Articles by "Politik"

Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan

Jokowi-Ijazah 

 

JAKARTA — Persoalan ijazah mantan Presiden Joko Widodo atau yang dikenal Jokowi, bukan lagi dianggap persoalan hukum, melainkan telah menjadi skandal yang melibatkan banyak pihak

 

Hal itu disampaikan Koordinator Kelompok Aktivis 98 (Siaga), Hasanuddin, menanggapi polemik ijazah palsu Jokowi yang kian memanas.

 

Awalnya, Hasanuddin menyoroti pernyataan mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sofian Effendi, yang menyebut Jokowi tidak lulus ujian sarjana, meski pernyataan tersebut telah dicabut dan permintaan maaf telah disampaikan.

 

"Dari peristiwa ini, muncul spekulasi dugaan adanya tekanan dari pihak tertentu. Terhadap peristiwa ini kami berpendapat bahwa persoalan kejelasan ijazah Joko Widodo bukanlah semata aspek hukum atau kasus kriminal, melainkan sudah menjadi skandal yang melibatkan banyak pihak," kata Hasanuddin kepada RMOL, Minggu, 27 Juli 2025.

 

Pihak-pihak yang diduga terlibat dalam skandal dimaksud adalah institusi negara, pendidikan, penyelenggara pemilu, dan tokoh nasional.

 

"Yang menyangkut reputasi, integritas, etika dan kepercayaan publik, dengan melibatkan juga dugaan adanya motif politik dan sensasi media yang sangat kuat. Skandal ini menurut kami, bisa saja dilakukan Joko Widodo atau sebaliknya pihak lain yang mempersoalkan," terang Hasanuddin.

 

Hasanuddin menilai, persoalan ijazah Jokowi disebut skandal dikarenakan dinamika dan faktanya yang berubah-ubah, namun kegaduhannya konsisten dengan melibatkan persepsi publik dan banyak tokoh penting.

 

"Ini lebih banyak menimbulkan kontroversi daripada hasil hukum yang jelas dan berpotensi mendelegitimasi institusi penegak hukum dan pendidikan," pungkas Hasanuddin. (**)


Presiden Prabowo Subianto pada Kamis (9/1/2025), bertolak ke Kuala Lumpur untuk bertemu Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim 

 

JAKARTA — Perdana Menteri Malaysia menghadapi demonstrasi besar-besaran dari rakyatnya di seluruh negeri. Sikap Anwar dalam menghadapi demonstrasi ini sangat ramah. Ia bahkan mengungkapkan perasaannya tentang protes tersebut dengan bahasa yang santun.

 

Berikut petikan tulisannya dikutip dari akun media sosial resmi Anwar Ibrahim:

 

Saya rakamkan setinggi-tinggi penghargaan kepada semua petugas pasukan keselamatan; dari polis, bomba, pasukan perubatan dan sukarelawan yang telah bertugas dengan ketangkasan, disiplin dan dedikasi yang tinggi menjamin keselamatan dan ketenteraman awam serta memastikan kelancaran acara himpunan yang berlangsung hari ini.

 

Kepada saudara saudari yang hadir—sama ada yang menyuarakan pandangan, menyatakan solidariti, mahupun yang datang dari jauh—saya ucapkan selamat berpulang ke destinasi masing-masing. Semoga perjalanan kalian dipermudah dan dilindungi.

 

Justeru, sebagai Perdana Menteri, saya kekal dan konsisten berpegang pada prinsip yang demokratik yakni kebebasan bersuara dan menyatakan kritikan. Kritikan dan perbedaan pandangan tidak seharusnya dilihat dari lensa permusuhan, malah ia harus terus bercambah dan subur mekar menjadi denyut nadi negara bangsa yang matang, progresif dan berdaulat. Yang penting, ia harus berjalan dengan tertib, aman dan dalam semangat cintakan tanah air.

 

Prinsip yang sama telah kami semangati melalui Sesi Pertanyaan Perdana Menteri (Prime Minister’s Question Time, PMQT) di Parlimen di mana Ahli-ahli Parlimen bebas bertanyakan terus apa sahaja soalan, mengangkat bangkangan kepada saya selaku Perdana Menteri secara terus. Mohon kalian terus desak Ahli-ahli Parlimen untuk terus hadir dan aktif mengambil bahagian di semua sesi, terutamanya sesi PMQT.

 

Lantas, saya undang semua untuk terus berdialog dan berwacana, mencari titik temu, melakar serta membina negara ini bersama, tidak sekadar di jalanan, tetapi bangkit telaah, menggapai dan menguasai lapangan-lapangan baharu agar negara ini dilonjak ke depan secara mantap dan bertenaga.

 

Dan andai kalian berkesempatan lagi di masa hadapan, jangan lupa untuk kembali ke Kuala Lumpur. Mercu-mercu tanda bersejarah di sekitar ibu kota, termasuk Bangunan Sultan Abdul Samad di Dataran Merdeka, kini sedang dalam rencana pemuliharaan secara besar-besaran agar kita dapat tingkatkan pelancongan dan mendukung ekonomi di sekitar ibu kota yang sarat nilai sejarah, harapan dan semangat nasional, terutamanya bersempena Tahun Melawat Malaysia 2026 kelak dan pelbagai aktiviti menarik menanti, Insya-Allah.

 

Tulisan Anwar Ibrahim tersebut mendapat tanggapan positif dari rakyat Malaysia yang mengikuti akun pribadinya. Bukan hanya warga Malaysia, di Indonesia, sejumlah warganet +62 bahkan turut memuji sikap Perdana Menteri Malaysia itu.

 

"Tidak pernah saya temukan ada Pemimpin seperti Anwar Ibrahim walau didemo besar2an, didesak mundur. Tapi tetap santai, santun dan menampakkan sisi intelektual dan kedewasaannya… Sukses DSAI…!," tulis seorang dosen di Sulsel sembari membagikan tulisan Anwar Ibrahim

 

Ada pula netizen Indonesia yang membandingkan dengan sikap Prabowo terkait demo Indonesia gelap.

 

"Seorang pemimpin tersenyum dan berkata: “Terima kasih, selamat pulang, semoga dilindungi.” Salute!🫡 Di negeri lain, suara yang sama bisa disebut gaduh, bahkan dianggap mengganggu kemajuan. Demokrasi bukan soal siapa yang kuat, tapi siapa yang tetap tenang saat didebat," tulis warganet di X.

 

Seperti diketahui, baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto menuding bahwa gerakan demonstrasi Indonesia Gelap dan Kabur Aja Dulu ada aktor di belakangnya. Ia mengatakan bahwa para koruptor yang berada di balik gerakan demonstrasi tersebut pada Minggu, (20/7/2025).

 

“Rakyat Indonesia menangkap siapa pemimpin yang benar dan siapa yang tidak benar. Memang ada usaha tadi, memiliki teknologi, menggunakan uang, menggunakan sosmed, membayar pakar-pakar, nyinyir, menghidupkan pesimisme. Saya geleng-geleng kepala. Ada orang-orang yang berperan sebagai orang pinter, berperan sebagai pemimpin, tetapi yang disebarkan adalah pesimisme,” ujar Prabowo.

 

Prabowo mengatakan bahwa gerakan tersebut merupakan rekayasa. Ia mengungkapkan bahwa selalu ada pihak yang ingin membuat Indonesia gaduh.

 

“Indonesia gelap, kabur aja deh. Kabur aja lu. Emang gampang lu di situ, di luar negeri? Di mana lu? Lu dikejar-kejar di situ lu,” ujarnya.

 

Ia juga menyinggung bahwa gerakan itu merupakan aksi yang didalangi oleh koruptor. Prabowo menegaskan Indonesia cerah dan tidak ada kegelapan serta memiliki kekayaan yang besar.

 

Terkait pernyataan itu, Amnesty International Indonesia (AII) mengkritik Presiden RI Prabowo Subianto yang menyebut gerakan masyarakat sipil seperti demo Indonesia Gelap dan tagar #KaburAjaDulu direkayasa dan dibiayai koruptor.

 

Amnesty menilai langkah Prabowo itu mirip dengan yang kerap dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendegradasi kebebasan berekspresi untuk menyuarakan hak. Menurut Amnesty pernyataan dari kepala negara cum kepala pemerintahan RI itu adalah klaim yang tak berdasar. Amnesty mengatakan pernyataan tersebut merupakan bentuk delegitimasi terhadap gerakan masyarakat sipil. 

 

"Pernyataan Presiden tersebut jelas merupakan bentuk serangan terhadap kebebasan berekspresi dan hak warga sipil untuk menyuarakan protes yang sah dan damai," ujar Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena melalui keterangan tertulisnya, pada Senin (21/7/2025).

 

"Ini adalah upaya untuk mendelegitimasi gerakan masyarakat sipil dengan melontarkan klaim yang tidak berdasar ke publik luas. Apa yang dikatakan oleh Prabowo tersebut tidak didasarkan pada bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan," imbuhnya.

 

Dia juga bilang, "Taktik seperti ini mirip seperti yang dilakukan oleh Presiden Donald Trump di Amerika Serikat, yang sering kali menyebarkan informasi yang tidak benar tentang pencari suaka dan kelompok migran untuk mendelegitimasi hak-hak mereka."

 

Dalam catatan Amnesty International Indonesia, apa yang disampaikan Prabowo akhir pekan lalu bukan kali menyudutkan suara-suara kritis dari masyarakat.

 

"Sebelumnya Prabowo juga menyerang kredibilitas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan tuduhan membawa kepentingan asing dan misi adu domba saat masyarakat sipil mengawasi jalannya pemerintahan," katanya.

 

Menurut pihaknya, Alih-alih mendengar dan menanggapi substansi kritik dari rakyat, Prabowo selaku presiden justru memilih menyerang motif dan kredibilitas para pengkritiknya.

 

"Sikap presiden yang terus-menerus mengarahkan tudingan kepada LSM, aktivis, dan gerakan sipil justru dapat mendelegitimasi kritik dan keresahan masyarakat atas kondisi sosial dan kebijakan pemerintah," ucap Wirya.

 

"Ini menciptakan narasi yang berbahaya, seolah-olah siapa pun yang mengkritik negara adalah musuh, antek asing, atau kaki tangan koruptor. Ini adalah retorika khas rezim otoriter yang takut pada transparansi dan pertanggungjawaban publik," sambungnya.

 

Atas dasar itu, Amnesty International Indonesia meminta Prabowo untuk berhenti melontarkan klaim yang tidak berdasar merespons gerakan masyarakat sipil, serta menjamin dan membuka seluas-luasnya akses masyarakat untuk menyampaikan kritik secara sah dan damai di Indonesia. (fajar)


Mantan Presiden ke-7 Joko Widodo saat hadir di acara reuni angkatan 80 Fakultas Kehutanan UGM/Net 

 

JAKARTA — Reuni alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan '80 yang turut dihadiri mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan Jokowi dinilai bagai drama dan sinetron belaka.

 

Demikian disampaikan Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi menanggapi kehadiran Jokowi di acara reuni alumni Fakultas Kehutanan UGM, Sabtu, 26 Juli 2025.

 

"Reuni ala Jokowi yang diklaim bersama angkatan 80 alumni UGM terlihat seperti sandiwara dan sinetron belaka. Rakyat semakin mencibir dengan kejujuran Joko Widodo. Dia mencoba bela diri sebagai alumni UGM dengan alumni tersebut. Tetapi rakyat semakin tidak percaya cara bela dirinya itu," kata Muslim kepada RMOL, Minggu, 27 Juli 2025.

 

Menurut Muslim, rakyat tidak membutuhkan pengakuan orang-orang yang hadir di acara dimaksud. Yang dibutuhkan rakyat adalah Jokowi menunjukkan ijazah aslinya.

 

"Orang-orang berkaos biru dan bertopi merah yang klaim sebagai angkatan 80 ada di mana di saat Relagama (Reuni lintas angkatan UGM) lakukan protes ke Jokowi dan UGM di kampus Bulak Sumur beberapa waktu lalu? Kalaulah benar mereka bersama Jokowi tahun 80, kenapa tidak muncul?" heran Muslim.

 

Muslim menilai, karena Jokowi tidak dapat menunjukkan ke publik keaslian ijazahnya, maka acara reuni angkatan 80 UGM semakin tidak dipercaya publik.

 

"Publik pasti bilang, diminta tunjukkan ijazah aslinya malah reuni angkatan 80-an yang dibawa. Argumen sosiologis dan mencoba membangun legitimasi sosial yang nggak nyambung alias jaka sembung bawa golok. Publik minta apa Jokowi bawa apa," tegas Muslim.

 

"Bisa jadi acara reuni itu akibat Jokowi frustasi karena tidak menemukan alat bukti yang sah dan legal apa pun atas klaim dirinya bersekolah dengan ijazah asli yang dimilikinya. Atau bisa jadi, Jokowi telah kehabisan alat bukti karena tidak sanggup membuktikan ijazah aslinya," sambung Muslim menutup. (rmol)

 

Mantan Presiden ke-7 Joko Widodo/Net 

 

JAKARTA — Pernyataan mantan Presiden ke-7, Joko Widodo, yang menuduh pihak-pihak tertentu mempermainkan isu dugaan ijazah palsu yang dimilikinya sangat tidak etis.

 

Menurut M. Jamiluddin Ritonga, pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jokowi, sebagai mantan presiden, tampaknya hanya mencoba mengarang tuduhan tersebut.

 

Apalagi, kata dia, kasus ijazah palsu yang menjeratnya belum tuntas karena Jokowi belum memperlihatkan ijazah asli ke publik.

 

“Jadi, statemen Jokowi ada orang besar dibalik ijazah palsu dan pemakzulan Gibran dapat menimbulkan saling mencurigai di tengah masyarakat. Hal ini tentunya dapat menambah kegaduhan dalam politik nasional,” kata Jamiluddin kepada RMOL, Sabtu 26 Juli 2025.

 

Atas dasar itu, Jamiluddin menilai, pernyataan Jokowi itu sangat tidak etis dan tidak bersikap layaknya seorang negarawan. Pernyataan demikian sungguh tidak seharusnya keluar dari seorang mantan presiden.

 

“Karena itu, lebih bijak bila Jokowi menyebut dengan tegas orang besar yang membackup tuduhan ijazah palsu dan pemakzulan Gibran,” kata mantan Dekan FIKOM IISIP ini.

 

Padahal dengan cara itu, kata Jamiluddin, Jokowi bisa meredam isu ijazah palsu yang dikeluhkannya tersebut.

 

“Masyarakat tidak liar dalam mempersepsi statemen Jokowi. Cara ini lebih elegan dan jauh dari kegaduhan di tengah masyarakat,” pungkasnya.

 

Diberitakan sebelumnya, Jokowi menduga ada agenda politik besar di balik isu pemakzulan anaknya dan ijazah palsu dirinya.

 

“Perasaan politik saya mengatakan, ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasi politik, untuk men-downgrade, yang buat saya, ya biasa-biasa aja,” kata Jokowi di Solo, Jawa Tengah, pada Senin 14 Juli 2025.

 

Namun demikian, Jokowi menyatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya persoalan kasus ijazah palsu pada proses penyidikan yang berjalan.

 

 “Saya baca kemarin sudah dalam proses penyidikan, ya sudah serahkan pada proses hukum yang ada,” kata Jokowi. (rmol)

 

Fotokopi ijazah S1 Kehutanan mantan Presiden ke-7 RI Joko 


JAKARTA — Pegiat media sosialosial Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa mempertanyakan langkah penyidik Polda Metro Jaya yang memeriksa ulang gelar Sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) milik mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo alias Jokowi, di laboratorium forensik.

 

"Berarti pemeriksaan Labfor yang sudah dilaporkan Bareskrim tanggal 22 Mei 2025 terhadap ijazah itu salah? Tidak akurat?" tanya Dokter Tifa melalui akun X pribadinya, dikutip Sabtu 26 Juli 2025.

 

Lantas apakah ijazah pembandingnya juga sama seperti pemeriksaan awal oleh Bareskrim Polri?

 

"Kalau iya, percuma saja! Nanti Bareskrim akan lagi-lagi mengumumkan ijazah itu identik!" kata Dokter Tifa.

 

Menurut Dokter Tifa, apabila negara ini memang menginginkan keadilan ditegakkan, dan kebenaran dijunjung, maka Labfor harus juga bersedia agar ijazah itu diperiksa oleh pakar informatika, multimedia, dan telematika Roy Suryo dan ahli forensik digital Rismon Sianipar.

 

"Keduanya sering kali menjadi Saksi Ahli perkara-perkara besar yang pelik dan rumit, seperti kasus Kopi Sianida, KM 50, Vina Cirebon, dll," saran Dokter Tifa.

 

"Bukankah sepatutnya Puslabfor membutuhkan expertise mereka?" sambungnya.

 

Polda Metro Jaya menyita ijazah Jokowi terkait kasus tudingan ijazah palsu. Ijazah tersebut merupakan ijazah SMA dan ijazah S-1 milik Jokowi.

 

"Bahwa benar penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah melakukan penyitaan terhadap ijazah S-1 dan SMA," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Kamis 24 Juli 2025.

 

Ade Ary mengatakan ijazah tersebut akan diteliti laboratorium forensik. Saat ini pihak kepolisian masih melakukan serangkaian pendalaman.

 

"(Penyitaan ijazah) untuk kepentingan pemeriksaan atau pengujian di laboratorium forensik dalam tahap penyidikan," kata Ade.

 

Jokowi sendiri sudah diperiksa terkait tudingan ijazah palsu di Mapolresta Solo, Kamis 23 Juli 2025. Jokowi diperiksa selama tiga jam lamanya dengan total 45 pertanyaan. Jokowi menyebutkan ijazah asli SMA dan S-1-nya disita.

 

Diketahui, Jokowi melaporkan dugaan fitnah terkait tuduhan ijazah palsu ke Polda Metro Jaya. Jokowi melapor terkait Pasal 310 dan 311 KUHP dan Pasal 27A, 32, serta 35 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

 

Setelah dilakukan gelar perkara, laporan tersebut sudah naik ke tahap penyidikan. Total ada empat laporan serupa yang naik ke tahap penyidikan, sementara dua laporan lainnya dicabut. (rmol)

 

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad/RMOL 

 

JAKARTA — Pimpinan DPR telah memerintahkan komisi terkait, dalam hal ini Komisi I DPR, untuk segera menangani kontroversi seputar transfer data ke Amerika Serikat dalam perjanjian perdagangan terbaru dengan Indonesia.

 

“Kami sudah minta kepada Komisi I untuk secepatnya kalau perlu dalam masa reses ini untuk melakukan komunikasi kepada pemerintah,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 25 Juli 2025.

 

Dasco berharap komunikasi Komisi I dan kementerian terkait bisa membuat polemik transfer data menjadi jelas.

 

“Berdialog mendatangi atau kemudian mengundang agar hal-hal yang disampaikan mengenai data-data itu juga bisa lebih jelas,” kata Ketua Harian DPP Partai Gerindra ini.

 

Lebih jauh, Dasco enggan berspekulasi mengenai polemik transfer data AS tersebut.

 

“Justru kita belum bisa menyikapi karena kita juga pengen lihat yang sebelum-sebelumnya itu seperti apa dan yang sekarang seperti apa,” pungkasnya.

 

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan, transfer data yang diberikan kepada Amerika Serikat (AS) merupakan data komersial, bukan data pribadi.

 

Hal tersebut disampaikan Jurubicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto merespons polemik kesepakatan dagang baru yang menghapus hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa, dan investasi digital dengan AS.

 

"Keleluasaan transfer data yang diberikan kepada Amerika maupun negara mitra Iainnya terfokus pada data-data komersial, bukan untuk data personal dan data yang bersifat strategis," kata Haryo dalam keterangan tertulis, Rabu 23 Juli 2025. (rmol)


Jokowi-Ijazah 


JAKARTA — Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menyarankan agar kontroversi kasus ijazah mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo alias Jokowi, segera diselesaikan melalui mediasi penal oleh Kejaksaan Agung setelah proses di Badan Reserse Kriminal Polri selesai.

 

Menurut Jimly, pendekatan ini dapat menjadi bentuk keadilan restoratif, di mana Kejaksaan Agung dapat berperan sebagai mediator untuk menyelesaikan kasus tanpa harus melalui proses persidangan yang panjang dan melelahkan.

 

“Ini saatnya Kejaksaan kreatif berinovasi untuk implementasi restorative justice yang sudah diatur bersama Polri," saran Jimly lewat akun X miliknya, Selasa, 22 Juli 2025.

 

Ia menilai penyelesaian secara mediasi penal akan lebih produktif dan menghindari eskalasi polemik yang tidak perlu di ruang publik, sekaligus menjaga stabilitas sosial dan politik di tengah masa transisi pemerintahan.

 

"Ini agar soal ijazah tidak berlarut-larut," pungkasnya.

 

Isu mengenai keabsahan ijazah Jokowi kembali mencuat setelah beredar tudingan bahwa dokumen tersebut merupakan hasil cetak ulang yang dilakukan di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta.

 

Meski belum ada bukti kuat yang mendukung klaim tersebut, isu ini telah menimbulkan perdebatan dan spekulasi luas di ruang publik.

 

Jimly menekankan pentingnya penanganan yang proporsional dan tidak berlarut, agar persoalan ini tidak terus menjadi polemik yang mengganggu stabilitas sosial dan politik nasional. (rmol)


Yusuf Blegur dan Eggi Sudjana/Ist 


JAKARTA — Terminal keberangkatan internasional tampak seperti biasa—kerumunan penumpang, gema pengumuman boarding, dan gerakan ritmis staf bandara.

 

Namun, ada satu pemandangan yang menarik perhatian beberapa penumpang dan awak media yang bertugas: seorang pria lanjut usia di kursi roda, mengenakan jaket hitam dan topi berpuncak, sedang didorong pelan oleh seorang pria yang teguh pendirian.

 

Dua nama yang pernah terukir dalam sejarah aktivisme Indonesia kini bersatu dalam satu tujuan: mengangkat isu ijazah mantan presiden ke kancah internasional. Mereka adalah Eggi Sudjana dan Yusuf Blegur.

 

Bagi mereka yang akrab dengan organisasi mahasiswa Indonesia, hubungan antara Eggi Sudjana dan Yusuf Blegur mungkin terasa asing.

 

Eggi adalah mantan ketua HMI MPO, sebuah organisasi mahasiswa Islam dengan sejarah panjang dalam politik Indonesia.

 

Sementara itu, Yusuf Blegur adalah mantan aktivis GMNI, sebuah organisasi mahasiswa nasionalis yang berakar pada pemikiran Sukarno.

 

Dalam sejarah gerakan mahasiswa, HMI dan GMNI dikenal sebagai dua kutub ideologi yang kerap berbenturan, baik di kampus maupun dalam perpolitikan nasional.

 

Namun, sejarah tak selalu berjalan mulus. Terkadang, jalannya berliku-liku, mempertemukan dua tokoh yang dulunya berseberangan, kini berada di kubu yang sama dalam perjuangan.

 

“Hubungan kami tidak dibentuk oleh ideologi. Kami dipertemukan oleh kesadaran moral bahwa ada yang harus diperjuangkan bersama,” ujar Yusuf Blegur kepada Suara Nasional.

 

Eggi tidak lagi sekuat dulu. Tubuhnya sudah tidak setangguh ketika memimpin aksi-aksi mahasiswa pada era 1990-an. Namun semangatnya tetap menyala. Duduk di kursi roda, Eggi tampak penuh keyakinan.

 

Dia tak membawa banyak barang. Hanya satu koper kecil dan sebuah map coklat berisi dokumen-dokumen. Di dalam map itu, tersimpan laporan yang akan ia sampaikan langsung ke kantor pusat Amnesty International di London—sebuah laporan yang ditujukan untuk mengadukan dugaan pemalsuan ijazah oleh Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo.

 

“Ini bukan sekadar soal ijazah. Ini soal integritas kepemimpinan. Ini soal masa depan demokrasi Indonesia,” ujar Eggi singkat namun tajam.

 

Bagi Yusuf Blegur, mendampingi Eggi bukan sekadar solidaritas. Ini adalah bagian dari tanggung jawab sejarah. Sebagai mantan aktivis yang pernah terlibat dalam gerakan reformasi dan pembela HAM, Yusuf merasa bahwa perjuangan tidak pernah selesai. Bahkan ketika usia dan situasi tidak lagi memihak.

 

“Saya sadar langkah ini kontroversial. Tapi lebih gila lagi kalau kita diam melihat negara seperti kehilangan akal sehatnya. Kita dipaksa mengakui kebenaran tanpa boleh bertanya. Bang Eggi berani melawan itu. Dan saya berdiri bersamanya,” ujarnya.

 

Yusuf menceritakan bahwa pertemanannya dengan Eggi sudah berjalan lebih dari satu dekade. Keduanya kerap bertemu dalam forum-forum diskusi, debat publik, bahkan menjadi sesama narasumber dalam berbagai acara televisi. Ketegangan kadang muncul karena latar ideologi yang berbeda, namun selalu selesai dalam gelak tawa dan penghargaan satu sama lain.

 

“Kami belajar dari sejarah. Bung Karno dan M. Natsir bisa duduk bareng. Masa kami tidak?” 

 

Langkah Eggi dan Yusuf ini bukan tanpa risiko. Mereka tahu, menyoal ijazah presiden bukanlah perkara ringan. Banyak pihak menganggap ini sebagai langkah sia-sia, bahkan disebut sebagai aksi politik oportunistik. Tapi bagi mereka, diam justru jauh lebih memalukan.

 

“Ada ketakutan besar di negeri ini. Ketakutan untuk bertanya. Untuk menuntut transparansi. Saya ingin memecah ketakutan itu,” kata Eggi.

 

Amnesty International mungkin tidak serta-merta menyelesaikan perkara hukum di Indonesia. Namun membawa isu ini ke ranah internasional adalah bentuk perlawanan terhadap apatisme dan pembungkaman. Setidaknya, dunia tahu bahwa masih ada suara yang bersuara, di tengah kebisingan propaganda dan pencitraan.

 

Beberapa menit sebelum keberangkatan, Eggi meminta Yusuf untuk mendoakannya. “Kalau saya tidak pulang, tolong teruskan perjuangan ini,” ujarnya sambil menggenggam tangan sahabatnya. Yusuf hanya mengangguk, matanya memerah menahan haru.

 

Pesawat menuju London lepas landas. Di balik kaca jendela bandara, Yusuf Blegur menatap langit yang perlahan cerah. Ia tahu, ini bukan akhir. Justru baru awal dari babak baru—perlawanan yang dibawa sampai ke luar batas republik.

 

Ketika dua tokoh dari dua organisasi yang dulu tak pernah akur kini bersatu, mungkin itu pertanda bahwa negeri ini sedang mengalami guncangan nilai. Ketika pertanyaan tentang keabsahan sebuah ijazah harus dibawa ke benua lain, itu juga pertanda bahwa kepercayaan publik pada sistem keadilan sedang digugat.

 

Dan ketika dua pria tua, dengan tubuh yang tidak lagi muda, masih mau berkorban untuk membongkar kebenaran, kita yang muda justru patut bertanya: sudah sejauh mana kita peduli pada negeri ini? (suaranasional)


Presiden Prabowo Subianto/Net 

 

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto harus meninggalkan warisan kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai menoleransi pejabat tinggi negara yang merangkap jabatan.

 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia mengingatkan fenomena puluhan wakil menteri (Wamen) rangkap jabatan di Kabinet Merah Putih justru kontraproduktif.

 

“Negara seolah hanya mengakomodir kepentingan sepihak, hanya dinikmati sedikit orang,” kata Dedi kepada RMOL, Sabtu 19 Juli 2025.

 

Menurut Dedi, jika Prabowo meneruskan kebiasaan buruk era Jokowi maka sama saja dengan menghambat kemajuan negara.

 

“Situasi ini hanya akan menghasilkan konsolidasi politik, tidak pernah berdampak pada kesejahteraan dan kemajuan negara. Prabowo seharusnya tahu itu,” katanya.

 

Namun demikian, pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini khawatir dengan kedekatan Presiden Prabowo dengan Jokowi.

 

“Kedekatan Prabowo dan Jokowi sangat kuat, sehingga keputusan politiknya juga serupa, soal rangkap Jabatan Prabowo sulit diingatkan,” pungkasnya. **


Mantan Wakapolri, Oegroseno/Net 

 

JAKARTA — Mantan Wakapolri Oegroseno mengungkap sejumlah kejanggalan dalam vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp750 juta terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

 

Hal itu disampaikan Oegroseno melalui akun media sosial Instagram pribadinya, @oegroseno.official, yang dikutip RMOL pada Sabtu, 19 Juli 2025.

 

"Innalillahi.... Pak Tom Lembong dihukum 4 tahun 6 bulan, dengan (beberapa) alasan," tulis Oegroseno.

 

Dia memaparkan, sejumlah alasan yang membuat Tom Lembong divonis 4,5 tahun, pertama terkait alasan pelanggaran skema kerjasama BUMN dengan swasta dalam melaksanakan kebijakan impor gula, dapat dianggap sebagai sesuatu yang janggal.

 

"Maka siap-siaplah semua pejabat yang menugaskan BUMN, dan BUMN tersebut kerjasama dengan swasta masuk penjara. Padahal kerjasama dengan swasta adalah sah dan merupakan kewenangan BUMN," tutur Oegroseno.

 

"Tapi yang disalahkan Tom Lembong padahal bukan kewenangannya dan bukan keputusannya," sambungnya menegaskan.

 

Pertimbangan hukum majelis hakim yang menyatakan, keuntungan swasta atas kerjasama yang dilakukan dengan BUMN merupakan kerugian negara. Tetapi di sisi lain, Tom Lembong dianggap tidak terbukti berniat jahat dalam perkara impor gula tersebut.

 

"Tidak melaksanakan pemberian penugasan ke BUMN tentang impor gula jangka panjang padahal tidak ada kaitan dengan kasus ini, tidak ada sama sekali menerima kick back dari kebijakan tersebut, dan tidak ditemukan mensrea (niat jahat)," urainya.

 

Oleh karena itu, Oegroseno menduga vonis yang dikenakan kepada Tom Lembong bagian dari balas dendam politik, atas ketidaksesuaian sikap dengan penguasa.

 

"Agar publik tahu, Pak Tom Lembong adalah Menteri yang awalnya sangat disayangi dan paling banyak membantu kesuksesan Jokowi (Presiden ke-7 RI Joko Widodo), seperti halnya dengan Pak Anies Baswedan serta Pak Hasto. Tapi karena beda politik langsung dihajar," demikian Oegroseno menambahkan. (**)


Rismon Hasiholan Sianipar, pakar forensik digital 

 

JAKARTA — Pakar digital forensik sekaligus penuduh ijazah Jokowi, Rismon Hasiholan Sianipar menduga ada tekanan yang membuat mantan Rektor UGM Prof Sofian Effendi mencabut pernyataannya terkait riwayat kuliah dan ijazah Jokowi.

 

Pencabutan pernyataan tersebut disampaikan Prof. Sofian dalam surat yang ditandatanganinya tertanggal 17 Juli 2025.

 

Surat Pernyataan Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sofian Effendi soal ijazah Jokowi


"Jadi kalau pernyataan yang ditarik dari secarik kertas itu, kalau saya ya menginterpretasikan bahwa ada tekanan yang cukup besar yang sampai saat ini belum bisa kita ungkapkan apa itu," ujar Rismon dikutip dari Youtube Langkah Update, Jumat, 18 Juli 2025.

 

Dalam pernyataan sebelumnya Prof Sofian mengaku bahwa Jokowi tidak pernah lulus sebagai sarjana penuh (S1) dari UGM.

 

Dalam wawancara bersama Rismon, Prof Sofian menyatakan bahwa Jokowi hanya menyelesaikan program sarjana muda (B.Sc) dan tidak memenuhi syarat untuk ujian skripsi.

 

Prof. Sofian juga menyinggung bahwa skripsi yang diklaim milik Jokowi tidak pernah diuji dan tidak memiliki tanda tangan pembimbing, bahkan diduga merupakan hasil contekan pidato ilmiah Prof. Sunardi:

 

Dia juga bahkan menyebut bahwa ijazah yang beredar saat ini diduga milik Hari Mulyono, saudara ipar Jokowi yang meninggal pada 2018.

 

Rismon tak aneh dengan sikap Prof Sofian yang mencabut pernyataan sehari setelah video wawancaranya diuplod ke Youtube. Di usia lanjut, kata dia, siapapun sangat mudah ditekan.

 

"Saya kan pernah punya kakek yang lebih kurang seusia Profesor Sofian Effendi ya. Artinya, secara psikologis itu gampang ditekan, diberikan pressure gitu. Jadi ya beliau bisa saja mengalami tekanan yang cukup besar ya," tuturnya mengulas.

 

Meski begitu Rismon menyesalkan sikap publik yang cenderung mulai mengolok-olok Prof. Sofian Effendi mencabut pernyataannya.

 

"Jadi janganlah cepat kita menuding apalagi yang kita bicarakan ini bukan orang yang sembarangan loh ya. Ini profesor yang banyak dikagumi orang dengan idealismenya. Jangan cepat kita mencibir tanpa mengetahui alasan yang sesungguhnya" demikian Rismon menambahkan. (rmol)

 

Mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo/Ist 

 

JAKARTA — Keterbukaan mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sofian Effendi, terkait rekam jejak mantan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi, saat kuliah di Fakultas Kehutanan UGM, membuat ayah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka itu makin sulit membantah tudingan tersebut.

 

Demikian disampaikan Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (Aksi) Nurmadi H. Sumarta kepada RMOL, Kamis, 17 Juli 2025.

 

"Rakyat sudah muak dengan dugaan kepalsuan dan kebohongan," kata Nurmadi.

 

Akademisi Universitas Negeri Surakarta (UNS) Sebelas Maret memastikan kejujuran tetap akan menang.

 

"Kebenaran tetap akan menemukan jalan dan kemenangan. Sopo salah mesti bakal seleh," kata Nurmadi.

 

Nurmadi mengingatkan Jokowi agar tidak sombong karena masih bisa membayar pengacara maupun buzzer.

 

"Mungkin masih ada sisa kekuasaan yang membela," kata Nurmadi.

 

Sebelumnya Sofian Effendi mengungkap sejumlah kejanggalan ijazah Jokowi.

 

Sofian mengaku memperoleh informasi dari rekan-rekan Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM yang sudah menjadi guru besar.

 

Kontroversi pertama, kata Sofian, Jokowi masuk Fakultas Kehutanan UGM dengan bekal lulus SMPP Surakarta.

 

"Ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa langsung masuk UGM. Ini yang menjadi kontroversi,” kata Sofian dalam wawancaranya dengan Rismon Sianipar yang dikutip dari Balige Academy, Kamis 17 Juli 2025.

 

Menurut Sofian, pada 1980 tercatat ada dua mahasiswa bernama Hari Mulyono dan Joko Widodo masuk Fakultas Kehutanan. Hari Mulyono dikenal sebagai aktivis pendiri Sifa Gama dan lulus pada 1985.

 

“Sedangkan Jokowi, menurut profesor dan mantan dekan, tidak lulus dalam penilaian. Ada empat semester dinilai, sekitar 30 mata kuliah, IPK sekitar 2,” kata Sofian.

 

Sofian mengatakan, berdasarkan transkrip nilai yang pernah dilihatnya, IPK Jokowi tidak mencapai 2.

 

“Kalau sistemnya masih sarjana muda dan doktoral, seharusnya dia tidak lulus. Dua tahun pertama IPK-nya tidak memenuhi. Kalau memenuhi, otomatis lanjut ke sarjana,” kata Sofian.

 

Dalam kesempatan tersebut, Sofian turut menyinggung skripsi Jokowi.

 

“Saya pernah tanya, skripsinya kok kosong. Dijawab memang tidak diuji. Tidak ada tanggal dan tanda tangan penguji,” kata Sofian.

 

Sofian menyimpulkan, jika benar memiliki ijazah asli, kemungkinan itu adalah ijazah sarjana muda (BSc).

 

“Tapi kalau ijazah skripsi sarjana (S1), menurut informasi itu, Jokowi tidak punya,” tutup Sofian. (*)


Mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo/Ist 

 

JAKARTA — Posisi mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan Jokowi, masih kuat secara politik, kendati sejumlah isu mencuat di publik, seperti dugaan ijazah palsu dan keterlibatannya dalam kasus pedagang minyak M Riza Chalid.

 

Pengamat Citra Institute, Efriza menilai kasus yang menyangkut nama Jokowi belum memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga isu-isu yang muncul hanya menggerus citra positif ayah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tersebut.

 

"Harus diakui, Jokowi hingga hari ini belum terbukti bersalah atau terlibat dalam kejahatan, sebab belum adanya vonis pengadilan, yang merubah posisi status dirinya, tetapi jika ia tercoreng citranya," ujar Efriza kepada RMOL, Kamis 17 Juli 2025.

 

"Misalnya, terpantulkan karena berbagai kasus seperti dugaan ijazah palsu, coba diungkap lagi kasus Riza Chalid. Dan ini akan dianggap oleh sebagian publik sebagai citra seorang mantan presiden yang tidak benar-benar bersih," sambungnya.

 

Menurutnya, citra negara juga tidak lantas menjadi tercoreng karena beberapa kasus hukum yang tengah berproses disebut-sebut ada keterlibatan Jokowi, dengan dugaan penyalahgunaan wewenang sebagai kepala pemerintahan.

 

"Saat ini, fakta-fakta hukumnya belum mendukung hal itu, bahkan Jokowi tampak masih tangguh dalam menghadapi berbagai problematika yang membelitnya pasca tidak lagi menjabat sebagai Presiden," tuturnya.

 

Oleh karena itu, magister ilmu politik Universitas Nasional (UNAS) itu meyakini Jokowi masih tidak tergoyahkan pengaruhnya dalam dinamika politik nasional, sehingga masih belum terbukti dalam kasus-kasus hukum yang sedang berjalan.

 

"Jokowi memang saat ini tidak lagi menjabat, tapi ia masih memiliki pengaruh politik," demikian Efriza. (**)

 

Rektor UGM periode 2002-2007 Prof Sofian Effendi (tangkapan layar Youtube) 

 

JAKARTA — Sempat bikin geger, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) 2002-2007, Prof. Sofian Effendi tiba-tiba mencabut semua pernyataannya terkait gelar sarjana mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi, yang ada dalam video di YouTube.

 

Diketahui, dalam video berjudul "Mantan Rektor UGM Buka-Bukaan! Prof Sofian Effendy Rektor 2002-2007! ljazah Jokowi & Kampus UGM!", pada 16 Juli 2025, Sofian Effendi menegaskan bahwa Jokowi tidak pernah lulus dari Fakultas Kehutanan karena IPK-nya kurang dari 2.

 

"Sehubungan dengan itu, saya menarik semua pernyataan saya di dalam video tersebut dan memohon agar wawancara dalam kanal YouTube tersebut ditarik dari peredaran," kata Sofian dalam keterangan tertulis yang dikutip Kamis 17 Juli 2025.

 

Dalam pernyataannya, Sofian menegaskan bahwa keterangan Rektor UGM Prof. Dr. Ova Emilia tertanggal 11 Oktober 2022 memang sesuai dengan bukti-bukti yang tersedia di Universitas.

 

"Saya mohon maaf setulus-tulusnya kepada semua pihak yang saya sebutkan pada wawancara tersebut," kata Sofian.

 

Lewat surat surat pernyataannya tersebut, Sofian berharap agar wacana tentang ijazah tersebut dapat diakhiri. Terima kasih.

 

Berikut pernyataan lengkapnya:

 

Pernyataan Sofian Effendi

 

Terkait dengan informasi yang tersebar dari live streaming di kanal YouTube Langkah Update dengan Judul “Mantan Rektor UGM Buka-Bukaan! Prof Sofian Effendy Rektor 2002-2007! ljazah Jokowi & Kampus UGM!” pada tanggal 16 Juli 2025 tentang ijazah atas nama Bapak Joko Widodo, saya menyatakan bahwa pernyataan Rektor UGM Prof. Dr. Ova Emilia tertanggal 11 Oktober 2022 memang sesuai dengan bukti-bukti yang tersedia di Universitas. Sehubungan dengan itu, saya menarik semua pernyataan saya di dalam

 

video tersebut dan memohon agar wawancara dalam kanal YouTube tersebut ditarik dari peredaran.

 

Saya mohon maaf setulus-tulusnya kepada semua pihak yang saya sebutkan pada wawancara tersebut.

 

Demikian pernyataan saya dan saya sangat berharap agar wacana tentang ijazah tersebut dapat diakhiri. Terima kasih.

 

Yogyakarta, 17 Juli 2025

 

Yang menyatakan,

 

Ttd

Prof. Dr. Sofian Effendi

Mantan Rektor UGM 2002-2007. (rmol)

 

Joko Widodo alias Jokowi 

 

JAKARTA — Kasus korupsi yang mencuat melibatkan pedagang minyak M Riza Chalid menjadi babak baru dalam kisruh dan kesewenang-wenangan mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo alias Jokowi pasca lengser dari jabatannya pada Oktober 2024.

 

Pengamat Citra Institute, Efriza menilai kasus dugaan korupsi pengelolaan hasil kilang minyak mentah periode 2018-2023 berpotensi mengungkap penyalahgunaan wewenang oleh Jokowi.

 

"Pengungkapan tindakan Jokowi yang dianggap penyalahgunaan kekuasaan selama memerintah, belum sekalipun dapat menunjukkan Jokowi berada di ujung tanduk," ujar Efriza kepada RMOL, Selasa 15 Juli 2025.

 

"Tetapi dianggap membuat Jokowi pasca tidak lagi menjabat sebagai presiden menghadapi kondisi tidur tidak nyenyak mungkin ini yang tepat," sambungnya.

 

Menurutnya, salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan Jokowi saat masih memerintah, yakni dari Riza Chalid yang buron usai ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

 

"Tulisan Said Didu yang dinyatakan fakta dan ada bukti-buktinya, sebenarnya bisa menjadi dasar jika ingin membuka kembali (penyalahgunaan wewenang Jokowi)," kata Efriza.

 

Hanya saja, Efriza memandang tulisan Said Didu belum memiliki bukti kuat untuk diproses lebih lanjut oleh penegak hukum, di samping juga ada kasus-kasus lainnya yang menyangkut Jokowi seperti dugaan ijazahnya yang palsu.

 

"Ini baru sekadar awal babak baru saja dari serangan terhadap Jokowi. Semestinya Said Didu membawa bukti-buktinya ke lembaga hukum seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Kejaksaan, atau Kepolisian," kata Efriza.

 

"Sehingga pernyataan maupun tulisannya tersebut tidak bernilai opini atau tuduhan, maupun sinisme semata, tetapi melainkan sudah dalam posisi hukum," demikian Efriza. (***)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.