Latest Post


 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

BANYAK oposan Jokowi mencoba merapat kepada Prabowo dengan alasan Prabowo akan dapat bersama-sama menuntaskan masalah Jokowi. Terhadap pihak yang kritis dan tetap waspada diingatkan untuk bersabar atas "strategi" Prabowo yang pasti jitu. Kelompok kritis diminta percaya, nanti saatnya Prabowo akan menampilkan pilihan sesuai jati dirinya.

 

Acara Muslimat NU di Surabaya dan HUT Partai Gerindra di Sentul menjadi jawaban bahwa menunggu "strategi" adalah sia-sia, Prabowo bukan sedang berstrategi tetapi telah menetapkan pilihan. Pilihan itu adalah "Jokowi guru politik", "Hidup Jokowi" dan "Terimakasih Jokowi". Sudahlah, para penunggu godot berhenti untuk menanti. Prabowo telah bersama Jokowi.

 

Adili Jokowi merupakan tuntutan pasca lengser. Tuntutan itu tidak mungkin terealisasi selama Prabowo masih menjadi Presiden. Prabowo bertekad melindungi Jokowi yang tidak boleh diganggu dan dikuyo-kuyo. Prabowo pasang badan artinya sudah tidak pakai strategi-strategian lagi. Ia masih menggandeng Jokowi untuk sukses Pilpres 2029. Jokowi dan Prabowo sama-sama gila kuasa.

 

Mahasiswa, ulama, ema-ema, dan para pejuang lainnya harus bersikap tegas. Prabowo bukan teman untuk bisa menghukum Jokowi. Ia menantang rakyat dengan upaya mencarikan posisi penting bagi Jokowi. Ketika rakyat ingin Jokowi bertanggungjawab atas kejahatannya, Prabowo justru memuliakan dan mencarikan jabatan tinggi untuknya.

 

Prabowo telah memilih dan siap berhadap hadapan dengan rakyat. Sesungguhnya itu pilihan aneh dan bodoh.  Prabowo menyempurnakan pengkhiatannya atas rakyat. Karakter yang sulit berubah. Mengkhianati keluarga Cendana yang telah membesarkan, berkhianat pada TNI hingga terkena sanksi, lari dari kepedulian umat yang tercedarai di KM 50, serta berkhianat dengan bernikmat-nikmat menjadi Menhan di tengah rakyat yang terengah-engah diinjak Jokowi.

 

Stop kepercayaan kepada Prabowo. Saatnya membenahi perjuangan sendiri tanpa harapan palsu akan posisi dan kebijakan Prabowo. Ia bukan pemimpin rakyat, ia adalah produk dari bantuan curang Jokowi yang diyakini berijazah palsu. Prabowo dijepit oleh jasa Guru dan ejekan Wapres putra sang Guru. Presiden yang  terjepit tidak mungkin merdeka atau mampu bertindak bebas.

 

Omong gede menjadi kamuflase dari ketertekanan. Nyinyir manifestasi dari kerendahan intelektualitas. Dan merasa besar adalah cermin dari jiwa yang kerdil. Prabowo bukan orang hebat meski ngomong meledak-ledak. Tampilan dan obsesi hero seperti Soekarno menjadi bahan tertawaan.

 

Seruan adili Jokowi tetap menggema bahkan semakin membesar dan merata. Rakyat tidak akan takut oleh unjuk pembelaan Prabowo. Rakyat akan terus mencari jalan agar Jokowi ditangkap dan diadili. Semakin Prabowo memproteksi, pasti semakin dicaci maki. Tidak mustahil ke depan muncul desakan agar Prabowo bersama Gibran dimakzulkan dan diadili. Keduanya adalah produk sesat dan jahat tangan Jokowi.

 

Prabowo telah memilih bersama Jokowi bukan bersama rakyat. Ini keputusan yang sudah sangat jelas. Jika Prabowo tidak bertaubat dan berubah, maka rakyat bisa menumbangkannya. Hasrat menjadi Presiden lagi untuk tahun 2029 akan pupus dengan sendirinya. Prabowo menjadi kisah dari pemimpin yang diterkam oleh bayang-bayangnya sendiri.

 

Hidup Jokowi, mati Prabowo.


Masih ada kesempatan untuk berubah. Asal cepat.

 

"It's now or never, tomorrow will be too late". (*)


Pagar laut sepanjang 30 km di Tangerang, sudah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) 

 

JAKARTA — Pegiat media sosial, Tommy Shelby mengaku heran dengan pernyataan Bareskrim Polri yang menyebutkan Aguan dan Agung Sedayu tidak terlibat dalam kasus pagar laut di Tangerang.

 

Tommy menyinggung kemungkinan adanya campur tangan dari pihak tertentu dalam proses hukum kasus tersebut. Merujuk pada Muannas Alaidid yang tetap memberikan keterangan pasang badan.

 

"Waduh pengacara M cair nih. Rubicon atau Range Rover SV nih?," ujar Tommy di X @TOM5helby (19/2/2025).

 

Tommy juga mempertanyakan logika di balik pernyataan Bareskrim, mengingat PT Agung Sedayu Group (ASG) melalui dua anak perusahaannya telah mengakui kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan yang dipagar.

 

"Gimana gak cair? PT ASG lewat dua anak perusahaannya udah mengakui mereka punya SHGB di laut yang dipagerin tapi tetep dibilang gak terlibat oleh Bareskrim," cetusnya.

 

Ia pun mengajak masyarakat untuk berpikir kritis terhadap kasus ini.

 

"Ada yang bisa melogikakan?," tandasnya.

 

Sebelumnya diketahui, Bareskrim Polri mengatakan bahwa pengusaha Sugianto Kusuma, yang lebih dikenal sebagai Aguan, tidak terlibat dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) atas pagar laut di Kabupaten Tangerang.

 

Dalam penyelidikan kasus ini, pihak kepolisian telah menetapkan empat tersangka, termasuk Kepala Desa Kohod, yang diduga berperan dalam pemalsuan dokumen pengurusan hak atas tanah di kawasan tersebut.

 

Meski nama perusahaan Agung Sedayu, yang dimiliki oleh Aguan, sempat dikaitkan dengan kasus ini, polisi menegaskan bahwa tidak ada bukti yang mengarah pada keterlibatan pengusaha tersebut.

 

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro bahkan mempertanyakan keterkaitannya ketika dimintai tanggapan oleh wartawan terkait dugaan keterlibatan Aguan.

 

Ia juga menyatakan bahwa selama proses penyelidikan berlangsung, tidak ada saksi yang menyebutkan nama Aguan sebagai pihak yang terlibat.

 

Lebih lanjut, Djuhandhani menegaskan bahwa spekulasi yang berkembang di media sosial tidak bisa dijadikan dasar dalam proses hukum.

 

"Kalau hanya berdasarkan perbincangan di media sosial, itu tidak bisa menjadi patokan dalam proses hukum," tegasnya. (fajar)


Logo Dewan Pers/Net 

 

JAKARTA — Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers telah mengumumkan 18 nama calon anggota Dewan Pers periode 2025-2028. Nama-nama calon tersebut ditetapkan dalam rapat BPPA pada Rabu, 19 Februari 2025 pukul 13.00 WIB di Sekretariat Dewan Pers, yang terdiri dari 6 calon dari kalangan wartawan, 6 calon dari kalangan pimpinan perusahaan pers, dan 6 calon dari kalangan tokoh masyarakat.

 

Berikut nama-nama calon Anggota Dewan Pers tersebut (berdasar urut abjad):

 

Enam Calon Anggota Dewan Pers Unsur Wartawan:

 

1.    Abdul Manan

2.    Maha Eka Swasta

3.    Marah Sakti Siregar

4.    Muhammad Jazuli

5.    Sayid Iskandarsyah

6.    Wahyu Triyogo

 

Enam Calon Anggota Dewan Pers Unsur Pimpinan Perusahaan Pers:

 

1.    Dahlan Dahi

2.    Eko Pamuji

3.    Paulus Tri Agung Kristanto

4.    Syamsudin Hadi Sutarto

5.    Totok Suryanto

6.    Yogi Hadi Ismanto

 

Enam Calon Anggota Dewan Pers Unsur Tokoh Masyarakat:

 

1.    Albertus Wahyurudhantho

2.    Dahlan Iskan

3.    Komarudin Hidayat

4.    M. Busyro Muqoddas

5.    Ratna Komala

6.    Rosarita Niken Widiastuti 

 

Para Calon Anggota Dewan Pers tersebut dipilih dari 42 nama bakal calon yang mendaftarkan diri ke BPPA hingga penutupan pendaftaran pada Selasa, 11 Februari 2025 lalu.

 

BPPA meminta masyarakat untuk memberikan masukan atas nama-nama calon anggota Dewan Pers tersebut hingga Kamis, 27 Februari 2025 pukul 23.59 WIB melalui alamat surel: BPPA@dewanpers.or.id.

 

Ketua BPPA, Bambang Santoso, menjelaskan bahwa proses pemilihan calon anggota Dewan Pers periode 2025-2028 sudah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan disepakati bersama.

 

“Kami berharap masukan dari masyarakat ini akan mendorong terpilihnya anggota Dewan Pers yang memiliki kredibilitas, integritas dan komitmen terhadap kemajuan Pers di Indonesia,” kata Bambang Santoso.

 

Semua masukan akan ditindaklanjuti apabila menyertakan nama, identitas, dan nomor telepon sebagai bagian verifikasi keabsahan masukan. BPPA menjamin kerahasiaan identitas pemberi masukan.

 

Masukan-masukan dari masyarakat ini akan menjadi salah satu pertimbangan BPPA dalam menetapkan sembilan anggota Dewan Pers terpilih yang diagendakan pada bulan Maret 2025. (rmol)



 

Oleh : M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

KETIKA Prabowo adalah Jokowi dan Jokowi adalah Prabowo maka rakyat sudah kehilangan harapan. Bagaimana bisa seorang Presiden tidak peduli atas kejahatan politik yang dilakukan oleh seorang mantan Presiden. Presiden Prabowo tidak diberi amanah oleh rakyat untuk melindungi kejahatan hukum yang dilakukan oleh siapapun, termasuk mantan Presiden Jokowi.

 

Acara HUT ke 17 Partai Gerindra di Sentul 15 Februari 2025 telah membongkar aib Ketum Partai yang menjadi Presiden Republik Indonesia. Terlepas bahwa jabatan Presidennya didapat secara halal atau tidak, Prabowo telah membuat tiga langkah kontroversial yang sekaligus bunuh diri, yaitu :

 

Pertama, pengakuan bahwa "kita begini" karena bantuan Presiden ke 7 Jokowi. Makna dalamnya adalah bahwa Prabowo menjadi Presiden itu atas bantuan Jokowi. Presiden Jokowi saat itu diduga kuat "all out" menggerakkan aparat, menyimpangkan dana Bansos, merekayasa Sirekap, serta mengolah lemhaga survey.

 

Kedua, pengakuan "tulus dan konsisten" bahwa  Jokowi adalah guru politik Prabowo. Prabowo akan selalu berkhidmah dan melindungi guru politiknya. Sejalan dengan pernyataan di Muslimat NU tentang tidak mau berpisah, menjadi tekad untuk selalu bersama berdua baik dalam suka maupun duka,  sehidup semati, dan cinta sampai ke ubun-ubun. Wo and Wi.

 

Ketiga, teriakan histeris Prabowo "Hidup Jokowi" sama saja dengan pekik "Mati Prabowo". Di tengah arus deras tuntutan "Adili Jokowi" bahkan "Hukum Mati Jokowi" Prabowo melawan arus dengan  "Hidup Jokowi". Inilah model bunuh diri Prabowo. Sikap emosional dan kurang peka pada suara hati nurani rakyat. 100 hari wafatnya aspirasi dan redupnya demokrasi.

 

Kalimat kasar "Ndasmu" yang ditujukan kepada pengeritik justru menggambarkan kekosongan "Ndasku". Tudingan Prabowo dikendalikan Jokowi itu bersandar pada sinyal-sinyal politik yang dibuatnya sendiri seperti komposisi Menteri, persetujuan personalia Pimpinan KPK, titipan Gibran, mempertahankan Bahlil, tetap dengan RRC, serta pembelaan mati-matian pada Jokowi.

 

Indonesia dibuat gelap oleh Jokowi. Harapan habis gelap terbitlah terang hanya angan-angan. Prabowo membuat Indonesia tetap gelap, bahkan lebih gelap. Tidak tertolong oleh model retreat-retreat. Reatreat Menteri dan kini Kepala-Kepala Daerah di Akmil Magelang hanya pemborosan uang negara. Piknik menuju ke ruang gelap-gelapan.

 

Masyarakat marah, mahasiswa tidak mungkin diam. Ada waktu omon-omon akan mendapat perlawanan dan perlawanan itu pasti semakin serius. Isu bergeser dari sekedar adili Jokowi menjadi adili Jokowi dan makzulkan Prabowo Gibran.

 

Prabowo adalah Jokowi.

Jokowi adalah Prabowo.

Gibran itu anak Jokowi.

Diasuh oleh Prabowo.

Aku dan kamu bersatu.

Membuat Indonesia gelap dan semakin berdebu. (*)

 

Bandung, 18 Februari 2025


Said Didu-manusia merdeka/Ist 

 

JAKARTA — Kejaksaan Agung diduga mundur dalam kasus pagar laut di Tangerang, Banten. Hal ini pun menjadi perhatian publik. Said Didu yang selama ini aktif menyuarakan kasus tersebut pun angkat bicara. Ia mengomentari sindiran tersebut.

 

Menurutnya, di masa mendatang akan ada jeruk yang memakan jeruk. Ia tidak menjelaskan lebih lanjut apa maksud pernyataannya itu.

 

“Uhuiiii. Akan terjadi jeruk makan jeruk,” kata eks Sekretaris Badan Usaha Milik Negara itu dikutip dari unggahannya di X, Selasa (18/2/2025).

 

Sebelumnya, Tempo memberitakan Kejaksaan Agung akan mundur dalam kasus yang viral itu. Alasannya karena telah ditangani Polri.

 

“Dalam kaitan ini Polri sudah masuk penyidikan maka kami mendahulukannya,” ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar kepada Tempo.

 

Belakangan, Harli mengklarifikasi pernyataannya. Ia membantah pihaknya mundur dalam kasus itu.

 

“Saya tidak pernah bilang kami mundur," kata Harli Siregar, Senin (17/2/2025).

 

Harli menjelaskan pihaknya hanya menyerahkan kasus pagar laut ke Bareskrim Polri.

 

"Kita serahkan ke Bareskrim Polri karena objek pidana kasus tersebut dinilai sama, yakni pemalsuan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB)," jelasnya.

 

Menurut Harli Kejagung tetap memantau perkembangan kasus tersebut.

 

“Apabila ada dugaan gratifikasi maupun suap dalam kasus pagar laut ini, maka Kejagung mempunyai kewenangan untuk mengusut kasus tersebut," ucapnya. (fajar)



SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.