Juni 2025

Nenek Nasikah kembali dirawat kedua anaknya setelah viral diserahkan ke Griya Lansia Malang. Foto: Kanit Binpolmas Satbinmas Polres Lamongan 

 

SURABAYA Media sosial dihebohkan dengan sikap dua orang anak yang menitipkan ibu kandungnya bernama Nasikah, 74 tahun asal Surabaya, ke Panti Jompo Griya Lansia Husnul Khatimah, Malang.

 

Mirisnya, dalam video yang beredar, kedua anak tersebut menandatangani surat pernyataan di panti jompo bahwa ibu kandung mereka diserahkan sepenuhnya, bahkan jika meninggal dunia, pihak keluarga tidak akan diberi tahu.

 

Menanggapi hal tersebut, anak kedua Nasikah, Fitria, membantah narasi dalam video tersebut. Ia dan adiknya, Sri Rahayu, hanya berniat menitipkan ibunya ke Griya Lansia.

 

Kemudian, dia dan saudara-saudaranya akan mengunjungi ibu mereka sebulan sekali sambil meninggalkan perbekalan.

 

"Saya cuma menitipkan. Nanti kan setiap bulannya saya ke sana bisa apa kasih uang buat itu, bisa jenguk. Sakit pun kan bisa dikabari sama pihaknya. Cuma di caption-nya itu loh di tulisannya membuang. Enggak boleh menjenguk, terus kalau mati pun enggak dikabari. Ternyata itu itu enggak benar," kata Fitria saat dihubungi, Senin (30/6).

 

Fitri mengungkapkan alasan dirinya menitipkan ibunya karena tidak ada tempat tinggal.

 

Sebab, saat ini baik dirinya dan kakanya tinggal bersama mertuanya sehingga dipustukan untuk menitipkan ke Griya Lansia.

 

"Saya pribadi kan enggak punya keluarga. Dari pihak ibu kan juga enggak punya rumah gitu loh. Saya sudah berkeluarga tapi numpang rumah mertua, sedangkan kakak saya juga menikah juga menumpang sama rumah mertua," ucapnya.

 

Saat ini, kata Fitria, keluarganya sepakat untuk merawat Nasikah bersama dan menyewakan kos untuk ibunya itu.

 

"Saya kos kan lagi di Babatan (Surabaya). Nanti seluruh biaya kebutuhan Ibu itu ditanggung sama semua keluarga besar di sini. Kan, keluarga besarnya saya di sini semua. (Dijaga) saudara saya," ujarnya. (jpnn)


Fariz RM (tengah)/Ist 

 

OLEH: YUDI SYAMHUDI SUYUTI


SEBAGAI aktivis kemanusiaan, saya jadi tertarik mengamati sekaligus menganalisis dan mengomentari kasus penggunaan narkoba di Indonesia. Dan ini membuat saya tertarik untuk menguji secara sederhana melalui kasus Fariz RM yang telah ditangkap dan diadili selama 4 kali di pengadilan.

 

Meskipun, sangat banyak kasus menyangkut korban, penyalahgunaan hingga kecanduan narkoba di Indonesia. 

 

Kasus didakwa dan diadilinya Fariz RM sebagai pecandu yang telah 4 kali diadili, sebenarnya sangat sederhana. Di mana dalam Negara Indonesia yang didasari sila ke-2 Pancasila, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, (Hak Asasi Manusia termasuk di dalamnya), maka aturan perundangan yang seharusnya digunakan adalah UU tentang Narkotika.

 

Tentu dengan adanya UU tentang Narkotika sejak tahun 1976 hingga tahun 2009 sebagai aturan yang terakhir, lengkapnya UU 35/2009 tentang Narkotika, maka kasus tentang pengguna penyalahgunaan narkotika hingga pecandu, bukan merupakan tindakan pidana. 

 

Sehingga penerapan penindakan hukum pidana bagi para pengguna penyalahgunaan narkotika hingga pecandu sangat tidak layak dihukum pidana. Berbeda dengan pengedar gelap narkoba yang patut dikenakan hukum pidana dengan ancaman hukuman badan dan perampasan aset.

 

Hal ini juga dinyatakan oleh mantan Kepala BNN, Komjen (Pol), Dr. Anang Iskandar yang juga mantan Kabareskrim Polri, menyatakan bahwa penggunaan proses hukum pidana atas Fariz RM atau para pengguna dan pecandu narkoba sangatlah tidak tepat dan cenderung salah tindakan.

 

Meskipun KUHP mengatur tentang masalah penyalahgunaan narkotika.

 

Menurut kami sendiri, setiap kasus hukum, tentu tidak serta merta harus diatasi melalui penindakan hukum pidana meskipun ada aturan hukum di KUHP. Karena kasus tersebut tentu mesti dipastikan, apakah kasus tersebut merupakan benar-benar suatu kejahatan atau tidak.

 

Dan tentu perlu ada pembanding dalam aturan hukumnya. Karena keadilan adalah bagian atau unsur kemanusiaan dalam kehidupan ini, termasuk kehidupan bernegara.

 

Jika melihat pembanding yang ada di luar KUHP dan pelaksananya yang dijalankan Badan-Badan Peradilan Criminal Justice System, Undang-Undang tentang Narkotika di Indonesia yang merupakan ratifikasi dari hukum internasional, yaitu Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988 dengan perangkat pelaksananya dan fasilitas-fasilitasnya.

 

Di mana perangkat pelaksananya adalah Lembaga BNN (Badan Narkotika Nasional) dan Kementerian Kesehatan yang memiliki fasilitas Pusat Rehabilitasi Anti Narkotika yang pusatnya berada di RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) dan cabangnya 1400-an tempat rehabilitasi di seluruh Indonesia, termasuk Puskesmas.

 

Namun ironisnya tempat-tempat rehabilitasi yang jumlahnya 1400-an kosong, karena tidak ada pasien. Pasiennya di dalam penjara yang proses hukumnya menghabiskan anggaran triliunan mulai dari penyelidikan, penyediaan sarana hingga pemenjaraannya. Negara rugi uang sosial. Lapas menjadi over capacity.

 

Bagi para pengedar gelap, mafia narkoba, tentu Negara wajib memberantas dengan pendekatan pidana yang hukumannya adalah hukuman badan atau pembatasan kebebasannya hingga perampasan aset, sesuai UU tentang Narkoba.

 

Namun bagi pengguna yang terdiri dari korban, pengguna, penyalahguna, dan pecandu, tindakan Negara adalah melalui tindakan medis, yaitu rehabilitasi.

 

Di negara-negara maju, atau negara-negara yang penyelenggara negaranya berpikiran maju dan manusiawi, korban, pengguna narkoba hingga pecandu tidak dihukum pidana. Di Indonesia, UU tentang Narkotika beserta lembaga dan sarana prasarananya telah ada, dan ini harus diterapkan juga di sosialisasi seluas-luasnya.

 

Kembali ke masalah Fariz RM, selayaknya Majelis Hakim memutuskan bahwa kasus Fariz RM dengan mengacu pada UU Narkotika adalah bukan pidana dan penyelesaiannya melalui keputusan rehabilitasi.

 

Masalah ini adalah masalah medis. Sehingga merupakan putusan berdasarkan keadilan, bukan putusan pidana yurisprudensi.

 

Dan jika ahli medis meneliti tingkat kecanduannya tinggi, rehabilitasi itu tidak terbatas waktu. Di Eropa, bagi pecandu yang tingkatnya tinggi, pemerintah justru memberikan obat seumur hidup dengan dosis yang rasional. Karena ada banyak pecandu narkoba yang jika langsung dihentikan malah mati.

 

Di Indonesia, tinggal menyesuaikan kondisinya. Akan tetapi yang patut digarisbawahi, bahwa masalah aturan pengguna atau pecandu narkoba itu adalah merupakan masalah medis. ***


*Koordinator Eksekutif JAKI Kemanusiaan Inisiatif

 

Kondisi kesehatan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menjadi perhatian publik, dituding alami Sindrom Stevens-Johnson (SJS). (Istimewa) 

 

JAKARTA Mantan Juru Bicara Presiden keempat Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid, Adhie M. Massardi memberikan kritik tajam kepada mantan Presiden Jokowi Widodo.

 

Sorotan ini diberikan setelah hampir seminggu tak muncul di hadapan publik, mantan Presiden Joko Widodo akhirnya muncul kembali.

 

Namun, kemunculannya justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Jokowi disebut-sebut tengah berlibur, tetapi juga disebut tengah menjalani perawatan.

 

Karena itu, Adhie M. Massardi sebut Jokowi penipu. Bachrum Achmadi kritik pengacara Jokowi: Tuduhan Beathor Berat, tapi Tak Dilaporkan?

 

“KANG TIPU always punya momen tuk nipu,” tulisnya dikutip Senin (30/6/2025).

 

“Bahkan Si Kancil dalam kurungan bisa pura2 mati tuk nipu Pak Tani,” tuturnya.

 

Adhie menyindir dengan menyebut Jokowi hanya pura-pura sakit dan membatalkan pembatalan pembacaan surat.

 

“Dia dunia nyata pura2 sakit, tapi gerpol batalkan pembacaan surat. Sukses,” ujarnta.

 

“Lalu pelesiran sama anak-cucu.

"Mau pemulihan," katanya.

Kejarlah daku, kau kutipu…!,” terangnya. (fajar)

 

Prabowo-Gibran  

 

JAKARTA — Dinamika politik yang terjadi dalam pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka disorot oleh Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari.

 

Ia menilai jiwa politikus di Indonesia saat ini masih dikuasai berbagai kepentingan, termasuk tarik-menarik antara Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden sebelumnya, Joko Widodo.

 

“Satu hal yang penting adalah butuh keberanian Pak Prabowo untuk memastikan, kalau memang ini bermasalah, ayo silakan dilanjutkan. Jangan saling menyandera,” ujar Feri lewat kanal YouTube Abraham Samad, Senin 30 Juni 2025.

 

Menurut Feri, Presiden Prabowo dan Jokowi dinilai saling menahan langkah politik satu sama lain demi menjaga kepentingan masing-masing. Namun, hal itu justru bisa menghambat proses penegakan konstitusi yang seharusnya berjalan independen.

 

Feri juga menekankan bahwa kegagalan masyarakat sipil maupun forum purnawirawan dalam mendorong pengungkapan kealpaan ketatanegaraan masa lalu, akan menjadi preseden buruk bagi masa depan demokrasi Indonesia.

 

“Kalau hari ini masyarakat gagal mengungkap kealpaan ketatanegaraan besar di masa lalu, maka selamanya kita akan gagal mengungkap kebenaran,” tegasnya.

 

Ia menilai, saat ini adalah waktu yang tepat untuk menempuh langkah pemakzulan, mengingat Wakil Presiden tidak memiliki partai politik. Justru hal itu menurutnya dapat mempermudah proses, karena tidak terikat kepentingan struktural partai.

 

“Jangan-jangan, meskipun tidak punya partai, kekuatan besarnya justru berasal dari luar partai dan itu yang mengendalikan banyak hal,” tambahnya.

 

Feri mendorong para politisi di DPR untuk menunjukkan jati diri sebagai wakil rakyat dengan menindaklanjuti aspirasi masyarakat terkait usulan pemakzulan.

 

Ia menegaskan, jika 25 anggota DPR mengajukan usulan ke paripurna dan disetujui oleh dua pertiga anggota, maka proses bisa bergulir ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

“Di MK itu bukan untuk menyudutkan orang, tapi memperlihatkan bagaimana ketatanegaraan kita berjalan. Setelah sampai ke MK, DPR harus memikirkan siapa kuasa hukumnya dalam menggugat pemberhentian wakil presiden,” pungkas Feri. (rmol)

 

Beathor Suryadi menyebut  Pasar Pramuka sebagai titik awal dugaan pemalsuan dokumen Jokowi—pernyataannya memicu gelombang debat publik. (Tangkapan layar YouTube/@AbrahamSamadSpeakUp)  


JAKARTA — Pegiat media sosial, Bachrum Achmadi, turut angkat bicara soal pernyataan mengejutkan politikus senior PDI Perjuangan, Beathor Suryadi, yang menuding mantan Presiden Jokowi menyimpan uang triliunan rupiah di bawah tanah.

 

Bachrum termehek-mehek, mencerna pernyataan Beathor yang dinilainya sudah sangat serius.

 

"Beathor sebut Jokowi timbun triliunan rupiah di bawah tanah," ujar Bachrum di X @bachrum_achmadi (30/6/2025).

 

Hanya saja, justru tidak ditindaklanjuti secara hukum oleh pihak yang merasa dirugikan.

 

"Ijazah Mulyono dibilang aspal dicetak di Pasar Pramuka, sekarang dibilang Mulyono timbun duit triliunan di bawah tempat tidurnya," ucapnya.

 

Bachrum juga menyindir pengacara yang selama ini mengaku membela nama baik Jokowi termasuk Yakup Hasibuan, yang merupakan kuasa hukumnya.

 

"Masa tuduhan begini si Yakup, pengacara Mulyono, nggak berani laporkan Beathor Suryadi ke polisi!," tandasnya.

 

Sebelumnya, Beathor Suryadi mengatakan bahwa Andi Widjajanto, mantan Gubernur Lemhannas dan tokoh PDIP disebut pernah melihat langsung dokumen ijazah milik Jokowi yang diyakini tidak otentik.

 

Beathor mengatakan, Andi menyaksikan dokumen tersebut saat masa pencalonan Jokowi di Pilpres 2014.

 

Namun, menurutnya, ijazah itu merupakan cetakan ulang yang diproduksi tahun 2012 ketika Jokowi mendaftar sebagai calon Gubernur DKI Jakata.

 

“Andi belum sadar kalau yang ia lihat itu cetakan 2012. Itu digunakan untuk keperluan Pilgub DKI,” ujar Beathor dilansir laman msn dari Seputar Cibubur, Rabu (18/6/2025).

 

Beathor juga menuding proses pencetakan ijazah dilakukan secara diam-diam di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta Pusat, oleh tim relawan Jokowi yang berasal dari Solo.

 

Ia menyebut sejumlah nama seperti David, Anggit, dan Widodo, serta kolaborator dari PDIP DKI, termasuk Dani Iskandar dan Indra.

 

“Dokumen itu disusun buru-buru di rumah Jalan Cikini No. 69, Menteng. Semua strategi disiapkan di sana,” katanya.

 

Widodo disebut-sebut sebagai tokoh kunci dalam proses pencetakan, namun menurut Beathor, ia telah menghilang sejak isu buku kontroversial karya Bambang Tri tentang ijazah Jokowi heboh.

 

Yang mengejutkan, kata Beathor, adalah reaksi Andi Widjajanto ketika melihat foto di berbagai ijazah Jokowi yang terlihat identik.

 

“Seharusnya tiap jenjang pendidikan memakai foto berbeda. Ini justru sama semua,” tandasnya. (fajar)

 

Gubernur Sumut Bobby Nasution menjadi sorotan KPK setelah operasi tangkap tangan (OTT) korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumut  

 

JAKARTA — Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul operasi tangkap tangan (OTT) korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara.

 

KPK telah menangkap 6 orang yang terlibat korupsi proyek jalan tol. Keenam orang tersebut ditangkap di Madina, Sumatera Utara.

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejauh ini telah menetapkan lima orang sebagai tersangka menyusul operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara (Sumut), Jumat (27/6/2025).

 

Adapun kelima tersangka adalah:

 

1. Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.

 

2. Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

 

3. Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut.

 

4. M Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG).

 

5. M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT RN. Rayhan juga merupakan anak dari Akhirun.

 

Aliran Uang Korupsi Diperiksa

 

Di kasus ini, KPK telah menetapkan anak buah Bobby sebagai tersangka yaitu Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting.

 

Kaitannya tentu saja dalam soal aliran dana, apakah ada setoran yang diberikan Topan Obaja Putra Ginting kepada Bobby Nasution.

 

Hal ini disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep, Guntur Rahayu

 

"Terkait dengan profil dari TOP dari PUPR tadi menyampaikan orang dekatnya gubernur, Saudara BN, bahkan mungkin dari sebelum jadi gubernur ya, sudah menjadi orang dekatnya. Kemudian pernah juga menjabat Plt. Sekda Kota Medan waktu Saudara BN menjabat Wali Kota Medan gitu ya dan lain-lain,"

 

"Nah yang ditanyakan adalah apakah KPK akan mengusut setoran-setoran ke BN ataupun ke atasannya dari BN. Nah tentu ya kami seperti juga yang telah disampaikan beberapa waktu, bahwa saat ini sedang dilakukan upaya follow the money, mengikuti ke mana uang itu,"  kata Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).

 

Asep menegaskan bahwa KPK tidak akan pilih kasih dalam mengusut kasus korupsi di perkara ini.

 

KPK pun bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri jejak uang atau follow the money dalam kasus ini.

 

"Seperti saya sampaikan bahwa selebihnya ini sedang kita ikuti. Kalau nanti ke siapa pun ke atasannya atau mungkin ke sesama kepala dinas atau ke gubernur, ke mana pun itu dan kami memang meyakini, kami tadi juga sudah sampaikan bahwa kita bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” kata Asep.

 

Lebih jauh, Asep menegaskan bahwa KPK akan memeriksa pihak-pihak yang diduga terkait dalam perkara tersebut.

 

Tak terkecuali dengan memeriksa menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution.

 

"Nah kita tentu akan panggil, akan kita minta keterangan, apa dan bagaimana sehingga uang itu bisa sampai kepada yang bersangkutan. Jadi tidak ada dalam hal ini yang akan kita kecualikan. Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kita akan minta keterangan, kita akan panggil dan kita minta keterangan. Ditunggu saja ya," ujar Asep.

 

Asep turut menyinggung kunjungan Bobby Nasution ke Gedung KPK pada bulan April 2025 lalu. Kunjungan tersebut disebut tidak secara spesifik membahas kasus ini.

 

"Kemudian pada bulan April, ini Saudara BN, selaku gubernur terpilih di Sumatera Utara. Ini sepengetahuan kami tidak hanya gubernur Sumatera Utara, gubernur Jawa Barat juga ke sini dan beberapa gubernur yang lain, beberapa kepala daerah yang lain ke sini,”

 

"Tentunya menyampaikan beberapa hal yang ada di wilayahnya. Yang disampaikan tidak spesifik terkait tentang ini. Memang mungkin terkait dengan birokrasi yang ada di sana, hambatan-hambatan birokrasi apa saja dan yang lain-lainnya," ujar Asep.

 

KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang berawal dari giat operasi tangkap tangan (OTT) di Sumut pada Kamis (26/6/2025) malam.

 

Mereka adalah Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut; M. Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG); M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT Rona Na Mora (RN); dan Topan Obaja Putra Ginting (TOP) selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.

 

Berawal dari Pengaduan Masyarakat

 

Ternyata pengusutan kasus ini bermula dari pengaduan masyarakat (dumas) soal proyek infrastruktur jalan yang kurang bagus di Sumut.

 

Hal tersebut disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Pol Asep Guntur, dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

 

Kata Asep, masyarakat mengadu soal proyek infrastruktur jalan yang kurang bagus di Sumut.

 

"Kronologinya di mana sejak beberapa bulan lalu itu ada informasi dari masyarakat kepada kami terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi, kemudian juga adanya infrastruktur di wilayah tertentu di Sumut kualitasnya yang memang kurang bagus sehingga diduga ada tindak pidana korupsi pada saat pembangunannya," kata Asep.

 

Berangkat dari aduan masyarakat tersebut, KPK lalu menerjunkan tim untuk pengecekan ke lokasi. Ditemukan ada beberapa proyek jalan yang dikorupsi.

 

"Berbekal dari aduan masyarakat tersebut, kemudian KPK menurunkan tim tentunya dan memantau pergerakan yang kemudian juga di pertengahan tahun ini ada beberapa proyek jalan ya jalan, ada beberapa proyek jalan di Sumatera utara," ujar Asep.

 

"Nah, sekitar awal Minggu ini, diperoleh informasi ada kemungkinan pertemuan dan juga terjadi penyerahan sejumlah uang," imbuhnya.

 

Saat menerima informasi tersebut, Asep mengatakan pihaknya dihadapkan pada dua pilihan.

 

Pertama, kata dia, pihaknya punya pilihan untuk menunggu hingga proses lelang pengerjaan proyek jalan ini selesai.

 

Meskipun pada prosesnya, lelang proyek ini sudah ditentukan pemenangnya oleh Kadis PUPR Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Topan Ginting, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

 

"Pembangunan jalan ini berjalan, dilakukan oleh pihak-pihak yang memang sudah di-setting menang. Kita akan menunggu nanti sejumlah uang, pada umumnya 10 sampai 20 persen," kata Asep.

 

Asep menyebut pada pilihan ini, KPK berpotensi mengamankan uang dari hasil praktik korupsi yang dilakukan ditaksir mencapai Rp 41 miliar atau sekitar 20 persen dari nilai proyek bernilai Rp 231,8 miliar.

 

Kemudian Asep menjelaskan pilihan kedua bisa diambil KPK yakni langsung melakukan OTT agar pihak perusahaan yang dipastikan menang proses lelang tidak bisa menjalankan proyek tersebut karena kecurangannya.

 

Asep mengatakan dari dua pilihan yang bisa diambil, KPK memilih untuk langsung melakukan OTT meski dengan penyitaan uang dari barang bukti yang diperoleh jumlahnya tidak besar.

 

Namun, kata dia, dalam pilihan kedua ini KPK dapat mencegah agar proyek jalan tidak dikerjakan dengan proses curang.

 

"Karena kalau dibiarkan pihak-pihak ini mendapatkan proyek ini, tentu nantinya proyek yang atau hasil pekerjaannya, tidak akan maksimal. Karena sebagian dari uangnya tersebut paling tidak tadi, sekitar 46 miliar itu akan digunakan untuk menyuap memperoleh pekerjaan tersebut, tidak digunakan untuk pembangunan jalan,"beber Asep.

 

"Nah tentunya pilihan kedua ini lah yang diambil. Walaupun ini uang yang ter-deliver kepada para pihak itu tidak sebesar kalau KPK mengambil opsi yang pertama, tetapi tentunya kebermanfaatan dari masyarakat akan lebih besar kalau mengambil opsi yang kedua ini,"pungkasnya.

 

Dalam kasus ini, ada dua klaster:

 

Klaster pertama terkait dugaan korupsi pembangunan jalan proyek PUPR Sumut.

 

Klaster kedua menyangkut proyek-proyek di Satker PJN (Pelaksanaan Jalan Nasional) Wilayah I Sumut.

 

Jatah Uang Rp 8 Miliar Belum Diterima TOP Ginting, Keburu Langsung Ditangkap KPK

 

Dalam kasus ini, Topan Ginting disebut telah mengatur perusahaan swasta pemenang lelang untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

 

Plt Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa Topan menginstruksikan kepada RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut yang juga pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek ini untuk menunjuk Dirut PT DNG, KIR, menjalankan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan nilai total kedua proyek Rp 157,8 miliar.

 

"Seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan. Di sini sudah diikutkan Saudara KIR sebagai Direktur Utama PT DNG ini sudah dibawa sama Saudara TOP ini, Kepala Dinas PUPR. Kemudian juga TOP ini memerintahkan Saudara RES untuk menunjuk Saudara KIR. Di sini sudah terlihat perbuatannya," kata Asep.

 

Dalam kasus ini, Topan Ginting diduga akan menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari upayanya meloloskan pihak perusahaan pemenang lelang tersebut.

 

"Kepala Dinas akan diberikan sekitar 4-5 persen dari nilai proyek. Kalau dikira-kira ya dari Rp 231,8 miliar itu, 4 persennya sekitar Rp 8 miliaran ya itu,"ungkap Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

 

Asep menuturkan uang sekitar Rp 8 miliar itu akan diberikan kepada Topan secara bertahap hingga proyek selesai dikerjakan oleh pihak M Akhirun Pilang selaku Dirut PT DNG, yang ditunjuk untuk menjalankan proyek jalan tersebut.

 

"Tapi nanti bertahap, setelah proyeknya selesai, karena pembayarannya pun termin gitu ya, ada termin pembayarannya,"beber Asep.

 

Kronologi kejadian

 

Asep menerangkan RES menelepon KIR tentang penayangan proyek yang akan dilakukan pada Juni 2025 ini. RES sekaligus meminta KIR menyiapkan dana dan memasukkan penawaran sebagai pihak yang akan mengelola proyek jalan tersebut.

 

Informasi dari RES kemudian ditindaklanjuti oleh KIR yang meminta stafnya, termasuk anaknya, RAY, untuk berkoordinasi mengenai penyiapan hal teknis mengenai proses e-katalog.

 

Pada akhirnya, RES dan KIR pun berhasil mengatur proses e-katalog hingga PT DNG berhasil memperoleh proyek tersebut.

 

"Atas pengaturan proses e-katalog di Dinas PUPR Provinsi Sumut tersebut, terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening. Jadi ada yang diberikan secara langsung tunai, ada yang diberikan juga melalui transfer, seperti itu," ujar Asep.

 

Dia juga menyebut uang yang diduga diberikan KIR dan RAY ini kepada beberapa pihak untuk memuluskan pemenangan pengerjaan proyek sejumlah jalan di Sumut diketahui setelah adanya kegiatan penarikan tunai senilai Rp 2 miliar yang dilakukan keduanya.

 

"Kami sudah mendapatkan informasi, ada penarikan uang sekitar Rp 2 miliar dari pihak swasta yang kemungkinan besar uang Rp 2 miliar ini akan dibagi-bagikan kepada pihak-pihak tertentu, di mana pihak swasta ini berharap untuk memperoleh proyek ya terkait dengan pembangunan jalan," jelasnya.

 

Proyek jalan yang ditangani TOP dan empat tersangka lainnya di wilayah Kota Pinang, Gunung Tua hingga pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot, Sumatera Utara (Sumut) dengan total nilai Rp 231,8 M.

 

"TOP memerintahkan RES untuk menunjuk KIR sebagai rekanan penyedia tanpa mekanisme dan proses pengadaan barang dan jasa. KIR sudah dibawa TOP saat survei. ada kecurangan, tidak melalui proses lelang," katanya.

 

Dia menjelaskan Topan menginstruksikan kepada Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, yang juga penjabat pembuat komitmen (PKK) dalam proyek ini, untuk menunjuk Dirut PT DNG, Akhirun Pilang, menjalankan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot.

 

"Seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan. Di sini sudah diikutkan saudara KIR sebagai Direktur Utama PT DNG ini sudah dibawa sama Saudara TOP ini, Kepala Dinas PUPR. Kemudian juga TOP ini memerintahkan Saudara RES untuk menunjuk Saudara KIR. Di sini sudah terlihat perbuatannya," kata Asep.

 

Ditahan Selama 20 Hari ke Depan

 

Saat ini, Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Ginting bersama empat orang lainnya telah ditahan di rumah tahanan (rutan) KPK.

 

"Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers, Sabtu (28/6/2025).

 

Asep menyebut penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan sejak tanggal 28 Juni-17 Juli 2025.

 

"KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap tersangka tersebut untuk 20 hari pertama terhitung mulai 28 Juni hari ini sampai 17 Juli," jelasnya.

 

Dalam kasus ini, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung tua sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

 

Sementara, Akhirun (KIR) selaku Dirut PT DNG dan anaknya, Rayhan Dulasmi (RAY) selaku Dirut PT RN dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (tribunnews)

 

Presiden Prabowo Subianto saat meresmikan proyek Groundbreaking Ekosistem Kendaraan Listrik Terintegrasi di Karawang, Jawa Barat, Minggu (29/6). (Setpres) 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto meminta masyarakat Indonesia untuk menghormati para pemimpin terdahulu, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi), atas sumbangsihnya bagi pembangunan nasional.

 

Hal itu disampaikan Prabowo saat meresmikan Groundbreaking proyek Ekosistem Kendaraan Listrik Terintegrasi di Karawang, Jawa Barat, Minggu (29/6).

 

“Tadi disampaikan oleh Menteri ESDM sebagai Ketua Satgas bahwa program ini mulai 4 tahun lalu, Presiden Joko Widodo. Saya selalu mengungkapkan ini, karena saya ingin mengajak seluruh masyarakat, seluruh bangsa kita ini, untuk selalu menghormati pendahulu, selalu menghormati mereka-mereka yang berjasa,” kata Prabowo.

 

Prabowo menjelaskan, kemajuan yang diraih Indonesia saat ini tidak bisa dilepaskan dari kerja keras dan fondasi yang dibangun para pemimpin bangsa. Ia menekankan, pentingnya kesadaran sejarah agar masyarakat tidak melupakan perjalanan panjang yang telah ditempuh bangsa ini.

 

“Hanya dengan kita mengerti bahwa sejarah suatu bangsa adalah sejarah yang panjang. Pembangunan bangsa adalah perjalanan yang sangat panjang," ujar Prabowo.

 

"Bisa dikatakan tiap negara punya Long March. Kalau Tiongkok punya Long March yang penuh dengan liku, penuh dengan pengorbanan, penuh dengan keringat, air mata, dan darah kita pun punya lorong panjang perjuangan kita merebut kemerdekaan dan sekarang perjuangan kita untuk mengisi kemerdekaan,” sambungnya.

 

Prabowo menegaskan, perjuangan bangsa Indonesia belum berakhir. Ia menyebut, kemerdekaan sejati baru terwujud apabila rakyat hidup sejahtera, terbebas dari kemiskinan, kelaparan, dan ketidakadilan.

 

Karena itu, ia mengajak seluruh elemen bangsa agar bersatu dan bersyukur atas karunia yang dimiliki terhadap Indonesia.

 

“Tujuan kemerdekaan adalah suatu negara dan suatu bangsa di mana rakyatnya hidup dalam keadaan yang baik, dalam keadaan yang bebas dari kemiskinan, bebas kelaparan, dan penuh keadilan. Dan ini bisa terwujud apabila bangsa itu pandai menggunakan karunia yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa," tegasnya.

 

Prabowo mengajak masyarakat untuk bersyukur dan introspeksi diri atas setiap kemajuan bangsa.

 

"Kita mengerti, kita bersyukur luar biasa atas keberuntungan bangsa kita, tapi kita juga wajib introspeksi diri kita,” pungkasnya. (jawapos)

 

Dokter Tifa mengaku mendapat teror dan ancaman. Usai persoalkan ijazah Jokowi 


JAKARTA — Usai mempertanyakan ijazah Jokowi, Dokter Tifa mengaku menerima teror dan ancaman. Tak hanya dirinya, anak-anaknya pun menjadi korban teror, termasuk intimidasi langsung hingga doxing atau penyebaran data pribadi di media sosial.

 

Diketahui, Dr Tifa mulai mencurigai keaslian ijazah Jokowi sejak mendengar pernyataan Jokowi pada 2013 lalu, dalam sebuah seminar kepemimpinan di Universitas Islam Indonesia (UII).

 

Dalam seminar tersebut, Jokowi hadir bersama Mahfud MD. Saat itu, moderator Rosiana Silalahi bercanda dengan memasangkan nama Mahfud dan Jokowi sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2014.

 

"Buya Syafii, silakan pilih mana yang RI 1 dan RI 2," ujar Rosiana kepada Buya Syafii Maarif, yang juga menjadi pembicara dalam acara bertajuk Memimpin dengan Hati tersebut, Jumat, 28 Juni 2013.

 

Buya Syafii lantas menolak menjawab dengan nada bercanda. "Moderatornya kurang ajar, saya ditodong," ujarnya disambut tawa.

 

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu kemudian menjelaskan bahwa calon presiden ideal adalah sosok yang mampu bertindak nyata untuk rakyat, jujur, dan anti pencitraan.

 

"Hanya itu ukurannya, IPK 4 bukan indikator," katanya.

 

Namun, ia menambahkan bahwa IPK calon presiden sebaiknya tidak di bawah 3. Saat bertanya kepada Mahfud tentang IPK-nya, Mahfud menjawab, "IPK saya dulu 3,8."

 

Ketika giliran Jokowi ditanya, ia menjawab, "Dua saja tidak ada."

 

Pernyataan inilah yang kembali mencuat setelah diangkat oleh Roy Suryo, pakar telematika yang juga menjadi salah satu pihak yang dilaporkan ke polisi oleh pihak Jokowi.

 

Ucapan Jokowi itu membuat Dr Tifa mempertanyakan riwayat pendidikannya, yang dikenal sebagai lulusan Fakultas Kehutanan UGM.

 

Ia lalu menelusuri katalog alumni dan data skripsi di UGM, dan menemukan sejumlah ketidaksesuaian terkait nama, jurusan, hingga nomor induk mahasiswa.

 

Pada Maret 2025, Dr Tifa membandingkan ijazah Jokowi dengan ijazah sahabatnya, Aida Greenbury—putri Dekan Fakultas Kehutanan UGM saat itu.

 

Ia menemukan perbedaan ejaan nama dekan dalam kedua ijazah: tertulis “Soemitro” dalam ijazah Jokowi, sementara pada ijazah Aida tertulis “Sumitro”.

 

Perbedaan ini dianggap sebagai bukti ketidaksesuaian dokumen akademik.

 

Temuan tersebut kemudian ia unggah dalam bentuk utas di media sosial. Unggahan itu viral dan memicu kontroversi publik.

 

Sejak saat itu, Dr Tifa mengaku menerima berbagai bentuk tekanan dan teror, termasuk ancaman terhadap anak-anaknya. Ia menyebut anak-anaknya disatroni dan identitas mereka, termasuk KTP, disebarkan.

 

Nelangsa Dr Tifa

 

Curhat pilu Dr Tifa saat ini diketahui dari unggahan terbarunya tentang perlaku tidak menyenangkan yang dia terima sejak mengusi Jokowi.

 

Hal itu diketahui dari unggahan terbarunya, yang ia sampaikan melalui akun X (Twitter) pribadinya pada Sabtu, 28 Juni 2025 pukul 17.27 WIB.

 

Dalam cuitannya, Dr Tifa menyebut bahwa anak-anaknya kini menjadi korban teror, termasuk intimidasi langsung hingga doxing atau penyebaran data pribadi di media sosial.

 

Cuitan tersebut telah ditonton lebih dari 11 ribu kali dan mendapat ratusan komentar serta dibagikan lebih dari 300 kali.

 

"Anak-anak saya diteror. Kost mereka disatroni, dan diancam verbal akan disakiti. Sampai foto-foto KTM dan KTP mereka disebar di sosial media dengan ancaman setiap hari di WA," tulisnya.

 

Tak hanya anak-anaknya, Dr Tifa juga mengaku telah berkali-kali menerima ancaman.

 

Ia menyebut bahwa serangan ini bukan hanya dialaminya sendiri, tetapi juga beberapa tokoh lain yang vokal terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

 

"Selain tentu saja saya sendiri, ancaman sudah tidak terhitung. @SianiparRismon (Rismon Sianipar) mobilnya dirusak berkali-kali. @KRMTRoySuryo (Roy Suryo) dikirimi makhluk aneh-aneh dari dunia Astral," lanjutnya.

 

Dengan nada tajam, Dr Tifa mempertanyakan siapa sebenarnya pihak yang ketakutan hingga menyerang dengan cara-cara semacam itu.

 

"Sebetulnya siapa sih yang ketakutan ini? Kok banci sekali anak-anak pun diserang? Pakai preman dll," sindirnya.

 

"Yang serang pakai tangan orang lain itu yang melakukan kejahatan, penipuan, kebohongan. Yang diserang, tentu saja yang pegang kebenaran."

 

"Jangan terbalik, kecuali Termul pikirannya terbalik-balik."

 

Di akhir cuitan, ia juga menyelipkan kalimat satir:

 

"Btw, siapa yang berobat alasannya liburan antar cucu ya?"

 

Unggahan ini memantik berbagai reaksi dari warganet.

 

Banyak yang menunjukkan simpati dan dukungan moral terhadap Dr Tifa dan rekan-rekannya yang turut disinggung dalam cuitan.

 

Akun @hahahuhu menulis:

 

"Mereka punya segalanya, menghalalkan segala cara agar bu dok dan teman-teman menyerah. Tapi mereka tak sadar bahwa apa yang mereka buat pasti akan mendapat balasannya dari yang Maha Kuasa."

 

Akun @Yuk Berisik juga menambahkan:

 

"Biarlah ancaman itu jadi ladang amal. Kebenaran itu sangat pahit bagi orang yang berbohong."

 

Sementara akun @Indonesia Gelap mendoakan:

 

"Semoga Allah senantiasa melindungi @DokterTifa, @SianiparRismon, dan pak Roy Suryo... memberikan kesehatan, kekuatan, dan kesabaran sebagai lokomotif perjuangan melawan kebodohan, kemunafikan, dan kedzaliman si ijazah palsu."

 

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak terkait mengenai laporan teror yang diungkapkan oleh Dr Tifa.

 

Universitas Pasar Pramuka Cetak Ijazah Jokowi

 

Nama Pasar Pramuka Pojok ramai jadi sorotan setelah tokoh PDIP, Beathor Suryadi, disebut pernah menyinggung tempat itu sebagai lokasi pembuatan ijazah milik Jokowi.

 

Di tengah polemik lama yang kembali menguat, muncul pertanyaan: mengapa kawasan ini digusur dan akhirnya habis kebakaran?

 

Seperti diketahui, sepekan terakhir narasi Universitas Pasar Pramuka ramai dibicarakan warganet.

 

Universitas Pasar Pramuka yang sepertinya merujuk pada kawasan Pasar Pramuka Pojok yang terletak di Jl. Salemba Raya No.79, Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat kini ramai diperbincangkan.

 

Istilah Universitas Pasar Pramuka diungkap akun X (dulu Twitter) dr. Tifauzia Tyassuma yang menyebut istilah itu dalam konteks ijazah mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

 

Dalam unggahan yang tayang pada Senin, 16 Juni 2025 pukul 18.54 WIB, ia menyebut nama Beathor Suryadi, tokoh PDIP, sebagai orang yang pernah menyinggung soal tempat pembuatan ijazah Jokowi.

 

"Universitas Pasar Pramuka (UPP) ditutup tahun 2012, dirobohkan habis 2015. Yang menurut Beathor Suryadi tokoh PDIP, adalah tempat pembuatan ijazah yang dididaftarkan ke KPU DKI Jakarta," tulis Tifauzia, dilansir TribunBengkulu.com.

 

Cuitan itu langsung viral, ditayangkan lebih dari 300 ribu kali dan menuai berbagai komentar dari warganet.

 

"Bisa jadi yg di sampaikan Bambang Tri itu benar semua. Joko Widodo adalah orang yg sangat misterius asal usulnya, anaknya siapa sampai ijazah semua serba rekayasa," tulis akun @Djoko Widodo.

 

Namun komentar lain menyebut lokasi tersebut sudah tidak ada lagi sejak terjadi kebakaran akhir 2024.

 

"Salah dok... Ditutup habis setelah terjadi kebakaran pada bulan Desember 2024, sebelumnya masih ada beberapa lapak di sana... kebetulan rumah saya dekat dengan lokasi tersebut," tulis akun @Gnuga Anaylum.

 

Ada pula yang membenarkan reputasi Pasar Pramuka sebagai tempat pemalsuan dokumen.

 

"Tukang setting di Pasar Pramuka emang terkenal banget tmpat bikin ijazah palsu. Soalnya saya pernah coba-coba mau bikin, sampe ditawarin pake kertas & hologram yg asli," ungkap akun @ghuzzan.

 

Pasar Pramuka Jadi Sarang Pemalsuan

 

Pada tahun 2015, pihak kepolisian pernah turun tangan melakukan penyelidikan jejak pemalsuan di pasar pramuka.

 

Warta Kota memberitakan, polisi mencap Pasar Pramuka Pojok sebagai sarang pemalsu di Jakarta.

 

Tapi sebenarnya ini imbas dari tak dibutuhkannya lagi jasa pengetik dan para pemilik kios tetap berusaha mempertahankan bisnisnya.

 

Maka orderan pemalsuan pun diterima.

 

Pasar ini masuk wilayah RW 06, Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen,Jakarta Pusat. Lebih dikenal dengan Pasar Pramuka Pojok atau Pasar Matraman.

 

Tapi nama sebenarnya adalah Pasar Pramuka Jati.

 

Jarkasyi Royani (62), warga setempat yang pernah berbisnis jasa pengetikan dan tahu persis perkembangan pasar itu, menceritakan hal tersebut kepada Wartakotalive.com di rumahnya, Minggu (22/11).

 

"Dulu di tahun 1980an sampai pertengahan 1990an, pasar itu dikenal sebagai Pasar Skripsi. Semua anak kuliah kalau mau mengetik skripsi, maka akan datang ke Pasar Pramuka Pojok itu. Sebab jasa pengetik mesin tik handal ada disana," kata Jarkasyi, dilansir TribunBengkulu.com.

 

Jarkasyi mengaku dulu punya usaha percetakan sekaligus jasa pengetikan.

 

Letaknya dekat dengan Pasar Pramuka Pojok.

 

Bahkan Dia mendirikan usaha itu lantaran tergiur manisnya bisnis tersebut di tahun-tahun itu.

 

"Tahun 1980an itu masa emas usaha jasa pengetikan. Sampai pertengahan tahun 1990an masih okelah," kata Jarkasyi.

 

Tapi, kata Jarkasyi, saat melewati pertengahan tahun 1990an, bisnis jasa pengetikan dan percetakan melewati masa sulit.

 

Krisis moneter menghadang di tahun 1998.

 

"Bisnis percetakan saya habis tahun-tahun itu," ujar Jarkasyi.

 

Tambah parah, ucapnya, omzet usaha jasa pengetikannya pun merosot jauh.

 

Sedikit sekali yang datang mengetik. Dan para pemilik kios jasa ketik pun seluruhnya merasakan penurunan omzet drastis selepas tahun 1998.

 

Jarkasyi menduga itu terjadi lantaran sudah mulai masuk era komputer.

 

Tak ada lagi orang yang butuh mengetik dengan rangkap 9 atau 10 yang sulit dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang terampil.

 

Di masa di atas tahun 1998, orang hanya perlu mengetik dengan mudah di komputer, lalu mencetaknya berulang-ulang dengan printer.

 

"Kalau di era 1980an, mengetik itu keterampilan yang dibayar mahal. Sebab seorang pengetik mampu mengetik di kertas yang dirangkap 10. Itu sulit dilakukan, makanya Pasar Skripsi (Pasar Pramuka Pojok) hidup di tahun itu," kata Jarkasyi.

 

Sejak itulah, ucap Jarkasyi, pemilik kios mulai menerima order membuat ijazah palsu, KTP palsu, dan sebagainya.

 

Sampai akhirnya menjadi sarang pemalsu di Jakarta.

 

Jarkasyi mengatakan, sebenarnya sejak masa-masa pemilik kios belum menerima order pemalsuan, sudah banyak terjadi ada pengunjung datang dan meminta mengetik yang ternyata isinya bohong.

 

Atau mencetak sesuatu yang ternyata isinya selebaran penipuan.

 

"Dulu pernah ada kasus sebuah selebaran yang mencatut nama Menkopolhukkam soalnya, itu kejadiannya sebelum tahun 1995," kata Jarkasyi.

 

Penipu itu mencetak di tempat percetakan Jarkasyi, tetapi mengetik dan membuatnya di lokasi Pasar Pramuka Pojok.

 

"Disidang semua lagi itu saya, dan beberapa pengetik di pasar," kata Jarkasyi.

 

Bareskrim Polri Analisis Ijazah Jokowi

 

Sebelumnya, Bareskrim Polri telah melakukan uji laboratorium forensik (labfor) terhadap ijazah sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

 

Uji labfor dilakukan menyusul adanya pengaduan masyarakat oleh Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana.

 

Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyampaikan bahwa dari hasil uji labfor, ijazah Jokowi dinyatakan identik dengan ijazah pembanding.

 

Pengecekan berdasarkan dari bahan kertas, pengaman kertas, bahan cetak, tinta tulisan tangan, cap stempel, dan tinta tanda tangan dari dekan dan rektor.

 

"Dari peneliti tersebut maka antara bukti dan pembanding adalah identik atau berasal dari satu produk yang sama," ucap Djuhandani dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025), dilansir Tribunnews.

 

Pihak kepolisian juga telah memeriksa total 39 saksi yang terdiri dari berbagai pihak di Fakultas Kehutanan UGM hingga teman Jokowi selama menempuh studi.

 

"Bahwa terhadap hasil penyelidikan ini telah dilaksanakan gelar perkara untuk memperoleh kepastian hukum tidak ditemukan adanya tindak pidana," lanjut dia.

 

Sebelumnya, Jokowi melalui tim kuasa hukumnya telah menyerahkan ijazah asli SMA hingga universitas kepada Dittipidum Bareskrim Polri.

 

Kuasa hukum Jokowi Yakup Hasibuan mengatakan penyerahan itu dalam rangka adanya aduan dari Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana terkait dugaan ijazah S1 Jokowi palsu.

 

“Hari ini kami sudah serahkan semuanya (ijazah) kepada pihak Bareskrim untuk ditindaklanjuti, untuk dilakukan uji laboratorium forensik,” katanya di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (9/5/2025).

 

Dia menyebut ijazah asli Jokowi dibawa langsung oleh perwakilan keluarga Jokowi yaitu Wahyudi Andrianto selaku adik ipar.

 

Penyerahan dokumen asli ini, merupakan komitmen Jokowi dalam mendukung proses penyelidikan yang dilakukan Dittipidum Bareskrim Polri.

 

Kejanggalan Analisis Ijazah Jokowi

 

Terpisah, atas hasil analisa yang diumumkan Bareskrim Polri itu, Rismon Sianipar mengurai respon.

 

Seperti diketahui, Rismon Sianipar bersama dua rekannya, Roy Suryo dan Dokter Tifa adalah pihak yang paling ngotot menuding ijazah Jokowi palsu.

 

Karenanya saat mendengar hasil analisa dari Bareskrim Polri kemarin, Rismon tak percaya.

 

Rismon lantas mengurai empat kejanggalan serta hal blunder dari pihak Bareskrim usai mengumumkan analisa ijazah Jokowi.

 

Kejanggalan pertama adalah kata Rismon, Bareskrim telah menyimpulkan ijazah Jokowi asli padahal cuma melakukan uji perbandingan dengan ijazah alumni UGM lain.

 

"Yang saya tonton dari keterangan Dittipidum Bareskrim itu selalu mengulangi kata identik. Kalau kita bicara identik maka dia butuh pembanding.

 

Pertanyaannya, pembandingnya itu diuji enggak otentikasinya? Jadi kalau identik bukan berarti dia otentik asli. Kalau identik ya identik saja, artinya objek A sama dengan objek B," ujar Rismon Sianipar dalam wawancaranya di konten Youtube Refly Harun, dilansir TribunnewsBogor.com pada Jumat (23/5/2025).

 

Lagipula kata Rismon, polisi tidak memberitahukan siapa empat alumni UGM yang ijazahnya dibandingkan dengan Jokowi.

 

Lantaran hal itu, Rismon menganggap hasil analisa Bareskrim tidak bernilai apa-apa.

 

"Dan tidak disebutkan juga ijazah siapa yang menjadi perbandingan itu. Harusnya secara random dong diambil (sebagai pembanding ijazah Jokowi) bukan orang yang menyediakan atau yang selama ini dikenal die hard Joko Widodo. Jadi ya menurut saya tidak bernilai sih hari ini, apa yang kita tunggu-tunggu harusnya kajian ilmiah," pungkas Rismon.

 

"Jadi lucu, pengujiannya identik atau enggak, kesimpulannya otentik. Itu enggak sinkron," sambungnya sambil tertawa.

 

Kejanggalan kedua menurut Rismon adalah polisi tidak melakukan uji kertas dan tinta di ijazah Jokowi.

 

Padahal kata Rismon, dua hal itu adalah penting dilakukan guna menguji keaslian ijazah ayah dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming itu.

 

"Harus ada uji yang lain, otentikasi, uji carbon analysis, tekstur kertas tahun itu bagaimana. Terus penanggalan tinta itu kan hal mudah dilakukan, jenis tinta juga bisa dilakukan. Itu kan tidak kita dengar hari ini malah dibandingkan dengan referensi lain yang tidak kita tahu," kata Rismon.

 

Kejanggalan ketiga yang disorot Rismon adalah saat Bareskrim memperlihatkan deretan dokumen yang dibawa Jokowi.

 

Rismon heran dengan warna kertas yang berbeda-beda.

 

Kata Rismon, jika dokumen itu berasal dari tahun 1980-an, harusnya sudah berwarna usang.

 

"Secara visual aja ada beberapa dokumen yang katanya mereka sita, itu kan ada yang sejumlah kertas yang warnanya sudah buram kekuningan, tapi ada sejumlah surat atau berkas yang benar-benar putih. Bagaimana itu? Kayak (dibikin) beberapa tahun ke belakang," imbuh Rismon.

 

"Secara visual komparasi saja saya bisa melihat itu. Makanya pada saat saya memegang skripsi Joko Widodo, ada perbedaan warna yang signifikan mulai dari prakata dan sebelumnya. Itu kan enggak diuji oleh Bareskrim, ini enggak ilmiah menurut saya. Dan tidak dijelaskan bagaimana mereka melakukan uji keidentikan, apa lewat mata, algoritmik atau secara digital, enggak ada penjelasan ilmiah apapun," sambungnya.

 

Lalu hal keempat yang kata Rismon menjadi blunder dari pemaparan ijazah Jokowi oleh Bareskrim adalah perihal lembar pengesahan.

 

Rismon menyoroti betul penjelasan polisi soal lembar pengesahan di skripsi Jokowi.

 

"Apa yang lucu adalah lembar pengesahan skripsi tersebut itu adalah produk dari handpress tanpa menjelaskan bagaimana rekonstruksi menggunakan handpress tahun 1985 menghasilkan sebuah lembar pengesahan yang sekarang saja sama dengan itu. Rapi kali. Jadi kalau tidak direkonstruksi oleh penyidik atau orang yang mengaku dari percetakan perdana?" imbuh Rismon.

 

Terkait dengan lembar pengesahan skripsi Jokowi, Rismon yakin tidak mungkin dibuat di tahun 1985.

 

"Itu kan ada 'dipertahankan di depan dewan penguji'. Coba perhatikan kerapatan dari titik-titik itu, itu produk dari handpress enggak? enggak logis," ungkap Rismon.

 

"Kalau produk dari handpress dengan kerapatan semacam itu, itu menjadi garis."

 

 "Itu enggak bisa dijelaskan ya karena memang tidak ada teknologi zaman itu secantik itu. Ketika kita rekonstruksi pakai microsoft word sekarang, sama loh dengan itu." (tribunnews)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.