Articles by "hukum"

Tampilkan postingan dengan label hukum. Tampilkan semua postingan

Muhaimin Iskandar atau Cak Imin (RMOL) 

 

JAKARTA — Tak hanya Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga membuka peluang memeriksa Muhaimin Iskandar alias Cak Imin selaku mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans).

 

Hal itu disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) pada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang terjadi pada 2012 atau sejak era Cak Imin menjabat sebagai menteri.

 

"Pihak-pihak yang diduga mengetahui dugaan aliran pemerasan terkait dengan perkara RPTKA nantinya akan dimintai keterangan oleh penyidik sehingga membuat terang perkara," kata Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu malam, 11 Juni 2025.

 

Selain Cak Imin, KPK juga bakal memanggil dua mantan Menaker lainnya, yakni Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah. Ketiganya juga merupakan elit Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

 

Budi berharap pemanggilan terhadap para pihak dimaksud bisa mempercepat proses penyidikan.

 

"Dan tentu kita semua berharap penanganan perkara ini juga bisa tuntas diselesaikan," pungkas Budi.

 

Kamis, 5 Juni 2025, KPK secara resmi mengumumkan identitas delapan orang tersangka korupsi penerimaan tenaga kerja asing. Mereka yakni Suhartono selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) tahun 2020-2023, Haryanto selaku Direktur PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Dirjen Binapenta dan PKK tahun 2024-2025.

 

Selanjutnya, Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA tahun 2017-2019, Devi Angraeni selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA tahun 2020-Juli 2024 yang juga Direktur PPTKA tahun 2024-2025, Gatot Widiartono selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Direktorat Jenderal (Ditjen) Binapenta dan PKK tahun 2019-2021 yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA tahun 2019-2024 serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian TKA Direktorat PPTKA tahun 2021-2025.

 

Kemudian tiga orang lainnya adalah staf pada Direktorat PPTKA tahun 2019-2024, yakni Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

 

Dari pemerasan yang dilakukan di periode 2019-2024, KPK mengidentifikasi oknum-oknum di Kemnaker menerima uang sebesar Rp53,7 miliar dari para agen-agen perusahaan pengurusan TKA yang akan bekerja di Indonesia. Namun, perkara pemerasan ini sudah berlangsung sejak 2012-2024 di era Muhaimin Iskandar alias Cak Imin hingga era Ida Fauziyah.

 

Di mana, Haryanto yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional menerima uang paling besar, yakni sebesar Rp18 miliar.

 

Sedangkan tersangka lainnya, yakni Suhartono menerima uang sebesar Rp460 juta, Wisnu menerima uang sebesar Rp580 juta, Devi menerima uang sebesar Rp2,3 miliar, Gatot menerima uang sebesar Rp6,3 miliar, Putri menerima uang sebesar Rp13,9 miliar, Jamal menerima uang sebesar Rp1,1 miliar, dan Alfa menerima uang sebesar Rp1,8 miliar.

 

Sedangkan sisanya, digunakan untuk dibagikan kepada para pegawai di Direktorat PPTKA sebagai uang 2 mingguan. Para pihak tersebut menggunakan uang itu untuk kepentingan sendiri, dan untuk membeli sejumlah aset yang dibeli atas nama sendiri maupun atas nama keluarga.

 

Uang tersebut juga diberikan kepada hampir seluruh pegawai Direktorat PPTKA kurang lebih 85 orang sekurang-kurangnya sebesar Rp8,94 miliar.

 

Dalam proses pengajuan RPTKA akan diterbitkan 2 dokumen, yaitu Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) dan Pengesahan RPTKA. Pengajuan kedua dokumen tersebut dilakukan secara online oleh pemohon yakni perusahaan/agen yang terdaftar di Kemnaker dan diberikan kewenangan untuk mengurus RPTKA. Atas permohonan tersebut dilakukan verifikasi secara berjenjang pada Ditjen Binapenta dan PKK.

 

Dalam proses penerbitan pengesahan RPTKA, pihak-pihak di Kemnaker melalui pegawai di Direktorat PPTKA diduga melakukan pemerasan kepada pemohon agar dokumen RPTKA disetujui dan diterbitkan.

 

Dalam proses permohonan RPTKA secara online oleh pemohon, tersangka Putri, Alfa, dan Jamal hanya memberitahukan kekurangan berkas melalui WhatsApp kepada pihak pemohon yang sudah pernah menyerahkan sejumlah uang pada pengajuan sebelumnya, atau pemohon yang menjanjikan akan menyerahkan uang setelah RPTKA selesai diterbitkan. Sedangkan bagi pemohon yang tidak memberikan uang, tidak diberitahu kekurangan berkasnya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktu penyelesaiannya.

 

Sehingga, pemohon yang tidak diproses mendatangi kantor Kemnaker dan bertemu dengan petugas. Pada pertemuan tersebut, tersangka Putri, Alfa, dan Jamal menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pengesahan RPTKA, dan meminta sejumlah uang. Setelah diperoleh kesepakatan, maka pihak Kemnaker menyerahkan nomor rekening tertentu untuk menampung uang dari pemohon.

 

Dalam proses pengajuan RPTKA juga terdapat tahapan wawancara terkait identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan, melalui Skype dengan jadwal yang ditentukan secara manual. Tersangka Putri, Alfa, dan Jamal tidak memberikan jadwal Skype pada pemohon yang tidak memberikan uang dalam pengurusan RPTKA tersebut.

 

RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh TKA untuk memenuhi persyaratan-persyaratan lain terkait izin kerja dan izin tinggal. Apabila RPTKA tidak diterbitkan, maka penerbitan izin kerja dan izin tinggal TKA akan terhambat.

 

Hal itu menyebabkan pengeluaran denda kepada TKA selama RPTKA belum terbit, yaitu sebesar Rp1 juta per hari. Sehingga para pemohon RPTKA terpaksa memberikan sejumlah uang kepada para tersangka supaya tidak terkena denda. (rmol)


Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (foto: Instagram @basukibtp) 

 

JAKARTA — Kasus dugaan korupsi pengadaan tanah rumah susun di Cengkareng, Jakarta Barat (Jakbar) masih berlanjut di Polri. Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri memeriksa mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Rabu (11/6).

 

Wakil Kepala Kortas Tipikor Polri Brigjen Pol Arief Adiharsa  membenarkan adanya pemeriksaan terhadap Ahok. Ia mengatakan pemeriksaan tersebut dilakukan sebagai pelengkap untuk melengkapi petunjuk yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

 

”Ada P-19 dari jaksa peneliti untuk menyempurnakan keterangannya Pak Ahok dalam kasus tanah di Cengkareng, pengadaan tanah Cengkareng itu,” ungkap dia saat dikonfirmasi oleh awak media.

 

Atas petunjuk dari JPU tersebut, Kortas Tipikor Polri memeriksa Ahok hari ini. Pria yang pernah menjadi komisaris utama (komut) PT Pertamina itu diundang hadir ke Kortas Tipikor Polri untuk menyempurnakan keterangan yang pernah dia sampaikan dalam pemeriksaan sebelumnya.

 

”Hari ini beliau diundang untuk menyempurnakan keterangannya yang dulu sudah pernah diberikan. Konteksnya itu aja,” terang Brigjen Arief.

 

Jenderal bintang satu Polri itu tidak bisa merinci keterangan yang diminta dari Ahok sebagaimana petunjuk JPU.

 

Namun, Arief memastikan bahwa pihaknya mengundang Ahok sebagai saksi untuk melengkapi keterangannya. Dia pun berharap keterangan Ahok hari ini sudah cukup sehingga tidak perlu diundang kembali ke Kortas Tipikor Polri.

 

”Ini kan konteksnya beliau itu kan sebagai saksi kan ya. Jadi, menyempurnakan kesaksian beliau yang dulu sudah pernah diberikan,” imbuhnya. (fajar)

 

Tersangka berinisial SN saat ditangkap oleh pihak Kejati DKI Jakarta pada Rabu (28/5/2025)/Ist


JAKARTA — Polda Metro Jaya menangkap seorang pria berinisial LS yang diduga melakukan pemerasan terhadap jaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta berinisial MAA.

 

Dalam melancarkan aksinya, pria yang mengaku wartawan media 'HR' itu mengancam korban akan terus memberitakan kasus dugaan mafia cukai tersebut.

 

"Pelaku LS diduga melakukan tindak pidana pemerasan melalui media elektronik dan atau pemerasan dengan ancaman membuka rahasia," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi, seperti dilansir Poskota, Sabtu, 31 Mei 2025.

 

Sebenarnya, kata Ade Ary, pelaku LS yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu ditangkap oleh pihak Kejati Jakarta. LS kemudian diserahkan ke Polda Metro Jaya untuk diproses hukum lebih lanjut.

 

Kasus ini dilaporkan oleh korban ke Polda Metro Jaya dengan Laporan Polisi: LP/B/3614/V/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA, tanggal 28 Mei 2025.

 

"Menerima penyerahan pelaku dan barang bukti dari petugas Kejaksaan Tinggi Jakarta yang melakukan penindakan awal di tempat kejadian perkara," kata Ade Ary.

 

Mantan Kapolres Jakarta Selatan itu menjelaskan, kasus ini berawal saat korban MAA dihubungi oleh LS melalui WhatsApp.

 

MAA mengirim beberapa link berita tentang kasus rokok ilegal, pada tanggal 27 Mei 2025. Kemudian tersangka mengajak bertemu dengan dalih mengajak ngopi sambil diskusi. Awalnya korban mengabaikan ajakan ngopi tersebut.

 

"Dilanjutkan dengan ajakan terlapor bertemu dengan bahasa "ngopi2", "sharing", dan "barangkali ada buat ngopi2, pribadi abang aja, kl ada titip aja bang." Namun pelapor selaku korban tidak bisa menemui karena sibuk," kata Ade Ary.

 

Keesokan harinya, pada Rabu, 28 Mei 2025, LS kembali mencoba dengan dalih membahas demo kasus cukai yang belakangan ramai.

 

Mendengar itu, korban akhirnya bersedia diajak bertemu di Kantor Kejati Jakarta sekitar pukul 11.00 WIB. Pada saat pertemuan itu, tersangka melakukan pemerasan secara langsung.

 

Secara blak-blakan, kata Ade Ary, LS menyebutkan sudah menaikan tujuh artikel berita terkait dugaan permainan cukai yang menyeret nama Jaksa.

 

Minta Uang Puluhan Juta

Kepada korban, pelaku meminta uang sebesar Rp26 juta. Kemudian jika korban atau pihak Kejati bersedia membayar, maka berita bisa disetop atau tidak dilanjutkan.

 

"Terlapor meminta pihak Kejati Jakarta memberikan atensi, sehingga berita tersebut tidak kembali ditayangkan oleh terlapor," kata Ade Ary.

 

Selanjutnya pelapor memahami apa yang dimaksud atau diminta oleh terlapor. Korban memberikan uang kepada terlapor sebesar Rp5 juta secara tunai dan telah diterima oleh terlapor.

 

Kemudian oleh pihak Kejati Jakarta pelaku LS ditangkap dan diserahkan ke Polda Metro Jaya.

 

"Sesaat setelah menerima uang, terlapor diamankan oleh saksi A dan R, dan ditemukan dalam tas terlapor uang Rp5 yang berasal dari pelapor," kata Ade Ary.

 

Dalam penangkapan itu, pihak Polda Metro Jaya menyita sejumlah barang bukti. Mulai dari ponsel, uang sebanyak Rp5 juta dengan nominal Rp100 ribuan.

 

Lalu, surat tugas dari salah satu media online. Selain itu, bukti tangkap layar percakapan WhatsApp dan tiga artikel online yang ditulis LS.

 

"Tersangka LS telah ditahan oleh Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya," ucap Ade Ary.

 

Akibat perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 45 ayat (10) jo Pasal 27 B ayat (2) Undang-Undang Nomor Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau tindak pidana pemerasan sebagaimana Pasal 369 KUHP. (***)


Ijazah-Jokowi/Ist

 

JAKARTA — Munculnya informasi bahwa penyidik ​​Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya sedang memeriksa akademisi Rismon Sianipar menuai kritik tajam dari sejumlah pihak.

 

Salah satunya datang dari pengamat kepolisian, Bambang Rukminto. Ia menilai aneh saat mendengar kabar terkini terkait kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden 7 Republik Indonesia, Joko Widodo.

 

"Jadi aneh bila yang memeriksa Rismon ialah Kamneg," kata Bambang, Kamis (29/5/2025).

 

Peneliti ISESS itu mengatakan Subdit Kamneg berkaitan dengan Baintelkam, sehingga menjadi aneh perkara tuduhan ijazah palsu Jokowi bukan diperiksa sebagai kasus pidana.

 

"Jadi, memang agak janggal bila memeriksa kasus pidana karena penyelidikan Bareskrim dengan Intelkam itu sangat berbeda," kata peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) itu.

 

Toh, kata Bambang, bakal muncul pertanyaan publik soal tindakan Rismon Sianipar yang berpotensi menganggu negara sampai akademisi itu diperiksa Subdit Kamneg terkait tuduhan ijazah palsu.

 

"Ya, akan muncul pertanyaan, apakah yang dilakukan Rismon itu ancaman bagi keamanan negara," ujar dia.

 

Bambang mengingatkan kepolisian bisa membedakan ancaman bagi keselamatan kepala negara atau mantan presiden dengan kritik terhadap individu.

 

"Sebagai sosok, perilaku kepala negara sama seperti warga negara lain yang setara di depan hukum," ujarnya.

 

Diketahui, Rismon menjadi satu di antara figur yang vokal mengkritisi dan mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi.

 

Mantan dosen Universitas Mataram itu bahkan sempat mengunggah skripsi mahasiswa UGM pada 1985 yang menjadi tahun kelulusan Jokowi di kampus tersebut.

 

Rismon mengungkapkan perbedaan tulisan antara lembar skripsi seorang mahasiswa UGM yang diketik manual dengan kepunyaan Jokowi.


Belakangan, Jokowi langsung datang ke Polda Metro Jaya untuk melaporkan beberapa pihak terkait tuduhan ijazah palsu. (fajar)


Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim/Net 

 

JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta mengusut tuntas dugaan keterlibatan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, dalam kasus dugaan korupsi laptop senilai Rp9,9 triliun pada tahun anggaran (TA) 2019-2022.

 

"Kami meminta Kejaksaan Agung untuk bertindak tegas dan transparan dalam mengusut siapapun yang terlibat, termasuk mantan menteri sekalipun. Jangan sampai ada yang dilindungi," ujar Ketua Umum Gerakan Pemuda Al Washliyah (GPA), Aminullah Siagian, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 27 Mei 2025.

 

Aminullah menegaskan bahwa kasus ini merupakan tamparan keras bagi dunia pendidikan nasional. Menurutnya, tidak boleh ada pihak yang kebal hukum dalam perkara yang menyangkut kepentingan publik, khususnya pendidikan anak bangsa.

 

Lebih dari itu, desakan GPA muncul seiring dengan perkembangan penyelidikan yang dilakukan Kejagung, di mana tim penyidik telah melakukan penggeledahan di dua lokasi penting yang terkait kasus ini.

 

Pertama, di Apartemen Kuningan Place, kediaman FH yang diketahui sebagai Staf Khusus Mendikbudristek. Kedua, di Apartemen Ciputra World 2 Tower Orchard, tempat tinggal JT yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Mendikbudristek.

 

Aminullah menyebut, langkah penggeledahan ini menandakan bahwa penyidik mulai menelusuri keterlibatan aktor-aktor kunci di lingkaran dalam kementerian, terkait dugaan adanya keterlibatan bukan hanya pelaksana teknis, tetapi juga lingkaran dekat pimpinan kementerian.

 

"Kalau staf khusus saja digeledah, sangat mungkin ada aliran informasi, bahkan arahan, dari pejabat lebih tinggi. Ini yang harus diungkap dengan terang-benderang," tuturnya.

 

"Gerakan Pemuda Al Washliyah berharap agar proses hukum dilakukan secara profesional dan tidak diskriminatif," demikian Aminullah. (rmol)


Komjen Pol (Purn) Drs. Oegroseno, S.H. berbicara tentang hasil penyelidikan Bareskrim terkait keabsahan ijazah Jokowi. (Sumber: YouTube/Abraham Samad SPEAK UP) 

 

JAKARTA — Keputusan Bareskrim Mabes Polri untuk menghentikan penyidikan kasus dugaan ijazah Joko Widodo menuai kritik tajam dari sejumlah tokoh hukum.

 

Dalam diskusi dengan mantan Ketua KPK Abraham Samad, Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Oegroseno, S.H., menegaskan penghentian penyidikan tidak memiliki dasar hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

“Penghentian penyelidikan ini tidak diatur di hukum acara pidana. Berarti surat edaran yang dijadikan dasar itu tidak punya kedudukan hukum,” tegas Oegroseno, mengacu pada Surat Edaran Kapolri Nomor 7 Tahun 2018.

 

Ia menambahkan bahwa dalam surat edaran tersebut hanya disebutkan istilah penyelidik, tanpa menyebut penyidik, yang justru berwenang secara hukum.

 

Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas sikap Bareskrim yang menyatakan bahwa ijazah Presiden Jokowi bersifat “identik” dengan milik lulusan UGM lainnya, tanpa memberikan penjelasan rinci terkait mekanisme uji forensik yang dilakukan.

 

“Dia memakai istilah ‘identik’ ya, bukan ‘otentik’,” ujar Abraham Samad. “Harusnya diperlihatkan saat jumpa pers untuk meyakinkan publik.”

 

Oegroseno menambahkan bahwa penghentian penyelidikan semestinya dapat digugat melalui praperadilan agar kepastian hukum dapat terwujud.

 

“Kalau menurut KUHAP, kepastian hukum itu dicapai melalui praperadilan. Penghentian penyidikan pun masih bisa digugat, apalagi penyelidikan yang tidak punya dasar hukum.”

 

Lebih lanjut, Oegroseno menilai bahwa langkah yang ditempuh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) untuk melaporkan Bareskrim ke Wasidik Mabes Polri dan meminta gelar perkara ulang adalah tepat.

 

Ia menyarankan agar pelapor juga diberi kesempatan menghadirkan saksi ahli sebagai pembanding atas temuan Polri.

 

“Kalau TPUA minta ada saksi ahli sebagai pembanding, itu tidak bisa ditolak. Itu demi asas keadilan,” kata Oegroseno.

 

Ia juga menegaskan bahwa dalam kondisi seperti ini, TPUA bisa membuat laporan baru, termasuk terhadap pengguna ijazah yang diduga palsu, misalnya komisioner KPU di Solo maupun Jakarta.

 

Di sisi lain, Samad menyoroti istilah “identik” yang digunakan Bareskrim, dan menyebutnya menyesatkan publik. “Kalau kita bicara forensik, identik itu belum tentu otentik. Sama seperti tanda tangan palsu yang dibuat mirip, belum tentu asli,” jelasnya.

 

Diskursus ini menggarisbawahi pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum, khususnya ketika melibatkan pejabat tinggi negara.

 

Penggunaan istilah hukum yang kabur serta keputusan sepihak tanpa dasar KUHAP, menurut Oegroseno, hanya akan memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.

 

“Kepastian hukum tidak bisa ditentukan hanya oleh penyelidik, harus ada mekanisme yang sah sesuai undang-undang,” tegas Oegroseno di akhir diskusi. (rmol)


Wakil Ketua Bidang Internal Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), Rizal Fadillah menanggapi hasil uji forensi ijazah Jokowi-ist 

 

JAKARTA — Wakil Ketua Bidang Internal Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), Rizal Fadillah menanggapi pengumuman hasil uji forensik keaslian ijazah mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo oleh Bareskrim Polri.

 

Dengan dinyatakannya ijazah Jokowi asli oleh Bareskrim dan dihentikannya penyidikan terkait laporan dugaan ijazah palsu tersebut, TPUA Rizal Fadillah bereaksi keras.

 

Menurutnya, penghentian penyidikan dinilai prematur karena tidak melibatkan pihak lain dalam proses penilaian. Hasil uji forensik, tegas Rizal Fadillah, perlu dikaji lebih dalam dan dikaji secara terbuka.

 

“Perlu pendalaman dan pengkajian atas hasil uji forensik Bareskrim Mabes Polri, sehingga dapat diajukan keberatan-keberatannya," ujarnya.

 

Ia juga menyinggung adanya gelar perkara yang menjadi dasar penghentian penyelidikan.

 

"Semestinya terbuka dan melibatkan pengadu serta ahli, termasuk yang kami ajukan seperti Dr Roy Suryo dan Dr Rismon,” kata Rizal Fadillah kepada wartawan, Jumat 23 Mei 2025.

 

Di antara yang menjadi pertanyaan pihaknya agar dijelaskan secara transparan yaitu mulai dari hasil uji terhadap kertas lembar pengesahan, isi skripsi, hingga tanda tangan dan nama dosen pembimbing utama, Prof Ahmad Sumitro.

 

Begitu juga terhadap keaslian dokumen pembanding yang digunakan sebagai referensi dalam penyelidikan.

 

"Sudahkah dilakukan verifikasi menyeluruh?” tanya eks tim pengacara Bambang Tri Mulyono, penggugat Ijazah Jokowi di Solo.

 

Ia lantas mendesak Bareskrim mempublikasikan secara terbuka ijazah Jokowi yang dinyatakan asli versi hasil penyelidikan tersebut.

 

Tidak tanggung-tanggung, selanjutnya agar bisa diuji oleh berbagai pihak, termasuk lembaga di dalam dan luar negeri.

 

“(Jangan berdalih) hanya berdasarkan perintah pengadilan. Ijazah jangan hanya ditampilkan lalu disembunyikan lagi,” selorohnya.

 

Diketahui, Bareskrim Polri menyatakan tidak menemukan adanya tindak pidana pemalsuan ijazah yang dilakukan oleh Presiden ke-7 Jokowi.

 

Hasil itu disimpulkan usai Polri melakukan gelar perkara.

 

"Hasil penyelidikan ini telah dilaksanakan gelar perkara untuk memberikan kepastian hukum dengan hasil tak ditemukan adanya tindak pidana," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam jumpa pers, Kamis, 22 Mei 2025.

 

Ia menjelaskan bahwa penyelidikan soal ijazah palsu ini berdasarkan aduan masyarakat oleh TPUA. Aduan tersebut ditandatangani oleh Eggi Sudjana sebagai perwakilan dari TPUA tentang adanya tindak pidana terkait ijazah Jokowi.

 

Usai menerima laporan tersebut, polisi kemudian melakukan penyelidikan. Setelah memeriksa saksi dan barang bukti, ia mengatakan tidak ditemukan adanya tindak pidana. Oleh karena itu, Djuhandani mengatakan penyelidikan kasus ijazah dihentikan.

 

"Penyelidikan itu gunanya untuk apa? Untuk mengetahui apakah ada perbuatan pidana atau tidak sesuai yang diadukan. Kalau itu sesuai ada tindak pidana dan sebagainya, tentu langkah lebih lanjut adalah membuat laporan polisi, kemudian proses lidik. Namun, dari pengaduan ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbuatan pidana sehingga perkara ini dihentikan penyelidikannya," ujarnya. (disway)


Presiden Joko Widodo resmi melantik Listyo Sigit sebagai Kapolri baru pada Rabu (27/1/2021) 


JAKARTA — Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo diduga melindungi mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi terkait ijazahnya yang diduga palsu. Pasalnya, jika ijazah tersebut palsu, dampaknya akan luar biasa, tidak hanya bagi Jokowi sendiri, tetapi juga bagi Indonesia.

 

Namun, seperti yang sudah diduga, pada Kamis (22/5/2025) Bareskrim Polri mengumumkan bahwa ijazah milik Jokowi asli, dan menghentikan penyidikan atas laporan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) terkait ijazah tersebut.

 

"Publik menganggap Sigit sebagai Kapolri, pasang badan untuk membela Jokowi dalam kasus Ijazahnya yang diduga palsu, karena balas jasa sejak dari Kapolresta di Solo hingga menjadi ajudan Jokowi dan kemudian diangkat Jokowi sebagai Kapolri," kata Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu, Muslim Arbi, Jumat (23/5/2025).

 

Pun, Muslim khawatir jika asumsi ini benar, maka Polisi dijadikan tameng, baik atas inisiatif Sigit sendiri atau atas 'perintah: Jokowi, sehingga kepolisian semakin tidak mendapat kepercayaan publik, dan integritasnya semakin tergerus di mata publik.

 

Ia mempertanyakan, jika memang Bareskrim menyatakan ijazah Jokowi yang diterbitkan Universitas Gajah Mada (UGM) asli, mengapa Jokowi tidak berani menunjukkannya secara langsung kepada publik? Bahkan ketika ditunjukkan kepada wartawan pada 16 April 2025, saat TPUA menyambangi rumahnya di Solo, Jokowi melarang wartawan memotret ijazah itu.

 

"Kalau asli kenapa tidak berani tunjukkan ke publik?" kata Muslim.

 

Ia meyakini, meski Bareskrim menyatakan bahwa ijazah Jokowi asli, akan tetapi publik tidak akan percaya, karena ijazah itu ternyata sama dengan yang dipublikasikan politisi PSI Dian Sandi Utama melalui akun X-nya yang telah dianalisa Pakar Telematika Roy Suryo dan Pakar Digital Forensik Rismon Hasiholan Sianipar, dan ditengarai palsu.

 

Tak hanya dari aspek jenis huruf yang menggunakan Times New Romans yang baru dirilis tahun 1992, akan tetapi ketika foto di ijazah itu dianalisa dengan menggunakan beberapa software, foto itu tidak cocok dengan foto Jokowi, dan lebih cocok dengan foto saudaranya, Dumatno Budi Utomo.

 

Selain itu, kata Muslim, selama ini Jokowi dikenal sebagai pemimpin yang suka berbohong dan ingkar janji. "Pada saat persidangan soal gugatan ijazahnya di PN Jakarta Pusat dan PN.Solo, Jokowi tidak pernah hadir dan ijazahnya pun tidak pernah diperlihatkan meski selalu diminta," katanya.

 

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam konferensi pers di Bareskrim,bKamis (22/5/2025), mengatakan bahwa ijazah Jokowi asli.

 

“Penyelidik mendapatkan dokumen asli ijazah sarjana kehutanan atas nama Joko Widodo. Ijazah ini telah diuji secara laboratoris dan hasilnya identik dengan ijazah milik tiga rekannya satu angkatan, baik dari sisi bahan kertas, pengaman, teknik cetak, tinta, cap stempel, hingga tanda tangan,” katanya.

 

Ijazah sarjana milik Jokowi diterbitkan oleh Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan nomor 1120 atas nama Joko Widodo, NIM 1681KT, tertanggal 5 November 1985.

 

Hasil uji laboratorium memperlihatkan bahwa ijazah Jokowi dicetak menggunakan bahan kertas dan teknik cetak yang sama dengan ijazah rekan-rekannya di tahun yang sama. Tinta tulisan tangan dan stempel yang tertera juga dipastikan berasal dari alat dan bahan yang sama.

 

Tanda tangan pejabat fakultas, seperti dekan dan rektor, yang tercantum di ijazah Jokowi juga telah diuji secara forensik.

 

“Maka antara bukti dan pembanding adalah identik atau berasal dari satu produk yang sama,” kata Djuhandhani.

 

Selain ijazah, Bareskrim juga menelusuri skripsi Jokowi yang berjudul “Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kotamadya Surakarta. Skripsi tersebut diketik menggunakan mesin tik tipe pica, sesuai dengan jenis umum yang digunakan pada era 1980-an.

 

Lembar pengesahan skripsi dicetak menggunakan hand press atau letter press, yang ditandai dengan permukaan tulisan yang tidak rata atau cekung jika diraba. “Hal ini sesuai dengan keterangan pemilik percetakan yang digunakan pada masa itu,” kata Djuhandhani. (gelora)


Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro saat jumpa pers terkait dugaan ijazah palsu Joko Widodo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Mei 2025/RMOL 

 

JAKARTA — Ketua Solidaritas Merah Putih Silfester Matutina mengapresiasi Bareskrim Polri yang bertindak cepat mengungkap kasus dugaan ijazah palsu Presiden RI periode 2014-2024 Joko Widodo (Jokowi).

 

Bareskrim menyatakan ijazah Jokowi asli. Oleh karena itu, proses Pengaduan Masyarakat (Dumas) dari Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), H. Eggi Sudjana, dinyatakan batal demi hukum, karena tidak ditemukan unsur pidana.

 

"Kita apresiasi ya apa yang sudah diselidiki oleh Bareskrim Mabes Polri saat ini. Sebagai masyarakat saya melihat terlapor maupun pelapor harus sama-sama menghargai. Ini adalah suatu kebenaran yang mulai terungkap untuk bangsa dan rakyat kita bahwa ijazah Pak Jokowi asli," kata Silfester kepada redaksi, Kamis, 22 Mei 2025.

 

Belajar dari kasus ini, Silfester menyebut pihak pelapor harusnya mencari dulu bukti nyata, agar aduan itu tidak putus di tengah jalan.

 

"Harusnya teman-teman yang menggugat mempunyai bukti-bukti dahulu gitu loh, tapi selama ini kan membangun narasi-narasi negatif yang mengadu domba yang memberikan kebohongan pada rakyat," tegas Silfester.

 

"Hari ini yang dilakukan Bareskrim, akhirnya kebenaran itu akan mencari jalannya sendiri," sambung Silfester.

 

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Ditipidum) Bareskrim Polri menyatakan bahwa ijazah sarjana Jokowi adalah asli. Kesimpulan itu didapat usai penyidik Bareskrim melakukan gelar perkara.

 

“Dari penelitian tersebut maka antara bukti dengan pembanding adalah identik, atau dari satu produk yang sama,” jelas Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, saat jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Mei 2025

 

Sehingga, aduan yang dilayangkan Tim Pembela Ulama & Aktivis (TPUA), H. Eggi Sudjana, perihal tudingan publik cacat hukum ijazah S1 Jokowi, berdasarkan Laporan Informasi Nomor: LI/39/IV/RES.1.24./2025/Dittipidum tanggal 9 April 2025, tidak terbukti, dan tidak ditemukan tindak pidana. (rmol)


Mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Selasa, 20 Mei 2025/Ist 


JAKARTA — Mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) turut prihatin dengan maraknya isu dugaan ijazah palsu yang menggemparkan publik hingga berujung pada proses hukum.

 

"Saya itu sebetulnya ya, sebetulnya sedih. Kalau proses hukum mengenai ijazah ini maju lagi ke tahapan berikutnya," kata Jokowi kepada wartawan usai diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Selasa, 20 Mei 2025.

 

Kendati demikian, Jokowi mau tidak mau harus menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Terlebih, kasus ini dianggapnya sudah keterlaluan.

 

"Tapi ya ini kan sudah keterlaluan. Jadi, ya kita tunggu proses hukum selanjutnya. Ya saya rasa itu saja. Ya ini kan supaya semuanya jelas dan gamblang. Lembaga yang paling kompeten untuk di mana saya menunjukkan ijazah saya itu ya di pengadilan nanti," kata Jokowi.

 

Sementara dalam pemeriksaan hari ini, Jokowi mengaku telah dicecar sebanyak 22 pertanyaan. Pertanyaan itu seputar riwayat pendidikannya dari SD sampai perguruan tinggi.

 

"Ada 22 pertanyaan yang tadi disampaikan, ya sekitar ijazah, dari SD, SMP, SMA, sampai universitas," beber Jokowi.

 

Adapun penyelidikan terkait ijazah palsu Jokowi dengan didasarkan Laporan Informasi Nomor: LI/39/IV/RES.1.24./2025/Dittipidum tanggal 9 April 2025 atas nama pengadu Eggi Sudjana.

 

Dalam kasus ini, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menjelaskan bahwa pihaknya sudah memeriksa puluhan saksi dalam rangka penyelidikan.

 

"Telah melakukan interview terhadap saksi sejumlah 26 orang," kata Djuhandani kepada wartawan, Rabu, 7 Mei 2025.

 

Saksi yang diperiksa mulai dari pelapor sebanyak empat orang, staf Universitas Gadjah Mada (UGM) tiga orang, alumni Fakultas Kehutanan UGM delapan orang, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) satu orang, percetakan perdana sebanyak satu orang, staf SMA Negeri 6 Surakarta  tiga orang, serta alumni SMA Negeri 6 Surakarta empat orang.

 

Lalu, unsur pemerintahan pusat ada saksi Ditjen Paud Kementerian Dikdasmen satu orang, Ditjen Dikti satu orang, KPU Pusat satu orang dan KPU DKI Jakarta satu orang. (rmol)


Seorang dokter kandungan diduga melakukan hubungan seksual dengan pasiennya saat konferensi pers di Mapolres Garut, Jawa Barat 

 

GARUT — Polres Garut mengumumkan hasil pemeriksaan kejiwaan terhadap dokter spesialis kandungan dan kebidanan berinisial MSF (33) yang menjadi tersangka kasus dugaan pencabulan terhadap pasien di Garut, Jawa Barat. Hasil pemeriksaan menyatakan tersangka menderita gangguan jiwa berupa afektif bipolar.

 

"Hasilnya mengalami afektif bipolar," ujar Kepala Satuan Reskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin (19/5).

 

Tersangka MSF dilaporkan atas dugaan pelecehan seksual terhadap sejumlah pasiennya yang sedang hamil. Dugaan tindakan tak senonoh itu terjadi di ruang praktik salah satu klinik di wilayah Garut Kota, bahkan disebut juga dilakukan di luar tempat praktik.

 

Meski hasil pemeriksaan menyatakan adanya gangguan mental, proses hukum tetap berjalan. Polisi memastikan bahwa tersangka tetap dianggap mampu bertanggung jawab atas perbuatannya.

 

"Kesimpulan pemeriksaannya demikian, tersangka bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya," tegas Joko.

 

Pemeriksaan kejiwaan dilakukan oleh tim dari Rumah Sakit Polri Sartika Asih, Bandung. Hasilnya telah diserahkan bersama berkas perkara ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut sebagai bagian dari proses hukum tahap satu.

 

"Kami sudah melakukan pengiriman berkas tahap satu ke Kejaksaan Negeri Garut," lanjut Joko.

 

Pihak Kejari Garut akan melanjutkan dengan persiapan persidangan di Pengadilan Negeri Garut. Kasus ini mendapat perhatian serius karena menyangkut korban ibu hamil dan dilakukan oleh tenaga medis.

 

Sementara itu, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat menyebutkan bahwa terdapat sembilan korban dalam kasus ini. Seluruh korban telah mendapatkan perlindungan hukum dan hak-haknya sebagai perempuan selama proses hukum berlangsung. (*)


Pakar telematika Roy Suryo di Polda Metro Jaya/Ist 

 

JAKARTA — Penyidik ​​Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya memeriksa pakar telematika Roy Suryo (RS) dan pegiat media sosial dr. Tifauzia Tyassuma (TS) alias Dokter Tifa terkait laporan eks Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) perihal dugaan ijazah palsu pada Kamis, 15 Mei 2025.

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, dari tiga saksi yang dipanggil, hanya Roy Suryo dan Dokter Tifa yang hadir.

 

“RS dan TS hadir," ujar Ade saat dikonfirmasi.

 

Menurut Ade, saksi yang tidak datang memenuhi panggilan Polda Metro Jaya berinisial ES.

 

"ES tidak hadir," kata Ade.

 

Sebelumnya, Jokowi didampingi kuasa hukum Yakup Hasibuan melaporkan beberapa pihak atas tuduhan pencemaran nama baik dan atau fitnah menggunakan media elektronik terkait tudingan ijazah palsu ke Polda Metro Jaya pada Rabu, 30 April 2025.

 

Atas pelaporan tersebut, terbit Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Ldik/2961/IV/RS. 1.14/2025 Ditreskrimum/Polda Metro Jaya pada hari yang sama. (rmol)


Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar/RMOL 

 

JAKARTA — Jumlah personel TNI dalam penugasan pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) bisa saja lebih banyak dari penugasan awal.

 

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengatakan saat ini jumlah bantuan personel TNI masih dirumuskan.

 

"Akan dirumuskan karena biasanya lebih bersifat situasional. Mungkin ke depan ini bisa lebih permanen," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Rabu 14 Mei 2025.

 

Ia mengamini dalam Surat Telegram (ST) Nomor: ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025 menyebutkan hanya 30 personel untuk pengamanan Kejati dan 10 personel untuk pengamanan Kejari.

 

Namun jumlah personel ini akan disesuaikan dengan anggaran serta kebutuhan yang ada.

 

"Mungkin antara satu satker (satuan kerja) dengan satker lain tidak sama. Misalnya Kejati A dengan Kejati B, walaupun di telegram itu sudah disebutkan 30 orang, 10 orang, tapi nanti akan disesuaikan," jelas Harli.

 

Lanjut Harli, adanya pengamanan ini sebagai langkah antisipasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya soal potensi ancaman terhadap profesi jaksa.

 

"Kalau misalnya ada jaksa mendapat ancaman, itu bagian dari profesi. Tetapi dalam konteks antisipasi, katakanlah pencegahan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan ke depan, maka dibutuhkan bentuk pengamanan yang lebih baik," pungkas Harli. (rmol)

Foto Ijazah Jokowi (Net) 


 

JAKARTA — Kasus dugaan ijazah palsu yang menjerat Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kini memasuki babak baru. Kini, giliran sejumlah petinggi UGM dan dosen pembimbing skripsi Jokowi yang digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman.

 

Penggugat yang merupakan pejabat petinggi UGM sekaligus pembimbing skripsi Jokowi adalah IR H Komardin SH MH dengan nomor perkara 106/Pdt.G/2025/Pn Smn.

 

Kelima pihak yang digugat yakni Rektor UGM, Wakil Rektor 1 hingga 4, Dekan Fakultas Kehutanan, Kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan, dan dosen pembimbing tesis Jokowi, Ir. Kasmojo.

 

"Iya benar," kata Juru Bicara PN Sleman, Cahyono, dikutip Minggu (10/5/2025).

 

Meski demikian, ia tidak menjelaskan isi gugatan tersebut. Sebab, saat ini perkara masih dalam tahap awal.

 

Selanjutnya, pengadilan akan melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak yang bersangkutan.

 

Sementara itu, sebelumnya pihak Jokowi telah melaporkan lima nama terkait tudingan ijazah palsu terhadap dirinya ke Polda Metro Jaya.

 

Saat ini, kasus tersebut juga dalam pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Sejumlah saksi pun telah dilakukan pemanggilan. (tvone)


Kolase foto M Adhiya Muzakki saat ditangkap. (Net) 

 

JAKARTA — Bos Buzzer yang ditangkap Kejaksaan Agung (Kejagung) bernama M Adhiya Muzakki (MAM), ternyata loyalis Jokowi. Bahkan, sejumlah netizen mengaku melihat langsung status media sosial MAM yang sangat defensif bahkan disebut mengidolakan ayah Wakil Presiden Gibran tersebut.

 

Postingan lamanya yang berbunyi "“Yang fana adalah waktu. Jokowi abadi”  dianggap sebagai bukti pemujaan berlebihan terhadap mantan Presiden Jokowi.

 

Juru bicara PDIP Mohamad Guntur Romli pun menanggapi pernyataan tersebut dengan nada sarkastis. Ia bahkan menyebut Adhiya sebagai penyembahnya Jokowi.

 

"Kalimat Adhiya ini (sambil mengunggah tangkapan layar unggahan Adhiya) sih menunjuklan dia benar-benar penyembah Jokowi," ujar Guntur di X @GunRomli (9/5/2025).

 

Ia juga mengutip pernyataan tokoh NU, Islah Bahrawi, yang menyebut bahwa Jokowi sudah diposisikan secara berlebihan oleh sebagian pendukungnya.

 

"Benar kata Cak Islah Bahrawi, Jokowi sudah seperti berhala," tandasnya.

 

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan M Adhiya Muzakki sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan alias obstruction of justice.

 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar Affandi menyebut Adhiya sebagai bos tim buzzer yang menyebarkan konten negatif untuk menyudutkan penanganan kasus korupsi minyak goreng, korupsi timah, dan korupsi impor gula yang ditangani Kejagung.

 

Adhiya memiliki sekitar 150 anak buah yang tergabung dalam Tim Cyber Army. Dia membagi anak buahnya itu ke dalam beberapa tim.

 

Adhiya Muzakki selaku bos buzzer mendapat duit senilai total Rp 864.500.000,00 dari tindakan membentuk narasi negatif di muka umum guna menjatuhkan citra Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus.

 

Adapun tiap-tiap buzzer yang dikomandoi Adhiya mendapatkan upah Rp1,5 juta untuk bekerja sebagai “tentara siber” atau “cyber army”.

 

"Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp 864.500.000," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar Affandi dalam konferensi pers pada Rabu malam, 7 Mei 2025.

 

Marcella Santoso sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah yang menjerat tiga korporasi.

 

Dalam kasus tersebut, Marcella dan rekannya, Ariyanto Bakri, disangka memberikan suap senilai Rp 60 miliar kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.

 

Kejagung menyebut, uang itu diberikan ke Arif saat menjabat sebagai wakil ketua Pengadilan Negeri Jakarta untuk mengatur agar majelis hakim yang menangani perkara tersebut menjatuhkan vonis lepas terhadap ketiga korporasi.

 

Tiga hari kemudian, pada Selasa (22/4/2025) dini hari, Marcella kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, kali ini dalam kasus perintangan penyidikan atas kasus yang ditangani Kejagung.

 

Marcella bersama advokat Junaedi Saibih dinilai merintangi penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan untuk tiga kasus perkara, yaitu kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor CPO.

 

Menurut Kejagung, Marcella dan Junaedi membiayai unjuk rasa, seminar, dan talkshow dengan narasi yang memojokkan Kejagung dalam penanganan perkara-perkara di atas. Marcella dan Junaedi juga diduga membayar Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar dengan uang Rp 487.500.000 agar narasi-narasi negatif tentang Kejagung dapat diangkat di JAK TV. (fajar) 

   

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.