Rismon Hasiholan Sianipar, pakar forensik digital
JAKARTA — Pakar digital forensik sekaligus
penuduh ijazah Jokowi, Rismon Hasiholan Sianipar menduga ada tekanan yang
membuat mantan Rektor UGM Prof Sofian Effendi mencabut pernyataannya terkait
riwayat kuliah dan ijazah Jokowi.
Pencabutan pernyataan tersebut disampaikan Prof. Sofian dalam
surat yang ditandatanganinya tertanggal 17 Juli 2025.
Surat Pernyataan Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM),
Prof. Sofian Effendi soal ijazah Jokowi
"Jadi kalau pernyataan yang ditarik dari secarik kertas
itu, kalau saya ya menginterpretasikan bahwa ada tekanan yang cukup besar yang
sampai saat ini belum bisa kita ungkapkan apa itu," ujar Rismon dikutip
dari Youtube Langkah Update, Jumat, 18 Juli 2025.
Dalam pernyataan sebelumnya Prof Sofian mengaku bahwa Jokowi
tidak pernah lulus sebagai sarjana penuh (S1) dari UGM.
Dalam wawancara bersama Rismon, Prof Sofian menyatakan bahwa
Jokowi hanya menyelesaikan program sarjana muda (B.Sc) dan tidak memenuhi
syarat untuk ujian skripsi.
Prof. Sofian juga menyinggung bahwa skripsi yang diklaim
milik Jokowi tidak pernah diuji dan tidak memiliki tanda tangan pembimbing,
bahkan diduga merupakan hasil contekan pidato ilmiah Prof. Sunardi:
Dia juga bahkan menyebut bahwa ijazah yang beredar saat ini
diduga milik Hari Mulyono, saudara ipar Jokowi yang meninggal pada 2018.
Rismon tak aneh dengan sikap Prof Sofian yang mencabut
pernyataan sehari setelah video wawancaranya diuplod ke Youtube. Di usia
lanjut, kata dia, siapapun sangat mudah ditekan.
"Saya kan pernah punya kakek yang lebih kurang seusia
Profesor Sofian Effendi ya. Artinya, secara psikologis itu gampang ditekan,
diberikan pressure gitu. Jadi ya beliau bisa saja mengalami tekanan yang cukup
besar ya," tuturnya mengulas.
Meski begitu Rismon menyesalkan sikap publik yang cenderung
mulai mengolok-olok Prof. Sofian Effendi mencabut pernyataannya.
"Jadi janganlah cepat kita menuding apalagi yang kita
bicarakan ini bukan orang yang sembarangan loh ya. Ini profesor yang banyak
dikagumi orang dengan idealismenya. Jangan cepat kita mencibir tanpa mengetahui
alasan yang sesungguhnya" demikian Rismon menambahkan. (rmol)