Latest Post

Tangkapan layar video akun X @Anak__Ogi 


JAKARTA — Bendera bajak laut dari anime One Piece baru-baru ini menjadi tren di media sosial, menghubungkannya dengan momentum menjelang Hari Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus.

 

Aktivis media sosial Stefan Antonio menanggapi dengan pernyataan satire, menanyakan apakah mereka yang mempromosikan spanduk One Piece tidak takut dituduh didanai oleh koruptor dan agen asing.

 

“Klean yang gaungkan Bendera One Piece ini. Pengen dituduh Didanai Koruptor. Antek Aseng Asing apa ya ??!!!” ujar Stefan dikutip Kamis (31/7/2025).

 

Stefan tak menyebut sosok siapa yang disentilnya. Tapi diketahui, pernyataan dan narasi antek asing kerap dilontarkan Presiden Prabowo.

 

Baru-baru ini, itu disampaikan Prabowo dalam pidatonya di acara penutupan Kongres Nasional I Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Minggu (20/7/2025).

 

Ia mulanya menanggapi tagar Kabur Aja Dulu dan Indonesia Gelap.

 

“Saya geleng-geleng kepala. Ada orang yang berperan sebagai orang pintar, berperan sebagai pemimpin. Tapi yang disebarkan adalah pesimisme," ujarnya.

 

“Kabur aja lo! Emang gampang lo di luar negeri. Di mana lo? Lo dikejar-kejar situ loh," tambah Prabowo.

 

“Dan ternyata memang ini adalah rekayasa. Ini dibuat-buat. Ini dibayar. Oleh siapa? Oleh mereka-mereka yang ingin Indonesia selalu gaduh. Indonesia selalu miskin," sambungnya.

 

Semua demo itu, kata Prabowo, dibiayai oleh para koruptor.

 

"(Demonstrasi dibiayai) oleh siapa? Oleh mereka-mereka yang ingin Indonesia selalu gaduh, Indonesia selalu miskin. Koruptor-koruptor itu yang biaya demo-demo itu. Indonesia gelap? Sori ye, Indonesia cerah, masa depan Indonesia cerah!" kata Prabowo.

 

"Saya sudah lihat angka-angkanya, kekayaan kita luar biasa, tinggal kita bisa mengelola atau tidak, tinggal kita berani atau tidak menjalanken perintah Undang-Undang Dasar."

 

Sementara itu, bendera One Piece merupakan bendera hitam dengan simbol tengkorak mengenakan topi jerami. Beberapa warga memasang bendera one piece ini berdampingan dengan bendera Merah Putih.

 

Bendera hitam dengan simbol tengkorak ini sudah tidak asing lagi bagi penggemar One Piece. Bendera ini adalah jolly roger Kelompok Topi Jerami dalam manga One Piece karya Eiichiro Oda.

 

Sejumlah sopir truk dan pekerja bangunan memilih mengibarkan bendera bajak laut ala One Piece. Bendera One Piece Luffy ini digambarkan sebagai simbol perlawanan dan kebebasan. (fajar)


Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qodratullah/Ist 

 

JAKARTA — Di tengah maraknya fenomena Rojali alias kelompok yang jarang membeli, dan Rohana atau rombongan hanya nanya, Pemerintah didorong memberikan stimulus ekonomi yang bisa berdampak langsung terhadap kemampuan daya beli masyarakat Indonesia.

 

Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qodratullah mengatakan fenomena Rohana dan Rojali mencerminkan dinamika baru perilaku konsumsi masyarakat yang tidak bisa diabaikan.

 

“Saya pikir saatnya semua komponen bekerja sama untuk mengatasi daya beli masyarakat. Stimulus pemerintah perlu betul betul memberikan efek langsung terhadap kemampuan daya beli masyarakat,” tegas Najib kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 31 Juli 2025.

 

Untuk mendongkrak daya beli masyarakat, Najib menilai, bantuan langsung tunai atau BLT masih menjadi opsi yang baik untuk terus digulirkan. Namun pengawasan yang super ketat perlu dilakukan dalam mengawasi penyaluran bantuan langsung tunai ini.

 

 

“Saya melihat bahwa  BLT  masih opsi yang baik untuk dilakukan dengan menambahkan pengawasan baik itu terhadap siapa yang berhak menerima BLT atau bukan,” imbuh Najib.

 

Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI itu melanjutkan, penggunaan bantuan langsung tunai atau BLT kepada masyarakat juga perlu dipantau penggunaanya.

 

“Bahkan penggunaanya pun perlu dipantau dengan baik karena ada sinyalemen kuat judol dan pinjol turut melemahkan daya beli masyarakat,” imbuh Najib.

 

Disisi lain, legislator asal Dapil Jawa Barat ini berharap, agar pemerintah dapat terus mengoptimalisasikan program ketahanan pangan sehingga fokus terus terjaga demi mendongkrak daya beli masyarakat saat ini.

 

“Disisi lain pemerintah perlu terus optimalisasi program ketahanan pangan sehingga fokus terus terjaga,” tandas Najib. (rmol)

              

ILUSTRASI. Band Dewa 19 salah satu yang paling getol mengedukasi publik soal pembayaran royalti 

 

JAKARTA — Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menegaskan, pemilik restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel yang memutar musik di ruang publik komersial wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

 

Agung Damarsasongko, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengatakan bahwa pemilik bisnis telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau layanan streaming lainnya.

 

"Langganan pribadi seperti Spotify dan YouTube Premium tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang publik," ucap Agung, Selasa silam.

 

Ia menjelaskan layanan streaming bersifat personal, tetapi ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, maka itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah.

 

Dia mengatakan pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

 

LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait. Skema tersebut memastikan transparansi dan keadilan bagi seluruh pelaku industri musik serta memudahkan pelaku usaha karena tidak perlu mengurus lisensi satu per satu dari setiap pencipta lagu.

 

"Hal ini memberikan keseimbangan agar pencipta atau pemilik hak terkait musik/lagu mendapatkan hak ekonominya serta pengguna merasa nyaman dalam berusaha atau menggunakan lagu," tuturnya.

 

Agung juga menanggapi kekhawatiran sebagian pelaku usaha yang menyatakan akan memblokir pemutaran lagu-lagu Indonesia demi menghindari pembayaran royalti.

 

Menurut dia, hal itu justru akan melemahkan ekosistem musik lokal dan tidak mengapresiasi pencipta/pemegang hak cipta.

 

Ia berpendapat musik merupakan bagian dari identitas budaya, sehingga saat pelaku usaha enggan mengapresiasi pencipta lagu Indonesia, maka yang dirugikan bukan hanya seniman, melainkan juga konsumen dan iklim kreatif nasional secara keseluruhan.

 

Sementara itu menanggapi alternatif lain seperti pemutaran musik instrumental bebas lisensi atau lagu dari luar negeri, Agung menyampaikan pelaku usaha tetap perlu berhati-hati lantaran tidak semua musik instrumental bebas dari perlindungan hak cipta.

 

"Beberapa lagu yang diklaim no copyright justru bisa menjerat pelaku usaha dalam pelanggaran apabila digunakan tanpa verifikasi sumber, termasuk lagu dari luar negeri jika mereka dilindungi hak cipta, kewajiban royalti tetap berlaku,” kata Agung.

 

Disampaikan bahwa apabila pelaku usaha tidak memiliki anggaran untuk membayar royalti musik, alternatif yang dapat dipilih, yaitu dengan menggunakan musik bebas lisensi (royalty-free) atau musik dengan lisensi creative commons, yang memperbolehkan penggunaan komersial, memutar musik ciptaan sendiri, menggunakan suara alam/ambience, atau bekerja sama langsung dengan musisi independen yang bersedia memberikan izin tanpa biaya.

 

Mengenai skema pembayaran, kata dia, pelaku usaha dapat mendaftarkan usahanya melalui sistem digital LMKN dan membayar royalti sesuai klasifikasi usaha dan luas ruang pemutaran musik.

 

Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Korea Selatan, kata dia, sistem serupa sudah diberlakukan sejak lama.

 

“Namun tujuan Indonesia bukan untuk menambah pemasukan negara, melainkan memberikan kepastian hukum serta memastikan bahwa pelaku industri kreatif mendapatkan hak ekonominya secara adil,” ungkapnya.

 

Di sisi lain, Agung menekankan pihaknya juga memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak dipukul rata kepada UMKM karena terdapat mekanisme keringanan atau pembebasan tarif royalti sesuai ketentuan yang diatur oleh LMKN, berdasarkan ukuran ruang usaha, kapasitas pengunjung, serta tingkat pemanfaatan musik dalam operasional harian.

 

Dirinya pun mengimbau pelaku UMKM untuk mengajukan permohonan keringanan secara resmi agar mendapatkan perlindungan hukum sekaligus mendukung ekosistem musik nasional.

 

Ia mengingatkan pelanggaran terhadap kewajiban pembayaran royalti dapat dikenakan sanksi hukum, namun sesuai Pasal 95 ayat (4) UU Hak Cipta untuk melakukan mediasi terlebih dahulu.

 

“Pelindungan hak cipta bukan semata soal kewajiban hukum, melainkan bentuk penghargaan nyata terhadap kerja keras para pencipta yang memberi nilai tambah pada pengalaman usaha Anda,” ujar Agung. (era)

 

Tangkap layar Presiden Prabowo Subianto/Net


JAKARTA — Jurnalis senior Lukas Luwarso mengkritik tajam pertemuan antara Presiden Prabowo dan Joko Widodo. Ia memberikan komentar yang meyakinkan di kanal YouTube Abraham Samad Speak Up.

 

Lukas Luwarso menyoroti pengaturan tempat duduk pada pertemuan ini. Ia menduga ada faktor kesengajaan dalam pengaturan tempat duduk tersebut.

 

“Yang mengatur posisi duduknya keluarga Jokowi ketimbang Presiden,” kata Lukas, dikutip Rabu, (30/7/2025).

 

Alih-alih pihak Presiden Prabowo Subianto yang mengatur, namun justru keluarga Jokowi yang mengatur. Alasan sampai diaturnya hal ini menurutnya karena masalah angle kamera.

 

“Kan tidak bisa begitu, Presiden yang harus mengatur protokoler begitu. Karena itu menyangkut angle kamera,” tuturnya.

 

“Fotonya itu Presiden Prabowo dari belakang, memang fokusnya ke Jokowi,” tambahnya.

 

Dari pengaturan posisi duduk ini dan angle kamera yang terlihat, memperlihatkan siapa yang berkuasa.

 

“Kalau memang benar yang ngatur itu Jokowi berarti master ceremonynya memang si Jokowi,” paparnya.

 

Mantan Ketua AJI itu menyebut maksud dari pengaturan tempat duduk di gambar tersebut ingin memperlihatkan siapa sebenarnya penguasa.

 

Dimana, Jokowi mendapatkan sorotan lebih dan Presiden Prabowo seolah-olah yang melakukan laporan kepadanya.

 

“Dia ingin menempatkan gambar itu bahwa iniloh saya masih real pemegang kekuasaan Presiden Prabowo menghadap dan melapor ke saya,” terangnya. (fajar)


Ilustrasi permukiman di bantaran kali/Net 

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-ir-sugiyono-msi-5'>DR. IR. SUGIYONO, MSI</a>


OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI


JUMLAH penduduk Indonesia berdasarkan proyeksi yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 282,45 juta jiwa pada tahun 2025. Data hasil proyeksi tersebut merupakan hasil dari SUPAS tahun 2015.

 

Garis kemiskinan yang dihitung sebesar Rp609.160 per kapita per bulan Maret tahun 2025 setara pengukuran 1,24 Dolar AS per hari dan Rp595.242 per kapita per bulan Maret tahun 2024 setara dengan 1,21 Dolar AS per hari.

 

Lebih lanjut, pada pendekatan perhitungan garis kemiskinan per rumah tangga miskin diperoleh angka Rp2,88 juta per bulan Maret tahun 2025 dan sebesar Rp2,80 juta per bulan September tahun 2024.

 

Sumber data utama garis kemiskinan tersebut berasal dari pendataan Susenas bulan Maret 2025, yang dilakukan pada Februari 2025. Perhitungan kemiskinan dilakukan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, yaitu dari sisi ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.

 

Kebutuhan dasar makanan dilakukan survei terhadap 52 jenis komoditas, seperti dari kelompok padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain. Kebutuhan dasar bukan makanan dilakukan pengukuran terhadap perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

 

Berdasarkan pengukuran garis kemiskinan tersebut di atas, yang diukur secara dinamis, diketahui bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 24,05 juta jiwa (8,57 persen) per bulan September tahun 2024 dan sebesar 23,85 juta jiwa (8,47 persen) per Maret 2025.

 

Meskipun pengukuran jumlah penduduk miskin tidak dilakukan pada bulan yang sama, namun diperoleh tafsir bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan pada tahun yang berbeda. Hasil pengukuran kemiskinan ini terkesan menggembirakan pemerintah, karena pemerintah berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin, baik secara absolut dan relatif.

 

Persoalannya kemudian adalah terdapat informasi yang berbeda, yang menjelaskan tentang jumlah penduduk miskin. Data Bank Dunia dengan menggunakan garis kemiskinan sebesar 3 Dolar AS per hari (Rp49.182 rupiah per hari) pada kurs sebesar Rp16.394 per Dolar AS, maka terukur sebanyak 5,4 persen (15,25 juta jiwa) yang merupakan rata-rata proyeksi penduduk miskin di Indonesia selama periode tahun 1992-2024.

 

Berdasarkan data Bank Dunia tersebut, terbantahkan informasi yang mempunyai persepsi bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia lebih besar dibandingkan hasil survei BPS. Yang terjadi adalah justru jumlah penduduk miskin di Indonesia lebih kecil dibandingkan proyeksi Bank Dunia.

 

Perbedaan proyeksi pertama bukan hanya disebabkan oleh persentase penduduk miskin. Bank Dunia menggunakan angka sebesar 5,4 persen selama periode tahun 1992-2024, sedangkan BPS menggunakan angka pengukuran sebesar 8,57 persen pada tahun 2024.

 

Kedua, sekalipun Bank Dunia menggunakan pengukuran garis kemiskinan sebesar 3 Dolar AS per hari, yang jauh lebih tinggi dibandingkan data BPS yang sebesar 1,24 Dolar AS per hari tahun 2025.

 

Pengukuran garis kemiskinan dengan menggunakan nilai mata uang, tetapi mempunyai konsekuensi perhitungan jumlah penduduk miskin di Indonesia ternyata kalah banyak dibandingkan pengukuran menggunakan angka relatif dalam persentase.

 

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 24,05 juta jiwa berdasarkan perhitungan BPS pada tahun 2024, sedangkan sebanyak 15,25 juta jiwa (5,4 persen dari jumlah penduduk) berdasarkan perhitungan Bank Dunia pada tahun yang sama, yaitu tahun 2024.

 

Sementara itu, tafsir yang terjadi pada media sosial justru menyampaikan informasi yang sebaliknya, yakni dengan menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin berdasarkan proyeksi oleh Bank Dunia jauh lebih banyak dibandingkan perhitungan hasil survei BPS.

 

Dengan tafsir yang berbeda seperti ini, maka terbentuk Kesan bahwa pemerintah kurang berhasil mengentaskan masalah kemiskinan di Indonesia. Tafsir yang sungguh berbeda dibandingkan informasi di atas.

 

Bukan hanya persoalan perhitungan dan tafsir yang berbeda, serta mempunyai implikasi yang jauh berbeda, namun tantangan yang sesungguhnya tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah sebanyak 23,85 juta jiwa pada bulan Maret tahun 2025.

 

Persoalan kemiskinan tersebut perlu segera dientaskan. Bukan hanya kemiskinan biasa, melainkan terutama kemiskinan ekstrem.

 

Juga terutama terhadap apa yang menjadi penyebab dari sesungguh terjadinya keberadaan kemiskinan. Berdasarkan pengukuran garis kemiskinan di atas, sungguh tidak mudah untuk mengatakan bahwa penduduk menjadi miskin, dikarenakan mengonsumsi nasi, rokok, kopi, dan ataukah kecanduan judi online. **

 

Peneliti Institute of Development for Economics and Finance (Indef); Pengajar Universitas Mercu Buana

 


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.