Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong /Ist
JAKARTA — Pakar keuangan negara, Dr. Hamdani,
menilai penahanan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom
Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula terlalu tergesa-gesa dan tidak
didukung bukti memadai.
Ia mengatakan tuduhan terhadap Tom terkesan dipaksakan,
apalagi tidak ada bukti penerimaan aliran dana.
“Jaksa sendiri mengakui bahwa Tom Lembong tidak terbukti
menerima aliran dana dalam bentuk apapun, baik suap maupun gratifikasi. Jadi
kerugian negara tidak ada yang dinikmati oleh Tom Lembong. Ini menjadi aneh,”
ujar Hamdani lewat kanal YouTube Hersubeno Point, Kamis, 10 Juli 2025.
Ia menambahkan bahwa dalam perkara korupsi, terdakwa biasanya
memiliki kaitan langsung dengan aliran dana. Namun dalam kasus ini, unsur
tersebut tidak terpenuhi, bahkan jaksa tetap menuntut Tom Lembong dengan
hukuman tujuh tahun penjara.
Hamdani juga merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Nomor 25/PUU-XIV/2016, yang menyatakan bahwa tindak pidana korupsi merupakan
delik material.
Artinya, suatu perbuatan baru bisa dikategorikan sebagai
korupsi jika terbukti menimbulkan kerugian negara dan/atau menguntungkan diri
sendiri atau pihak lain.
“Kalau tidak ada kerugian negara, atau tidak ada pihak yang
diuntungkan, maka unsur korupsinya tidak terpenuhi. Mau ada kesalahan prosedur
atau kekeliruan administratif, itu tidak soal,” jelasnya.
Selain itu, Hamdani menyoroti dasar tuntutan jaksa yang hanya
merujuk pada hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ia
menilai hal itu tidak cukup kuat, apalagi audit BPKP baru muncul setelah Tom
Lembong ditahan selama 84 hari.
“Sebetulnya Tom Lembong ini terlalu dini terlalu dipaksakan untuk ditahan. Hasil audit BPKP muncul setelah Tom ditahan 84 hari. Jadi sebenarnya Tom Lembong mengalami penahanan secara tidak sah,” pungkasnya. (rmol)