Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro 

 

JAKARTA — Tekanan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk membuka kembali penyidikan kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo terus meningkat.

 

Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) resmi mengajukan permohonan peninjauan kembali kasus tersebut ke Biro Pengawasan Penyidik ​​(Wasidik) Mabes Polri menyusul rasa tidak puas terhadap putusan Bareskrim yang menyatakan ijazah Jokowi asli dan identik.

 

"Ini langkah yang legal dan sesuai prosedur. Biro Wasidik bertugas mengawasi agar tidak terjadi mal-administrasi dalam proses penyidikan," ujar pengamat politik Hersebeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point pada Senin, 26 Mei 2025.

 

Hersebeno Arief menilai langkah hukum lebih baik ketimbang membiarkan olok-olok di publik semakin liar.

 

Sebelumnya, Brigadir Jenderal Johandani Rahardjo menyatakan hasil penyelidikan menunjukkan ijazah Jokowi adalah asli dan identik dengan milik rekan-rekan seangkatannya di Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun, pernyataan tersebut justru memicu gelombang skeptisisme.

 

"Alih-alih menenangkan publik, justru banyak yang mempertanyakan maksud dari ‘identik’. Kalau pembandingnya juga palsu, bukankah itu berarti sama-sama tidak otentik?" sindir Hersebeno.

 

Ia menambahkan, meme-meme bernada satir seperti "Juara 1 Lomba Ijazah Identik" dan "Lulusan Terbaik Universitas Bareskrim Fakultas Forensik" menjadi indikator kuat adanya krisis kepercayaan publik.

 

Kritik keras juga diarahkan kepada keputusan Polri yang menolak adanya uji pembanding oleh pihak independen. "Kalau yakin ijazah itu asli, seharusnya tidak takut di-challenge secara ilmiah," ujar Hersebeno.

 

Ia juga menyoroti risiko public distrust yang semakin dalam terhadap institusi negara, termasuk Polri dan UGM.

 

"Kalau terus begini, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan pada sistem. Padahal kepercayaan itu adalah modal utama demokrasi dan penegakan hukum," katanya.

 

Dugaan keganjilan lain juga mencuat, termasuk perbedaan tanda tangan dalam dokumen SPP Jokowi saat kuliah. Meski Hersebeno mengakui bahwa tanda tangan bisa berubah, ia menekankan pentingnya pemeriksaan oleh ahli.

 

“Kalau alatnya canggih tapi orang yang menjalankannya tidak kredibel, itu percuma,” katanya, mengkritisi potensi manipulasi jika tidak ada pengawasan independen. (poskota)


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.