Latest Post

Keluarga Presiden ke-7 Joko Widodo 


JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai lebih jago bicara ketimbang mengeksekusi kasus korupsi, salah satunya terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat keluarga Presiden ke-7 Joko Widodo.

 

Menurut Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, KPK saat ini tumpul karena terbebani kepentingan pengamanan keluarga Jokowi.

 

"KPK hanya pandai bersilat lidah bukan pandai mengeksekusi kasus korupsi," kata Hari kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu, 23 Februari 2025.

 

Hari menilai, kasus nyata yang sampai saat ini tidak dieksekusi adalah penetapan tersangka M Suryo dalam kasus korupsi DJKA yang sampai saat ini melandai dan tidak ada keberanian KPK untuk mengeksekusi. Hari meyakini, kasus tersebut dapat menyeret Jokowi.

 

"Bahkan saat fakta persidangan menyebut nama M Suryo, KPK tidak peka dan menutup mata dalam kasus tersebut. Atau memang jika M Suryo ditangkap akan ada nyanyian merdu dan aliran ke Jokowi dan keluarga," pungkas Hari. (*)



 

Oleh : Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI

 

HAMPIR bersamaan, Jokowi melempar bom atom politik ke Prabowo dan Megawati. Ledakan pertama yang dahsyat, Prabowo terancam lengser dari kursi presiden yang baru seumur jagung. Ledakan kedua yang juga tak kalah brutal, Sekjend PDIP menjadi tahanan KPK.

 

Perayaan ulang tahun partai Gerinda benar-benar menjadi trigger dari sebuah konspirasi jahat yang langsung menohok Prabowo dan Megawati. Berbalas pidato yang menjadi “psy war” antara presiden terpilih dan mantan presiden itu, mengawali momentum pecah kongsi dan bulan madu keduanya.

 

Dimulai dengan pidato bersayap dan tendensius Jokowi, “Tak ada presiden yang paling kuat di dunia selain Pak Prabowo”. Berlanjut Jokowi mengatakan “Buktinya sampai hari ini tak ada yang berani mengkritik Pak Prabowo”.

 

7- Spontanitas Prabowo mengkounternya dengan narasi “Kemenangan pilpres 2024 karena didukung Bapak Jokowi”. Selanjutnya, keluar pernyataan teriak Prabowo “Hidup Jokowi, Hidup Jokowi, Hidup Jokowi” yang kontroversial dan tentu saja berdampak kemana-mana.

 

Kemudian tidak berselang lama, publik disuguhkan keriuhan penahanan Sekjend PDIP-Hasto Kristiyanto oleh KPK. Kedua kejadian itu layak dinobatkan sebagai peristiwa “politic of the year”yang beririsan dan berkelindan dengan sosok Jokowi, Prabowo dan Megawati.


Paripurna friksi dan kecenderungan konflik tiga pemimpin paling berpengaruh di republik ini. Jokowi mulai mendongkel Prabowo sembari memanfaatkan  Megawati yang hubungannya  sudah lama berjalan tak harmonis.

 

Jokowi terendus melakukan “kiling me softly” kepada Prabowo. Jokowi dengan pidatonya tersebut seperti sedang menjadikan Prabowo sebagai umpan yang matang. 


Provokasi Jokowi itu kemudian dibalas Prabowo yang menjadikan Prabowo masuk perangkap Jokowi. Hasilnya, demonstrasi besar-besaran dan masif dari mahasiwa dan masyarakat sipil menerjang Prabowo. Kecaman publik, pembunuhan karakter dan Prabowo terancam lengser dari kursi presiden (kudeta).

 

Sisi lain, Jokowi juga menunjukan kelihaian dan kelicikannya, dengan menjadikan kader strategis PDIP itu menjadi pesakitan KPK. Tujuannya tak lain membangun permusuhan dan kebencian PDIP terhadap kepemimpinan Prabowo sebagai presiden dan kepala pemerintahan yang bertanggungjawab terhadap proses hukum Sekjend PDIP. Bagi Jokowi ini keberhasilan seperti sedang melakukan  “sekali tepuk dua nyamuk jatuh”. \


Jokowi tampaknya berusaha keras membuat “fait accompli” terhadap Prabowo dan Megawati. Dengan harapan saling serang dan menjatuhkan antara Prabowo dan Megawati. Ini ditenggarai sebagai skenario busuk  Jokowi dalam memuluskan jalan  Gibran Rakabuming Raka menjadi presiden pengganti Prabowo.

 

Akankah rakyat termasuk di dalamnya Mahasiswa, Prabowo dan Megawati menginsyafi peristiwa yang demikian?. Mampukah semua entitas politik dan gerakan massa aksi menyadari sepenuhnya konstelasi dan konfigurasi politik tensi tinggi ini?. 


Mungkinkah Jokowi tetap berjaya memuaskan ambisi dan nafsu berkuasanya?. Atau sebaliknya, politik adu Domba Jokowi terhadap Prabowo dan Megawati menimbulkan serangan  paling mematikan kepada Jokowi.

 

Mari kita tanya pada Garuda yang patah sayapnya dan Banteng yang terluka. (*)


Anggota Komisi Hukum DPR Nasir Djamil/Net 

 

JAKARTA — Komisi III DPR mengapresiasi sikap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang dinilainya tidak "tipis kuping" dengan lirik lagu yang dinyanyikan oleh kelompok Band Sukatani yang berjudul "Bayar Bayar Bayar".

 

Menurut Anggota Komisi Hukum DPR Nasir Djamil, Kepolisian adalah bagian dari masyarakat sipil yang selama ini selalu berusaha mengimbangi demokrasi dan tidak alergi dengan kritik.

 

"Setahu saya justru Kapolri Jenderal Sigit pernah mengadakan perlombaan mural dan stand up komedi yang isinya mengkritik institusi kepolisian," ujar Nasir kepada wartawan, Sabtu 22 Februari 2025.

 

Pada sisi lain, Nasir juga mempertanyakan kabar vokalis Sukatani Novi Citra Idriyati dipecat dari pekerjaannya sebagai guru gara-gara membawakan lagu itu.

 

Jika benar, maka Nasir sangat menyayangkan langkah pemecatan itu. Sebab itu bukan saja melanggar hak asasi manusia tapi telah merendahkan profesi seorang guru.

 

Terlebih, lanjut legislator PKS ini, Menteri HAM Natalius Pigai juga telah menyatakan penolakan atas pemecatan itu.

 

Legislator asal Aceh itu juga meminta agar pihak sekolah di mana Novi mengajar sejalan dengan sikap dan pikiran Kapolri Listyo Sigit Prabowo.

 

“Tentu tidak dipungkiri bahwa masih ada polisi yang nakal. Tapi polisi yang baik dan menjaga nama institusi jauh lebih banyak,” kata Nasir.

 

Atas dasar itu, Nasir berharap agar vokalis Sukatani itu jangan dipecat dan dapat mengajar seperti biasa.

 

"Bahkan saya usulkan kepada Kapolri agar kelompok Band Sukatani dijadikan duta Polri untuk mengembalikan citra Polri Presisi," tutupnya. (rmol)


Ilustrasi polisi. Seorang polisi di Sumatera Utara menipu lettingnya Rp850 juta dengan iming-iming lulus sekolah perwira 


MEDAN — Kasus yang melibatkan institusi Kepolisian Nasional terjadi di Sumatera Utara. Di mana seorang polisi menipu sesama polisi. Jumlah uang yang ditipu cukup besar, mencapai Rp 850 juta yang dibayarkan oleh korban sebanyak dua kali.

 

Berikut kronologi lengkapnya

 

Dalam kasus ini pelakunya adalah Ipda Rahmadsyah Siregar. Ia menjanjikan Sekolah Inspektur Polisi (SIP) kepada Bripka Shcalomo Sibuea. Ipda Rahmadsyah Siregar ditugaskan di Direktorat Narkoba Polda Sumut. Sedangkan Bripka Shcalomo ditugaskan di Polres Tapanuli Utara.

 

Ipda Rahmadsyah Siregar dan Bripka Shcalomo satu letting di Bintara. Namun Ipda Rahmadsyah Siregar bersekolah di sekolah perwira terlebih dahulu. Peristiwa penipuan tersebut terjadi pada tahun 2023.

 

Ipda Rahmadsyah Siregar menawarkan diri kepada Bripka Shcalomo Sibuea jika ingin lulus dari sekolah perwira. Shcalomo Sibuea ditawari jalur khusus atau jalur penghargaan di Sekolah Inspektur Polisi (SIP) agar bisa masuk sekolah perwira.

 

Namun kelulusan tersebut tidak gratis. Bripka Shcalomo Sibuea harus membayar Rp 600 juta. Bripka Shcalomo Sibuea kemudian menyetujui permintaan Ipda Rahmadsyah Siregar.

 

"Desember 2023 si oknum polisi berpangkat Ipda mengubungi klien kami dan bilang dia bisa mengurus klien kami bisa lulus Sekolah Inspektur Polisi atau perwira dengan membayar Rp 600 juta."

 

"Kemudian klien kami mengirim uang tersebut pada Desember 2023," kata Kuasa hukum Bripka Shcalomo Sibuea, Olsen Lumbantobing, Kamis (20/2/2025),.

 

Setelah mengirimkan uang dan dijanjikan lulus sekolah Perwira, Bripka Shcalomo Sibuea merasa percaya diri.

 

Pada Februari 2024, Bripka Shcalomo mendaftar Sekolah Inspektur Polisi (SIP).

 

Dua bulan kemudian, tepatnya pada April 2024, saat pengumuman calon perwira, nama Bripka Shcalomo Sibuea tidak tertera sebagai calon yang lulus.

 

"Namun saat pengumuman di bulan April 2024, namanya tidak terdaftar," lanjut Olsen.

 

Karena namanya tidak terdaftar sebagai peserta yang lulus, Bripka Shcalomo Sibuea mempertanyakan kepada Ipda Rahmadsyah.

 

Di sini, lanjut Olsen, Ipda Rahmadsyah meminta supaya Bripka Shcalomo Sibuea mengirimkan lagi uang sebesar Rp 250 juta.

 

"Setelah dikonfirmasi kepada Ipda RS, dia bilang harus nambah lagi Rp 250 juta. Sehingga klien kami mengirim uang lagi melalui transfer di bulan April," katanya.

 

Pada pengumuman berikutnya, nama Bripka Shcalomo kembali tidak terdaftar alias tidak lulus.

 

Di sinilah ia mulai merasa menjadi korban dugaan penipuan rekan sesama Polisinya yang dipercaya.

 

Pada 14 Oktober 2024, korban resmi membuat laporan ke Polda Sumut dan disusul laporan ke Bid Propam Polda Sumut pada 25 Oktober 2024.

 

Olsen berharap, Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan Februanto, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut Kombes Sumaryono menyelidiki kasus ini secara transparan dan cepat.

 

Jika tidak, pihaknya akan menyurati Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Komisi III DPR RI, bahkan Presiden Prabowo Subianto.

 

Sejauh ini, laporan kliennya baru di tahap penyelidikan, belum ditingkatkan ke penyidikan.

 

"Kemarin kami sudah berbicara dengan penyidik kasusnya masih tahap penyelidikan. Apabila perkara tidak berjalan, saya akan menyurati bapak Kapolri, Komisi III, bahkan pak Presiden supaya kasus ini menjadi atensi," katanya.

 

Kasubbid Penmas Polda Sumut, Kompol Siti Rohani Tampubolon mengatakan, sudah menerima laporan Bripka Shcalomo Sibuea.

 

Saat ini, laporan ditangani Ditreskrimum Polda Sumut masih proses penyelidikan, belum ditingkatkan ke penyidikan.

 

Sosok Bripka Shcalomo Sibuea

Bripka Shcalomo Sibuea adalah seorang anggota polisi yang saat ini bertugas di Polres Tapanuli Utara.

 

Pangkat Bripka yang disandang Shcalomo Sibuea merupakan kepanjangan dari Brigadir Polisi Kepala.

 

Bripka adalah Bintara tingkat empat di Kepolisian Republik Indonesia dan termasuk golongan II.

 

Tanda kepangkatan yang dipakai Bripka Shcalomo Sibuea adalah empat buah segitiga bersusun dan berwarna perak.

 

Selain menyandang pangkat Bripka, Shcalomo Sibuea memiliki gelar lain yaitu SH alias Sarjana Hukum.

 

Namun tidak diketahui, darimana universitas mana, ia mendapatkan gelar tersebut.

 

Sebagai seorang polisi, Bripka Shcalomo Sibuea juga menerima gaji setiap bulannya.

 

Untuk seorang anggota Polri berpangkat Bripka, gaji yang diterima Shcalomo Sibuea berkisar Rp 2.492.000 hingga Rp 4.095.200.

 

Selain gaji pokok, polisi akan mendapatkan tunjangan kinerja sesuai kelas jabatannya.

 

Pangkat Bripka masuk dalam kelas jabatan 3 dengan besaran tunjangan Rp 2.216.000.

 

Dengan demikian, Bripka Shcalomo Sibuea bisa menerima gaji sekira Rp 4.708.000 hingga Rp 6.311.200 setiap bulan.

 

Anggota polisi juga masih mendapatkan tunjangan biaya makan yakni uang lauk pauk sebesar Rp 60.000.

 

Juga ada tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan pangan/beras, tunjangan umum, tunjangan jabatan struktural/fungsional.

 

Bripka Shcalomo Sibuea pernah menangani kasus tindak pidana perusakan tanaman kopi, cabai, dan singkong di Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara.

 

Peristiwa ini terjadi pada Januari 2019, di mana terdakwa dalam kasus ini pun dijatuhi hukuman penjara selama 2 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tarutung.

 

Adapun saat ini, Bripka Shcalomo Sibuea tinggal di Aspol Asrama Polisi (Aspol) Jalan Sentosa, Tarutung. (tribunnews)



 

Oleh  : Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih

 

KETUA Umum PDIP Megawati mengancam akan mendatangi KPK jika Sekjennya dijadikan tersangka, apalagi ditahan. Hasto dan Connie Rahakundini mengancam akan mengungkap sejumlah dokumen kejahatan Jokowi selama 10 tahun berkuasa.

 

Awalan yang baik apabila perang saudara bisa dimulai dan benar - benar terjadi, tetapi hampir tidak ada yang percaya perang tersebut akan terjadi. Lingkaran Megawati, Jokowi dan Prabowo adalah lahir dari garba rezim yang sama - sama gelap.

 

Sama sama dari gorong gorong yang gelap, pekat dan kotor. Selama rezim Jokowi yang diusung PDIP telah melahirkan Indonesia rusak parah dan hampir tidak ada pejabat negara yang tidak terlibat korupsi.

 

Perang yang normal terjadi harus ada yang bisa dikalahkan, bukan saling menang dan sama sama akan diuntungkan. Sangat tidak logis mereka akan perang dan semua pelaku dengan sadar akan bunuh diri karena aib kejahatannya akan dibuka dan terbuka.

 

Tidak akan ada instrumen yang bisa menangani / mengatasi dan mengadilinya. Karena instrumen pengadilan juga memiliki topeng hitam atas kejahatan korupsinya yang sudah menjadi wabah akut di semua lini pemerintahan saat ini.

 

Dalam keadaan Indonesia Gelap hanya pengadilan rakyat yang bisa mengatasi dengan kekuatan revolusi. Bubarkan rezim anak haram dari hasil pemilu abal abal.

 

Ingin perbaikan ganti tatanan rezim yang  dilahirkan dari ijab qobul penguasa dan rakyat yang sah, pemilu yang jurdil, untuk melahirkan pemimpin yang bersih, jujur dan amanah.

 

Gagasan ini juga terasa utopis, dalam tataran akal sehat seperti mustahil akan terjadi, karena kerusakan tata kelola negara yang sudah teramat sangat parah.

 

Yang akan terjadi ke depan antara Megawati, Jokowi dan Prabowo Subianto dengan pasukannya masing-masing, bukan perang yang sesungguhnya yang akan membawa kebaikan untuk negara, bisa diramal semua akan membawa kebusukan dan kehancuran.

 

Mereka itu hanya maskot badut badut pemabuk politik yang sedang berjoget ria sangat memuakkan, memalukan, membosankan dan menjijikkan.

 

Tersisa harapan dan keyakinan, kalau tata kelola pemerintahan semakin parah, rakyat benar - benar muak, marah dan telah habis batas kesabaran atas penderitaannya selama ini dari kendali dan kekejaman kekuatan kapitalisme yang semakin kejam  menindas dan membabi buta, bukan mustahil akan lahir kekuatan revolusi yang sesungguhnya di tanah air. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.