Latest Post



Jakarta, SN – Aksi Ketua Relawan Pro Jokowi Amin (Projamin), Ambroncius Nababan yang diduga menghina aktivis Papua, Natalius Pigai secara rasial ternyata mendapat kecaman dari sesama relawan Jokowi.

 

Salah satunya dari Barisan Nusantara (Baranusa), yang apda Pilpres 2019 lalu turut mendukung pemenangan Joko Widodo.

 

“Kami mengecam ucapan Ambroncius Nababan karena hal tersebut rasis dan sangat mengundang perpecahan," ujar Ketua Umum Baranusa, Adi Kurniawan kepada Kantor Berita Politik RMOL

 

Sikap Ambroncius dalam menyikapi perbedaan sikap politik, kata Adi, tidak patut didukung karena dapat membuat situasi semakin gaduh.

 

"Sebab itu, menurut saya Ambron harus segera menarik ucapannya dan meminta maaf karena ini menyangkut nama baik daerah Papua," tegas Adi.

 

Dia mengingatkan bahwa ucapan rasis Ambroncius dapat mengundang gejolak masyarakat di Papua.

 

"Ini kelakuan relawan Jokowi yang bisa mengundang perpecahan, rasis dan tidak beradab," pungkas Adi.(sanca)



Pernyataan orang seperti Ambroncius Nababan ini yg bisa membuat NKRI terbelah 😡 https://t.co/DJvwne5Iuw

— J Suryo Prabowo (@JSuryoP1) January 23, 2021




SETELAH anak Pak Lurah sekarang muncul tokoh baru yang disebut "Madam" dalam rentetan korupsi bantuan sosial yang mengalir sampai jauh.

 

Dua tokoh itu sama-sama misterius karena tidak diungkap identitasnya dengan jelas. Tokoh Pak Lurah kemudian diasosiasikan kepada Jokowi, dan anak Pak Lurah langsung dikaitkan dengan anak-anak Jokowi.

 

Tentu saja menjadi pertanyaan anak Jokowi yang mana, karena anak Jokowi bukan cuma satu. Maka yang ketiban abu panas adalah Gibran Rakabuming Raka, anak mbarep Jokowi yang baru saja mulus menang di pilwali Solo melawan calon dagelan.

 

Si Anak Pak Lurah ini disebut-sebut memberi rekom bagi perusahaan tertentu di Solo supaya dapat proyek dari Kemensos. Anak Pak Lurah sudah membantah tudingan ini, dan sampai sekarang belum ada perkembangan baru.

 

Beberapa hari belakangan ini muncul tokoh baru yang diidentifikasikan sebagai Madam.

 

Jatidirinya misterius. Tidak ada inisial yang disebut. Tidak juga disebutkan apakah Madam itu anak Pak Lurah atau bukan, karena anak Pak Lurah juga ada yang perempuan, Kahiyang Ayu yang sekarang menjadi Madam Walikota Medan.

 

Sebutan Madam sangat mungkin berkaitan dengan tokoh perempuan karena madam adalah istilah Inggris "Madame" yang merujuk pada gelar aristokrasi bangsawan tinggi. Jadi sangat mungkin tokoh Madam bukan Pak Lurah tapi Bu Lurah.

 

Sang Madam ini dikait-kaitkan dengan petinggi partai politik tertentu. Tidak jelas apakah yang dimaksud petinggi partai ini adalah petinggi yang tertinggi atau petinggi tapi bukan tertinggi. Kalau yang dimaksud petinggi partai adalah orang tertinggi dalam hirarki partai apakah yang dimaksud adalah ketua umum partai atau lainnya.

 

Harap maklum, di negeri +62 ini ada ketua umum parpol dan ada juga owner parpol, dua-duanya sama-sama petinggi, tapi owner jauh lebih powerful dibanding ketua partai meskipun tidak punya jabatan resmi. Jangan keliru, owner bukan sebutan untuk pemilik partai, tapi lebih kepada bandar, bohir, atau cukong yang membiayai partai.

 

Maklumlah di negeri ini ada ketua partai yang didapuk sebagai pajangan saja dan kekuasaan yang sebenarnya ada di bohir yang mendanai partai.

 

Madam ketua parpol tidak banyak di Indonesia hanya satu gelintir atau dua gelintir saja. Dan dalam kasus korupsi bansos ini Sang Madam dikait-kaitkan dengan Partai PDIP karena menteri yang dicokok KPK berasal dari partai itu proyek triliunan rupiah disebut-sebut mengalir ke orang-orang yang berkaitan dengan partai itu.

 

Beda dengan Pak Lurah yang langsung mengarah pada figur tertentu, Sang Madam masih misterius. Mungkin saja Sang Madam ini adalah Bu Lurah yang menjadi lurah di parpol, atau mungkin juga Anak Bu Lurah yang juga punya jabatan petinggi di parpol itu.

 

Semakin besar skala korupsi semakin rumit jaringannya dan semakin canggih operasionalisasinya. Setelah terbongkar publik bisa terkaget-kaget betapa tidak bermoralnya praktik korupsi ini. Dalam kasus korupsi bansos ini terlihat bahwa para koruptor itu levelnya sudah seperti Jin Ifrit yang lebih jahat dari Iblis.

 

Katanya ada wacana agar pelaku korupsi bansos dihukum mati. Tapi publik paling cuma ketawa-ketawa saja karena sudah hafal di luar rambut soal sandiwara hukum di negeri ini. Di China koruptor dipotong lehernya, di Arab Saudi koruptor dipotong tangannya, di Indonesia koruptor dipotong masa tahanannya.

 

Di tengah musim pandemi rakyat diminta melakukan 3 M, tapi di tengah pandemi sang menteri malah dapat 7 M.

 

Korupsi-korupsi gigantik selalu melahirkan tokoh-tokoh yang misterius yang tidak boleh disentuh karena mereka memang orang-orang yang tidak tersentuh, The Untouchables. Jangankan disentuh, disebut nama pun tidak boleh. Dia hanya boleh disebut the supremo, the boss, pak ketua, atau pak lurah. Bahkan, dalam dunia mafia tertinggi tidak boleh ada sebutan apapun bagi orang tertinggi itu saking sakral dan misteriusnya. Ketika ingin menyebutnya cukup dengan menyebut "beliau" sambil tangan kita membuat isyarat tertentu misalnya menyentuh ujung telinga kiri.

 

Itulah kode-kode khusus para mafioso kelas atas yang canggih. Komunikasi di kalangan mereka bersifat isoteris, hanya dipahami oleh kalangan mereka sendiri. Karena itu pernah ada istilah "Apple Washington" untuk menyebut mata uang dolar.

 

Pada 2012 anggota DPR RI, Angelina Sondakh, divonis 12 tahun penjara setelah banding, ditambah denda Rp 500 juta karena terbukti menerima uang tidak sah.

 

Salah satu sandi yang dipakai Sondakh adalah "apel Washington" untuk menyebut pembayaran dengan mata uang dolar Amerika.

 

Sejak itu bermunculan kata-kata sandi yang kemudian banyak dipakai dalam pembicaraan umum dan menjadi kosakata dan diksi baru.

 

Misalnyan kata "meter" dipakai untuk menyebut "miliar", karena singkatannya sama-sama huruf "M". Sepuluh meter berarti sepuluh miliar.

 

Lalu ada kata "ton" untuk menyebut "triliun" karena awalannya sama-sama huruf "T". Satu ton berarti satu triliun.

 

Bahasa dan semiotika korupsi memang selalu rumit dan berbelit. Dr Aceng Abdullah, pakar komunikasi dari Universitas Padjadjaran, Bandung meneliti semiotika korupsi ini dalam disertasi doktoralnya berjudul "Komunikasi Korupsi: Studi Etnografi Komunikasi Tentang Bahasa yang Digunakan dalam Aktivitas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme" (2013).

 

Abdullah menemukan adanya bahasa isoterik yang hanya dipakai dan dipahami secara terbatas dan tertutup di kalangan pelaku korupsi.

 

Abdullah mengidentifikasi sedikitnya 11 istilah yang banyak dipakai untuk mengaburkan korupsi, misalnya uang lelah, uang bensin, dan bahkan shodaqah.

 

Studi terbaru dari Aspinall dan Berenschot (2019) "Democracy for Sale" juga menyoroti peliknya korupsi klientelisme yang melibatkan anggaran negara, melalui bagi-bagi proyek dari pejabat (patron) dan pengusaha (klien) sebagai imbalan dukungan politik.

 

Aspniall dan Berenschot menyorot beda peran parpol di Indonesia, di India, dan di Argentina. Di dua negara itu anggota partai beroperasi sampai ke desa-desa untuk menjadi ujung tombak partai dan menjaring apa saja persoalan rakyat untuk disampaikan ke partai. Penguasa partai setempat kemudian mencarikan solusi untuk mengatasi persoalan itu. Mesin partai berjalan secara aktif sepanjang waktu.

 

Di Indonesia mesin partai hanya berjalan lima tahun sekali saat pemilu atau pilkada, itu pun fungsinya lebih banyak bagi-bagi sembako, sarung, dan amplop politik uang. Praktik vote buying sudah menjadi hal yang jamak di Indonesia dan ujung tombaknya adalah kader partai bersama tim sukses.

 

Kasus korupsi di Partai Demokrat pada 2012 menunjukkan bahwa jaringan korupsi di lingkungan partai berkait berkelindan satu sama lain dengan rapi dan rahasia. Partai Demokrat ketika itu gencar melakukan kampanye "Say No to Corruption", tapi dalam waktu bersamaan sejumlah pengurus partai yang menjadi bintang iklan itu malah ramai-ramai dicokok KPK dan mendekam di penjara.

 

Selain "Madam Angelina Sondakh", nama-nama lain yang menghuni penjara adalah Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Nazarudin, bendahara umum Demokrat yang bertugas mengumpulkan uang dengan cara menggarong anggaran dan mencari rente dari proyek-proyek negara

 

Partai Demokrat relatif cepat dan tuntas menyelesaikan kasus korupsi ini meskipun ketika itu "Anak Pak Lurah" juga disebut-sebut tapi lolos juga.

 

Kali ini PDIP akan diuji apakah bisa menyelesaikan jaringan korupsi ini secara tuntas dengan berani mengorbankan Anak Pak Lurah atau Sang Madam yang bisa membongkar rantai korupsi yang panjang dan berliku. Jawabannya agak meragukan, karena dalam kasus Harun Masiku saja sampai sekarang pat gulipat masih tetap berlipat dan sulit diungkap.

 

Kisah tradisional China menyebut biang korupsi ibarat pohon besar. Sekali pohon itu ditebang maka monyet-monyet akan berhamburan. Sang Madam dan Anak Pak Lurah adalah pohon besar itu. Kalau dua-duanya ditebang maka para koruptor kelas monyet pasti akan berhamburan. **

 

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

(Wartawan senior, yang juga Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik dan Media DPW PAN Jatim)


Fauzi Bahar, Mantan Wali Kota Padang, /Ist


Jakarta, SN – Aturan siswi muslim berjilbab di sekolah di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) ditetapkan atas bannyak pertimbangan.

 

Persoalan dugaan pemaksaan berjilbab bagi siswi nonmuslim di SMK Negeri 2 Padang, dinilai hanya miss komunikasi antara pihak sekolah dengan orangtua siswa.

 

Hal itu ditegaskan Mantan Wali Kota Padang, Fauzi Bahar. Dia menolak keras aturan wajib berjilbab bagi siswa di sekolah dihilangkan Pemerintah Provinsi Sumbar.

 

"Kalau aturan itu akan diubah, saya yang akan menentang terlebih dahulu," katanya kepada Klikpositif.com, Sabtu (23/1/2021).

 

Ia mengkhawatirkan jika aturan tersebut diubah, maka akan berpengaruh pada siswa muslim lainnya.

 

"Hanya karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Tidak mau saya karena memperjuangkan segelintir orang ini, akan rusak generasi kita," katanya.

 

Seharusnya, kata eks Wali Kota Padang dua periode itu, siswi nonmuslim menyesuaikan dengan muslim yang mayoritas berada di Kota Padang.

 

"Masa generasi kita dikorbankan hanya karena segelintir orang. Nanti mereka dibebaskan tidak menggunakan jilbab malah generasi kita ikut-ikutan tidak menggunakan jilbab. Saya menentang keras itu," katanya.

 

Sebelumnya, Fauzi Bahar mengatakan, permasalahan dugaan pemaksaan berjilbab di sekolah itu hanya sebuah miss komunikasi.

 

"Kalau saya menilai, itu hanya miss komunikasi antara pihak sekolah dan orangtua siswa saja," katanya kepada Klikpositif.com, Sabtu (23/1/2021).

 

Menurutnya, pemakaian jilbab di sekolah itu dibuat ketika ia memimpin Kota Padang di tahun 2004. Fauzi Bahar sendiri menjabat Wali Kota Padang selama 10 tahun atau dua periode. "Kami membuat aturan itu dulunya bukan tanpa alasan," tegasnya.

 

Salah satunya alasannya agar para siswi terhindar dari penyakit demam berdarah (DBD) kala itu, "Kalau menggunakan pakaian pendek, siswa tidak sadar mereka digigit nyamuk saat belajar. Dengan seluruhnya tertutup, maka hal itu tidak akan terjadi," terangnya.

 

Fauzi mengklaim upaya tersebut mampu menurunkan tingkat penyebaran DBD di Kota Padang, khususnya di sekolah.

 

Selain itu, kata Fauzi, pemakain jilbab diratakan bagi siswi muslin dan nonmuslim untuk menghindari aksi pembulian.

 

"Niat kami dengan aturan itu agar terjadi pemerataan dan tidak terlihat siapa yang kaya dan miskin. Karena dengan menggunakan jilbab, perhiasan yang mereka gunakan tidak terlihat," tuturnya.

 

Sebelumnya, Kepala Disdik Sumbar, Adib Alfikri mengatakan, pihaknya akan mengusut tuntas persoalan ini sesuai aturan yang berlaku.

 

Adib menegaskan, tidak ada aturan bahwa siswi SMK atau pun SMA wajib memakai jilbab. Aturan ini berlaku setelah SMA sederajat berada di bawah naungan Disdik Sumbar.

 

"Yang perlu ditegaskan, tidak ada pemaksaan dan tidak ada aturan yang mengatur untuk itu dan semua kita mengacu pada peraturan dari kementerian," katanya memberikan keterangan kepada wartawan, Jumat (22/1/2021) malam.

 

Pihaknya juga mengaku telah menurunkan tim untuk menyelidiki dan mengumpulkan data soal kasus di SMKN 2 Padang.

 

"Jika nanti dalam laporan tim ada temuan yang terkait dengan adanya dugaan penyimpangan dan itu tidak sesuai dengan aturan, tentu kita akan proses sesuai dengan aturan yang berlaku," tegasnya.

 

Sementara itu, Kepala SMKN 2 Padang, Rusmadi memberikan klarifikasi soal kisruh pemaksaan seorang siswi nonmuslim untuk memakai jilbab di sekolah yang dipimpinnnya.

 

Menurut Rusmadi, orang yang bicara dalam video viral di medsos itu memang orangtua murid ketika berbicara dengan guru Bimbingan Konseling (BK).

 

Hanya saja, soal pemanggilan wali murid ke sekolah, kata Rusmadi, itu adalah keinginan muridnya untuk membawa orangtuanya dan bukan pemanggilan pihak sekolah.

 

"Pertama-tama, kami meyampaikan permohonan maaf karena takut terjadi gesekan antar agama. Tapi perlu diluruskan, kedatangannya wali murid ke sekolah adalah keinginannya sendiri," katanya kepada awak media, Jumat (22/1/2021) malam.

 

"Saat kejadian itu, saya sebagai Kepsek berada di sekolah dan kedatangannya itu adalah keinginan siswi sendiri untuk mendatangkan orangtuanya ke sekolah dan tidak ada pemanggilan dari pihak sekolah," sambungnya.

 

Kasus ini viral setelah ayah siswi tersebut mengunggah video percakapannya dengan pihak sekolah lewat siaran langsung di akun Facebook bernama Elianu Hia pada Kamis (21/1/2021).

 

"Lagi di sekolah smk negri 2 padang. Saya di panggil karna anak saya tdk pakai jilbab, kita tunggu aja hasil akhirnya. Saya mohon di doakan ya," tulisnya sembari membagikan video tersebut.

 

Dalam video tersebut, Elianu tampak berdebat dengan salah satu guru. Ia menyayangkan peraturan tersebut dan mengaku keberatan jika anaknya harus mengenakan jilbab selama bersekolah.

 

"Bagaimana rasanya kalau anak Bapak dipaksa ikut aturan yayasan. Kalau yayasan tidak apa, ini kan (sekolah) negeri," kata Elianu.

 

Pihak sekolah pun bersikeras bahwa peraturan itu sudah disepakati sejak awal siswa masuk ke sekolah itu. Para guru mengaku tak bisa mebiarkan salah satu siswa melanggar aturan itu. []




Jakarta, SN – Letnan Jenderal Suryo Prabowo ikut menanggapi soal hinaan yang dilontarkan oleh akun facebook yang diduga adalah relawan pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin Ambroncius Nababan kepada mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai.

 

Dalam unggahannya, Ambroncius Nababan yang kerap kali mengunggah konten yang kontroversi, hoaks, dan bernada ejekan kali ini mengunggah foto Natalius Pigai yang disamakan dengan Orang Utan.

 

Suryo Prabowo mengatakan kalau orang seperti Ambroncius Nababan adalah orang yang dapat membuat NKRI terbelah.

 

Komentar tersebut didasarkan pada unggahan Ambroncius Nababan yang bernada hinaan dan rasis.

 

"Pernyataan orang seperti Ambroncius Nababan ini yang bisa membuat NKRI terbelah," cuit Suryo Prabowo, sebagaimana dikutip dari akun Twitter @JSuryoP1 pada Sabtu, 23 Januari 2021.

 

Kicauan Suryo Prabowo sebenarnya menanggapi twit unggahan dari pakar telematika, Roy Suryo.

 

Di akun Twitternya, Roy Suryo mengatakan kalau pernyataan dari Ambroncius Nababan tersebut termasuk ke dalam wilayah rasis (SARA).

 

Dia juga menyebut kalau sikap Ambroncius Nababan sebagai tindakan yang tidak pantas.

 

"Tweeps, sebagai sesama warga NKRI, dari sabang sampai Merauke. Apa yang dilakukan Ambroncius Nababan terhadap @NataliusPigai2 ini sungguh2 sangat Rasis (SARA) dan tidak pantas," kata Roy Suryo.

 

Unggahan dari Suryo Prabowo sendiri mendapat tanggapan dari warganet.

 

Salah satu akun mengatakan bahwa orang seperti Ambroncius Nababan sudah seharusnya ditangkap.

 

Karena merupakan penghancur NKRI yang sesungguhnya. Oknum relawan Jokowi tersebut disebut juga memiliki sikap yang menunjukkan radikalisme dan intoleran.

 

"Harusnya ditangkap orang seperti ini (AN).. inilah penghancur NKRI sesungguhnya.. radikalis sesungguhnya.. intoleran sesungguhnya.. menghina ciptaan Tuhan adalah perbuatan yang tak bisa dimaafkan," cuit akun @ivan_putranto.

 

Sementara akun yang lain mengatakan kalau manusia rasis seharusnya ditangkap, bukan hanya didiamkan.

 

“Manusia rasis harusnya ditangkap bukan didiamkan. Atau mungkin mau ditangkap diam diam lalu di iris tipis tipis,” kata akun @ChavidNew.

 

Dia juga mempertanyakan sikap aparat yang dianggapnya diam saja dan membisu bila berhubungan dengan kekuasaan.

 

“Kenapa aparat selalu diam membisu bila berhubungan dengan pemujaan kekuasaan. Jangan biarkan rakyat mengambil jalan hukumnya sendiri,” kicaunya.

 

Diketahui, akun Ambroncius Nababan kerap mengunggah foto dirinya bersama dengan pejabat, menteri, dan bahkan bersama presiden.

 

Bahkan di satu kesempatan, Ambroncius Nababan berswafoto dengan Jokowi sembari memakai seragam projo relawan Jokowi-Ma'ruf Amin. Selain itu, ia juga berfoto dengan Erick Thohir dan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.***


 



Jakarta, SN – Draf revisi Undang-undang (UU) tentang Pemilu yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas DPR tahun 2021 mengatur larangan bagi eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menjadi calon peserta pemilihan legislatif (Pileg), pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

 

Aturan itu kini ditulis secara gamblang atau tersurat seperti seperti larangan bekas eks Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dilarang berpartisipasi sebagai peserta pemilu. Selama ini, larangan bagi eks HTI tak pernah ditulis secara tersurat dalam UU Pemilu dan UU Pilkada.

 

Merujuk Pasal 182 Ayat (2) huruf jj dalam draf revisi UU Pemilu yang diterima CNNIndonesia.com, diatur persyaratan pencalonan bagi peserta pemilu bukan bekas anggota HTI, "Bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)," bunyi pasal 182 Ayat (2) tersebut.

 

Selain itu, pada Pasal 311, Pasal 349 dan Pasal 357 draf revisi UU Pemilu juga mewajibkan para calon presiden dan calon kepala daerah wajib melampirkan persyaratan administrasi berupa surat keterangan dari pihak kepolisian sebagai bukti tak terlibat organisasi HTI.

 

"Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dari kepolisian," bunyi pasal tersebut.

 

HTI sendiri sudah menjadi ormas terlarang di Indonesia. Status itu sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.

 

Pencabutan badan hukum HTI merupakan tindak lanjut dari penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Dalan draf revisi UU Pemilu juga diatur bahwa pilkada berikutnya akan digelar pada 2022 dan 2023 mendatang.

 

Pilkada 2022 dihelat di daerah yang mana gubernur, bupati dan wali kota sudah menjabat sejak 2015. Salah satu daerah yang akan menggelar pilkada 2022 adalah Provinsi DKI Jakarta.[]


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.