Latest Post


 

SANCAnews.id – Pihak Kepolisian dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menolak laporan Haris Azhar dan Koalisi Masyarakat Sipil terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

 

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Kombes Auliansyah Lubis mengatakan, pihaknya tidak dapat menerima laporan terkait dengan dugaan gratifikasi Luhut Binsar Pandjaitan ini lantaran tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP).

 

Auliansyah menyatakan, sesuai yang diatur dalam KUHAP, laporan Haris dan Koalisi Masyarakat Sipil itu tidak bisa lewat mekanisme laporan polisi (LP).

 

Karena berkaitan dengan korupsi, maka kata Auliansyah harus disampaikan lewat mekanisme pengaduan atau laporan informasi di instansi penegak hukum terkait, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

"Kami kira mekanisme pengaduan ini berlaku di instansi penegak hukum lainnya, misalnya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Auliansyah Kamis malam (24/3).

 

Sebelumnya, Polda Metro Jaya menolak laporan Haris Azhar dan koalisi masyarakat sipil soal dugaan gratifikasi Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dalam bisnis tambang di Papua. (rmol)




SANCAnews.id – Pengamat politik Universitas Syiah Kuala, Saifuddin Bantasyam menyebut bukan penundaan Pemilu 2024 yang harus terjadi dan diinginkan rakyat, tapi pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang seharusnya bisa ditunda.

 

Hal itu ia sampaikan belum lama ini. Ia bahkan mengatakan, rakyat lebih ingin kesejahteraan dan perekonomian yang membaik dan bisa mereka rasakan.

 

“Bukan Pemilu ditunda, tetapi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang harus ditunda,” ungkapnya, melansir dari makassarterkini.id--Jaringan Suara.com, Jumat (25/3/2022).

 

Ia melanjutkan, pembangunan IKN bukanlah kebutuhan yang mendesak yang dirasakan masyarakat Indonesia. Sebab baginya, saat ini Bumi Pertiwi sedang bergelut soal masalah ekonomi dan kesehatan.

 

“Pembangunan ibu kota baru itu juga menghabiskan dana lebih dari Rp 400 triliun,” sebutnya.

 

Oleh karena itu, ia kembali menegaskan bahwa seharusnya isu penundaan pemilu tak pernah muncul. Bahkan seharusnya, tak bergulir sepanjang ini.

 

Lebih lanjut dikatakan olehnya, konstitusi telah mengatur pesta demokrasi yang mana itu adalah Pemilu berlangsung lima tahun sekali.

 

Baginya, tidak ada lagi alasan untuk mengajukan penundaan pemilu terlebih lagi dengan perpanjangan masa jabatan. Bahkan, menurut Saifuddin, survei menunjukkan hasil bahwa masyarakat tidak menginginkan adanya penundaan Pemilu.

 

“Ide itu (penundaan Pemilu 2024) merupakan ide liar dan bersifat main-main,” tandasnya. (*)



 

SANCAnews.id – Pertemuan simpul-simpul organisasi kemahasiswaan yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada Rabu (23/3), terus menuai kritik. Apalagi, kelompok Cipayung Plus sempat memuji-muji kepemimpinannya Presiden Jokowi dan menyambut baik program pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).

 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai wajar apabila ada spekulasi politik dari masyarakat terkait pertemuan Cipayung Plus dengan Jokowi dan Listyo Sigit di Istana Negara.

 

Namun yang patut disayangkan, kata Ujang, pujian terhadap pemerintahan Presiden Jokowi hingga program IKN yang dikritisi sejumlah aktivis hingga ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) disambut baik Cipayung Plus itu akan dinilai oleh publik bahwa nalar kritis mahasiswa mulai tergerus.

 

"Publik akan menilai aktivis itu menggadaikan nalar kritis dan idealismenya," kata Ujang kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Jumat (25/3).

 

Seharusnya, lanjut Ujang Komarudin, Kelompok Cipayung Plus menggunakan momentum bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara untuk menyampaikan apa yang saat ini diderita oleh rakyat.

 

"Mulai dari kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng, soal klaim big data 110 juta Menko Marvest tentang perpanjangan masa jabatan Presiden, lalu ada kriminalisasi terhadap banyak aktivis kritis seperti yang menimpa Haris Azhar dan Fatia," kata dosen Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia ini.

 

"Harusnya isu-isu krusial yang dirasa rakyat yang harus disampaikan ke Presiden Jokowi," pungkasnya. (rmol)



 

SANCAnews.id – Irjen Napoleon Bonaparte, terdakwa penganiaya Muhammad Kosman alias M Kece, hadir langsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (24/3/2022).

Napoleon hadir mengenakan kemeja batik hijau, celana panjang hitam, serta sepatu kulit cokelat.

 

Sidang hari ini beragendakan pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Napoleon Bonaparte.

 

Sebelum jaksa membacakan dakwaan, mantan Kadiv Hubungan Internasional (Hubinter) Polri itu membuat pernyataan di hadapn majelis hakim.

 

"Dari tadi, dari kemarin minggu lalu, saya sudah mengetahui permasalahan yang mengganjal."

 

"Tapi sebagai penegak hukum, saya masih perwira aktif Polri, jiwa merah putih sebagai penegak hukum, patuh pada hukum masih bergelora di dalam diri saya," kata Napoleon.

 

Napoleon menyatakan akan selalu menghormati proses hukum, dan tak akan lari dari perkara yang menjeratnya.

 

Jenderal polisi bintang dua itu juga mengatakan akan bertanggung jawab atas perbuatannya.

 

"Intinya saya dari awal tidak pernah melarikan diri dari permasalahan ini, bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan, apa pun risikonya saya siap, karena memang ada argumentasinya dan dalil-dalil kuat sebagai umat beragama," beber Napoleon.

 

Sebagai anggota aktif Polri, Napoleon mengaku tidak takut dihukum dan tak pernah menyesali perbuatannya terhadap M Kece.

 

"Yang mulia, sebagai prajurit Bhayangkara, saya tidak pernah takut dihukum, saya sekarang sudah menjalani hukum (sebagai koruptor), dan tidak pernah takut, apalagi menyesal dengan ini, karena itu demi akidah saya," papar Napoleon.

 

Mendengar itu, majelis hakim PN Jakarta Selatan meminta Napoleon mencukupkan pernyataannya dan langsung memerintahkan jaksa membacakan surat dakwan.

 

Sebab, kata majelis hakim, seluruh pernyataan Napoleon harus dibuktikan di persidangan.

 

"Nanti saudara, itu bisa di tahap pembuktian ya" ucap hakim ketua Djuyamto. (wartakota)




SANCAnews.id – Sebuah video lama pendeta Yusuf Manubulu beredar saat ia melakukan dialog dengan seorang muslim.

 

Dalam dialog yang digelar secara virtual tersebut, seorang muslim sebagai penanya, sedangkan pendeta Yusuf sebagai orang yang menjawab.

 

Namun, jawaban pendeta Yusuf sendiri dinilai membingungkan hingga sulit dipahami.

 

Awalnya, seorang muslim yang bergabung dalam dialog tersebut menyinggung tentang Bunda Maria.

 

Seorang muslim itu bertanya kepada pendeta Yusuf apa benar Bunda Maria adalah manusia.

 

Pendeta Yusuf pun membenarkan bahwa Bunda Maria adalah manusia.

 

“(Bunda Maria) Bisa mati juga kan?” tanya muslim itu dikutip Populis.id dari kanal YouTube Maulana Yusuf Channel pada Jumat (25/3/2022).

 

Pendeta Yusuf menjawab, “Betul.”

 

Pria muslim itu kemudian bertanya apakah Tuhan pendeta Yusuf adalah Yesus dan dibenarkan olehnya.

 

Pria tersebut kembali bertanya, “Artinya, yang bisa mencabut nyawa manusia itu Tuhan, iya kan?

 

“Iya,” jawab pendeta Yusuf.

 

Setelah itu, sang pria bertanya lagi, “Berarti Yesus itu termasuk golongan apa pak Yusuf?”

 

Pendeta Yusuf membalas, “Ya Tuhan lah.”

 

Muslim itu kemudian memberikan perumpamaan anak durhaka yang telah membunuh ibunya.

 

“Enggak. Maksudnya orang yang membunuh ibunya itu termasuk golongan anak durhaka kan?” tanya pria muslim.

 

Saat mendengar pernyataan itu, pendeta Yusuf menyebut kalau kematian merupakan produk setan, bukan Tuhan.

 

Pendeta Yusuf menjelaskan, “Loh kematian itu kan bukan produknya Tuhan, itu kan produknya setan.”

 

Pria muslim bertanya lagi ke pendeta Yusuf apa saja otoritas yang dimiliki oleh Tuhan.

 

“Otoritas Tuhan menghidupkan. Kalau mematikan itu setan. Tuhan itu baik, tidak pernah mematikan manusia,” tegas pendeta Yusuf.

 

Ia menambahkan, “Setan yang mencabut nyawa manusia. Makanya Tuhan Yesus datang untuk menebus supaya orang-orang di dalam Tuhan yang sudah percaya (Yesus) itu diselamatkan. Roh dan jiwanya dibawa ke surga, hanya dagingnya yang mati.”

 

Pendeta Yusuf menjelaskan kalau Tuhan Yesus tidak menebus nyawa manusia yang mempercayainya, maka roh dan jiwa manusia itu akan ikut mati.

 

“Oh gitu. Sekarang begini. Yang mencabut nyawa Yesus itu siapa pak Yusuf? Kan Yesus mati tiga hari, yang mencabut nyawanya Yesus itu siapa?” tanya pria muslim.

 

Pendeta Yusuf menjawab, “Dia (Yesus) menyerahkan nyawanya untuk penebusan dosa.”

 

Pria muslim kemudian menegaskan pertanyaannya kembali tentang siapa yang mencabut nyawa Yesus.

 

“Ya yang mencabut nyawa itu ya selama ini kan setan yang mencabut nyawa manusia,” kata pendeta Yusuf.

 

Pria muslim menanggapi, “Berarti ketika mati di kayu salib itu yang mencabut nyawanya Yesus itu setan juga?”

 

Pendeta Yusuf tetap menjawab kalau Yesus mati karena penebusan dosa.

 

“Itu bapak tidak mengerti. Itu karena penebusan dosa. Dia (Yesus) membayar dosa, makanya dia harus mati,” tegas pendeta Yusuf. (populis)




SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.