Mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Bareskrim
Polri, Jakarta Selatan pada Selasa, 20 Mei 2025/Ist
JAKARTA — Mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) turut prihatin dengan maraknya isu dugaan ijazah palsu yang menggemparkan publik hingga berujung pada proses hukum.
"Saya itu sebetulnya ya, sebetulnya sedih. Kalau proses
hukum mengenai ijazah ini maju lagi ke tahapan berikutnya," kata Jokowi
kepada wartawan usai diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Selasa,
20 Mei 2025.
Kendati demikian, Jokowi mau tidak mau harus menghargai
proses hukum yang sedang berjalan. Terlebih, kasus ini dianggapnya sudah
keterlaluan.
"Tapi ya ini kan sudah keterlaluan. Jadi, ya kita tunggu
proses hukum selanjutnya. Ya saya rasa itu saja. Ya ini kan supaya semuanya
jelas dan gamblang. Lembaga yang paling kompeten untuk di mana saya menunjukkan
ijazah saya itu ya di pengadilan nanti," kata Jokowi.
Sementara dalam pemeriksaan hari ini, Jokowi mengaku telah
dicecar sebanyak 22 pertanyaan. Pertanyaan itu seputar riwayat pendidikannya
dari SD sampai perguruan tinggi.
"Ada 22 pertanyaan yang tadi disampaikan, ya sekitar
ijazah, dari SD, SMP, SMA, sampai universitas," beber Jokowi.
Adapun penyelidikan terkait ijazah palsu Jokowi dengan
didasarkan Laporan Informasi Nomor: LI/39/IV/RES.1.24./2025/Dittipidum tanggal
9 April 2025 atas nama pengadu Eggi Sudjana.
Dalam kasus ini, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri,
Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menjelaskan bahwa pihaknya sudah memeriksa
puluhan saksi dalam rangka penyelidikan.
"Telah melakukan interview terhadap saksi sejumlah 26
orang," kata Djuhandani kepada wartawan, Rabu, 7 Mei 2025.
Saksi yang diperiksa mulai dari pelapor sebanyak empat orang,
staf Universitas Gadjah Mada (UGM) tiga orang, alumni Fakultas Kehutanan UGM
delapan orang, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
satu orang, percetakan perdana sebanyak satu orang, staf SMA Negeri 6
Surakarta tiga orang, serta alumni SMA
Negeri 6 Surakarta empat orang.
Lalu, unsur pemerintahan pusat ada saksi Ditjen Paud
Kementerian Dikdasmen satu orang, Ditjen Dikti satu orang, KPU Pusat satu orang
dan KPU DKI Jakarta satu orang. (rmol)