Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Muhammad Rifqinizamy
Karsayuda di Kompleks Parlemen, Jakarta, 24 Juli 2025. Tempo/Dian Rahma
JAKARTA — Ketua Komisi II DPR Muhammad
Rifqinizamy Karsayuda mempertanyakan keputusan Komisi Pemilihan Umum yang
membatasi akses publik terhadap dokumen calon presiden dan wakil presiden.
Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tentang Pembatasan
Persyaratan Dokumen Calon Presiden dan Wakil Presiden, yang mengatur pembatasan
tersebut, seharusnya sudah terbit sebelum tahapan Pemilu 2024 berlangsung.
“Waktunya semestinya dibuat sebelum tahapan pemilu
berlangsung, bukan setelahnya,” kata Rifqi, lewat keterangan tertulis, pada
Senin, 15 September 2025.
Rifqi mengatakan idealnya seluruh aturan kepemiluan diatur
berdasarkan undang-undang maupun Peraturan KPU.
Ia berpendapat, dokumen persyaratan peserta pemilu, baik
calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden, maupun kepala
daerah, pada prinsipnya harus terbuka bagi publik. Ketentuan Ini sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Dokumen persyaratan pencalonan bukan merupakan rahasia
negara dan tidak mengganggu privasi seseorang. Justru sebagai bagian dari
transparansi dan akuntabilitas pemilu, dokumen itu seharusnya bisa diakses
publik,” kata dia.
Politisi Partai NasDem ini mengingatkan bahwa selama ini
sejumlah situs kepemiluan justru telah membuka akses luas terhadap dokumen
calon anggota legislatif, termasuk visi-misi, surat keterangan catatan
kepolisian, hingga ijazah.
Karena itu, ia meminta KPU memberikan klarifikasi terbuka
agar keputusan tersebut tidak menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
“Publik saat ini sangat membutuhkan transparansi dan
akuntabilitas dari semua lembaga negara, terlebih lembaga demokrasi yang
mengurus pemilu. Jangan sampai keputusan seperti ini menimbulkan simpang siur
dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Pembatasan akses publik itu tertuang dalam Keputusan KPU
Nomor 731 Tahun 2025 tentang Pembatasan Dokumen Persyaratan Calon Presiden dan
Wakil Presiden, yang diterbtikan pada 21 Agustus 2025.
Keputusan KPU itu memuat 16 dokumen persyaratan calon
presiden dan calon wakil presiden yang dikecualikan dari akses publik. Dokumen
itu meliputi surat keterangan kesehatan, surat tanda terima laporan harta
kekayaan, dan dokumen pernyataan pribadi.
Surat yang diteken Kepala Biro Hukum KPU dan Ketua KPU
Afifudin itu berlaku selama lima tahun atau sampai 2030. Dokumen itu dapat
dibuka apabila pemilik dokumen memberikan persetujuan.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin menjelaskan keputusan tersebut
mengacu pada Pasal 27 ayat (1) Peraturan KPU tentang Pengelolaan dan Pelayanan
Informasi Publik di KPU RI, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Selain itu, kata Afifuddin, Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik telah mengatur informasi publik yang dikecualikan.
Ia mengklaim lembaganya telah melakukan uji konsekuensi sebagaimana yang dimuat
dalam lampiran keputusan KPU tersebut.
Afifuddin mengklaim keputusan lembaganya membatasi akses dokumen calon presiden dan wakil presiden bukan upaya melindungi tokoh tertentu. "Tidak ada yang dilindungi karena ini ada uji konsekuensi yang harus kami lakukan," kata Afifuffin, pada Senin, 15 September 2025. (tempo)