Latest Post

Viral siapa pemilik kapal pengangut nikel di Raja Ampat. (Sumber: X/@MurtadhaOne1) 

 

JAKARTA — Kawasan Geopark Raja Ampat di Papua Barat Daya, yang dikenal luas sebagai “surga terakhir di timur”, tengah menghadapi sorotan tajam akibat aktivitas penambangan nikel yang telah memicu kekhawatiran lingkungan dan kecaman publik yang meluas.

 

Isu ini pun menyeret nama mantan Presiden Joko Widodo dan istrinya, Iriana, dalam dugaan konflik kepentingan terkait pengangkutan nikel oleh kapal bernama JKW Mahakam dan Dewi Iriana.

 

Aktivitas tambang di Pulau Gag, Raja Ampat, dilakukan oleh PT Gag Nikel, anak perusahaan patungan antara PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan perusahaan asal Australia.

 

Izin usaha tambang tersebut diterbitkan pada 2017 ketika Joko Widodo menjabat sebagai presiden, dan Ignasius Jonan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

 

Dugaan Keterkaitan dengan Keluarga Jokowi

Di media sosial dan sejumlah portal berita, beredar daftar kapal tongkang yang disebut terlibat dalam pengangkutan nikel dari wilayah Raja Ampat dan Maluku Utara.

 

Dua kapal yang paling disorot adalah JKW Mahakam 6 dan Dewi Iriana 6, yang dirumorkan milik keluarga mantan presiden.

 

Namun, penelusuran yang dilakukan oleh Hersubeno Arief menunjukkan bahwa kapal-kapal tersebut dimiliki oleh PT IMC Pelita Logistik Tbk, sebuah perusahaan logistik dan transportasi laut yang telah tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak 5 Desember 2017 dengan kode saham PSSI.

 

Perusahaan ini sebelumnya dikenal dengan nama PT Pelita Samudera Shipping Indonesia.

 

Menurut informasi yang dapat diakses publik melalui situs resmi dan data BEI, PT IMC Pelita Logistik Tbk beralamat di Menara Astra, Jakarta, dan tidak terdapat nama Joko Widodo maupun Iriana dalam struktur kepemilikan saham maupun jajaran direksi dan komisaris.

 

Nama JKW pada kapal tersebut dijelaskan sebagai singkatan dari "Jasa Konstruksi Wisma", bukan merujuk pada inisial Joko Widodo.

 

Sementara nama Dewi Iriana dinilai sebagai kemiripan kebetulan tanpa bukti hubungan langsung dengan Ibu Negara periode 2014–2024.

 

Pemerintah dan Tokoh Publik Soroti Isu Lingkungan

Isu penambangan nikel di Raja Ampat memicu reaksi luas. Tagar #SaveRajaAmpat menggema di media sosial, dan sejumlah tokoh publik ikut angkat suara.

 

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyuarakan perlunya penyelamatan kawasan wisata Geopark Raja Ampat.

 

Artis Cinta Laura, yang sebelumnya mempromosikan Raja Ampat dalam ajang Festival Film Cannes di Prancis, turut menyatakan penolakannya terhadap eksploitasi sumber daya alam di kawasan tersebut.

 

Pemeriksaan Regulasi dan Kepatuhan Tambang

 

Kementerian ESDM menyatakan bahwa PT Gag Nikel beroperasi sesuai regulasi dan tidak melanggar aturan.

 

Kementerian Lingkungan Hidup mencatat terdapat lima perusahaan tambang di kawasan tersebut, dan hanya tiga di antaranya yang tengah dievaluasi karena dugaan pelanggaran.

 

Meski publik tetap mencurigai keterlibatan elite politik dalam proyek-proyek tambang, bukti resmi tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara keluarga Joko Widodo dengan perusahaan logistik pengangkut nikel di Raja Ampat.

 

Kecurigaan terhadap nama-nama kapal seperti JKW Mahakam dan Dewi Iriana tampaknya berakar pada kemiripan nama semata. (poskota


Pendakwah Ustaz Muhammad Yahya Waloni/Ist 

 

JAKARTA — Setelah meninggal dunia saat menyampaikan khotbah Jumat kemarin, Ustaz Yahya Waloni kembali menjadi sorotan publik pada potongan ceramahnya tahun lalu viral di media sosial.

 

Dalam khotbah yang penuh kekuatan ini, ia menyampaikan kritik keras terhadap kondisi umat Islam dan para pemimpin nasional yang ia sebut sebagai orang-orang munafik agama.

 

Ustaz Yahya menyampaikan kekecewaannya terkait lunturnya semangat perjuangan dalam dakwah Islam.

 

Ia mengatakan, banyak tokoh yang dulunya berada di garda terdepan, kini memilih bungkam dan takut bersuara.

 

"Saya juga melihat bahwa kawan-kawan kita semua ini semakin hari Islam ini semakin hancur. Coba perhatikan, tadinya kami di baris terdepan dalam perjuangan dakwah ini ndak ada satupun, harap kepada siapa, semuanya pada tiarap, semua pada takut," ujar Yahya dikutip pada Minggu (8/6/2025).

 

Ia pun mengisyaratkan kesedihannya menyaksikan wafatnya para tokoh agama satu per satu, termasuk Habib Hasan Assegaf dan istri dari Habib Rizieq Shihab.

 

Tak segan, ia menyatakan bahwa dirinya juga siap jika sewaktu-waktu menyusul mereka.

 

"Jangan-jangan nanti insyaallah tahun depan ndak ada lagi nama saya, sudah kembali ke Rahmatullah. Itu yang saya tunggu-tunggu, lama sekali ya Allah. Lama sekali kau panggil saya mati," katanya dengan suara bergetar.

 

Yahya mengaku istrinya sampai menegurnya karena sering mendoakan kematian dalam doanya.

 

Namun, ia menegaskan bahwa kondisi bangsa, khususnya dominasi pemimpin yang menurutnya munafik terhadap ajaran Islam, membuatnya merasa lebih baik mati.

 

"Menangis saya, dalam doa itu menangis, mengapa bangsa yang mayoritas Islam ini tapi dari atas, pemimpin, sampai pejabat yang ada di pedesaan munafik terhadap agama ini. Ya Allah lebih baik mati daripada melihat ini," tegasnya.

 

Ia juga menyentil para tokoh politik dan aktivis yang dinilai tak mampu menghadapi satu sosok yang dianggap sebagai simbol kekuasaan.

 

Dalam konteks ini, ia menyebut nama Presiden Joko Widodo secara tidak langsung.

 

"Bukan karena Jokowi yang kuat, siapa? Dosa kita semua. Terlalu banyak orang munafik. Saya curiga jangan-jangan pejabat kita ini 80 persen adalah golongan munafik," ungkapnya, tajam.

 

Ustaz Yahya bahkan menyebut nama Haikal Hasan sebagai contoh tokoh yang menurutnya telah berkhianat terhadap perjuangan dakwah.

 

Ia juga menyinggung tentang ustaz atau kiai yang bisa dibungkam dengan uang.

 

"Kiyai, Ustaz, disorong Rp1 miliar, Rp3 miliar, contoh itu yang mulutnya bicara sampai berbusa-busa, dulu di barisan kita itu. Haikal Hasan itu," tukasnya.

 

Ia menantang mereka yang tidak terima dengan ucapannya untuk menemuinya langsung.

 

"Kalau pengkhianat tetap pengkhianat, pengikut Haikal Hasan, tunggu saya pulang, cegat saya di jalan,” ucapnya.

 

Yahya juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah ciut meski sempat dipenjara.

 

"Woi ciut bagaimana kawan? Justru saya tambah radikal. Sekali harimau, tetap harimau. Nggak pernah jadi kucing. Nggak pernah jadi penjilat. Ular kepala dua. Inilah cara yahudi,” katanya, lantang.

 

Di akhir ceramahnya, ia menegaskan bahwa ia lebih memilih menghadapi musuh terang-terangan daripada pengkhianat yang menikam dari belakang.

 

"Lebih baik menghadapi seribu pembunuh daripada menghadapi satu pengkhianat,” kuncinya. (fajar)


Pendakwah Ustaz Muhammad Yahya Waloni/Ist 

 

PURWAKARTA — Pemakaman sang pendakwah Ustaz Muhammad Yahya Waloni yang meninggal dunia pada Jumat (6/6/2025) di usia 55 tahun saat memberikan khutbah Jumat di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, digelar secara sederhana di Kampung Cilimus, Desa Darangdan, Darangdan, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (7/6/2025).

 

Ustad Yahya yang dikenal tegas dalam menyampaikan ajaran Islam melibatkan santri, kerabat, dan penggemarnya dari berbagai daerah dalam pemakamannya.

 

Dari unggahan akun YouTube Fakta News dalam dua unggahan video pendek, Sabtu (7/6), beberapa pengusung jenazahnya terlihat mengenakan seragam FPI berwarna putih.

 

Berikut lima fakta pemakaman Ustad Yahya Waloni yang dilaksanakan secara sederhana di Desa Cilimus, Purwakarta, Jawa Barat:

 

1. Pemakaman Diantar Laskar FPI Purwakarta

 

Dari keterangan atau narasi video pendek yang diunggah You Tube Fakta News, Ustadz Yahya Waloni diantar ke peristirahatan terakhir oleh keluarga, murid dan penggemarnya salah satunya disebut dari Laskar FPI Purwakarta. Pengantaran almarhum ke tempat terakhir oleh para laskar FPI Purwakarta, Sabtu (7/6/2025). “Alfatihah Ustaz Yahya Waloni,” kata akun You Tube Fakta News.

 

2. Pemakaman Umum

 

Dari deretan kuburan yang terlihat di lokasi, Ustaz Yahya Waloni dimakamkan di pemakaman Desa Darangdan, Kecamatan Darangdan, Purwakarta, Jabar.

 

3. Rumah Mengontrak di Cibubur

 

Fakta Ustaz Yahya Waloni mengontrak rumah di Cibubur Jakarta Timur ini disampaikan Ustaz Abdul Somad (UAS) dalam unggahan media sosialnya.

 

“Dapat hidayah. Masuk Islam. Keliling berdakwah. Nyetir sendiri. Sampai di Jambi, mobilnya rusak. Dibawa ke bengkel. Mesin hancur karena tidak pernah diservis. Mau diganti tim UAS Jambi mobil baru. Ternyata mobil yang rusak itu belum lunas,” kata UAS.

 

"Ditawarkan tim tinggal di apartemen. Dia tidak mau. Ternyata rumahnya masih ngontrak. Dia melihat dunia ini setengah sayap nyamuk," tulis UAS kembali mengenang Ustadz Yahya Waloni di akun @ustadzabdulsomad.

 

4. Bela UAS Saat Dibully

 

UAS juga mengenang Ustadz Yahya Waloni sebagai orang yang lantang membelanya saat dirinya dibully dan diberitakan beberapa tahun lalu sebagai ustadz radikal, Yahya Waloni tampil di depan membelanya.

 

"Saat saya dibully, dipersekusi, dilaporkan dst. Beliau lantang membela saya. Beliau hanya takut pada Allah. Hari ini Allah buktikan batinnya. Beliau wafat hari Jumat. Khotib Jumat. Hari mulia 10 Zulhijjah. Bulan mulia. Allah beri beliau kemuliaan. Selamat jalan Ustadz Yahya Waloni," ujar UAS lagi.

 

5. Meninggal saat Khutbah di Masjid

 

Ustadz Yahya Waloni meninggal saat khutbah Jumat di Masjid Darul Falah Kota Makassar, Sulsel, yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha bagi umat Islam.

 

“Telah berpulang ke Rahmatullah Ustadz DR Yahya Waloni (Mantan Pendeta yang mengislamkan Ribuan Orang). Jumat tgl 6 juni 2025/10 dzulhijjah 1446 H. Wafat saat khutbah kedua Sholat Jumat,” kata Ustadz Ahmad Alhabysi di akun akun Instagram @ahmadalhabysi_real, Jumat (6/6).

 

Demikian fakta-fakta meninggalnya Ustaz Yahya Waloni dan pemakamannya yang dilakukan di Kampung Cilimus Desa Desa Darangdan, Darangdan, Purwakarta, Jabar, Sabtu (7/6/2025). (***)


Ustaz Dr. H. Muhammad Yahya Yopie Waloni/Ist  


OLEH : AHMADIE THAHA 

DI Masjid Darul Falah, Makassar Sulawesi Selatan, Jumat siang, 6 Juni 2025, udara masih harum oleh jejak pagi. Minyak wangi masih merebak dari baju gamis jamaah yang baru saja menunaikan salat Iduladha. Ketupat dan opor masih hangat dalam ingatan.

 

Belum lama mereka pulang sebentar ke rumah, mengganti baju koko, lalu kembali lagi ke masjid untuk salat Jumat -- karena hari raya tetap tidak membatalkan kewajiban mingguan.

 

Dan di atas mimbar, berdiri sosok yang suaranya dikenal lebih lantang dari toa masjid: Ustaz Dr. H. Muhammad Yahya Yopie Waloni, M.Th. Usianya menjelang 55 tahun.

 

Beliau berkhutbah tentang pengorbanan. Ayat demi ayat, hadits demi hadist, meluncur dari bibirnya seperti biasanya. Suaranya membakar, mengguncang, kadang-kadang juga menyulut kontroversi. 

 

Tapi siang itu, ada ketenangan aneh dalam suaranya. Ia bicara tentang Nabi Ibrahim dan Ismail, tentang ketundukan total pada kehendak Ilahi. Mungkin, tanpa disadari, ia sedang mengisyaratkan sebuah perpisahan.

 

Lalu -- seperti potongan film yang terlalu dramatis untuk kenyataan -- suara itu mengecil. Bibirnya seperti masih hendak bicara, tapi suaranya terhisap. Tubuhnya lunglai, kemudian jatuh menggebrak ke lantai mimbar.

 

Tak ada efek suara. Hanya kesunyian yang mendadak menggigit. Jemaah panik. Sujud pun tertunda. Shalat Jumat diinterupsi oleh kenyataan: sang khatib tak bergerak. Innalillahi wa inna ilayhi rajiun.

 

Meninggal di atas mimbar seperti itu adalah cita-cita sebagian pendakwah. Mungkin juga kita. Tapi sedikit yang betul-betul “dijemput” Allah saat masih menggenggam tugasnya.

 

Yahya Waloni, mantan pendeta yang menjadi pendakwah Islam, tampaknya telah menyelesaikan naskah hidupnya di titik paling dramatis. Di atas mimbar. Dalam khutbah tentang pengorbanan.

 

Namun, jangan buru-buru menjadikannya bak malaikat. Sosok ini adalah tokoh yang penuh warna  -- dan terkadang over --saturasi. Yahya Waloni bukan pendakwah kalem ala Ustaz Abdul Somad atau dai televisi yang sopan dan rapi seperti Aa Gym.

 

Ia dikenal sebagai juru bicara Islam “garis keras”, bersuara lantang, dan… yah, cukup senang menabrak tembok toleransi. Dalam daftar kontroversinya: menyebut kitab suci agama lain sebagai palsu, sehingga dijatuhi vonis lima bulan penjara karena ujaran kebencian.

 

Dalam dunia medsos, ia dijuluki “Ustaz Pansos” -- alias Panjat Sosial, label sinis yang, ironisnya, malah menambah popularitasnya. Tapi, apakah semua itu membatalkan nilai perjuangannya? Belum tentu. Tentu tidak.

 

Fakta tak bisa dibantah: ia adalah seorang mualaf yang memilih jalan Islam dengan total. Islam kaffah, bahkan bersama istrinya yang juga muallafah.

 

Ustaz yang lahir di kota Manado pada 30 November 1970 dari keluarga Kristen Minahasa yang taat ini pernah memimpin sekolah teologi Kristen. Lalu ia meninggalkan semuanya untuk menyatakan syahadat.

 

Tidak mudah menjadi mualaf di usia matang, apalagi setelah menjadi tokoh dalam agama sebelumnya. Ia kehilangan teman, posisi, dan -- mungkin juga -- rasa aman. Tapi ia tetap maju. Dalam gaya yang kadang bikin jemaah mengangguk, kadang menggeleng, tapi tak pernah membuat mereka diam.

 

Dan di sinilah kita perlu jujur: tak semua yang keras itu jahat, tak semua yang lembut itu benar. Yahya Waloni adalah potret Islam yang bergulat dengan realitas pluralisme di Indonesia, tapi punya batasan akidah yang tak bisa ditawar.

 

Sebagian melihatnya sebagai pembela akidah. Sebagian lagi melihatnya sebagai pembelah harmoni. Ia adalah semacam refleksi keras kepala dari kita semua yang tak selesai berdamai dengan sejarah konversi, trauma kolonial, dan luka-luka teologis.

 

Tapi apa pun penilaian kita, kematiannya di mimbar adalah simbol yang tidak bisa diremehkan. Bayangkan: ia menghembuskan napas terakhir di hadapan jemaah. Di atas mimbar. Di Hari Raya, persis saat jutaan haji bersatu di padang Arafah. Di sela khutbah tentang pengorbanan. Dan di hari Jumat!

 

Apakah itu kebetulan? Atau skenario ilahi dengan naskah paling puitis sekaligus suci?

 

Tubuhnya memang dilarikan ke RS Bahagia -- nama rumah sakit yang sangat ironis dalam konteks duka. Tapi bagi sebagian orang, terutama mereka yang percaya bahwa hidup adalah medan jihad ideologis, ia tidak wafat biasa. Ia syahid di jalan dakwah.

 

Dan seperti biasa, setelah jenazah dikafani, media sosial pun mulai mengkafani narasi. Ada yang mengenangnya sebagai pahlawan iman. Ada yang mengecamnya sebagai provokator.

 

Tapi mungkin, Yahya Waloni akan tersenyum dari alam sana, sebab seperti yang biasa ia ucapkan: “Biar saya yang maki, yang penting kamu mikir.” Kini, setelah ia tak bisa bicara lagi, kita yang mesti berpikir.

 

Tentang cara menyampaikan dakwah tanpa melukai. Tentang bagaimana menjaga akidah tanpa membakar jembatan kemanusiaan. Dan tentang bagaimana, kadang, satu nyawa yang padam bisa lebih nyaring dari seribu ceramah.

 

Selamat jalan, Ustaz Yahya Waloni. Akhir hidupmu mungkin bukan akhir damai. Tapi siapa tahu, itu awal dari percakapan baru -- yang lebih jujur, lebih terbuka, dan lebih manusiawi, tentu tanpa pernah harus mengorbankan akidah. (*)

 

(Penulis adalah Wartawan Senior dan Pengasuh Ma’had Tadabbur Quran)

 

Screenshot Ustaz Yahya Waloni saat memberikan khutbah pada hari Jumat (6/6/2025) di Masjid Darul Falah, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 


JAKARTA — Ustaz Abdul Somad (UAS) menyampaikan rasa belasungkawa atas meninggalnya Ustaz Yahya Waloni saat memberikan khutbah pada Jumat (6/6/2025). UAS pun menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan Ustaz Yahya Waloni.

 

"Beliau sudah hidup mapan. Jadi rektor. Gaji besar. Duit banyak. Dapat hidayah. Masuk Islam. Keliling berdakwah. Nyetir sendiri," ujar UAS melalui akun media sosial Facebook miliknya, dikutip Jumat (6/6/2025).

 

Sampai di Jambi, lanjut UAS, mobilnya rusak. Dibawa ke bengkel. Mesin hancur karena tidak pernah diservice. Mau diganti tim UAS Jambi mobil baru. Ternyata mobil yang rusak itu belum lunas.

 

Ditawarkan Tim tinggal di apartemen. Beliau tidak mau. Ternyata rumahnya masih ngontrak. "Beliau melihat dunia ini setengah sayap nyamuk," sambung UAS.

 

"Saat saya dibully, dipersekusi, dilaporkan dan seterusnya. Beliau lantang membela saya. Beliau hanya takut kepada Allah," urai UAS.

 

Hari ini, kata UAS, Allah buktikan batinnya. Ustaz Yahya Waloni wafat hari Jumat. Khotib Jumat. Hari mulia 10 Zulhijjah. Bulan mulia.

 

"Allah beri beliau kemuliaan.

Selamat jalan Ustadz Yahya Waloni," tutup dai kondang tersebut.

 

Sosok Ustaz Yahya Waloni, Meninggal Dunia saat Khutbah Jumat di Makassar

 

Diketahui, Ustaz Yahya didulat sebagai khatib Jumat di Masjid Darul Falah. 

 

Menurut kabar, ia dan istrinya, Sitti Mutmainnah (34), menginap di Hotel Prima di Jalan Dr Sam Ratulangi.

 

Sekitar pukul 10.30 Wita, panitia menjemputnya ke masjid dan beliau masih sempat menyaksikan proses penyembelihan hewan kurban.

 

Setelah azan berkumandang pada pukul 12.05 Wita, ia menaiki mimbar dan menyampaikan khutbah bertema, “Kekuatan Iman Melalui Ujian Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail”.

 

Di tengah khutbah kedua, sebelum memasuki doa, kondisi Ustaz Yahya mendadak memburuk.

 

“Masih sempat berdiri dan mengingatkan pentingnya bertauhid kepada Allah SWT,” kata Harfan Jaya Sakti (39), Sekretaris Pengurus Masjid Darul Falah, yang duduk di barisan depan.

 

Ia terlihat memegang dadanya sebelum perlahan terduduk di mimbar. Jamaah pun panik, dan pihak masjid segera melarikannya ke RS Klinik Bahagia Minasa Upa yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi.

 

Namun, nyawanya tidak tertolong. Jenazahnya disemayamkan di sisi mimbar hingga pukul 13.30 Wita, menunggu proses pemulangan ke Jakarta. (fajar)

 

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.