Latest Post

Eks / mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi/Ist 

 

SURAKARTA — Polemik mengenai keaslian ijazah Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) milik eks Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo alias Jokowi terus bergulir, hingga menjadi bahan cibiran dan ejekan.

 

Bahkan mayoritas pengguna media sosial tak percaya dengan hasil uji lab Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) terkait keaslian ijazah Jokowi.

 

Menggunakan bahasa pemrograman Python dengan pendekatan statistika, Praktisi Riset Pemasaran sekaligus Pengamat Pasar, Lisa Noviani mengungkapkan, sebanyak 94,2 persen netizen tak setuju dengan pernyataan Bareskrim Polri terkait ijazah Jokowi identik dengan aslinya.

 

Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (Aksi) Nurmadi H. Sumarta menilai polemik itu wajar menyusul pengakuan awal Jokowi pada 2013 di Yogyakarta, di mana Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) kuliahnya kurang dari 2.

 

"Hal ini tentu menjadi pertanyaan, bagaimana bisa lulus dan punya ijazah UGM. Apalagi kemudian ada buku "Jokowi Undercover", dan beberapa gugatan di pengadilan belum bisa menunjukkan keaslian ijazah tersebut," kata Nurmadi dalam keterangannya, Jumat 30 Mei 2025.

 

Lebih lanjut, kata Nurmadi, ada yang mempertanyakan dan mencari bukti terkait masuknya Jokowi di UGM, kapan dan di mana KKN, foto ijazah yang berkaca mata, sampai susunan gigi yang berbeda.

 

"Sikap Jokowi yang mbulet dan bersikeras tidak mau menunjukkan ijazahnya juga menjadi aneh," kata Nurmadi yang juga dosen Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini.

 

Termasuk juga klaim Jokowi bahwa Kasmudjo adalah dosen pembimbing skripsinya, namun akhirnya disanggah, turut memicu kecurigaan tersendiri.

 

Belum lagi temuan Roy Suryo, Dokter Tifa, Rizal Fadhillah, dan Rismon Sianipar terkait skripsi yang tidak ditandatangani para penguji, dan tanggal ijazah yang mendahului tanggal skripsi. (rmol)


Presiden Prabowo Subianto bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan istrinya 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan istrinya terlihat bersulang saat makan malam dengan mengangkat gelas berisi air berwarna emas. Beberapa netizen bahkan mengatakan minuman itu mengandung alkohol.

 

Terkait isu di media sosial yang menarasikan adanya minuman beralkohol pada acara gala dinner Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu, 28 Mei 2025, pihak Istana angkat bicara.

 

Menanggapi hal itu, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Yusuf Permana membantah isu adanya minuman beralkohol dalam jamuan makan malam tersebut.

 

Yusuf mengatakan, minuman yang diminum Prabowo dan Macron saat makan malam itu adalah sari apel.

 

"Kami informasikan bahwa yang diminum beliau adalah sari apel," kata Yusuf kepada wartawan, Jumat, 30 Mei 2025.

 

Yusuf menjelaskan, pihak Istana tidak menyediakan minuman beralkohol dalam gala dinner Prabowo dengan Macron.

 

"Istana tidak menyediakan minuman beralkohol," kata Yusuf. (viva)


Ijazah-Jokowi/Ist

 

JAKARTA — Munculnya informasi bahwa penyidik ​​Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya sedang memeriksa akademisi Rismon Sianipar menuai kritik tajam dari sejumlah pihak.

 

Salah satunya datang dari pengamat kepolisian, Bambang Rukminto. Ia menilai aneh saat mendengar kabar terkini terkait kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden 7 Republik Indonesia, Joko Widodo.

 

"Jadi aneh bila yang memeriksa Rismon ialah Kamneg," kata Bambang, Kamis (29/5/2025).

 

Peneliti ISESS itu mengatakan Subdit Kamneg berkaitan dengan Baintelkam, sehingga menjadi aneh perkara tuduhan ijazah palsu Jokowi bukan diperiksa sebagai kasus pidana.

 

"Jadi, memang agak janggal bila memeriksa kasus pidana karena penyelidikan Bareskrim dengan Intelkam itu sangat berbeda," kata peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) itu.

 

Toh, kata Bambang, bakal muncul pertanyaan publik soal tindakan Rismon Sianipar yang berpotensi menganggu negara sampai akademisi itu diperiksa Subdit Kamneg terkait tuduhan ijazah palsu.

 

"Ya, akan muncul pertanyaan, apakah yang dilakukan Rismon itu ancaman bagi keamanan negara," ujar dia.

 

Bambang mengingatkan kepolisian bisa membedakan ancaman bagi keselamatan kepala negara atau mantan presiden dengan kritik terhadap individu.

 

"Sebagai sosok, perilaku kepala negara sama seperti warga negara lain yang setara di depan hukum," ujarnya.

 

Diketahui, Rismon menjadi satu di antara figur yang vokal mengkritisi dan mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi.

 

Mantan dosen Universitas Mataram itu bahkan sempat mengunggah skripsi mahasiswa UGM pada 1985 yang menjadi tahun kelulusan Jokowi di kampus tersebut.

 

Rismon mengungkapkan perbedaan tulisan antara lembar skripsi seorang mahasiswa UGM yang diketik manual dengan kepunyaan Jokowi.


Belakangan, Jokowi langsung datang ke Polda Metro Jaya untuk melaporkan beberapa pihak terkait tuduhan ijazah palsu. (fajar)


Ilustrasi oknum jaksa /Net 


JAKARTA — Pegiat media sosial Jhon Sitorus angkat bicara terkait kasus pembacokan jaksa di Deli Serdang yang menggemparkan. Dalam cuitannya yang pedas, Jhon justru menyoroti motif di balik aksi kekerasan yang menurutnya tak kalah mengerikan, yakni dugaan pemerasan ratusan juta rupiah oleh aparat penegak hukum.

 

“Kalo sudah begini, siapa yang bisa dipercaya?” kata Jhon di X @jhonsitorus_19 (28/5/2025).

 

Ia menilai, publik hanya disuguhkan potret sadis dari aksi pembacokan.

 

Namun, kata Jhon, lebih mengerikan lagi bila motif di balik kejadian tersebut benar berupa pemerasan berkedok proses hukum.

 

“Yang terlihat seolah-olah sadis, pembacokan. Tetapi, motif pembacokan diduga lebih sadis, yaitu pemerasan hingga ratusan juta,” lanjutnya.

 

Jhon menekankan bahwa dugaan pemerasan oleh oknum jaksa bukanlah hal baru. Ia menyebut praktik semacam ini sudah berulang kali mencoreng wajah lembaga kejaksaan.

 

“Pemerasan oleh oknum Jaksa bukan hanya kali ini terjadi, tetapi sudah berulangkali,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, Jhon menyerukan perlunya pembenahan menyeluruh di internal Kejaksaan.

 

Jhon bilang, revisi Undang-Undang Kejaksaan tidak akan berdampak signifikan tanpa disertai perubahan mental para aparat penegak hukum itu sendiri.

 

“Sudahkah Kejaksaan berbenah menjadi lebih baik? Jangan hanya sekadar mengandalkan Revisi UU Kejaksaan, tetapi mentalnya juga perlu diperbaiki,” tandasnya.

 

Sebelumnya, Kejati Sumut membantah keras tudingan bahwa Jaksa Jhon Wesley Sinaga melakukan pemerasan terhadap Alfa Patria Lubis alias Kepot, pelaku utama dalam insiden pembacokan yang menghebohkan publik.

 

Kajati Sumut, Idianto, menyebut bahwa klaim tersebut merupakan narasi yang dikarang oleh tersangka sebagai bentuk pembelaan diri.

 

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Idianto saat menjenguk korban di Rumah Sakit Umum Columbia Asia Medan, Selasa malam (27/5/2025).

 

Menurutnya, berdasarkan pengakuan korban, tidak pernah ada hubungan hukum antara Jaksa Jhon Wesley dengan Kepot.

 

"Motifnya masih simpang siur. Namun, berdasarkan keterangan korban, dia tidak pernah menangani perkara yang melibatkan Kepot, yang diduga sebagai otak pelaku. Jadi, tuduhan pemerasan itu hanya alibi dari pihak tersangka," tegas Idianto.

 

Sementara itu, pihak kuasa hukum tersangka mengklaim bahwa pembacokan dilakukan karena kliennya merasa kesal setelah berulang kali dimintai sejumlah uang dan bahkan burung peliharaannya oleh korban.

 

Namun, bantahan dari Kejati Sumut mempertegas bahwa klaim tersebut tidak berdasar.

 

Menurut Idianto, informasi yang disampaikan korban menunjukkan tidak ada permintaan seperti yang dituduhkan.

 

"Masih perlu pendalaman lebih lanjut. Menurut korban, dia tidak pernah menangani perkara Kepot yang katanya sering keluar masuk penjara. Klaim soal permintaan uang juga terbantahkan berdasarkan penjelasan korban," tambahnya.

 

Terkait kondisi korban, Idianto menyampaikan bahwa kondisi Jaksa Jhon Wesley Sinaga mulai menunjukkan perkembangan positif setelah sempat mengalami luka serius akibat sabetan senjata tajam.

 

"Hasil pengobatan dari rumah sakit menunjukkan kondisi korban mulai membaik. Alhamdulillah, urat yang sempat putus sudah berhasil disambung kembali," ungkapnya.

 

Selain Jhon Wesley, rekannya yang juga menjadi korban pembacokan, Acensio Silvanov Hutabarat staf Kejaksaan Negeri Deli Serdang masih menjalani perawatan intensif di fasilitas kesehatan yang sama. (fajar)


Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim/Net 

 

JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta mengusut tuntas dugaan keterlibatan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, dalam kasus dugaan korupsi laptop senilai Rp9,9 triliun pada tahun anggaran (TA) 2019-2022.

 

"Kami meminta Kejaksaan Agung untuk bertindak tegas dan transparan dalam mengusut siapapun yang terlibat, termasuk mantan menteri sekalipun. Jangan sampai ada yang dilindungi," ujar Ketua Umum Gerakan Pemuda Al Washliyah (GPA), Aminullah Siagian, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 27 Mei 2025.

 

Aminullah menegaskan bahwa kasus ini merupakan tamparan keras bagi dunia pendidikan nasional. Menurutnya, tidak boleh ada pihak yang kebal hukum dalam perkara yang menyangkut kepentingan publik, khususnya pendidikan anak bangsa.

 

Lebih dari itu, desakan GPA muncul seiring dengan perkembangan penyelidikan yang dilakukan Kejagung, di mana tim penyidik telah melakukan penggeledahan di dua lokasi penting yang terkait kasus ini.

 

Pertama, di Apartemen Kuningan Place, kediaman FH yang diketahui sebagai Staf Khusus Mendikbudristek. Kedua, di Apartemen Ciputra World 2 Tower Orchard, tempat tinggal JT yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Mendikbudristek.

 

Aminullah menyebut, langkah penggeledahan ini menandakan bahwa penyidik mulai menelusuri keterlibatan aktor-aktor kunci di lingkaran dalam kementerian, terkait dugaan adanya keterlibatan bukan hanya pelaksana teknis, tetapi juga lingkaran dekat pimpinan kementerian.

 

"Kalau staf khusus saja digeledah, sangat mungkin ada aliran informasi, bahkan arahan, dari pejabat lebih tinggi. Ini yang harus diungkap dengan terang-benderang," tuturnya.

 

"Gerakan Pemuda Al Washliyah berharap agar proses hukum dilakukan secara profesional dan tidak diskriminatif," demikian Aminullah. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.