Agustus 2025

Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin 

 

JAKARTA — Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memaparkan hasil rapat kabinet mengenai perkembangan keamanan di Indonesia pasca-gelombang demonstrasi pekan ini. Sjafrie mengingatkan kembali pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mendesak aparat untuk menindak tegas para perusuh dan penjarah.

 

"Presiden memberi penegasan agar supaya tindakan-tindakan pelanggaran yang bersifat kriminal baik itu dalam bentuk perusakan benda, fasilitas benda, dan harta milik pribadi supaya dilaksanakan penindakan yang tegas dan secara hukum," kata Sjafrie di Istana, Jakarta, Minggu (31/8/2025).

 

Sjafrie juga meminta Kapolri dan Panglima TNI untuk tidak ragu-ragu dalam menindak perusuh dan pelaku penjarahan. Dia menyebut Polri dan TNI telah memiliki instrumen hukum dalam menindak pelaku anarkis.

 

"Dengan memperhatikan faktor-faktor keamanan baik yang dimiliki secara individu, pribadi dan pejabat serta institusi negara, beliau (Prabowo) telah menugaskan kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk tidak ragu-ragu mengambil langkah-langkah yang terukur dan tegas terhadap terjadinya kegiatan pelanggaran hukum dan juga pelanggaran terhadap penegakan hukum," jelas Sjafrie.

 

Sjafrie mengingatkan TNI dan Polri untuk bersikap tegas kepada tiap pelaku penjarahan dan perusuh yang menyerang objek-objek negara.

 

"Apabila terjadi hal-hal yang menyangkut soal keselamatan bagi pribadi maupun pemilik rumah pejabat yang mengalami penjaharan, maka petugas tidak ragu-ragu untuk mengambil tindakan tegas kepada para pelaku kerusuhan dan penjarah yang memasuki wilayah pribadi maupun wilayah institusi negara yang sudah dipastikan untuk selalu dalam keadaan aman," tutur Sjafrie.

 

Pesan Prabowo

Prabowo sebelumnya telah mengeluarkan perintah kepada TNI dan Polri dalam menindak tegas pelaku anarkis. Arahan itu disampaikan usai Prabowo bertemu dengan para ketua umum partai politik di Istana Negara siang ini.

 

"Para aparat yang bertugas harus melindungi masyarakat, menjaga fasilitas-fasilitas umum yang dibangun dari uang rakyat. Aparat yang bertugas juga harus menegakkan hukum apabila ada pelanggaran-pelanggaran yang mengancam kehidupan masyarakat luas," kata Prabowo.

 

Dia juga memerintahkan pimpinan TNI dan Polri untuk menindak tegas terhadap pelaku perusakan dan penjarahan yang terjadi dalam dua hari terakhir.

 

"Kepada pihak Kepolisian dan TNI, saya perintahkan untuk ambil tindakan yang setegas-tegasnya, terhadap perusakan fasilitas umum, penjarahan rumah individu, dan sentra-sentra ekonomi, sesuai hukum yang berlaku. Kepada seluruh masyarakat, silakan sampaikan aspirasi murni secara damai. Kami pastikan akan didengar, akan dicatat, dan akan kita tindaklanjuti," tutur Prabowo. (detik)


Komandan Batalyon C Sat Brimob Polda Metro Jaya Kompol Kosmas Kaju Gae 

 

JAKARTA — Nama Kompol Cosmas Kaju Gae menarik perhatian publik usai kasus mobil rantis Brimob Polri lindas pengemudi ojol Affan Kurniawan hingga tewas. Profil Kompol Cosmas Kaju Gae sebagai perwira menengah ternyata punya jabatan mentereng di Korps Brimob.

 

Kasus tewasnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online (ojol) yang dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob saat demo di DPR memicu gelombang protes besar-besaran. Publik pun mendesak Mabes Polri mengungkap identitas pelaku dalam kasus mobil Brimob lindas pengemudi ojol. 

 

Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menyebut langsung nama-nama personel Brimob di hadapan massa aksi yang menggelar unjuk rasa di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (29/8/2025) lalu.

 

Massa sebelumnya mendesak agar polisi tidak lagi menyebut inisial, melainkan nama lengkap para terduga pelaku. "Minta disebutkan siapa saja nama lengkapnya, bukan inisial. Segera diproses, siapa nama orang tersebut,” ujar salah seorang perwakilan mahasiswa.

 

Desakan itu pun dikabulkan oleh Asep. Ia membacakan tujuh nama anggota Brimob yang saat ini sudah menjalani penempatan khusus (patsus) di Divpropam Polri karena diduga melanggar kode etik kepolisian:

 

Berikut ini identitas personel Brimob yang diduga melanggar kode etik kepolisian:

 

Aipda M. Rohyani

 

Baca juga:

Jusuf Kalla Nilai Penyebab Demonstrasi di DPR karena Masalah Dalam Negeri, Jangan Terjadi Seperti Krisis 98

 

Briptu Danang

 

Briptu Mardin

 

Baraka Jana Edi

 

Baraka Yohanes David

 

Bripka Rohmat

 

Kompol Cosmas Kaju Gae

 

“Bapak Kapolri bersama jajaran dengan Divpropam serta Komnas HAM dan Kompolnas akan memproses kasus ini secara terang benderang. Publik silakan ikut mengawasi,” tegas Irjen Asep.

 

Profil Kompol Cosmas

 

Dari tujuh nama tersebut, Kompol Cosmas Kaju Gae mencuri perhatian. Ia bukan anggota biasa, melainkan pejabat dengan jabatan mentereng di Korps Brimob. Kompol Cosmas diketahui menjabat Komandan Batalyon C Resimen IV Pasukan Pelopor Korps Brimob.

 

Sebagai informasi, satu batalyon Brimob biasanya membawahi 4 kompi dan 1 kompi bantuan, dengan jumlah personel yang dipimpin bisa mencapai 600 hingga 1.300 anggota. Posisi ini menempatkan Cosmas sebagai salah satu komandan penting di tubuh Brimob.

 

Saat kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas Affan Kurniawan, Kompol Cosmas duduk di bagian depan di sebelah pengemudi. Sedangkan sopir rantis Brimob saat itu adalah Bripka Rohmat.

 

Penempatan Khusus di Propam Polri

 

Kepala Divisi Propam Polri Irjen Abdul Karim menjelaskan bahwa ketujuh anggota Brimob tersebut sudah menjalani patsus di Divisi Propam Polri mulai Jumat (29/8/2025).

 

“Penempatan khusus ini berlangsung selama 20 hari ke depan, agar penyidik bisa mendalami kasus secara intensif,” ujar Abdul Karim di Mabes Polri.

 

Penempatan khusus dimaksudkan sebagai bentuk penahanan internal, sekaligus proses pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik kepolisian.

 

Dalam pemeriksaan, tujuh anggota Brimob itu terlihat duduk berjajar mengenakan kaos hijau bertuliskan “Titipan Patsus Propam Polri”.

 

Lima orang duduk di depan berhadapan dengan pemeriksa Biro Paminal, sementara dua lainnya duduk di belakang.

 

Kronologi Singkat

 

Affan Kurniawan tewas setelah dilindas kendaraan taktis Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025) malam.

 

Saat itu, mobil rantis sempat berhenti sejenak sebelum kembali melaju dan melindas tubuh Affan yang sudah tergeletak di jalan.

 

Peristiwa itu langsung memicu kemarahan sesama driver ojol dan masyarakat yang berada di lokasi.

 

Gelombang protes pun bergulir hingga akhirnya mendorong pengungkapan identitas anggota Brimob yang terlibat. (*)



 

JAKARTA — Sebuah video yang diduga memperlihatkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan instruksi tegas kepada jajarannya beredar luas di media sosial.

 

Dalam rekaman tersebut, sosok diduga Listyo melarang keras massa anarkis untuk menyerang markas kepolisian, khususnya Mako Brimob.

 

"Mulai hari ini haram hukumnya, ya, yang namanya Mako diserang. Haram hukumnya!" ujar Kapolri dalam video yang dikutip Minggu, 31 Agustus 2025.

 

Instruksi tersebut muncul di tengah memanasnya situasi demonstrasi besar-besaran di Jakarta sejak Kamis, 28 Agustus 2025 lalu.

 

Gelombang protes tersebut dipicu isu tunjangan fantastis anggota DPR dan meninggalnya pengendara ojek online karena terlindas mobil rantis, hingga berujung ricuh di beberapa titik, termasuk depan gedung DPR RI dan Mako Brimob.

 

Aksi massa bahkan sempat meluas ke pemukiman dan menimbulkan aksi penjarahan di sejumlah rumah pejabat.

 

Dalam video yang viral itu, Listyo juga memberi perintah jelas kepada aparatnya jika massa nekat masuk ke area asrama polisi.

 

"Kalau sampai kemudian mereka masuk, aturan sudah ada, terapkan aturan itu! Kalau sampai masuk ke asrama, tembak! Rekan punya peluru karet, tembak! Paling tidak kakinya. Tidak usah ragu-ragu," tegasnya.

 

Perintah tersebut langsung disambut riuh tepuk tangan puluhan anggota polisi di ruangan, seolah sedang merayakan kabar gembira.

 

Listyo pun menambahkan bahwa dirinya siap menanggung segala risiko dari instruksi tersebut.

 

"Kalau ada yang menyalahkan, Kapolri Listyo Sigit Prabowo siap bertanggung jawab," ujarnya.

 

Momen polisi bersorak itu justru memancing kritik tajam publik. Salah satunya datang dari akun X (Twitter) @sereqty.

 

Dia mengaku muak melihat sikap anggota polisi yang justru senang melakukan kekerasan kepada rakyatnya, seolah hal tersebut sudah dinanti sejak lama.

 

"I feel sick (aku muak). Mereka tepuk tangan pas dapat perintah tembak, kayak itu adalah kabar baik," tulisnya.

 

Pengguna tersebut bahkan menyarankan instansi kepolisian perlu dibenahi, sebab seluruh anggota tampaknya sudah kehilangan moral.

 

"Instansi ini benar-benar butuh reformasi, mereka semua sudah kehilangan moral," tambah akun tersebut.

 

Hingga kini, video instruksi Kapolri itu masih ramai diperdebatkan warganet.

 

Sebagian menilai sikap aparat terlalu represif, sementara yang lain menegaskan langkah tegas memang dibutuhkan demi menjaga keamanan markas polisi. (democrazy)

 

👇👇



Pegiat media sosial, Herwin Sudikta 

 

JAKARTA — Pegiat media sosial Herwin Sudikta menanggapi demonstrasi besar-besaran di beberapa kota besar Indonesia selama beberapa hari terakhir.

 

Demonstrasi ini bukan sekadar menyuarakan aspirasi; para pengunjuk rasa, yang melanjutkan demonstrasi hingga larut malam, membakar gedung-gedung dan menjarah rumah-rumah pejabat.

 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, rumah Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Sri Mulyani menjadi sasaran massa pengunjuk rasa.

 

"Segera cabut semua keputusan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR RI," ujar Herwin kepada fajar.co.id, Minggu (31/8/2025).

 

Bukan hanya itu, kata Herwin, Presiden Prabowo Subianto mesti berani melakukan evaluasi di lingkungan kabinetnya.

 

"Reshuffle kabinet, bersihkan kabinet dari pengaruh Solo. Copot Kapolri, makzulkan Fufufafa," sebutnya.

 

Dikatakan Herwin, aksi unjuk rasa 2025 ini meskipun terbilang besar-besaran, namun berbeda dengan aksi pada 1998 lalu.

 

"1998 rakyat melihat sosok (meski belum sempurna) yang bisa diproyeksikan sebagai simbol perubahan. Harapan itu yang jadi bahan bakar demonstrasi," Herwin menuturkan.

 

"Di 2025, gelombang protes besar memang ada, tapi yang hilang adalah trust reservoir, tidak ada figur yang mampu menampung aspirasi," tambahnya.

 

Kata Herwin, tidak ada wajah yang dipercaya bisa menyalurkan energi massa menuju perubahan politik yang nyata saat ini di pemerintahan Prabowo-Gibran.

 

"Ini membuat demo terasa seperti ledakan spontan tanpa arah jelas. Rakyat sudah terlalu skeptis pada elit. Seolah semua pilihan sama busuknya," tandasnya.

 

Lebih lanjut, Herwin blak-blakan mengatakan bahwa elite politik agar menyediakan harapan pada bangsanya sendiri.

 

"Jadi, bukan rakyat yang kehilangan semangat untuk menjadi bangsa yang hebat, di sinilah letak gawatnya. Negara dengan kemarahan tanpa harapan adalah negara rapuh," kuncinya. **

 

TNI-Polri Jaga Ketat Rumah Jokowi di Solo, Isu Demo Massa Merebak (foto: Istimewa) 

 

SOLO — Sejumlah personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terlihat berjaga di kediaman mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), di Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, pada Minggu (31 Agustus).

 

Keamanan diperketat menyusul rumor rencana demonstrasi massal di dekat kediaman pribadi Jokowi. Pukul 10.00 WIB, petugas berseragam berjaga di pintu masuk rumah Jokowi, seperti dilansir Insibernews.com.

 

Sementara itu, pintu utama kediaman dijaga ketat oleh Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

 

Suasana yang biasanya ramai oleh warga yang datang untuk sekadar berfoto, kali ini tampak sepi.

 

Menurut informasi yang dihimpun, Jokowi sendiri tidak berada di Solo. Sejak Senin (26/8), ia diketahui berada di Medan, di rumah putrinya, Kahiyang Ayu. Belum ada kepastian kapan ia akan kembali ke Solo.

 

Di media sosial, sempat beredar kabar bahwa sebuah kelompok yang menamakan diri Aliansi Rakyat Indonesia (ARI) berencana menggelar demonstrasi di rumah Jokowi pada hari yang sama.

 

Mereka menyerukan agar mantan kepala negara itu ditangkap dan diadili. Hingga kini, belum ada konfirmasi resmi terkait aksi tersebut.

 

Meski begitu, aparat keamanan tetap mengambil langkah antisipasi. Kehadiran TNI, Polri, dan Paspampres di sekitar lokasi menunjukkan upaya serius untuk memastikan tidak ada gangguan keamanan yang berpotensi mengancam lingkungan sekitar maupun kediaman Jokowi.

 

Bagi warga setempat, pemandangan pengamanan ketat ini bukan hal yang asing. Namun kali ini, suasananya lebih lengang dari biasanya.

 

Aktivitas warga yang kerap berkunjung untuk berswafoto di depan rumah Jokowi nyaris tidak terlihat.

 

Situasi hingga siang hari terpantau kondusif. Aparat masih berjaga dengan siaga penuh, sembari memantau perkembangan isu di media sosial maupun potensi pergerakan massa.

 

Pola pengamanan ini menjadi bentuk kesiapsiagaan negara dalam menghadapi dinamika politik yang tengah menghangat.

 

Peristiwa ini juga menjadi pengingat bahwa demonstrasi, sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, semestinya dijalankan dengan tertib dan damai.

 

Aksi yang dilakukan secara anarkis tidak hanya mengancam ketertiban umum, tetapi juga merugikan masyarakat luas. **

 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto. (Foto: Dok. Puspen TNI) 

 

JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menanggapi seruan pengunduran dirinya, tuntutan yang banyak disuarakan oleh para demonstran yang telah berdemonstrasi sejak Kamis, 28 Agustus 2025.

 

Menurut Sigit, pergantian jabatan merupakan hak prerogratif Presiden Prabowo Subianto.

 

“Terkait dengan isu yang mengenai Kapolri, itu merupakan hak prerogatif presiden,” kata Sigit, di Bogor Jawa Barat pada Sabtu, 30 Agustus 2025.

 

Sigit pun mengaku bahwa dirinya hanya seorang prajurit dan siap untuk diperintah kapan saja, termasuk yang menyangkut jabatan.

 

“Kita prajurit kapan saja siap,” tegas Sigit.

 

Seperti diketahui, Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mundur dari jabatan usai tewasnya pengemudi ojek online Affan Kurniawan yang dilindas rantis Brimob.

 

Permintaan itu disampaikan Ketua HMI MPO Jakarta Selatan (Jaksel) Fadhlan Rahman saat menggelar unjuk rasa di pintu utama Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Jumat, 29 Agustus 2025.

 

"Tuntutan kami, HMI MPO Cabang Jakarta Selatan, tak lain dan tak bukan, yang pertama adalah segera reformasi Polri. Kedua, tuntutan kami adalah segera copot Listyo Sigit Prabowo," kata Fadhlan.

 

Ia juga meminta Presiden Prabowo Subianto tidak berhenti mengusut tuntas kasus ini hanya lewat pernyataan resmi.

 

Namun, Fadhlan meminta aksi nyata agar internal Polri kembali ke jalur yang benar. (rmol)


DJ Donny 

 

JAKARTA — Kreator konten DJ Donny menyatakan bahwa keluarga Wakil Presiden Gibran Rakabuming telah menormalisasi tarian ini di kalangan pejabat. Terlebih lagi, tarian ini pertama kali dipraktikkan oleh ayahnya, Jokowi, saat menjabat sebagai presiden.

 

Pernyataan ini ia sampaikan menanggapi laporan bahwa Gibran kesal dengan tarian tersebut. DJ Donny menyampaikan pernyataan tersebut dalam sebuah podcast bersama Dr. Richard Lee. Dalam video yang beredar, Dr. Richard awalnya menyatakan bahwa Gibran kesal dengan tarian para pejabat.

 

"Kesel kenapa? Dia kok yang menormalisasi joget-joget. Coba cari kontennya. Ini perlu nih. Tim kreatif coba cari kontennya," kata DJ Donny dikutip dari video podcast yang diunggah di Instagram @drlchannel.official, Sabtu (30/8/2025).

 

"Dia pernah ngomong, apa salahnya joget-joget. Yang menormalisasi joget-joget dia kok," sambungnya.

 

Bahkan, kata dia, joget-joget di istana dinormalisasi oleh bapaknya, Presiden ke-7 Jokowi. Hal yang tak pernah dilakukan di jaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

 

"Yang menormalisasi joget-joget di istana bapaknya (Jokowi). Zaman SBY ada(kah) joget-joget di istana? Nggak ada. Nyanyi ada. Joget nggak ada. Sampai masak semua joget, nggak ada," ucapnya.

 

"Apa dibilang nggak suka. Nggak usah lo cuci tangan. Nggak suka gue," tambahnya.

 

Bahkan, ia menegaskan kerusakan Indonesia hari ini bermula dari keluarganya.

 

"Semua awal mula kerusakan bangsa ini dari keluarga dia," tegasnya.

 

Ia menjelaskan maksudnya. Dimulai dari perubahan konstitusi, sampai rencana perubahan UU Pilkada.

 

"Konstitusi udah bener dirusak sama dia. Belum tahun lalu, bulan Juni. Demo di DPR akibat DPR disuruh mengubah UU Pilkada agar menguntungkan Kaesang jadi calon kepala daerah. Karena umurnya belum cukup waktu itu," bebernya.

 

DJ Donny menegaskan, apa yang ia ungkapkan bukan berita bohong. Tapi fakta.

 

"Ini fakta. Yang gua sampaikan ini hal-hal yang terjadi. Gue nggak mungkin bicara hoaks," pungkasnya. (fajar)

 

Anarkisme membakar Halte Transjakarta Pasar Senen. (Foto: RMOL/Ahmad Satryo) 

 

JAKARTA — Demonstrasi yang meletus di Jakarta menarik perhatian media asing, termasuk The New York Times (NYT). Dalam sebuah unggahan di akun TikTok-nya, @nytimes menyoroti tuntutan rakyat Indonesia, terutama terkait perubahan di parlemen, termasuk penghapusan tunjangan perumahan bagi anggota DPR.

 

Lebih lanjut, media AS tersebut juga menyinggung isu ekonomi Indonesia. Tingginya angka pengangguran dan inflasi disebut-sebut sebagai pemicu ketidakpuasan publik, yang berujung pada protes turun ke jalanan dan terjadi bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa.

 

“Polisi merespons dengan kekerasan, menyerang kerumunan, dan menembakkan gas air mata,” tulis NYT.

 

Aksi ini semakin meluas setelah pengemudi ojek online berusia 21 tahun tewas dilindas mobil rantis Brimob.

 

“Para pejabat Jakarta mengatakan mereka akan memberikan bantuan penuh untuk pemakamannya dan Presiden meminta agar tetap tenang,” tulis akun NYT. (rmol)


Dedi Mulyadi saat terkena lemparan batu dan diteriaki para pendemo 

 

JAKARTA — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengalami nasib buruk. Ia terkena lemparan batu saat mendekati para demonstran. Lebih lanjut, Dedi juga diteriaki saat mendekati para demonstran.

 

Tak hanya itu, Dedi juga diteriaki saat menghampiri pendemo. Teriakan demonstran pun beragam, ada yang menyentil 'Gubernur Konten' itu agar “jangan syuting dulu”.

 

Kejadian itu diketahui saat unjuk rasa gabungan pengemudi ojek daring atau Ojol dan mahasiswa di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Pada Jumat, 29 Agustus 2025.

 

Dedi mulanya muncul di tengah pendemo dikawal anggota TNI. Beberapa waktu kemudian, Dedi dilempari.

 

Akibatnya, pelipis sebelah kiri Dedi terkena lemparan.

 

Dalam sebuah video yang diunggah ulang di akun Instagram pribadinya, Dedi Mulyadi membagikan momen saat ia berdesak-desakan dengan para pendemo.

 

Setelah itu, Dedi memperlihatkan momen ketika ia mendapat perawatan dari petugas medis kepolisian yang hadir di lokasi kejadian.

 

 

Terlihat seorang polwan memasangkan plester pada pelipis orang nomor satu di Jawa Barat tersebut.

 

Dedi hanya bisa tertunduk dengan wajah dipenuhi coretan berwarna putih yang diduga pasta gigi, untuk menangkal atau mengurangi efek gas air mata.

 

Kendati demikian, pria yang akrab disapa Bapak Aing itu menjelaskan dalam keterangan video yang ia unggah bahwa dirinya baik-baik saja.

 

"Insyaallah saya nggak apa-apa," tulis Dedi Mulyadi, dilansir dari akun Instagram @dedimulyadi71 pada Sabtu, 30 Agustus 2025. (fajar)


Situasi terkini di depan Markas Komando (Mako) Brimob, Jakarta. (Foto: RMOL/Ahmad Satryo) 

 

JAKARTA — Suasana di kawasan Kwitang hingga Senen, Jakarta Pusat, kembali memanas pada Sabtu malam, 30 Agustus 2025. Seperti dilansir RMOL dari balik barikade Brimob yang terletak di depan Markas Komando (Mako) Brimob, massa mulai anarkis.

 

Massa yang datang dari arah Flyover Senen berupaya memancing emosi barikade Brimob dengan cara menyalakan kembang api dan mengarahkannya ke barikade Brimob.

 

Massa aksi berkali-kali menggunakan petasan kembang api dengan jumlah yang cukup banyak, dan nampak tembakan kembang api mereka mengenai tameng barikade Brimob.

 

Karena serangan petasan yang membabi buta, akhirnya barikade Brimob mengambil tindakan, menembakan gas air mata ke arah massa.

 

Gas air mata yang ditembak sempat memukul mundur massa, namun tidak lama berselang aksi balasan kembali dilakukan massa.

 

Suasana di sepanjang Jalan Arief Rachman Hakim Kwitang terpantau gelap, karena lampu jalan dan gedung-gedung sekitar dimatikan.

 

Aksi serang dari massa terus dilakukan ke arah barikade Brimob menggunakan petasan kembang api, dan sesekali melemparkan benda keras seperti botol air mineral dan juga batu. **


Eko Patrio meminta maaf atas aksinya joget di DPR yang menjadi viral di media sosial. (Beritasatu.com/Instagram)  

 

JAKARTA — Selebriti sekaligus Anggota DPR Eko Hendro Purnomo atau akrab disapa Eko "Patrio" akhirnya meminta maaf atas insiden jogetnya di DPR. Permintaan maaf itu ia sampaikan bersama Sigit Purnomo Syamsuddin Said alias Pasha "Ungu".

 

Eko 'Patrio' meminta maaf melalui akun Instagram miliknya.

 

"Assalammualaiikum semuanya, salam sejahtera bagi kita semua dengan penuh kerendahan hati maka saya Eko 'Patrio', menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada masyarakat atas keresahan yang timbul akibat perbuatan yang saya lakukan. Dan, saya mendengar seluruh aspirasi masyarakat mengenai kekecewaan masyarakat," kata Eko 'Patrio' didampingi Pasha 'Ungu', Sabtu (30/8/2025).

 

Ia menyadari, atas perbuatannya membuat masyarakat terluka di tengah kondisi perekonomian yang sedang sulit.

 

"Saya menyadari sepenuhnya bahwa situasi ini membawa luka bagi bangsa terlebih bagi keluarga korban yang kehilangan orang tercinta maupun yang harus menanggung penderitaan akibat benturan yang terjadi," ujarnya.

 

Eko 'Patrio' berjanji akan membenahi dirinya untuk menjadi sosok yang lebih baik di masa mendatang.

 

"Tidak sedikit pun terbesit dari hati saya untuk memperkeruh suasana dan tentunya ke depan saya akan lebih berhati-hati dalam bersikap dan juga menyampaikan pendapat," ucapnya.

 

"Maka, saya berkomitmen untuk sungguh-sungguh menjalankan peran saya sebagai wakil rakyat dengan ketulusan dan keberanian dan tetap menjaga sumpah yang telah saya ikrarkan," jelasnya.

 

Eko 'Patrio' berharap agar permohonan maaf darinya bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

 

"Saya berharap permohonan maaf ini dapat diterima dan sekaligus menjadi pengingat, dan juga refleksi bagi saya untuk terus memperbaiki diri dalam menjalankan amanah serta tanggung jawab yang diberikan," tuturnya.

 

Ia meminta agar masyarakat bisa saling menjaga nama baik Indonesia secara bersama.

 

"Mari bersama-sama kita merawat persatuan dan kedamaian bangsa dan sekali lagi saya Eko ‘Patrio’ memohon maaf yang sebesar-besarnya," ungkapnya.

 

"Terima kasih, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," tutupnya. (beritasatu)

 

Rumah kediaman politisi Ahmad Sahroni di Tanjung Priok, Jakarta Utara dikepung massa, Sabtu 30 Agustus 2025. (./Istimewa) 

 

JAKARTA — Rumah anggota DPR Ahmad Sahroni di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dijarah massa pada Sabtu (30 Agustus 2025). Brankas dibobol, uang di dalamnya diambil, dan dibagikan kepada warga sekitar.

 

Massa yang memasuki rumah Sahroni langsung mengincar beberapa barang berharga, termasuk brankas tempat penyimpanan uangnya. Mobil-mobil bernilai miliaran rupiah di garasinya juga dirusak.

 

Uang hasil jarahan dari brankas tersebut kemudian dilempar dan dibagikan secara bebas kepada masyarakat yang berada di sekitar lokasi. Hal ini membuat suasana makin ricuh dan sulit dikendalikan aparat.

 

Sepatu olahraga diduga milik Sahroni ikut dijarah. Sepatu olahraga berwarna putih merk Nike tersebut dibawa seorang warga keluar dari rumahnya. Warga tersebut menenteng sepasang sepatu yang harganya cukup mahal tersebut.

 

Geger! Brankas Rumah Ahmad Sahroni Dijebol, Uang Disebar ke Massa

 

Pengepungan rumah Ahmad Sahroni itu diunggah oleh akun TikTok @m451mam secara live, Sabtu (30/8/2025). Pada akun tersebut terlihat ribuan massa telah memenuhi kediaman politisi partai Nasional Demokrat (Nasdem). "Massa sudah masuk ke dalam rumah Sahroni," kata pria yang ada di akun tersebut.

 

Belum ada keterangan resmi dari Ahmad Sahroni maupun aparat keamanan mengenai jumlah kerugian akibat penjarahan tersebut.

 

Ahmad SahroniBrankas Ahmad Sahroni Dijarah. (beritasatu)


Demonstrasi di sekitar Gedung DPR, Jakarta pada Kamis petang, 28 Agustus 2025. (Foto: RMOL/Bonfilio Mahendra) 

Oleh: Bobby Ciputra


MENGAPA rakyat marah hanya karena Rp50 juta tunjangan rumah anggota DPR? Pertanyaan ini mungkin terdengar sederhana. Toh, jumlah itu bagi sebagian kalangan elit bukan sesuatu yang mengejutkan. Tapi bagi jutaan warga Jakarta yang harus berhitung ketat antara gaji bulanan dengan biaya kontrakan, listrik, dan harga beras, Rp50 juta adalah angka yang mencolok mata.

 

Bayangkan: tunjangan satu orang anggota DPR setara dengan sepuluh kali lipat upah minimum Jakarta 2025. Sementara, rakyat kecil justru diminta untuk “mengencangkan ikat pinggang” demi stabilitas ekonomi.

                                             

Di sinilah letak masalahnya. Rakyat tidak hanya melihat angka Rp50 juta itu sebagai sekadar tunjangan. Mereka melihatnya sebagai simbol ketidakadilan, simbol jarak yang semakin jauh antara perwakilannya dan tuannya.

 

Aksi Massa: Refleksi Ketidakpuasan Kolektif

 

Protes di depan Gedung DPR RI pada 25 dan 28 Agustus 2025 bukanlah insiden yang berdiri sendiri. Aksi ini adalah manifestasi dari akumulasi kekecewaan yang sudah lama terpendam. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana isu-isu kebijakan, sekecil apa pun, dapat menjadi pemicu kerusuhan sosial jika dirasakan tidak adil.

 

Media asing seperti Bloomberg melihatnya sebagai "ketidakpastian atas kesehatan ekonomi Indonesia." Mereka melihat angka-angka: inflasi yang moderat di level 3 persen. Bloomberg, dalam laporannya dengan judul "Thousands clash with police in Jakarta as protests intensify," menangkap esensi masalah ini dengan baik.

 

Meskipun inflasi nasional secara umum terbilang moderat, laporan itu menyoroti bahwa harga-harga spesifik seperti beras dan biaya pendidikan telah "memicu ketidakpuasan atas biaya hidup." Ini adalah analogi yang kuat: bayangkan sebuah bejana besar. Inflasi moderat adalah seperti air yang mengalir perlahan, tapi kenaikan harga beras dan pendidikan adalah batu-batu besar yang dilemparkan ke dalamnya. Meskipun volume air tidak bertambah drastis, bejana itu akan terasa semakin berat, dan pada titik tertentu, ia akan retak.

 

Demikian pula dengan isu PBB. Kenaikan pajak yang mencapai 250 persen di Pati, Bone, dan Cirebon adalah contoh nyata dari bagaimana kebijakan pemerintah yang seharusnya pro-rakyat justru menjadi beban. Reaksi publik yang kuat, hingga memicu demonstrasi besar dan pencabutan kebijakan, menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi pasif. Mereka memiliki kesadaran kolektif bahwa kebijakan yang tidak adil harus dilawan.

 

Media Sosial dan Dinamika Protes

 

Pemerintah menyalahkan media sosial. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Angga Raka Prabowo, menuding ByteDance (TikTok) dan Meta sebagai biang keladi penyebaran disinformasi dan kebencian. Memang, dari interogasi 120 pelajar yang dicegah polisi, mayoritas mengaku terprovokasi ajakan di medsos, kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi. Tapi, apakah itu alasan utama? Atau justru medsos menjadi cermin yang memantulkan kemarahan nyata? Seperti api yang sudah menyala, angin dari postingan online hanya membuatnya lebih besar, bukan menciptakannya dari nol.

 

Fenomena ini adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, media sosial memfasilitasi komunikasi dan mobilisasi massa secara cepat, efisien, dan tanpa hierarki formal. Namun, menyalahkan platform media sosial saja adalah pandangan yang terlalu dangkal. Media sosial hanya berfungsi sebagai cermin yang memantulkan kondisi sosial yang ada. Jika masyarakat tidak merasa tertekan oleh kondisi ekonomi dan politik, ajakan di media sosial tidak akan seefektif itu. Ini bukan tentang platform, melainkan tentang pesan yang disampaikan dan resonansi pesan itu dengan realitas hidup masyarakat.

 

Dari DPR Api Menyebar

 

Ketika ribuan massa datang ke depan gedung DPR pada 25 Agustus 2025, mereka tidak hanya membawa spanduk. Mereka membawa amarah yang sudah lama dipendam. Bentrokan dengan aparat pun pecah, gas air mata berhamburan, ban-ban dibakar.

 

Dua hari berselang, 28 Agustus, amarah itu belum reda. Mahasiswa dan pelajar turun lagi, menolak tunjangan rumah DPR dan menuntut keadilan bagi guru honorer. Di situlah tragedi terjadi: kendaraan taktis Brimob melindas seorang pengemudi ojek online hingga tewas. Bagi banyak orang, itu bukan sekadar kecelakaan. Itu simbol betapa murahnya nyawa rakyat dibanding kenyamanan kursi kekuasaan.

 

Esoknya, ribuan pengemudi ojol mendatangi Mako Brimob Kwitang. Mereka tidak hanya marah karena satu nyawa hilang. Mereka marah karena nyawa itu seolah dianggap sepele.

 

Peristiwa tragis dilindasnya seorang pengemudi ojek online oleh kendaraan taktis Brimob adalah titik balik yang memicu gelombang kemarahan baru. Insiden ini berkembang menambah narasi protes dari isu tunjangan DPR dan pajak menyebar menjadi isu yang lebih memanas: tindakan represif aparat terhadap masyarakat sipil.

 

Solidaritas yang muncul dari tragedi ini adalah hal yang patut diperhatikan. Aksi para pengemudi ojol dan warga di Kwitang, yang menuntut keadilan bagi rekan dan saudara mereka, adalah contoh bagaimana penderitaan bersama bisa menjadi perekat yang kuat. Ini adalah bentuk perlawanan akar rumput yang murni, lahir dari rasa senasib dan sepenanggungan.

 

Sosialisme Kerakyatan: Jalan Keluar dari Luka Kolektif

 

Mengapa Sosialisme Kerakyatan relevan? Karena Sosialisme Kerakyatan berangkat dari satu gagasan sederhana: menguatkan keadilan sosial dan meningkatkan ekonomi kerakyatan. Keadilan sosial bukan berarti semua orang punya jumlah uang yang sama. Tapi keadilan berarti mereka yang punya kuasa dan privilese tidak hidup jauh di atas penderitaan rakyatnya.

 

Sosialisme Kerakyatan juga juga bicara bahwa ekonomi itu jangan menguntungkan segelintir konglomerat atau pejabat, melainkan ekonomi yang tumbuh dari rakyat: petani, nelayan, buruh, ojol, guru, pedagang kecil, dan pelaku UMKM. Negara harus hadir untuk memastikan bahwa hasil pembangunan tidak hanya menetes ke bawah kosong, tetapi benar-benar mengalir deras ke tangan rakyat.

 

Sosialisme kerakyatan bukanlah mimpi utopis atau ide asing yang dipaksakan dari luar. Ia lahir dari kenyataan sehari-hari rakyat Indonesia yang sejak lama mendambakan hidup lebih adil dan sejahtera.

 

Ketika jalan-jalan dipenuhi asap gas air mata dan kekacauan, pertanyaan paling mendasar yang harus kita jawab adalah: Apakah kita akan terus hidup dalam sistem yang menghasilkan ketidaksetaraan, atau kita akan bergerak maju untuk membangun tatanan masyarakat yang lebih adil? Ini adalah pilihan yang akan menentukan masa depan kita. **

 

*Penulis adalah Ketua Angkatan Muda Sosialis Indonesia (AMSI)


Bentrokan pecah di depan Polda Metro Jaya, Jumat (29/8). (Ryandi Zahdomo/JawaPos.com) 

 

JAKARTA — Aksi unjukrasa yang dilakukan oleh mahasiswa, pengemudi ojek daring, dan anak-anak sekolah telah meningkat di beberapa lokasi. Di Jakarta, khususnya di depan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta (Polda Metro Jaya), para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi.

 

Kekacauan antara pengunjuk rasa dan petugas polisi dimulai seiring meningkatnya protes. Para pengunjuk rasa melemparkan benda-benda seperti botol, batu, kembang api, dan bahkan bom molotov ke arah petugas polisi.

 

Massa aksi awalnya hanya menyalakan petasan kembang api, namun situasi menjadi memanas karena pendemo mengarahkan kembang api tersebut ke arah gedung Polda Metro Jaya. Selain kembang api, bom molotov juga ikut jadi senjata bagi pengunjuk rasa.

 

Polisi awalnya tidak melakukan perlawanan. Namun, para pendemo bukannya menahan serangannya tetapi kian brutal.

 

Melalui pengeras suara dari Mobil Pengurai Massa (Raisa), aparat meminta agar demonstrasi berjalan tertib.

 

"Saya himbau ke adik-adik sekalian tidak lakukan tindakan anarkis. Tidak melempar bom molotov, batu dan petasan. Sampaikan aspirasi dengan tertib," ujar petugas kepolisian.

 

Sayang, imbauan itu tidak digubris. Massa tetap menyerang hingga aparat terpaksa menembakkan water canon. Saat massa masih bertahan, polisi kemudian melakukan serangan balik dengan gas air mata.

 

Ribuan pendemo pun mulai berlarian ke arah jembatan Semanggi, sambil melempari aparat dengan batu. Polisi lantas ikut membalas lemparan batu tersebut.

 

Diketahui, aksi di Polda Metro Jaya ini dimotori oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas hadir, ditambah pelajar dan pengemudi ojek online (ojol).

 

"Estimasi 2000 mahasiswa akan turun hari ini," ujar Koordinator Pusat BEM SI, Muzammil Ihsan.

 

Massa menuntut keadilan atas tewasnya Affan Kurniawan. Menurut Muzammil, aksi kali ini menitikberatkan pada tuntutan agar proses hukum ditegakkan terhadap politisi, aparat, maupun pihak lain yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Affan.

 

"Untuk poin tuntutan kurang lebih sama seperti yang kita gaungkan pada 21 Agustus lalu, namun kali ini fokus kami menuntut proses yang adil dan sesegera mungkin dilakukan kepada politisi, aparat hukum dan siapa pun yang telah menyebabkan terbunuh dan ditahannya rakyat yang memperjuangkan haknya," jelasnya.

 

Awalnya, aksi berlangsung tertib. Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri bahkan sempat berdialog dengan mahasiswa.

 

Namun, situasi berubah drastis menjelang malam ketika massa mulai anarkis. Bentrokan tak terhindarkan, dengan polisi dan massa saling serang di sekitar Polda Metro Jaya. (fajar)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.