? Jadi, tidak usah diperdebatkan seperti ribut kanan, kiri, ke depan, kayak kurang kerjaan. Nanti kan ada forumnya, kita bisa diskusikan,” kata dia.

 

Pejabat yang pernah bertugas sebagai panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu memastikan, TNI akan loyal, taat, dan tunduk pada aturan. Jika keputusan dalam diskusi di forum resmi berkaitan dengan aturan ketentaraan mengharuskan prajurit TNI aktif mundur dari jabatan atau pensiun dini ketika mengisi jabatan sipil, maka mereka akan tunduk.

 

”Jadi tidak usah ramai bikin ribut di media, ini itu lah, Orde Baru lah, tentara dibilang hanya bisa membunuh dan dibunuh. Menurut saya, otak-otak (pemikiran) seperti itu, kampungan menurut saya,” kata dia.

 

Perwira tinggi bintang empat TNI AD itu pun tidak ingin keributan yang muncul sampai menyerang institusi. Sebab, TNI patuh pada keputusan negara. Bila ada anggota atau prajurit TNI aktif yang dibutuhkan oleh negara, maka mereka siap membantu. Apalagi bila prajurit atau personel itu memang punya kemampuan dan kapasitas yang baik.

 

”Karena kami melihat anggota-anggota TNI AD punya potensi. Silakan didiskusikan, apakah kami boleh mendaftar, atau ada sidangnya, atau ditentukan oleh presiden, silakan saja. Tapi jangan menyerang institusi,” tegas Maruli. (jawapos)

 

Hendrik Pardamean Hutagalung Lulusan Terbaik Akmil 2011 

 

JAKARTA — Sorotan terhadap Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya makin tajam. Ia kini dibandingkan dengan Hendrik Pardamean Hutagalung. Hendrik merupakan teman sekelas Teddy di Akademi Militer tahun 2011. Dengan rekam jejak yang panjang dan segudang prestasi.

 

“Hendrik adalah lulusan terbaik Akademi Militer 2011 dan peraih penghargaan Adhi Makayasa,” kata Pegiat Media Sosial Feri Zandra dikutip dari unggahannya di X, Jumat (14/3/2025).

 

Tidak hanya itu, Hendrik juga pernah kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM). Lalu melanjutkan studi magisternya di luar negeri.

 

“Hendrik pernah kuliah di Jurusan Teknik Sipil UGM dan menempuh pendidikan S2 Strategic Studies di Australian National University di 2021,” ucapnya.

 

Salah satu prestasi yang sangat membanggakan diraih olehnya adalah ketika sukses jadi penerima penghargaan internasional dalam program Engineer Captain Career Course (ECCC) di Fort Leonard Wood, Amerika Serikat.

 

“Hendrik juga peraih Pedang Tri Sakti Wiratama yang diberikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” imbuhnya.

 

Berbeda dengan Teddy yang baru-baru naik pangkat jadi Letkol. Hendrik kini masih Kapten.

 

“Saat ini Hendrik masih berpangkat Kapten, sedangkan Teddy udah naik pangkat jadi Letnan Kolonel,” pungkasnya. (fajar)



 

JAKARTA — Pengangkatan Letkol Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) masih menjadi perdebatan. Teddy sebelumnya berpangkat Mayor. Pengamat politik dari militer, Selamat Ginting, menegaskan posisi strategis itu seharusnya diisi oleh perwira tinggi, bukan mayor.

                                               

"Bagaimana mungkin seorang Teddy yang mayor, mayornya juga mayor instan, tiba-tiba dilantik jadi Setkab yang setara eselon 2?" katanya lewat kanal YouTube ILC, dikutip Jumat 14 Maret 2025.

 

Menurutnya, secara aturan, jabatan Seskab yang berada di eselon 2 seharusnya dilantik oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), bukan langsung oleh Presiden bersama para wakil menteri.

 

"Itu apa bukan juga pelanggaran?" sentil Ginting.

 

Ia juga mempertanyakan struktur di Sekretariat Militer (Sekmil) yang kini disebut-sebut ditempeli oleh Teddy. Keputusan ini, menurut Ginting, menunjukkan adanya ketidaksesuaian aturan.

 

Lebih lanjut, ia mengingatkan Presiden Prabowo agar tidak menggunakan kontrol sipil pragmatis dalam pemerintahannya, karena hal ini bisa berujung pada pelanggaran undang-undang.

 

"Jadi ini pelanggaran-pelanggaran seperti ini mesti kita ingatkan kepada Presiden Prabowo," tandasnya. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.