Latest Post

Presiden ke-7 RI Joko Widodo di Polda Metro Jaya, Rabu, 30 April 2025 

 

OLEH: AHMADIE THAHA

DUNIA tengah sibuk menghadapi perang dagang, krisis iklim, dan inflasi global. Namun di negeri tercinta ini, kita punya prioritas yang lebih menggetarkan jiwa: mencari tahu apakah sebuah ijazah S1 benar-benar asli atau hanya tipuan belaka oleh seorang mantan presiden.

 

Dimulai 24 April 2025, sebuah sidang penting kembali digelar di Pengadilan Negeri Solo, Jawa Tengah. Joko Widodo sang tergugat kasus ijazah palsu ini, atau kadang jadi termohon, dapat dipastikan tak hadir lagi dalam sidang lanjutan, karena masih jalan ke Eropa.

 

Pada sidang kedua, Rabu kemarin, mediasi gugatan ijazah itu belum menemui kesepakatan. Pihak penggugat meminta Jokowi selaku termohon menunjukkan ijazah aslinya ke publik, namun permintaan itu ditolak tegas kuasa hukum. Jokowi ngotot sembunyikan ijazahnya.

 

Semua kita tahu, ini sidang sangat penting, sangat-sangat penting, teramat penting. Jangan anggap remeh, ini bukan perkara biasa macam utang-piutang atau sengketa warisan kucing Persia. Ini perkara kredibilitas, kejujuran, dan mungkin juga soal kayu.

 

Ya, sidang dugaan ijazah palsu Joko Widodo kembali digelar. Seperti sekuel sinetron, ini kelanjutan dari drama berkepanjangan yang sebelumnya sudah diputar ulang dengan berbagai versi, dari "Font Times New Roman" hingga "Wajah Tak Teridentifikasi di Foto Ijazah."

 

Lucunya, sebagaimana drama absurd yang sudah-sudah, Pak Jokowi sendiri tidak hadir, padahal rumahnya tak jauh dari kantor pengadilan itu. Katanya dia diutus Presiden Prabowo Subianto untuk takziah Paus di Vatikan. Fotonya beredar, menampakkan dia mengangkat tangan berdoa (dalam Islam?) di hadapan jenazah almarhum.

 

Atau barangkali dia jalan ke Eropa, sekalian mencari kayu jenis tertentu untuk membangun rumah pensiun yang sustainable di sana. Atau mungkin pula tengah memeriksa kembali apakah jurusan "Teknologi Kayu" itu benar-benar ada di CV-nya, atau cuma mimpi semasa KKN. Ini barangkali saja, lho, semacam imajinasi liar berbasis prasangka.

 

Duduk di bangku tergugat adalah KPU Solo, SMA Negeri 6 Surakarta, dan tentu saja pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tiap hari hampir disebut netizen gara-gara ijazah mantan mahasiswanya. Sebagai pihak-pihak yang ikut tergugat, semua hadir dengan kuasa hukum masing-masing, membela selembar ijazah seolah itu naskah sakral Proklamasi.

 

Yang tampil sebagai penggugat adalah seorang bernama Muhammad Taufiq yang membawa nama gerakan "TIPU UGM" (singkatan dari Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu). Ia berjuang bak pahlawan film dokumenter Netflix yang sedang membongkar rahasia rezim.

 

Taufiq datang bukan dengan bersenjatakan keris, melainkan data yang juga sudah banyak diungkap oleh para pakar dan aktivis. Bukan dengan bom molotov, melainkan fotokopi surat-surat keputusan, artikel-artikel sejarah, dan literatur-literatur dari Leiden yang bahkan pustakawan Belanda pun mungkin tak ingat pernah memilikinya.

 

Salah satu yang disorot oleh banyak pihak, di antaranya, adalah klaim Jokowi tentang jurusan “Teknologi Kayu” yang katanya menjadi habitat akademiknya saat kuliah di UGM. Dokter Tifauzia Tyasumma, lulusan UGM, mengunduh video pengakuan Jokowi soal jurusan ini, di Twitter, bahkan sejak Oktober 2022.

 

Namun setelah tiga tahunan ditelusuri dengan penuh cinta dan dedikasi akademik, baik oleh aktivis, dosen yang pensiun, serta pemburu dokumen, hingga ke perpustakaan Leiden, tak satu pun literatur resmi yang mencatat keberadaan jurusan tersebut. Teknologi kayu hanya judul mata kuliah.

 

Penelusuran Dr. Suyadi, dosen asal Padang di Universitas Leiden, memastikan tak satu pun dokumen sejarah UGM yang tersedia di perpustakaan terlengkap dunia di kampusnya yang menyebut adanya jurusan Teknologi Kayu di Fakultas Kehutanan.

 

Sebagai pakar filologi dan arsip, Suyadi tentu tak main-main dengan upaya pencarian dokumen-dokumen terkait sejarah UGM. Dia paham betul, jurusan kehutanan UGM awalnya merupakan bagian dari Fakultas Pertanian. Pada 1963, jurusan ini dipecah menjadi Fakultas Kehutanan sendiri.

 

UGM sejak 1980 memiliki empat "bagian" di Fakultas Kehutanan: Silvikultur, Manajemen Hutan, Konservasi Sumber Daya Hutan, dan Teknologi Kehutanan. “Teknologi Kayu” sebagai nama salah satu mata kuliah, jangan-jangan itu yang paling diingat dan disukai Jokowi?

 

Pengadilan Solo ingin membuktikan kebenaran, salah satunya soal klaim Jokowi tadi. Jika benar jurusan itu ada, pihak UGM tinggal menunjukkan buktinya, termasuk skripsi Jokowi. Cuma segitu. Ya, cuma itu saja, sangat sederhana. Tak perlu dikirim dengan unta atau dijaga mantan pasukan Paspampres.

 

Sebaliknya, jika jurusan yang diklaim Jokowi itu tidak ada, berarti itu satu kebohongan lagi, menambah kebohongan-kebohongan yang seolah sudah menjadi tabungan Jokowi, yang memberinya wajah sang pinokio. Jika jurusan itu sendiri tidak ada, berarti Jokowi lulusan dari jurusan bus Bantal... eh Bantul? Sekali lagi, ini hanya dugaan.

 

Lantas gimana jika skripsi Jokowi juga hilang, sebagaimana diklaim terkait ijazah aslinya? Wah, berarti kita memang punya masalah nasional: bukan hanya ijazah palsu, tapi juga manajemen perpustakaan yang sangat buruk. Sulit dipercaya, universitas sekelas UGM bisa begitu.

 

Tapi, apa sebetulnya yang membuat bangsa ini begitu keranjingan membongkar ijazah masa lalu seorang mantan presiden? Hanya selembar ijazah. Bahkan, itu terjadi setelah dia memimpin dua periode dan mengucapkan ribuan janji ?"yang sebagian besar lebih layak diuji dari font ijazahnya?

 

Apakah mungkin karena bangsa ini merasa terlalu "putus asa" mencari harapan dari para pemimpinnya, hingga kebenaran macam "apakah benar dia punya ijazah asli" menjadi seolah pencarian spiritual nasional? Atau, ini akumulasi dari kekecewaan bangsa?

 

Tentu, kita tak lupa, bahwa kejujuran pemimpin bukan hanya soal ijazah, tapi juga soal keteguhan pada janji politik, transparansi kebijakan, dan keberpihakan kepada rakyat. Kesadaran ini mendorong kita begitu peka, hingga bahkan font ijazah pun layak disidangkan.

              

Persidangan soal ijazah Jokowi babak ini baru saja dimulai, mari kita siapkan popcorn dan minuman hangat. Karena seperti sinetron abadi, sidang ijazah palsu Jokowi masih akan terus berlanjut. Entah sampai kapan. Sabar, semua ini demi kebenaran yang kita cari bersama. (*)


Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al Quran


Kolase Letjen TNI Kunto Arief Wibowo dan mantan Wapres Try Sutrisno/RMOL 


JAKARTA — Putra Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno, Letnan Jenderal Kunto Arief Wibowo baru saja dimutasi Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dari Panglima Komando Gabungan Daerah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I menjadi Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Darat.

 

Ada yang menduga pemindahan tersebut terkait dengan sikap kritis Try Sutrisno terhadap pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ia juga menandatangani delapan tuntutan Forum Purnawirawan TNI, salah satunya adalah memecat Gibran.

 

Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai Jenderal Kunto layak menjadi KSAD bahkan Panglima TNI.

 

“Keterlaluan Panglima TNI mencopot putra mantan Wakil Presiden dan juga Panglima TNI (dulu ABRI) Jenderal Purn Try Sutrisno, Letjen Kunto Arief. Letjen Kunto punya segudang prestasi. Dia layak jadi KSAD hingga Panglima TNI,” kata Jerry kepada RMOL, Kamis, 1 Mei 2025.

 

Jabatan sebagai Staf KSAD dinilainya merupakan jabatan nonjob. Namun ia berharap bahwa langkah ini merupakan jalan untuk menuju KSAD dan Panglima TNI.

 

Jerry menyebut bahwa Panglima TNI saat ini, Agus Subiyanto jelas merupakan orang titipan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

 

“Panglima TNI dan Kapolri orang Jokowi. Bagi saya Prabowo sulit untuk mempertahankan mereka berdua sampai 2029. Saya pastikan mereka akan mendukung Gibran di 2029,” ungkapnya.

 

Di sisi lain, Panglima TNI juga menunjuk mantan ajudan Jokowi yakni Lasda TNI Hersan sebagai pengganti Kunto di Pangkogabwilhan I.

 

Jerry mengendus bahwa skema ini kental kaitannya dengan peran Jokowi di balik keputusan Panglima TNI.

 

“Pergantian Pangkogabwilhan I ini sangat kental dan berbau politis, barangkali saat Try Sutrisno mendorong pemakzulan Gibran,” ungkapnya lagi. 

 

“Saya yakini Panglima TNI masih disetir dan dikendalikan Jokowi sebagai bos mereka. Maka itu Prabowo butuh Panglima yang loyal kepada dirinya. Saya kira Letjen Kunto cocok untuk itu. Saya yakin beliau (Letjen Kunto) merupakan loyalis Prabowo,” tandasnya.

 

Berdasarkan UU yang berlaku, syarat menjadi Panglima TNI harus Perwira Tinggi TNI yang pernah menjadi kepala staf angkatan atau berpangkat bintang empat. (*)


Kader PKB, Umar Hasibuan atau Gus Umar 

 

JAKARTA — Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Umar Sahadat Hasibuan atau Gus Umar memberikan pengakuan terkait kedekatannya dengan mantan presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

Melalui platform X @UmarHasibuan__, ia mengatakan bahwa dirinya pernah menjadi pendukung berat Jokowi sebelum memutuskan untuk tidak lagi percaya kepada presiden ke-7 tersebut.

 

"Saya pernah jadi pendukung berat jokowi saat pilgub DKI 2012 krn saat kampanye dia janji akan mimpin Jakarta 5 tahun," ungkap Umar Hasibuan, dilansir X Kamis (1/5/2025).

 

Umar kemudian membeberkan awal mula sehingga dia tidak lagi menaruh kepercayaan kepada Jokowi.

 

"Tapi saat dia putuskan maju jadi presiden 2014 disitulah saya tak pernah percaya lagi apapun yang dia ucapkan. Apakah ada yang seperti saya ex pendukung jkw?," bebernya.

 

Unggahan tersebut ramai dikomentari warganet, tidak sedikit yang mengaku memiliki pengalaman yang sama.

 

"Kalau saya sudah h sadar sejak beliau dari Solo ke Jakarta, saya cari betul informasi siapa dia dan darimana dia, kalau dulu beritanya mah sangat terbuka dan tidak ada yang disembunyikan. Begitu juga terkait esemka yg menjadi prestasi palsu dia ke Jakarta penuh kepalsuan dan kebohonga. Demikian dengan PDIP," tulis netizen.

 

"Saya bang, tapi saya lebih cepat sadar. Saya mulai curiga saat dia promosi mobil Esemka buatan anak SMK Solo (Astra saja butuh 25 tahun untuk bisa bikin Kijang Innova). Lalu saya yakin orang ini pembual besar ketika ditanya wartawan dia gak ngerti apa itu obligasi," ujar Netizen.

 

"Saya dukung @jokowi nyapres 2014+2019 krn janji beliau bila jadi RI1 bisa lebih mudah+cepat benahi Jakarta n revolusi mental. Ternyata zonk smua bahkan dokter yang berjuang bantu negara lawan pandemi covid pun dibantai habis via UU Kesehatan Omnibus🗿inseda dokter spesialis ga dibayar," sahut lainnya. (fajar)


Presiden Prabowo Subianto/Ist 


JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto diminta segera merombak kabinet. Dorongan ini disampaikan menyusul mundurnya Juru Bicara Presiden Hasan Nasbi, serta melemahnya perekonomian nasional yang dinilai mengkhawatirkan.

 

Pengamat politik sekaligus pendiri Forum Intelektual Muda, Muhammad Sutisna, menilai sejumlah menteri dan pejabat negara yang ditunjuk Prabowo belum menunjukkan kinerja optimal. Menurutnya, kepemimpinan yang lemah di sektor strategis berdampak langsung pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

 

“Ketika ekonomi kita melemah, dampaknya adalah meningkatnya kemiskinan, terbatasnya lapangan kerja, dan gelombang PHK di berbagai sektor,” ujar Sutisna dalam keterangannya, Kamis, 1 Mei 2025.

 

Ia mencontohkan Hasan Nasbi, yang secara terbuka mengakui kekurangmampuannya selama menjabat sebagai juru bicara. Meski dinilai sebagai sikap gentleman, Sutisna menyebut hal tersebut berpotensi mencoreng citra Presiden Prabowo sebagai pemimpin yang selektif dalam memilih pembantu-pembantunya.

 

“Padahal publik tahu bahwa Prabowo selama ini dikenal mempertimbangkan rekam jejak dan meritokrasi dalam menentukan pejabat negara,” ujarnya.

 

Sutisna juga menyoroti kebijakan di sektor ekonomi, terutama kebijakan impor yang dinilainya merugikan industri lokal. Ia menyinggung kebijakan Menteri Perdagangan Budi Santoso yang membuka keran impor produk China, yang menurutnya menjadi salah satu pemicu ambruknya sejumlah industri dalam negeri, termasuk PT Sritex yang dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang.

 

“Kebijakan ini jelas membuat produk lokal kalah bersaing. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 menjadi bukti konkret kebijakan yang tidak berpihak pada industri dalam negeri,” bebernya.

 

Ia menekankan pentingnya keberpihakan pemerintah terhadap sektor usaha kecil dan menengah (UMKM), serta perlunya pengendalian masuknya barang impor lewat platform e-commerce asing seperti Temu.

 

“Masalah ini berdampak pula pada menurunnya neraca perdagangan kita,” ujar dia.

 

Melihat sejumlah masalah tersebut, Sutisna mendorong Presiden Prabowo untuk segera mengevaluasi dan mengganti menteri yang dinilai tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Ia bahkan merekomendasikan nama Harvick Hasnul Qolbi, mantan Wakil Menteri Pertanian, sebagai sosok yang layak dipertimbangkan.

 

“Pak Harvick terbukti berani menolak impor beras saat menjabat Wamentan. Itu langkah yang berhasil,” ucapnya.

 

Diketahui, ekonomi Indonesia dalam setahun terakhir mengalami pelemahan. Faktor internal seperti inflasi tinggi, defisit anggaran, serta rendahnya produktivitas dan kualitas sumber daya manusia turut memperburuk situasi. Di sisi lain, krisis global dan ketidakstabilan politik menjadi faktor eksternal yang memperberat tantangan ekonomi nasional. (rmol)


Ilustrasi prajurit TNI. Antara Foto/Didik Suhartono  


JAKARTA — TNI berencana ikut memproduksi obat-obatan untuk Koperasi Daerah (Kopdes) Merah Putih. Rencana itu menjadi sorotan di tengah maraknya isu dwifungsi TNI.

 

Iyan Hidayat Anwar, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI-LBH) Makassar mengatakan, pada dasarnya negara harus menjamin kesehatan warga negaranya.

 

“Kita selalu berharap, negara memenuhi hak masyarakatnya. Termasuk dalam aspek kesehatan. Tapi bagaimana jika itu dilakukan oleh TNI yang notabene adalah bergerak di ranah militer,” kata Iyan kepada fajar.co.id, Kamis (1/5/2025).

 

Pasalnya, kata Iyan, saat ini sudah ada institusi yang mengurusi masalah kesehatan. Selain itu, diketahui ada tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi obat. Masing-masing Bio Farma, Kimia Farma, dan Indofarma.

 

“Nah sekarang, kondisi di negara ini sudah ada institusi yang mengurusi masalah kesehatan. Jadi, kenapa harus TNI begitu?” ujarnya.

 

Di sisi lain, ia menilai hal tersebut menegaskan makin melebarnya otoritas TNI di ranah sipil. Itu, menurutnya, bisa berujung pada militerisasi.

 

“Juga yang penting disorot, bagaimana melebarnya otoritas TNI ke ranah sipil. Itu bisa jadi menyebabkan militerisasi,” ujarnya.

 

Pada dasarnya, Iyan menjelaskan, tidak ada masalah dengan militerisme. Namun yang mesti dipastikan, militerisme itu tak mengancam demokrasi.

 

“Militerisme sebenarnya tidak masalah. Tapi yang jadi masalah ketika militerisasi terjadi di suatu negara, akhirnya sifatnya yang otoriter mengancam demokrasi kita,” terangnya.

 

Rencana TNI terlibat memproduksi obat, disebutnya atas dalih Operasi Militer Selain Perang atau OMSP. Di dalam UU TNI yang baru, OMSP itu diperluas perannya.

 

“Ini mereka artikan sebagai operasi non-perang. Tapi masalahnya, kita tidak dalam masa perang,” pungkas Iyan. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.