Mantan Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka/Ist 

 

JAKARTA — Aktivis demokrasi Ray Rangkuti menegaskan pemakzulan presiden dan wakil presiden tidak harus dilakukan sekaligus. Pernyataan itu menanggapi pernyataan mantan Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi yang mengatakan jabatan presiden dan wakil presiden merupakan satu kesatuan.

 

“Jelas tidak satu paket. Pasal 7A UUD 1945 menyebutkan secara eksplisit presiden dan/atau wakil presiden. Artinya bisa salah satu, tidak harus keduanya,” kata Ray dalam diskusi publik bertema "Menuju Pemakzulan Gibran: Sampai Kemana DPR Melangkah?" yang digelar Formappi, Jalan Matraman Raya, Jakarta Pusat, Rabu 18 Juni 2025.

 

Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) itu  mencontohkan sejarah politik Indonesia yang membuktikan hal tersebut.

 

“Mohammad Hatta pernah mundur dari jabatan wakil presiden, tapi Soekarno tetap menjabat. Kalau satu paket, maka Soekarno juga harus mundur,” jelasnya.

 

Contoh lain, lanjut Ray, adalah ketika Presiden Soeharto mengundurkan diri dan Wakil Presiden B.J. Habibie naik menggantikan.

 

Hal yang sama terjadi saat Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dimakzulkan dan Megawati Soekarnoputri naik sebagai presiden.

 

“Pencalonannya memang satu paket, tapi pemakzulannya bisa sendiri-sendiri. Jadi jelas ini bukan soal satu paket,” tegasnya.

 

Ray juga mempertanyakan motif di balik pernyataan Jokowi yang seolah-olah ingin membidik Presiden Prabowo Subianto jika Wapres Gibran Rakabuming Raka dimakzulkan.

 

"Masa mantan presiden dengan tingkat kepuasan publik 80 persen tidak paham hal begini?” sindir Ray Rangkuti. (rmol)

 

Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.